PENDAHULUAN
Preeklamsia tergolong kehamilan risiko tinggi. Morbiditas dan mortalitas
maternal dan perinatal sering terjadi pada penderita yang keadaannya jelek dan
terlambat dirujuk ke rumah sakit. Preeklampsia adalah salah satu penyebab utama
kematian maternal di negara berkembang, kurang lebih 15 20% dari seluruh angka
kematian maternal. Preeklampsia menimbulkan banyak komplikasi baik yang akut
dan muncul kemudian, kematian perinatal dan Intrauterine Growth Restriction
(IUGR). 1
Angka kematian maternal di Indonesia adalah 4,5 per juta penduduk, tertinggi
di antara negara-negara ASEAN. Salah satu penyebab kematian tersebut adalah
preeklampsia - eklampsia, yang bersama infeksi dan perdarahan, diperkirakan
mencakup 75 - 80% dari keseluruhan kematian maternal. Berdasarkan hasil survai
yang dilakukan oleh Angsar, insiden preeklampsia-eklampsia berkisar 10-13% dari
keseluruhan ibu hamil. Di dua rumah sakit pendidikan di Makassar insiden
preeklampsia berat 2,61%, eklampsia 0,84% dan angka kematian akibatnya 22,2%
(4). Angka kejadiannya di beberapa rumah sakit di Indonesia cenderung meningkat
yaitu 1-1,5% pada sekitar 1970-1980 meningkat menjadi 4,1-14,3% sekitar 19902000. Menurut WHO pada 1987 angka kejadian preeklamsia sekitar 0,51-38,4%.
Di negara Inggris kelainan preeklampsia-eklampsia relatif jarang, tetapi
menimbulkan komplikasi kehamilan yang serius dengan insidensi 5/ 1000 wanita
hamil menderita preeklampsia berat dan 5/ 10.000 menderita eklampsia 2. Angka
kematian yang disebabkan oleh eklampsia mencapai 1,8% dan 35% menderita
komplikasi-komplikasi lainnya. 3
Pada dasarnya penanganan preeklamsia terdiri atas pengobatan medik dan
penanganan obstetrik. Tujuan utama penanganan adalah mencegah terjadinya
preeklamsia berat dan eklamsia, melahirkan janin hidup, melahirkan janin dengan
trauma sekecil-kecilnya. 4
5,6
Zuspan pada tahun 1966 melaporkan 69 kasus eklampsia yang dirawat sejak
tahun 1956 dengan pengobatan magnesium sulfat secara tetes kontinyu dengan dosis
1 gram/jam dilaporkan 2 kematian ibu (2,9%) yang terjadi 4 minggu pasca persalinan
yang disebabkan kelainan sebagai akibat eklampsia.
Sampai saat ini magnesium sulfat merupakan obat yang terpakai banyak untuk
pengobatan preeklampsia dan eklampsia di Amerika Serikat.
1,7
Di Indonesia sendiri
3. Patofisiologi
Terdapat tiga lesi patologis mayor yang terutama berhubungan dengan
preeklamsia-eklamsia, yaitu :
1. Perdarahan dan nekrosis pada banyak organ, mungkin akibat
konstriksi arteriol
2. Endoteliosis kapiler glomerolus
3. Tiadanya desidualis segmen miometrium pada arteri spiralis.
Vasospasme arteriolar yang lamanya relative pendek (1 jam) dapat
menyebabkan hipoksia dan nekrosis pada sel parenkim yang peka. Vasospasme
yang berlangsung lebih dari (3 jam) dpat menyebabkan infrak pada organ-organ
yang vital misalnya : hati, plasenta, otak. Pada hati, nekrosis peri portal dan
pendarahan dapat terjadi dengan hematom subkapsuler yang merupakan
komplikasi yang langka. Pada otak, daerah fokal perdarahan dan nekrosis dapat
terjadi. Pada retina jendela klinik terhadap vaskulatur arteri, vasospasme dapat
dilihat pada pemeriksaan oftalmoskopik. Perdarahan retina dianggap sebagai
tanda yang sangat tidak menyenangkan, karena ini dapat mengisaratkan
fenomena yang serupa pada organ yang lain.
Lesi ginjal yang khas dari preeklamsia-eklamsia adalah endoteliosis
kapiler glomerolus, kelainan ini di tunjukkan oleh pembengkakan yang nyata
pada endothelium kapiler glomerulus, dengan endapan bahan fibrinoid di bawah
sel endotel. Pada mikroskopi cahaya, diameter glomerulus meningkat, dengan
tonjolan keluar pada berkas glomerulus ke leher tubulus proksimal dan dengan
berbagai tingkat pembengkaan sel endotel dan mesangial.
Patologi uteroplasenta pada preeklamsia-eklamsia ditandai dengan
tiadanya desidualis segmen miometrium pada arteri spiralis. Dalam keadaan
normal, serbuan trofoblas mengakibatkan penggantian lapisan otot dan lapisan
elastis pada arteri spiralis oleh jaringan fibrinoid dan fibrosa, menghasilkan
saluran berliku-liku yang besar yang berekstensi melalui miometrium. Pada
preeklamsia, perubahan ini terbatas pada segmen desidua pembuluh darah dan
4. Gejala Klinis
a. Kenaikan tekanan darah
Kelainan dasar pada preeklamsia adalah vasospasme arteriol sehingga
peringatan awal yang paling bisa diandalkan adalah peningkatan tekanan
darah. Tekanan diastolik merupakan tanda prognostik yang lebih utama
yaitu 90 mmHg atau lebih yang bila diperhatikan lebih teliti
mencerminkan perubahan resistensi pembuluh darah perifer.
b. Kenaikan berat badan dan edema
Kenaikan berat badan yang abnormal dan edema terjadi secara dini dan
mencerminkan pemuaian ini berkaitan dengan peningkatan permeabilitas
kapiler yang ditimbulkan oleh vasokonstriksi arteriol. Peningkatan
permeabilitas kapiler memungkinkan cairan berdifusi dari ruang
intravaskuler
sehingga
mengakibatkan
pemuaian
ruang
Prognosis untuk eklampsia selalu serius, penyakit ini adalah salah satu
penyakit paling berbahaya yang dapat mengenai wanita hamil dan janinnya.
Untungnya angka kematian ibu akibat eklampsia telah menurun selama 3 dekade
terakhir dari 5-10% menjadi kurang dari 3% kasus. Pengalaman-pengalaman ini
jelas menggarisbawahi bahwa eklampsia serta preeklampsia berat harus
dianggap sebagai ancaman yang nyata terhadap nyawa ibu. 23% kematian ibu
hamil yang tercatat di Amerika Serikat selama tahun 1997 disebabkan oleh
hipertensi kehamilan yaitu paling sedikit 64 orang. 11
8. Terapi
Pada tahun 1955, Pritchard memulai sesuatu regimen terapi terstandarisasi di
Parkland Hospital, dan regimen ini digunakan hingga tahun 1999 untuk
menangani lebih dari 400 wanita dengan eklampsia. Hasil pengobatan 245 kasus
eklampsia yang dianalisis dengan cermat ini dilaporkan oleh Pritchard (1984).
Sebagian besar regimen eklampsia yang digunakan di Amerika Serikat
menerapkan filosofi yang sama, prinsip-prinsipnya mencakup:
1. Pengendalian kejang dengan magnesium sulfat intravena dosis bolus. Terapi
magnesium sulfat ini dilanjutkan dengan infus kontinu atau dosis bolus
intramuskular dan diikuti oleh suntikan intramuskular berkala.
2. Pemberian obat antihipertensi oral atau intravena intermiten untuk
menurunkan tekanan darah apabila tekanan diastolik dianggap terlalu tinggi
dan berbahaya. Sebagian dokter mengobati pada saat tekanan diastolik
mencapai 100 mmHg, sebagian pada 105 mmHg dan sebagian lagi pada 110
mmHg.
3. Menghindari diuretik dan pembatasan pemberian cairan intravena, kecuali
apabila pengeluaran cairan berlebihan. Zat-zat hiperosmotik dihindari.
4. Pelahiran
B. MAGNESIUM SULFAT (MgSO4)
1. FARMAKOKINETIK DAN FARMAKODINAMIK
Magnesium merupakan kation kedua yang terbanyak ditemukan dalam
cairan intraseluler. Magnesium diperlukan untuk aktifitas sistem enzim tubuh
tubuh . Seorang dewasa dengan berat badan rata-rata 70 kg mengandung kirakira 2000 meq magnesium dalam tubuhnya. 50% ditemukan dalam tulang, 45%
merupakan kation intraseluler dan 5% didalamnya cairan ekstraseluler. Kadar
dalam darah adalah 1,5 sampai 2,2 meq magnesium/liter atau 1,8 sampai 2,4
mg/100 ml, dimana 2/3 bagian adalah kation bebas dan 1/3 bagian terikat
1,2
sebaliknya .
Garam magnesium sedikit sekali diserap oleh saluran pencernaan.
Pemberian magnesium parenteral segera didistribusikan ke cairan ekstrasel,
sebagian ketulang dan sebagian lagi segera melewati plasenta. Ekskresi
magnesium terutama melalui ginjal, sedikit melalui penapasan, air susu ibu,
saliva dan diserap kembali melalui tubulus ginjal bagian proksimal. Bila kadar
magnesium dalam darah meningkat maka penyerapan ditubulus ginjal menurun,
sedangkan clearence ginjal meningkat dan sebaliknya. Peningkatan kadar
magnesium dalam darah dapat disebabkan karena pemberian yang berlebihan
atau terlalu lama dan karena terhambatnya ekskresi melalui ginjal akibat adanya
insufisiensi atau kerusakan ginjal
1,2,10
2,10
.2
Cruikshank
et
al
menunjukan
bahwa
50%
magnesium
akan
3. Mekanisme kerja
a. Sistem Enzym
Magnesium merupakan ko-faktor dari semua enzym dalam rangkaian
reaksi adenosin fosfat (ATP) dan sejumlah besar enzym dalam rangkaian
metabolisme fosfat. Juga berperan penting dalam metabolisme intraseluler,
misalnya proses pengikatan messanger-RNA dalam ribosom.
neuromuskuler.
Suntikan magnesium sulfat secara intravena cepat dan dosis tinggi dapat
menyebabkan terjadinya kelumpuhan dan hilangnya kesadaran. Hal ini mungkin
disebabkan karena adanya hambatan pada neuromuscular perifer.1,4,11,12
Penghentian dan pencegahan kejang pada eklampsia tanpa menimbulkan
depresi umum susunan syaraf pusat pada ibu maupun janin. Donaldson
(1978,1986) serta beberapa neurolog lainnya dengan alasan yang sulit
dimengerti, secara keliru menekankan bahwa magensium sulfat merupakan anti
konvulsan yang bekerja perifer dan karenanya merupakan obat yang jelek. Obat
ini hanya bekerja pada konsentrasi yang menyebabkan kelumpuhan dan
akibatnya pasien eklampsia yang diobati akan menjadi tenang diluar tetapi
masih kejang-kejang didalam.
10
mengajukan
bukti
yang
meyakinkan
bahwa
ion
magnesium
menimbulkan efek pada susunan saraf pusat yang jauh lebih spesifik dari pada
depresi umum. Borges dkk. mengukur kerja magnesium sulfat yang diberikan
secara parenteral terhadap aktifitas syaraf epileptik pada primata dibawah
tingkat manusia yang tidak diberi obat dan dalam keadaan sadar. Magnesium
akan menekan timbulnya letupan neuron dan lonjakan pada EEG interiktal dari
kelompok neuron yang dibuat epileptik dengan pemberian penisilin G secara
topikal. Derajat penekanan akan bertambah seiring dengan meningkatnya kadar
magnesium
magnesium.
plasma
dan
akan
berkurang
dengan
menurunnya
kadar
10
3. Sistem neuromuskular
Magnesium mempunyai pengaruh depresi langsung terhadap otot rangka.
Kelebihan magnesium dapat menyebabkan :
- Penurunan pelepasan asetilkolin pada motor end-plate oleh syaraf simpatis.
- Penurunan kepekaan motor end-plate terhadap asetilkolin.
- Penurunan amplitudo potensial motor end-plate.
Pengaruh yang paling berbahaya adalah hambatan pelepasan asetilkolin.
1,2,10
1,2,9
2,10
dan radial. Setelah pemberian 4 gram magnesium sulfat intravena dalam waktu
15 menit, tekanan darah arteri rata-rata sedikit menurun. Pemberian magnesium
menurunkan tahanan vaskuler sistemik serta tekanan arteri rata-rata, dan secara
bersamaan
juga
miokardium.
10
meningkatkan
curah
jantung
tanpa
disertai
depresi
6. Sistem pernapasan
Magnesium dapat menyebabkan depresi pernapasan bila kadarnya lebih
dari 10 meq/liter bahkan dapat menyebabkan henti napas bila kadarnya
10
2,10
13
14
13
Pemberian
MgSO4
bersamaan
dengan
promethazine
dapat
menyebabkan hipotensi yang hebat karena kedua obat tersebut menpunai efek
vasodilatasi. Bloss dkk dalam penelitiannya mendapatkan bahwa gabungan
MgSO4 dengan oksitosin yang sering terdapat pada penderita preeklampsia
berat, ternyata oksitasin tidak mempengaruhi farmakokinetik, distribusi dan
kadar magnesium.
Pada penyuntikan intravena didapatkan gejala yang kurang enak berupa
rasa panas dimuka, muka merah, mual-mual dan muntah. Reaksi ini segera
timbul karena kadar magnesium segera meningkat dan akan menghilang dengan
menurunnya kadar magnesium. Reaksi tidak didapatkan pada penyuntikan
secara intramuskular walaupun dengan dosis tinggi, karena peningkatan kadar
magnesium secara perlahan-lahan. Rasa panas dimuka dan muka merah akibat
vasodilatasi yang terjadi setelah pemberian magnesium sulfat.
5. Regimen Pemberian MgSO4
Magnesium sulfat merupakan garam yang sangat larut dalam air dan
dapat diberikan melalui berbagai cara. Jika diberikan peroral ternyata
magnesium sulfat sangat sedikit diserap dari saluran pencernaan dan jumlah
sedikit yang diserap tersebut segera dikeluarkan melalui urin, sehingga kadar
magnesium dalam serum hampir tidak dipengaruhi. Pemberian secara parenteral
dapat menaikan kadar magnesium. Dalam sejarah pengunaannya, cara
pemberian parenteral sangat bervariasi dari mulai pemberian secara intratekal,
intraspinal, hipodemal, subkutan, intramuskular, intravena sampai per infus
secara terus menerus. Kebanyakan yang digunakan sekarang adalah pemberian
per infus secara continue karena lebih manusiawi daripada suntikan
intramuskuler yang sangat nyeri walaupun sudah dicampur dengan procain.
Suntikan intramuskuler berulang-ulang dapat berakibat mialgia dan abses.
Namun cara pemberian per infus membutuhkan pangawasan yang ketat karena
bahaya terjadinya henti napas.
Eastman menganjurkan cara pemberian sabagai berikut; yaitu dosis awal
10 gram diikuti 5 gram setiap 6 jam, akan memberikan kadar serum magnesium
sebesar 3 sampai 6 mg per 100 ml dan tidak ada yang melebihi 7 mg, sehingga
kadar ini masih dalam batas aman.
Regimen Pritchard mengunakan dosis yang lebih tinggi dari pada
Eastman yaitu diberikan dosis 4 gram secara intravena selama 5-10 menit dan
diikuti 10 gram secara intramuskuler (5gram untuk setiap bokong) , selanjutnya
setiap 4 jam diberikan 5 gram intramuskuler, sehingga dosis total dalam 24 jam
mencapai 39 gram 12.
disuntikkan
MgSO 4 (50%
pasien dan mudah untuk segera menghentikan pemberian MgSO4 jika terdapat
tanda tanda toksisitas.
6. Toksisitas MgSO4
Parameter untuk memonitor toksiksitas adalah reflex patella setiap 10
menit pada 2 jam pertama seterusnya setiap 30 menit, frekuensi pernapasan (>
16x/menit) termasuk saturasi oksigen dan jumlah urin setiap jam (>25ml/jam).
Jika MgSO4 digunakan secara berterusan lebih dari 24 jam, jumlah magnesium
didalam serum harus diperiksa. Jumlah magnesium didalam serum 3,8-5mmol/l
akan menyebabkan pasien merasakan kepanasan, flushing, penglihatan ganda
dan pembicaraan terganggu. Tanda pertama terjadinya toksiksitas adalah
menghilangnya reflek patella yang terjadi apabila jumlah magnesium didalam
serum adalah 5 mmol/l. Paralisis pernapasan terjadi pada 5-6,5mmol/l, gangguan
konduksi jantung pada 7,5mmol.l dan cardiac arrest terjadi apabila magnesium
serum melebihi 12,5mmol/l. Namun jika menggunakan Regimen Pritchard, ratarata magnesium serum adalah 2,1mmol/l dan regimen- regimen lain didapatkan
2-3,5mmol/l. 11,12
Management toksisiksitas MgSO4 oleh Singapore College of Obstetrics
and Gynaecologists adalah seperti berikut 11:
8. Sediaan
Garam magnesium tersedia dalam berbagai bentuk misalnya magnesium
sitrat, magnesium karbonat, magnesium oksida, milk of magnesia, magnesium
fosfat, magnesium trisilikat, dan magnesium sulfat. Magnesium sulfat atau
disebut juga garam Epson, banyak dipergunakan dalam bidang kebidanan,
merupakan sediaan yang dipakai untuk pengunaan parenteral. Apabila kita
menyebut magnesium sulfat maka yang dimaksud adalah senyawa MgSO4.
7H2O USP (United States Pharmacope) yang merupakan kristal berbentuk
prisma dingin, pahit dan larut dalam air (kelarutan 1 : 1). Satu gram garam ini
setara dengan 4,08 milimol atau 8,12 meq magnesium. Larutan injeksi MgSO4.
7H2O USP terdapat dalam konsentrasi 10%, 12,5%, 25%, 40%, dan 50%.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sibai B., Dekker G., Kupferminc M., 2005. Lancet 365: 78599. Department
of Obstetrics and Gynecology, University of Cincinnati College of Medicine,
USA.
2. Tuffnell DJ, Jankowicz D, Lindow SW, Lyons G, Mason GC, Russell IF,
Walker JJ. Outcomes of severe pre-eclampsia/ eclampsia in Yorkshire 1999/
2003. BJOG 2005;112:87580.
3. Douglas KA, Redman CW. Eclampsia in the United Kingdom. BMJ
2004;309:1395400.
4. Wiknjosastro, H, Saifuddin A. B., Rachimhadhi, T. 2005. Ilmu Kebidanan.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Bagian Kebidanan dan
Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
5. Goodman and Gilmans. The pharmacological bases of therapeutics. 7 th
edition. New York : Mac Millian Publishing Co. Inc, 1995: 874-6
6. Idama To, Lindow SW. Magnesium sulfate : a review o clinical
pharmacology applied to obstetrics. Br J Obstet Gynecol 1968; 105: 260-8
7. Pritchard JA. The use of magnesium ion in the management of eclamtogenic
toxemia. Gynecol Obstet 1955;100:131-40.
8. Zuspan FP. Treatmen of severe preeclampsia and eclampsia. Clin Obstet
Gynecol 1966;9:954-72.
9. Pengurus Besar IDI, Preeklampsia eklampsia, Standar Pelayanan medis,
Departemen kesehatan RI, Jateng.
10. Sudabrata. K, Profil Penderita Preeklamsia Eklamsia di RSU Tarakan,
artikel, bagian Kebidanan dan Kandungan RSU Tarakan, Kaltim, 2001
11. Cunningham, F. G., Gant N.F., Leveno K. J., Gilstrap L. C., Hauth J. C.,
Wenstrom K. D., 2006. Obstetri William Edisi 21. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
12. Livingston JC, Livingston LW, Ramsey R, Mabie BC, Sibai BM.
Magnesium sulfate in women with mild preeclampsia: a randomize
controlled trial. Am J Obstet Gynecol 2003; 101: 217-20
13. Gordon MC, Iams JD. Magnesium Sulfate clin ibstet Gynecol 1995 : 38 :
706-83