Anda di halaman 1dari 17

MERENUNGI PERJALANAN HIDUP MANUSIA

MERENUNGI PERJALANAN HIDUP MANUSIA



Kaum Muslimin Jamaah Sholat Jumat yang dirahmati Allah


Di tengah kehidupan yang senantiasa bergulir, jumat demi jumat berlalu, seiring itu juga
khutbah demi khutbah kita perdengarkan dan menyirami sejenak hati yang penuh
ketundukan dan mengharapkan keridhoaan Allah. Kesadaran kemudian muncul dengan tekad
untuk menjadi hamba yang Allah yang taat. Namun kadangkala dengan rutinitas yang
kembali mengisi hari-hari kita kesadaran itu kembali tumpul bahkan luntur. Oleh sebab itulah
melalui mimbar jumat ini khotib kembali mengajak marilah kita berupaya secara sungguhsungguh memperbaharui keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah, memperbaharui
kembali komitmen kita kepada Allah yang sering kita ulang-ulang namun jarang diresapi,
sebuah komitmen yang mestinya menyertai setiap langkah kita:


Sesungguhnya sholatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta
alam. Tiada sekutu bagiNya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku
adalah termasuk orang orang yang menyerahkan diri.
Kaum Muslimin Jamaah Sholat Jumat yang berbahagia
Imam Ibnu Katsir menyebutkan dalam Tafsirnya bahwa: Suatu ketika Umar
bin Khathab ra bertanya kepada seorang sahabat bernama Ubay Ibnu
Kaab ra tentang taqwa walau hal itu merupakan suatu yang hal yang
sangat mereka ketahui, namun bertanya satu sama lainnya di antara
mereka dalam rangka mendalaminya adalah hal yang sangat mereka
sukai. Kemudian Ubay balik bertanya: Wahai Umar, pernahkah engkau
melalui jalan yang di penuhi duri? Umar menjawab, "ya, saya pernah
melaluinya. Kemudian Ubay bertanya lagi: Apa yang akan engkau
lakukan saat itu?. Umar menjawab: Saya akan berjalan dengan sangat
berhati-hati, agar tak terkena duri itu. Lalu Ubayberkata: Itulah takwa.
Dari riwayat ini kita dapat mengambil sebuah pelajaran penting, bahwa
takwa adalah kewaspadaan, rasa takut kepada Allah, kesiapan diri, kehatihatian agar tidak terkena duri syahwat dan duri syubhat di tengah
perjalanan menuju Allah, menghindari perbuatan syirik, meninggalkan
perbuatan maksiat dan dosa, yang kecil maupun yang besar. Serta
berusaha sekuat tenaga mentaati dan melaksanakan perintah-perintah
Allah dengan hati yang tunduk dan ikhlas.
Hadirin Jamaah sholat jumat rahimakuullah

Setiap orang beriman pasti akan menyadari bahwa ketika ia hidup di


dunia ini, ia akan hidup dalam batas waktu tertentu yang telah ditetapkan
oleh penciptanya, Allah SWT. Usia manusia berbeda satu sama lainnya,
begitu juga amal dan bekalnya. Setiap orang yang berimanpun amat
menyadari bahwa mereka tidak mungkin selamanya tinggal di dunia ini.
Mereka memahami bahwa mereka sedang melalui perjalanan menuju
kepada kehidupan yang kekal abadi. Sungguh sangat berbeda dan
berlawanan sekali dengan kehidupan orang-orang yang tidak beriman.
Allah berfirman:
.
"Tetapi
kamu
(orang-orang
kafir)
lebih
memilih
kehidupan
duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal. (QS.
Al-Ala: 16-17)
Sayangnya, kesadaran ini seringkali terlupakan oleh diri kita sendiri. Padahal, bukan tidak
mungkin, hari ini, esok, atau lusa, perjalanan itu harus kita lalui, bahkan dengan sangat tibatiba. Jiwa manusia yang selalu digoda oleh setan, diuji dengan hawa nafsu, kemalasan bahkan
lupa, kemudian menjadi lemah semangat dalam mengumpulkan bekal dan beribadah,
membuat kita menyadari sepenuhnya bahwa kita adalah manusia yang selalu membutuhkan
siraman-siraman suci berupa Al-Quran, mutiara-mutiara sabda Rosulullah, ucapan hikmah
para ulama, bahkan saling menasehati dengan penuh keikhlasan sesama saudara seiman.
Sehingga kita tetap berada pada jalan yang benar, istiqomah melalui sebuah proses perjalanan
menuju Allah SWT.
Hadirin Jamaah Sholat Jumat yang dimuliakan Allah
Jika kita membuka kembali lembaran kisah salafus shalih, kita akan menemukan karakteristik
amal yang berbeda satu dengan yang lainnya. Ada diantara mereka yang konsent pada bidang
tafsir, hadits, fiqih, pembersihan jiwa dan akhlak, atau berbagai macam ilmu pengetahuan
lainnya. Namun, satu persamaan yang didapat dari para ulama tersebut, yaitu kesungguhan
mereka beramal demi memberikan kontribusi terbaik bagi sesama. Sebuah karya yang tidak
hanya bersifat pengabdian diri seorang hamba kepada Penciptanya saja, namun juga
mempunyai nilai manfaat luar biasa bagi generasi berikutnya.
Marilah kita renungi firman Allah berikut:






Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu dari
(kebahagiaan) negeri akhirat dan janganlah kamu melupakan bagianmu
dari (kenikmatan) duniawi, dan berbuat baiklah (kepada orang lain)
sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah berbuat
kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orangorang yang berbuat kerusakan. (QS. Al Qashash: 77).
Hadirin yang dimuliakan Allah
Dari ayat ini kita dapat mengambil pelajaran penting, tentang beberapa
prinsip yang perlu kita sadari bersama akan keberadaan kita di dunia ini.

Pertama, prinsip mengutamakan kebahagiaan kehidupan akherat. Prinsip


ini menghendaki agar dalam melaksanakan kehidupan di dunia, kita
senantiasa mengutamakan pertimbangan nilai akherat. Namun perlu
dipahami, mengutamakan kebahagiaan akherat bukan berarti dalam
mewujudkan kebahagiaan duniawi diabaikan begitu saja, sebab amal
akherat tidak berdiri sendiri dan terlepas dari amal duniawi. Sungguh
amat banyak amalan akherat yang berhubungan erat dalam mewujudkan
kebahagian duniawi.
Umpamanya sholat, seorang yang melaksanakan shalat dengan tekun dan
disiplin bukanlah semata-mata sebagai amal akherat yang tidak
berdampak duniawi, sebab bila shalat itu dilaksanakan menurut tuntutan
Allah dan rasulNya, yang secara berjamaah, niscaya ia akan banyak
memberikan hikmah dalam kehidupan dunia. Dengan shalat yang benar
akan dapat mencegah seseorang dari berbuat keji dan munkar. Dengan
demikian manusia akan terhindarnya dari perbuatan yang dapat
merugikan orang lain, sehingga terciptalah ketenteraman hidup bersama
di dunia ini.
Begitu juga dengan infak dan shodaqoh, seorang yang beramal dengan
niatan mulia untuk mendapatkan ganjaran berupa pahala dari Allah di
akherat, maka dengan hartanya tersebut dapat memberikan manfaat bagi
kehidupan orang lain yang membutuhkan.
Kedua prinsip ahsin yaitu senantiasa menghendaki kebaikan. Bila
seseorang menanamkan prinsip ini dalam dirinya, niscaya ia akan
menunjukkan diri sebagai orang yang pada dasarnya selalu menghendaki
kebaikan. Ia akan senantiasa berprasangka baik kepada orang lain, selalu
berusaha berbuat baik dan berkata baik dalam pergaulan di kehidupan
sehari-hari.
Maka akan selalu tampillah kebaikan demi kebaikan, mempersembahkan
sebuah karya terbaiknya untuk kemanfaatan masyarakat disekitarnya,
peduli akan kemaslahatan umum, dan meninggalkan sebuah kebaikan
yang akan selalu dapat dikenang oleh orang banyak walaupun ia sudah
pergi terlebih dahulu menuju kehidupan yang abadi.
Ketiga adalah prinsip walaa tabghil fasada fil ardh yaitu prinsip untuk
tidak berbuat kerusakan. Bila prinsip ini dipegang teguh, seseorang akan
lebih melengkapi prinsip yang kedua, yakni melengkapi upayanya berbuat
baik dengan upaya menghindari perbuatan yang merusak. Terjadinya
kerusakan alam, kerusakan moral, kerusakan dalam tatanan kehidupan
masyarakat sering kali terjadi karena sudah hilangnya kesadaran akan
tujuan hidup yang sesungguhnya, sehingga seorang lupa bahwa
sesungguhnya ia tidak dibiarkan begitu saja, bahwa ia akan
mempertanggung jawabkan segala perbuatannya ketika ia menghadap
Allah di akherat kelak.
Hadirin sidang sholat jumat yang dimuliakan Allah
Allah swt mengingatkan kita dengan firmannya:


Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. (QS. Al-Baqoroh: 197)

Walaupun ayat di atas menjelaskan tentang bekal penting dalam perjalanan ibadah haji,
namun sesungguhnya ia merupakan gambaran ketika manusia akan menghadap Allah di
padang mahsyar kelak, ibadah haji merupakan miniatur gambaran manusia yang akan
dikumpulkan di padang mahsyar nanti sebagaimana halnya mereka berkumpul di padang
arafah. Maka bekalan utama yang dapat menyelamatkan itu adalah taqwa.
Firman Allah SWT di atas juga memiliki makna tersirat bahwa manusia memiliki dua bentuk
perjalanan, yakni perjalanan di dunia dan perjalanan dari dunia. Perjalanan di dunia
memerlukan bekal, baik berbentuk makanan, minuman, harta, kend araaan dan
sebagainya. Sementara perjalanan dari dunia juga memerlukan bekal.
Namun perbekalan yang kedua yaitu perbekalan perjalanan dari dunia menuju

akhirat, lebih penting dari perbekalan dalam perjalanan pertama yakni


perjalanan di dunia. Imam Fachrurrozi dalam dalam tafsirnya menyebutkan ada lima
perbandingan antara keduanya:
Pertama, perbekalan dalam perjalanan di dunia, akan menyelamatk an kita dari

penderitaan yang belum tentu terjadi. Tapi perbekalan untuk perjalanan dari dunia, akan
menyelamatkan kita dari penderitaan yang pasti terjadi.
Kedua, perbekalan dalam perjalanan di dunia, setidaknya akan menyelamatkan kita dari
kesulitan sementara, tetapi perbekalan untuk perjalanan dari dunia, akan menyelamatkan kita
dari kesulitan yang tiada tara dan tiada habis-habisnya.
Ketiga, perbekalan dalam perjalanan di dunia akan menghantarkan kita pada kenikmatan dan
pada saat yang sama mungkin saja kita juga mengalami rasa sakit, keletihan dan
kepayahan.Sementara perbekalan untuk perjalanan dari dunia menuju akhirat, akan
membuat kita terlepas dari marabahaya apapun dan terlindung dari kebinasaan
yang sia-sia.

Keempat, perbekalan dalam perjalanan di dunia memiliki karakter bahwa kita akan
melepaskan dan meninggalkan sesuatu dalam perjalanan. Sementara perbekalan untuk
perjalanan dari dunia, memiliki karakter, kita akan lebih banyak menerima dan semakin lebih
dekat dengan tujuan.
Kelima, perbekalan dalam perjalanan di dunia akan mengantarkan kita pada kepuasan
syahwat dan hawa nafsu. Sementara perbekalan untuk perjalanan dari dunia akan semakin
membawa kita pada kesucian dan kemuliaan karena itulah sebaik-baik bekal. (Tafsir ArRaazi 5/168)
Sesungguhnya perjalanan itu cukup berat , dan masih banyak bekal yang perlu
disiapkan. Semua kita pasti tahu bekalan yang sudah kita siapkan masing-masing . Jika kita
anggap bekalan itu masih kurang, tentu kita tidak akan rela seandainya tidak
lama lagi ternyata kita harus segera menempuh perjalanan menuju akhirat itu.

.

.

Diposkan oleh Darmin sei daun di 17.51 1 komentar:


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Selasa, 19 Juni 2012

AKHIR HIDUP YANG BAIK


Khutbah Jum'at AkhiR Hidup yang Baik


...


KHUTBAH PERTAMA
MaasyiRal Muslimin Rahimani wa Rahimakumullah!!
Setelah kita mengucapkan kalimat tahmid, kalimat tahlil sebagai bentuk sanjungan dan
pujian kita kepada Dzat satu-satunya tempat kita menggantungkan diRi daRi segala
sesuatu, maka tiada kata dan ungkapan yang sepatutnya kita sampaikan dalam majelis
yang mulia ini melainkan washiyatut taqwa, yaitu satu kalimat yang dengannya Allah
Subhaanahu wa Taala telah menyebutkannya dalam sekian banyak ayat, dan Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa sallam pun seRingkali membeRikan washiyat kepada paRa
shahabatnya dalam khutbah-khutbahnya dengan kalimat teRsebut, sebagaimana yang
peRnah beliau sampaikan juga kepada dua ORang sahabat yang beRnama Abu DzaR dan
Muad bin Jabal dalam Riwayat at-TiRmidzi beliau Shallallaahu alaihi wa sallam,
beRsabda

BeRtakwalah kepada Allah dimana saja kamu beRada, dan baRengilah peRbuatan yang
buRuk dengan peRbuatan yang baik dan beRakhlak baiklah kepada semua manusia
(HR. at-TiRmudzi).
Hadits yang mulia ini, jelas-jelas telah membeRikan penjelasan kepada kita bahwa
ketaqwaan itu tidak teRbatas pada waktu dan tempat teRtentu. Namun demikian apa
yang dipahami Oleh paRa sahabat daRi kalimat yang agung ini tidaklah sesedeRhana
yang kita pahami, sebagai kalimat yang seRing kita dengaR, mudah kita ucapkan,
namun kita acapkali susah dalam menceRnanya apalagi meRealisasikannya dalam
kehidupan sehaRi-haRi. KaRena pentingnya makna kalimat ini hadiRin yang mulia, UmaR
bin Khathab Radhiayallahu 'anhu peRnah mengatakan dalam Riwayat yang shahih,


.

At-Taqwa adalah peRasaan takut kepada Allah, beRamal dengan apa yang datang daRi
Allah dan Nabi-Nya, meRasa cukup dengan apa yang ada dan mempeRsiapkan diRi
dalam menghadapi haRi akhiR.
MaasyiRal Muslimin Rahimani wa Rahimakumullah!!
Sesungguhnya bagian manusia daRi dunia ini adalah umuRnya. Apabila dia
membaguskan penanaman mOdalnya pada apa yang dapat membeRikan manfaat
kepadanya di akhiRat kelak, maka peRdagangannya akan beRuntung. Dan jika dia
menjelekkan penanaman mOdalnya dengan peRbuatan-peRbuatan maksiat dan
kejahatan sampai dia beRtemu dengan Allah pada penghabisan (akhiR hidup) yang jelek
itu, maka dia teRmasuk ORang-ORang yang meRugi.
Allah Subhanahu wa Ta'ala beRfiRman,


"BaRangsiapa yang beRamal shalih, baik laki-laki maupun peRempuan dan dia (dalam
keadaan) beRiman, maka sesungguhnya akan Kami beRikan kepadanya kehidupan yang
baik. dan sesungguhnya akan Kami beRikan balasan kepada meReka dengan pahala
yang lebih baik daRi apa yang telah meReka keRjakan " (Q.S an-Nahl:97).
Dalam ayat yang lain Allah Ta'ala beRfiRman,
. .
BaRangsiapa yang mengeRjakan kebaikan sebeRat dzaRRahpun, niscaya dia akan
melihat (balasan)nya. Dan baRangsiapa yang mengeRjakan kejahatan sebeRat
dzaRRahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula. (QS. al-Zalzalah:7-8)
Dalam ayat yang lain Allah Taala menegaskan,
.


Maka apakah kamu mengiRa, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secaRa
main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami. Maka Maha
Tinggi Allah, Raja Yang SebenaRnya;tidak ada ilah (yang beRhak disembah) selain Dia,
Rabb (Yang mempunyai) 'ARsy yang mulia. (QS. al-Muminun:115-116)
MaasyiRal Muslimin Rahimani wa Rahimakumullah!!
KaRenanya ORang yang beRakal adalah ORang yang dapat menghisab (menghitung)
amalan diRinya sebelum Allah Ta'ala menghitungnya, dan dia meRasa takut dengan
dOsa-dOsanya itu menjadi sebab akan kehancuRannya.
HadiRin yang mulia sementaRa itu kematian dan akhiR hidup seseORang akan selalu
menjemputnya, kapan Allah Ta'ala menghendaki niscaya tidak ada seORangpun yang
dapat meRubahnya, dia tidak dapat menghindaRi daRi sebuah kenyataan yang akan
menjemputnya. Allah
Ta'ala beRfiRman,

"Tiap-tiap yang beRjiwa akan meRasakan mati. Dan sesungguhnya pada haRi kiamat
sajalah disempuRnakan pahalamu. BaRangsiapa dijauhkan daRi neRaka dan dimasukkan
ke dalam suRga maka sungguh ia telah beRuntung. Kehidupan dunia itu tidak lain
hanyalah kesenangan yang mempeRdayakan. (QS. Ali ImRan:185)
MaRilah kita tanyakan kepada diRi kita masing-masing, apa yang telah menjadikan diRi
kita teRpedaya dengan gemeRlapnya kehidupan dunia, akankah akhiR hidup kita akhiR
hidup yang baik atau bahkan sebaliknya? Na'udzubillahi min dzalik.
MaasyiRal Muslimin Rahimani wa Rahimakumullah!!
Dalam sebuah Riwayat al-BukhaRi dan Muslim yang beRsumbeR daRi Said al-KhudRiy
yang mengisahkan seORang yang telah membunuh sembilan puluh sembilan ORang,
kemudian genap seRatus ORang. Dan pada akhiR ceRita, dia dikisahkan meninggal
dalam keadaan mukmin kaRena taubatnya. (HR. al-BukhaRi dan Muslim daRi Said alKhudhRiy).
Dan Sebaliknya dalam Riwayat yang lain dikisahkan suatu ketika ada seORang laki-laki
ikut beRpeRang beRsama Nabi Shallallahu alaihi wasallamuntuk menghadapi kaum
MusyRikin sehingga dia teRluka. Dan kaRena tidak kuasa menahan Rasa sakit, akhiRnya
dia bunuh diRi. Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam beRsabda, "Dia teRmasuk ahli
neRaka". Setelah itu seseORang mendatangi nabi menceRitakan kejadian ini. Kemudian
Rasullah beRsabda,
)
(
Sungguh seORang benaR-benaR melakukan peRbuatan penduduk suRga di hadapan
manusia, namun (sebenaRnya) dia teRmasuk penghuni neRaka, dan sungguh seseORang
benaR-benaR melakukan peRbuatan penghuni neReka di hadapan manusia, namun
(sebenaRnya) di a teRmasuk penghuni suRga . (HR. al-BukhaRi dan Muslim).
Dua Riwayat di atas telah tegas dan jelas menunjukkan bahwa akhiR hidup seseORang,
baik dan buRuknya tidak ada seORangpun yang dapat mengetahuinya.
Dan akhiR hidup seseORang ditentukan Oleh baik-dan buRuknya akhiR peRjalanan
hidupnya, yang telah Allah Subhanahu wataala tentukan dalam taqdiRnya.
Dalam Riwayat Ahmad dengan sanad yang shahih daRi 'Aisyah Radhiyallahu anha,
Rasulullah beRsabda,
.
.
Sesungguhnya seseORang benaR-benaR melakukan peRbuatan penghuni suRga,
sedangkan dia dicatat sebagai penghuni neRaka. Maka sebelum kematian menjemput, ia
beRubah dan mengeRjakan peRbuatan penghuni neRaka, kemudian ia mati, maka
masuklah ia ke dalam neRaka. Dan sesungguhnya seseORang benaR-benaR melakukan
peRbuatan penghuni neRaka sedangkan dia dicatat sebagai penghuni suRga. Maka
sebelum kematian menjemput, ia beRubah dan melakukan peRbuatan penghuni suRga,
kemudian ia mati, maka masuklah ia ke dalam suRga..
Dalam Riwayat lain yang beRsumbeR daRi Ali bin Abi Thalib, diceRitakan ada seORang
laki-laki beRtanya kepadanya:

. . : :
5 : ) ( : )
SeseORang lelaki beRtanya, Wahai Rasulullah!, apakah kita tidak pasRah teRhadap
taqdiR (ketentuan)Allah Ta'ala teRhadap kita dan meninggalkan amalan? Lalu Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam menjawab, BeRamalah kalian! Maka setiap ORang akan
dimudahkan sebagaimana apa yang ditakdiRkan baginya. Adapun ORang yang
ditakdiRkan bahagia, maka ia akan dimudahkan untuk melakukan peRbuatan gOlOngan
ORang-ORang yang bahagia. Sedangkan ORang yang ditakdiRkan sengsaRa, maka ia
pun akan dimudahkan untuk melakukan peRbuatan gOlOngan ORang-ORang yang
sengsaRa. Kemudian beliau membaca ayat, Adapun ORang yang membeRikan
(haRtanya di jalan Allah) dan beRtaqwa, (QS. al-Lail : 5)
Dalam hadits-hadits di atas telah menunjukkan bahwa kebahagiaan dan kesengsaRaan
di akhiR hayat telah Allah Ta'ala tentukan di dalam kitabNya (taqdiRnya). Dan yang
demikian beRdasaRkan amalnya yang meRupakan sebab keduanya. Maka akhiR hidup
yang baik atau sebaliknya ditentukan dengan keadaan akhiR amalannya.
sebagaimana Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam beRsabda dalam Riwayat yang lain
daRi Sahl bin Said:
.
Sesungguhnya segala amal itu teRgantung dengan akhiRnya.
Maka baRangsiapa yang yang telah mengikuti tuntunan Allah Ta'ala dan NabiNya, maka
akhiR hayatnya adalah meRupakan akhiR hayat yang baik, sebaliknya baRangsiapa
dalam hidupnya senantiasa mengikuti hawa nafsu dan syaithan, maka niscaya dia akan
mendapatkan akhiR hidup yang tidak baik, kaRena dOsa-dOsa yang dia lakukan selama
hidupnya, sebagaimana peRnah dikisahkan Oleh Abdul Aziz bin Rawad yang dinukil Oleh
Ibnu Rajab dalam kitabnya, suatu haRi dia menjumpai seORang yang akan meninggal
dunia, kemudian ditalqinkan untuk mengucapkan kalimat Tauhid, namun teRnyata dia
tidak bisa mengucapkan, dan dia beRkata pada akhiR peRkataannya: Dia telah
mengkufuRi kalimat teRsebut. Dan meninggal dalam kekufuRan. Kemudian Abdul Azis
menanyakan tentang dia, maka dikatakan dia adalah seORang peminum khamR.
Kemudian Abdul Aziz mengatakan:

BeRhati-hatilah kalian teRhadap segala (bentuk) dOsa dan maksiat, kaRena dOsa-dOsa
itulah yang menyebabkannya.
.
. ,
.

Diposkan oleh Darmin sei daun di 23.32 Tidak ada komentar:


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

PRAN MASJID DALAM KEHIDUPAN

Khutbah Jumat : Peran Masjid


dalam Kehidupan
oleh Fathuddin Jafar

,

,


,

, .
.

:

(102 : )

Kaum Muslimin rahimakumullah


Pertama-tama, marilah kita tingkatkan kualitas taqwa kita pada Allah dengan berupaya maksimal
melaksanakan apa saja perintah-Nya yang termaktub dalam Al-Quran dan juga Sunnah Rasul saw.
Pada waktu yang sama kita dituntut pula untuk meninggalkan apa saja larangan Allah yang termaktub
dalam Al-Quran dan juga Sunnah Rasul Saw. Hanya dengan cara itulah ketaqwaan kita mengalami
peningkatan dan perbaikan
Selanjutnya, shalawat dan salam mari kita bacakan untuk nabi Muhammad Saw sebagaimana
perintah Allah dalam Al-Quran :

Sesungguhnya Allah dan malaikat-Nya bershalawat atas Nabi (Muhammad saw). Wahai orangorang beriman, ucapkan shalawat dan salam atas Nabi (Muhammad saw). (QS. Al-Ahzab [33] : 56)
Kaum Muslimin rahimakumullah
Ada tiga hal yang menjadi pilar kehidupan umat Islam. Al-Quran, Sunnah Rasul saw. dan Masjid.
Ketiga pilar ini saling terkait dan tidak dapat dipisahkan. Bila ketiga pilar tersebut tegak dengan baik
dan kokoh dalam kehidupan umat Islam, maka mereka eksis dan berjaya dalam kehidupan dunia dan
sukses pula di akhirat, sebagaimana yang kita saksikan sepanjang sejarah umat Islam selama 13
abad lamanya. Bila ketiga hal tersebut, atau salah satu di antaranya tidak berperan dalam kehidupan
nyata umat Islam, maka eksistensi mereka tidak dirasakan dan kejayaan mereka lenyap di atas bumi,
seperti yang kita saksikan satu abab belakangan. Dan azab Allah di akhirat jauh lebih dahsyat.
Allah sebagai Pencipta dan Penguasa tunggal alam ini telah merancang Al-Quran sebagai
mainstream kehidupan manusia, khususnya umat Islam. Sebab itu, Al-Quran Allah namakan dengan
the way of life (QS. 1:2), cahaya, (QS. 5:15), nyawa/spirit (QS. 42:52) dan pelajaran, obat dan
petunjuk hidup (QS. 10:57). Sunnah Rasul saw. sebagai penjelas dan perinci nilai-nilai yang

terkandung dalam Al-Quran, (QS. 16:44). Sedangkan Masjid sebagai sekolah dan sekaligus
laboratorium praktikum nilai-nilai Al-Quran dan Sunnah Rasul saw. Tanpa ketiga unsur tersebut, umat
Islam hari ini dan yang akan datang, tidak akan pernah eksis dan maju sebagaimana yang dicapai
oleh umat Islam selama lebih kurang 13 abad lamanya.
Kaum Muslimin rahimakumullah
Dari uraian singkat diatas, dapat disimpulkan, umat Islam tidak mungkin dapat lepas dan dipisahkan
dari Masjid. Karena Msjid itu satu-satunya wadah yang memiliki peran yang amat besar dan holistik
dalam melahirkan pribadi-pribadi dan jamaah yang berkualitas dan profesional. Sebab itu, Masjid
menjadi kebutuhan hidup umat Islam, sejak mereka lahir, sampai mati, yakni saat sebelum mereka
dihantarkan ke liang kubur, merekapun dishalatkan di dalam masjid.
Dalam Al-Quran terdapat kata Masjidil Haram sebanyak 14 kali, Masjid Aqsha satu kali, dalam bentuk
plural (Masajid) 4 kali dan kata Bait (rumah) satu kali dan plural (Buyut) satu kali. Hal ini menunjukkan
betapa besarnya peran Masjid yang Allah rancang untuk keberhasilan hidup kaum Muslimin. Di
antara peran Masjid yang utama ialah:
1. Sebagai Universitas Kehidupan.
Masjid adalah universitas kehidupan. Di dalamnya dipelajari semua cabang ilmu pengetahuan, sejak
dari masalah keimanan, ibadah, syariah (sistem hidup Islam), akhlak, jihad (perang), politik, ekonomi,
budaya, manajemen, media massa dan sebagainya. Begitulah cara Rasul saw. memanfaatkan Masjid
sebagai universitas kehidupan. Tak ada satupun masalah hidup yang tidak dijelaskan Rasul Saw. di
dalam Masjid Nabawi yang Beliau bangun bersama para Sahabatnya setelah Masjid Quba. Sejarah
membuktikan, Rsul saw. tidak punya lembaga pendidikan formal selain Masjid. Rasul saw,
menjelaskan dan meyelesaikan semua persoalan umat di Masjid, termasuk konflik rumah tangga,
metode pendidkan anak dan sebagainya.
2. Sebagai Wadah Penanaman, Pembinaan dan Peningkatan Keimanan.
Masjid adalah wadah paling utama dalam penanaman, pembinaan dan peningkatan keimanan,
karena Allah tidak menjadikan tempat lain semulia Masjid. Bahkan Allah menegaskan Masjid itu
adalah rumah-Nya di muka bumi, (QS. 3:96). Sebab, Masjid itu adalah milik-Nya. Penanaman dan
pembinaan keimanan harus dimulai dan dilakukan di dalamnya, (QS. 72:18). Orang yang berada di
masjid adalah tamu Allah. Alangkah mulianya seorang Mukmin yang menjadi tamu Yang Maha Mulia.
Maka tidak heran jika Rasul saw. lebih banyak waktunya di Masjid jika tidak ada keperluan berdakwah
dan berjihad, bahkan di sepuluh terakhir Ramadhan Beliau Itikaf penuh di dalamya.
Sebab itu, tidaklah heran jika Rasul saw. mewajibkan umat Islam setiap hari ke Masjid, khususnya
kaum lelaki, untuk menunaikan shalat fardhu 5 kali sehari berjamaah dan bahkan berdiam diri di
Masjid adalah ibadah yang akan menambah kekuatan dan kelezatan iman, apalagi melakukan
ibadah-ibadah besar lainnya, seperti mempelajari Al-Quran, berzikir pada Allah dan sebagainya.
3. Sebagai Wadah Pengembangan dan Manajemen Diri.
Masjid juga berfungsi sebagai wadah pengembangan dan manajemen diri, karena di masjid dilakukan
berbagai aktivitas ibadah dan dihadiri oleh kaum Muslim dari berbagai profesi, keahlian dan status
sosial. Yang kaya, yang miskin, berpangkat dan sebagainya berkumpul di Masjid dalam satu
komunitas bernaam Jamaah Msjid dengan satu tujuan, yakni ridha Allah Taala. Semuanya diikat
dan dilatih dengan ibadah, khususnya ibadah shalat fardhu yang sangat disiplin dan rapih. Sebab itu,
kalaulah interaksi Jamaah Masjid dimenej dengan baik, pasti akan memberikan banyak manfaat
kepada jamaahnya dalam pengembangan dan manjemen diri.
4. Sebagai Wadah Penyucian dan Pengobatan Jiwa.
Masjid adalah tempat yang paling ideal dan praktis untuk menyucikan diri, (QS. 9:108). Di masjidlah
kita belajar dan mempraktekkan khusyu dan ikhlas beribadah, tsiqah billah (percaya penuh pada
Allah), husnuzh-zhan billah (berbaik sangka pada Allah), takut azab Allah, berharap rahmat Allah,
kasih sayang sesama umat Islam dan tegas pada kuam kafir. Di masjid juga kita belajar dan
mepraktekkan kebersihan diri, lahir dan batin, disiplin, teratur, tawadhu (rendah hati), besegera dalam
kebaikan, membersihkan hati dari penyakit syirik, riya, sombong, kikir, materialisme (cinta dunia),
zikrullah dan akhirat dan berbagai sifat lainnya.
5. Sebagai Wadah Sosial (Public Services).
Sebagai pusat utama ibadah dan pergerakan umat, maka Masjid juga sangat terasa perannya dalam
pelayanan sosial (public services). Untuk itu, setiap Masjid selayaknya memiliki data base jamaahnya
dan masyarakat sekitarnya, sehingga diketahui potensi ekonomi yang ada dalam jamaanya dan
potensi social welfare yang wajib diperhatikan. Pelayanan sosial tersebut dapat berupa pengumpulan
dan penyaluran zakat dan infak, pelayanan kesehatan, beasiswa, pembinan life skill dan sebagainya,
kepada kaum Miskin dari kalangan jamaah Masjid dan masyarakat sekitarnya. Dengan demikian,
upaya penanggulangan kebodohan dan kemiskinan dapat berjalan efektif karena akan terjadi efisiensi
dan efektifitas yang luar biasa jika dibandingkan lembaga-lembaga sosial selain Masjid.

6. Sebagai Wadah Manajemen Ekonomi Umat.


Masjid juga berfungsi sebagai wadah berkumpulnya para jamaah yang memiliki kelebihan ilmu dan
harta. Sebab itu, Masjid juga harus berfungsi sebagai pusat perencanaan dan manajemen
pengembangan ekonomi dan bisnis umat. Jika kita perhatikan Masjid-Masjid besar dan bersejarah di
dunia Islam, khususnya, Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, berdiri di sekitarnya pasar-pasar raksasa
yang menyebabkan ekonomi kawasannya hidup dan berkembang. Demikian pula Masjid-Masjid
lainnya seperti Masjid Jami Az-Zaitun di Tunisia, Masjid jami Umawi di Damaskus Suriah yang
berusia lebih dari 1000 tahun.
7. Sebagai Wadah Perajut dan Penguatan Ukhuwwah Islamiyah.
Sebagai tempat ibadah, menuntut ilmu dan berbagai kegiatan lainnya, selayaknyalah Masjid
berfungsi sebagai wadah penyemaian dan perawatan ukhuwwah Islamiyah di antara para jamaahnya
dan umat Islam lainnya. Syaratnya, semua jamaah harus diikat dan tunduk hanya kepada Allah dan
Rasul-Nya, dengan mencontoh kehidupan para Sahabat Beliau. Lepaskan semua baju organisasi dan
partai, maka Masjid akan berfungsi sebagai wadah ukhuwwah. Kalau tidak, Masjid hanya akan
menjadi ajang perebutan kekuasaan kepengurusan dan aktivitasnya. Kalau nuansa tersebut dibiarkan
sehingga berkembang dan dominan, tak mustahil bisa terjerumus ke dalam praktek Masjid Dhirar
(Masjid kaum munafik yang didirikan untuk memecah belah umat Islam).
8. Sebagai Wadah Keselamatan Hari Kiamat dan Jalan Membangun Rumah di Surga.
Masjid bukan hanya berfungsi kebaikan di dunia, tapi juga jalan keselamatan di hari kiamat nanti dan
jalan pembangunan rumah kaum Muslimin di syurga. Rasul Saw. bersabada :

Tujuh golongan yang akan mendapat naungan Allah pada hari (kiamat) yang tidak ada naungan
kecuali naungan-Nya. Imam yang adil, pemuda yang dibesarkan dalam ibadah kepada Allah,
seseorang yang hatinya terpaut dengan Masjid, dua orang yang saling mencintai karena Allah,
bersama dan berpisah karena Allah, seseorang yang diajak berbuat serong wanita terhormat dan
cantik, lalu ia menolaknya dan berkata : Tidak, aku takut pada Allah, seseorang yang besedekah lalu
ia sembunyikan dan apa yang diinfakkan tangan kanannya tidak diketahui tangan kirinya dan
seseorang yang berzikir pada Allah dengan sembunyi, lalu mengucur airmatanya (karena takut padaNya). (HR. Imam Muslim)
Dalam hadits lain Rasul saw. bersabda:



Siapa yang membangun masjid hanya mencari ridha Allah, maka Allah akan bangunkan baginya
bangunan yang sama di syurga. Dalam riwayat Harun : Allah bangunkan baginya rumah di
Surga.(HR. Imam Muslim)
Kaum Muslimin rahimakumullah
Semua kita ingin iman, ibadah dan amal shaleh meningkat dan berkualitas. Semua kita ingin
menjadikan Masjid sebagai wadah iman, ibadah dan amal shaleh. Semua kita ingin selamat pada hari
kiamat dan ingin memiliki rumah di syurga. Sebab itu, mari kita renungkan firman Allah dalam surat
At-Taubah ayat 18 berikut agar terpenuhi kriteria dan syaratnya :





Sesungguhnya yang memakamurkan Masjid-Masjid Allah itu adalah orang yang beriman pada Allah
dan hari akhirat, menegakkan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut kecuali hanya kepada Allah.
Mereka pasti dari golongan orang-orang yang mendapat petunjuk Allah. (QS. At-Taubah [9] : 18)
Semoga kita termasuk diantara mereka. Amin.
Demikianlah khutbah hari ini, semoga Allah membantu dan menolong kita dalam mewujudkan peran

masjid dalam kehidupan sesuai tuntunan Rasul kita Muhammad saw. dan para Shabatnya. Semoga
Allah pilih kita menjadi orang-orang yang mencitai Masjid dan dan hati kita terpaut padanya. Semoga
Allah berkenan menghimpunkan kita di syurga Firdaus yang paling tinggi bersama Rasul Saw, para
shiddiqin, syuhada, dan shalihin sebagaimana Allah himpunkan kita di tempat yang mulia ini.
Allahumma aamiin

Sumber : Eramuslim
Diposkan oleh Darmin sei daun di 23.27 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

MENYAMBUT BULAN SUCI RAMADHAN


KHUTBAH JUM'AT Menyambut Bulan Suci Ramadhan
Menyambut Bulan Suci Ramadhan










Sidang Jum'at yang dimuliakan Allah
Puja dan puji syukur kepada Allah karena pada tahun ini kita kita diberi
kesempatan kembali untuk bertemu dengan tamu yang sangat mulia,
yakni bulan suci Ramadhan. Oleh sebab itu, marilah kita bersama-sama
menyambut bulan suci ini dengan ucapanahlan wa sahlan wa marhaban
ya ramadhan, selamat datang Ramadahan 1428 H, bulan yang dimuliakan
Allah, bulan yang penuh dengan barokah dan ampunan.
Perintah untuk menyambut bulan ini dengan penuh rasa kegembiraan
termaktub dalam sebuah hadis Rasulullah SAW yang berbunyi:




Artinya: "Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, penghulu segala
bulan. Maka hendaklah engkau mengucapkan selamat datang kepadanya.
Telah datang bulan puasa dengan segenap berkah di dalamnya maka
hendaklah engkau memuliakannya."
Bulan ini adalah bulan yang diberkati, bulan ini adalah bulan
diturunkannya Al-Qur'an, bulan ini adalah bulan terjadinya peristiwa
Lailatul Qadar, sebuah malam yang lebih baik dari seribu bulan dan di
bulan juga merupakan bulan dimana pintu maghfirah (ampunan) dibuka
selebar-lebarnya serta segenap amal kebajikan dilipatgandakan
pahalanya. Mengingat betapa mulianya bulan ini, maka alangkah
bahagianya jika pada momentum Ramadhan ini kita dapat bersama-sama
meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan kita serta mengisinya
dengan segala kebajikan.
Sidang Jum'at yang dimuliakan Allah
Dari seluruh keistimewaan Ramadhan, yang paling penting bagi
kehidupan umat manusia terletak pada kewajiban untuk melaksanan
puasa sebagaimana firman Allah SWT:

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa


sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertakwa." (QS Albaqarah 2: 183)
Dalam ayat ini, tersirat makna bahwa sebenarnya puasa bukanlah ibadah
yang baru dilaksanakan ketika kedatangan Islam akan tetapi sudah
dilaksanakan jauh sebelumnya. Para pakar perbandingan agama
mendapatkan data bahwa sebelum mengenal agama Samawi, orangorang Mesir kuno, orang-orang Yunani dan Romawi telah mengenal
puasa. Demikian juga dengan orang-orang Majusi, Budha, Yahudi dan
Kristen. Dalam karyanya "al-Fahrasat" Ibnu Nadim menyebutkan bahwa
orang-orang Majusi berpuasa tiga puluh hari dalam setahun. Mereka juga
melakukan puasa-puasa sunnah yang ditujukan sebagai penghormatan
kepada bulan, Mars dan Matahari. Sementara At-Thabari dalam
tafsirnya, Jami` al-Bayan, menyebutkan bahwa seluruh pemeluk agama
samawi (ahl kitab) diwajibkan oleh Allah untuk melaksanakan puasa.
Barangkali terdapat perbedaan mengenai tata cara berpuasa antara satu
agama dengan agama lainnya. Namun yang penting untuk kita camkan,
dipraktekkannya model ibadah dengan cara menahan diri dari makan,
minum dan hawa nafsu oleh agama-agama dan umat manusia dari
rentang masa yang satu ke rentang masa berikutnya menegaskan bahwa
ibadah puasa merupakan ibadah yang bersifat universal. Ia dipandang
sebagai jalan yang sangat efektif dalam dalam mendekatkan diri kepada
Tuhan.
Sedangkan dalam Islam, puasa memiliki keistimewaan yang berbeda
dengan ibadah-ibadah lain. Dalam sebuah Hadits Qudsi, Allah berfiman:


"Semua amal anak Adam (manusia) untuk dirinya sendiri kecuali puasa,
sebab puasa itu adalah untuk-Ku, dan Aku sendiri
yang akan membalasnya."
Ketika melaksanakan puasa, sebenarnya tidak ada yang dapat
mengetahui apakah seseorang sedang berpuasa atau tidak. Tidak
menutup kemungkinan adanya orang yang terlihat berpuasa namun
sebenarnya ia tidak melaksanakan ibadah puasa. Ketika sepi dari orang
lain bisa saja ia makan, minum atau mengumbar hawa nafsu tanpa
sepengetahuan orang lain. Pendek kata, hanya si pelakulah yang
mengetahuinya apakah ia sedang berpuasa atau tidak. Lalu apakah yang
membuat seseorang tetap menjaga puasanya? Satu-satunya jawaban
adalah keimanan yang terpatri dalam jiwanya.
Dalam konteks ini, puasa sebenarnya adalah latihan dan uji kesadaran
akan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah, Dzat yang mengetahui
dan mengawasi segenap tingkah laku manusia, baik yang terlihat maupun
yang tersembunyi. Jika seseorang yang berpuasa betul-betul berdasarkan
motivasi keimanan nan dapat menjaga tindak tanduknya selama berpuasa
maka ia akan mendapatkan pencerahan ruhani dan dikembalikan kepada
fitrahnya sebagai manusia, makhluk yang mulai tanpa bercak noda dan
dosa sebagaimana sabda Rasulullah:

Artinya: "Bulan ramadhan, bulan dimana Allah telah mewajibkan kamu


sekalian berpuasa dan aku sunnahkan kamu untuk melaksanakan sholat
malam. Barangsiapa puasa Ramadhan dan sholat malam dengan dasar
iman dan ihtisab, dia telah keluar dari dosa-dosanya sebagaimana hari
dia dilahirkan oleh ibunya."
Sidang Jum'at yang berbahagia
Memang benar bahwa melaksanakan ibadah puasa bukanlah sesuatu
yang mudah karena membutuhkan latihan fisik dan psikologis. Namun
perlu juga disadari bahwa tidak ada sebuah keuntungan besar yang
didapatkan dengan upaya yang ala kadarnya. Sebaliknya setiap
keuntungan besar hampir dapat dipastikan merupakan buah dari kerja
keras dengan dukungan dengan modal yang besar pula.
Demikian juga dengan puasa Ramadhan. Di bulan ini, fisik kita dilatih
menahan lapar dan haus agar kita juga peka terhadap penderitaan orangorang miskin. Kita juga ditekankan untuk mengeluarkan infak dan
sedekah dari kelebihan harta yang kita miliki. Kesemuanya itu pada
dasarnya adalah sebuah pendidikan keimanan agar kita dapat merenung
eksistensi diri kita sebagai manusia dan hamba Allah. Lebih jauh lagi agar
kita memahami tugas kita sebagai umat Islam yang tidak hanya
bertanggungjawab kepada diri kita sendiri akan tetapi juga memiliki
tanggung jawab atas umat Islam yang lainnya.
Ibadah seperti memberi infak dan shodaqah kepada orang-orang yang
miskin dan membutuhkan merupakan ibadah yang sangat penting, bukan
saja di bulan Ramadhan namun seharusnya juga selalu dilakukan di luar
bulan Ramadhan. Karena memperhatikan dan memabantu orang lain
yang membutuhkan pertolongan dapat mengasah kepekaan kita serta
mempererat tali silaturrahmi dan solidaritas sesama umat Islam. Dalam
beberapa kesempatan kesempatan Rasulullah SAW bersabda: "Muslim
satu dengan yang lainnya seperti sebuah bangunan yang saling
mengokohkan satu dengan yang lainnya; Tidak sempurna iman salah
satu dari kalian hingga ia mampu mencinta saudaranya seperti ia
mencintai dirinya sendiri; Allah senantiasa menolong seorang hamba
selama ia menolong saudaranya."
Di samping itu, puasa juga merupakan benteng yang menggiring manusia
untuk berfikir sehat dan menekan hawa nafsunya. Rasulullah sendiri
mengibaratkan puasa sebagai "junnah" atau perisai. Dalam sebuah hadis
beliau bersabda:





Artinya: "Puasa adalah perisai. Jika salah satu dari kalian sedang
berpuasa maka janganlah ia berkata kotor dan mengeraskan perkataan.
Jika seseorang mencacinya atau menantangnya maka hendaklah ia
berkata: 'sesungguhnya aku sedang berpuasa."
Berfikir sehat, pengendalian emosi serta menahan amarah dan hawa
nafsu ini merupakan hal yang sangat penting dalam puasa. Karena

sebagai seorang yang sedang berpuasa maka ia harus dapat memlihara


seluruh panca inderanya untuk tidak melakukan larangan Allah, terutama
tidak melakukan hal-hal yang dapat menyakiti atau merugikan orang lain,
apalagi merampas harta orang lain.
Sahabat Jabir bin Abdullah pernah berkata:






Artinya: "Apabila engkau sedang berpuasa, hendaklah puasa juga
pendengaranmu, penglihatanmu dan lisanmu dari dusta dan dosa.
Jauhkanlah menyakiti pembantu. Hendaklah engkau berlaku terhormat
dan tenang di hari ketika engkau berpuasa. Janganlah engkau samakan
hari ketika engkau tidak puasa dengan hari ketika engkau berpuasa."
Dengan demikian, dengan datangnya bulan Ramadhan ini, sudah
sepatutnya bagi kita semua untuk lebih meningkatkan kualitas dan
kuantitas iman dan ketakwaan kita serta mengisi bulan Ramadhan
dengan segenap hal yang berguna, baik bagi diri kita sendiri maupun bagi
orang lain. Dan semoga kita semua diberikan kekuatan lahir dan batin
untuk bisa melaksanakan puasa dengan sebaik-baiknya.

Diposkan oleh Darmin sei daun di 23.21 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

HIDUP SEDERHANA BERSAMA ROSULULLAH


KHUTBAH JUM'AT Hidup Sederhana Bersama Rasulullah
SAW
Hidup Sederhana Bersama Rasulullah SAW


,
, .
.. .
Marilah kita bersama meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala
dengan menghadirkan hati kita kehadirat-Nya, atau berusaha selalu menghadiri
berbagai panggilan dan kewajiban dari-Nya. Serta senantiasa berperilaku sebagaimana
Allah perintahkan kepada hamba-hamba-Nya, tentunya dengan penuh hikmat, khusyu'
dan ikhlas menjalaninya. Dan menjadi kewajiban kita untuk menghindari berbagai
larangan-Nya yang memudharatkan kehidupan kita di dunia dan akhirat, amien
Maasyiral Muslimin Rahimakumullah
Bukan maksud khatib menggurui, bukan pula berpetuah, hanya ingin mengingatkan
saja, bahwa semua amal (laku) tergantung pada niatnya Innamal amalu bin niyyati.
Motifasi menjadi hal utama, selanjutnya tergantung metode dan cara. Zaman ini banyak
digemborkan bahwa korupsi menjadi hal utama yang menyebabkan rapuhnya
Indonesia. Begitu akutnya korupsi sebagai sebuah penyakit, hingga Negara dengan
berbagai perangkatnya menggalakkan program anti korupsi, mulai dari LSM hingga
Birokrasi. Namun benarkah penyakit korupsi itu bisa berangsur sembuh dengan
berbagai iklan ditelevisi, dengan berbagai ceramah dan diskusi, sebagai aplikasi dari
berbagai program itu? Pastilah belum tentu, karena Innamal a'malu bin niyyati.
Jumhur fuqaha bersepakat, bahwa niat berada di hati, sedangkan pengucapannya

billisan merupakan unsur penyempurna. Oleh karena itu yang terpenting bukan program
ini dan itu, tapi niat pemerintah memberantas korupsi harus datang dari hati, harus
dengan sepenuh hati. Seperti washiat Imam Ghazali Istafti qalbak wa lau aftauka, wa
aftauka, wa aftauka. Mintalah (berpegang-teguhlah) dengan hati kecilmu, walaupun
mereka menasehatimu, walaupun mereka menasehatimu dan walaupun mereka
menasehatimu. Tiga kali Imam Ghazali mengulangi wa aftauka (walaupun mereka
menasehatimu), sebagai penekanan janganlah terlalu mudah percaya dengan yang lain
selain hati kecilmu.
Para Hadirin Jamaah Jumah Rahimakumullah
Dengan kata lain, apapun tindakan yang akan kita lakukan hendaknya dilaksanakan
dengan dasar pertimbangan hati kecil, dan niat sepenuh hati. Karena memang hatilah
pusat penentu kehidupan manusia. Ingatlah sebuah hadits alaa inna fil jasadi
mudghatun,idzaa shaluhat shaluha jasadu kulluhu waidzaa fasadat fasada jasadu
kulluhu, alaa wahiyal qalbu".( ingatlah sesungguhnya di dalam tubuh ada segumpal
daging, jika ia baik maka baiklah seluruh tubuhnya dana apabila ia buruk maka buruklah
seluruh tubuhnya.ingatlah ia adalah hati ). Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.
Maka, dalam khutbah ini tidak terlalu salah jika khatib sebagai bagian bangsa, turut
merasa prihatin dan hendak mengajak sesama umat agar kembali kepada nilai luhur
bangsa kita yang telah lama terkubur dan tertimbun dibawah kehidupan yang mewah.
Itulah kesederhanaan. Kesederhanaan akhir-akhir ini menjadi makhluk langka, apalagi
di tengah-tengah perkotaan yang megah. Kesederhanaan identik dengan kebodohan
dan kemiskinan. Jangankan barangnya, disebut saja sangat jarang. Kesederhanaan
sebagai konsep dan prilaku kini telah menjadi orang lain di rumah sendiri.
Kesederhanaan mulai tergusur dengan kemewahan, dengan perbelanjaan
(konsumerisme) dan segudang aktifitas ekonomi lainnya.
Kesederhaan tidak hanya tercermin dalam gaya hidup saja, tetapi juga dalam pola pikir
mencari penghidupan. Seorang yang berpikiran sederhana, tentunya tidak akan sampai
melebihi batas kebutuhan hidup. Tuntutan dan keinginan akan selalu disesuaikan
dengan kemampuan. Sehingga tidak ada rasa ingin menguasai dan memiliki hak orang
lain di luar haknya. Sebuah perkataan yang perlu dipikirkan adalah cukupkanlah
hidupmu dengan penghasilanmu. Artinya, dalam ranah perekonomian individu dan
keluarga perlu adanya strategi pendanaan yang berakar pada pengendalian nafsu
berbelanja dan membeli. Kita harus kembali belajar memilah antara perkara yang harus
dibeli, yang boleh dibeli, dan yang tidak perlu dibeli. Secara logis banyak sekali orang
yang paham perbedaan yang primer dan skunder, akan tetapi rayuan nafsu
mengalahkan logika untuk memilih satu diantara dua. Oleh karena itu, kesederhanaan
mempunyai hubungan yang erat dengan permasalahan hati, nafsu dan juga tawakkal.
Ayyuhal Hadhirun Rahimakumullah
Kisah kesederhanaan Rasulullah saw. terekam dalam sebuah hadits yang menceritakan
betapa beliau tidak mempunyai keinginan menumpuk harta, walaupun jikalau mau
sangatlah mudah baginya. Ketika Islam telah telah berkembang luas dan kaum muslimin
telah memperoleh kemakmuan, Sahabat Umar bin Khattab R.a berkunjung ke rumah
Rasulullah saw. ketika dia telah masuk ke dalamnya, dia tertegun melihat isi rumah
beliau, yang ada hanyalah sebuah meja dan alasnya hanya sebuah jalinan daun kurma
yang kasar, sementara yang tergantung di dinding hanyalah sebuah geriba (tempat air)
yang biasa beliau gunakan untuk berwudhu. Keharuan muncul dalam hati Umar Ra.
Tanpa disadari air matanya berlinang, maka kemudian Rasulullah saw menegurnya.
gerangan apakah yang membuatmu menangis? Umarpun menjawabnya, bagaimana
aku tidak menangis Ya Rasulallah? Hanya seperti ini keadaan yang kudapati di rumah
Tuan. Tidak ada perkakas dan tidak ada kekayaan kecuali sebuah meja dan sebuah
geriba, padahal di tangan Tuan telah tergenggam kunci dunia Timur dan dunia Barat,
dan kemakmuran telah melimpah. Lalu beliau menjawab Wahai Umar aku ini adalah

Rasul Allah, Aku bukan seorang Kaisar dari Romawi dan bukan pula seorang Kisra dari
Persia. Mereka hanya mengejar duniawi, sedangkan aku mengutamakan ukhrawi.
Kata-kata Aku bukan Kaisar Romawi, Aku bukan Kisra Persia, tidak berarti Rasulullah
tidak memiliki kesempatan, mengingat keterangan Umar bahwa di tangan Rasulullah-lah
tergenggam kunci dunia Timur dan dunia Barat. Namun niat Rasulullah saw dalam
kalimat terakhir itu merupakan kata paling berharga Mereka hanya mengejar duniawi,
sedangkan aku mengutamakan ukhrawi.. Apa yang diisyaratkan Rasulullah saw
sangatlah jelas, bahwa tidak selamanya hidup dengan kemewahan dan gelimang harta
adalah berkwalitas, justru sebaliknya. Seringkali kehidupan semacam itu menjadikan
hidup terasa kering dan sunyi.

. ,
.

.

,

,

Anda mungkin juga menyukai