Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN
Preeklamsia tergolong kehamilan risiko tinggi. Morbiditas dan mortalitas
maternal dan perinatal sering terjadi pada penderita yang keadaannya jelek dan
terlambat dirujuk ke rumah sakit. Preeklampsia adalah salah satu penyebab utama
kematian maternal di negara berkembang, kurang lebih 15 20% dari seluruh angka
kematian maternal. Preeklampsia menimbulkan banyak komplikasi baik yang akut
dan muncul kemudian, kematian perinatal dan Intrauterine Growth Restriction
(IUGR). 1
Angka kematian maternal di Indonesia adalah 4,5 per juta penduduk, tertinggi
di antara negara-negara ASEAN. Salah satu penyebab kematian tersebut adalah
preeklampsia - eklampsia, yang bersama infeksi dan perdarahan, diperkirakan
mencakup 75 - 80% dari keseluruhan kematian maternal. Berdasarkan hasil survai
yang dilakukan oleh Angsar, insiden preeklampsia-eklampsia berkisar 10-13% dari
keseluruhan ibu hamil. Di dua rumah sakit pendidikan di Makassar insiden
preeklampsia berat 2,61%, eklampsia 0,84% dan angka kematian akibatnya 22,2%
(4). Angka kejadiannya di beberapa rumah sakit di Indonesia cenderung meningkat
yaitu 1-1,5% pada sekitar 1970-1980 meningkat menjadi 4,1-14,3% sekitar 19902000. Menurut WHO pada 1987 angka kejadian preeklamsia sekitar 0,51-38,4%.
Di negara Inggris kelainan preeklampsia-eklampsia relatif jarang, tetapi
menimbulkan komplikasi kehamilan yang serius dengan insidensi 5/ 1000 wanita
hamil menderita preeklampsia berat dan 5/ 10.000 menderita eklampsia 2. Angka
kematian yang disebabkan oleh eklampsia mencapai 1,8% dan 35% menderita
komplikasi-komplikasi lainnya. 3
Pada dasarnya penanganan preeklamsia terdiri atas pengobatan medik dan
penanganan obstetrik. Tujuan utama penanganan adalah mencegah terjadinya
preeklamsia berat dan eklamsia, melahirkan janin hidup, melahirkan janin dengan
trauma sekecil-kecilnya. 4

Sedangkan tujuan pengobatan eklamsia adalah menghentikan berulangnya


serangan kejang dan mengakhiri kehamilan secepatnya dengan cara yang aman
setelah keadaan ibu mengijinkan. Pengobatan dilakukan salah satunya dengan
pemberian MgSO4 untuk mencegah atau menghentikan kejang (seizure) yang terjadi
pada preeklamsia dan eklamsia. Pada kasus preeklampsia berat dan eklampsia,
preparat magnesium sulfat yang diberikan secara parenteral merupakan antikonvulsan
yang paling berkhasiat seperti dibuktikan oleh pengalaman pada banyak klinik selama
bertahun-tahun. 4
Magnesium sulfat pertama kali dicoba untuk pengobatan kejang oleh Meltzer
pada tahun 1899 dan bersamaan dengan Auer mencobanya untuk pengobatan kejang
pada kera yang sakit tetanus. Khon dan Sraubee sependapat dengan mereka dan mulai
mengunakan magnesium sulfat untuk pengobatan penderita tetanus.

5,6

Pengunaan magnesium sulfat parenteral untuk pengobatan eklampsia pertama


kali dilakukan oleh Horn tahun 1906 dengan penyuntikan secara intrathekal.
Rissmann tahun 1916 memberikan secara subkutan, Fisher tahun 1916 memberikan
secara infus sebanyak 250 ml larutan 2% dan Von Miltner (1920) memberikan secara
6

gabungan suntikan subkutan dan intramuskuler.

Eastman dan Steptoe melaporkan pada tahun 1945 mengenai pengunaan


megnesium sulfat pada eklampsia dengan dosis 10 gram di ikuti tiap 6 jam dengan
dosis 5 gram. Setelah mengunakannya untuk 1200 kasus preeklampsia dan eklampsia,
Eastman menyatakan bahwa magnesium sulfat merupakan obat tunggal yang paling
ampuh pada preeklampsia berat. Selain mencegah kejang obat ini tidak menghambat
persalinan.

Sejak tahun 1951, Pritchard mempelajari penggunaan magnesium sulfat sebagai


pengobatan tunggal pada preeklampsia. Selama 3 tahun terdapat 211 penderita
preeklampsia dan eklampsia yang diobati dengan magnesium sulfat dan dilaporkan
hanya 1 kamatian ibu, sedangkan kamatian perinatal sebesar 10%.

Zuspan pada tahun 1966 melaporkan 69 kasus eklampsia yang dirawat sejak
tahun 1956 dengan pengobatan magnesium sulfat secara tetes kontinyu dengan dosis
1 gram/jam dilaporkan 2 kematian ibu (2,9%) yang terjadi 4 minggu pasca persalinan
yang disebabkan kelainan sebagai akibat eklampsia.

Sampai saat ini magnesium sulfat merupakan obat yang terpakai banyak untuk
pengobatan preeklampsia dan eklampsia di Amerika Serikat.

1,7

Di Indonesia sendiri

pengunaan magnesium sulfat pada penderita preeklampsia dan eklampsia sudah


cukup lama dan pada saat KOGI VI tahun 1985 di Ujung Pandang oleh Satgas
Gestosis POGI ditetapkan magnesium sulfat merupakan satu-satunya obat yang
8

dipakai untuk pengobatan preeklampsia dan eklampsia .

Tujuan referat ini akan membahas penggunaan MgSO4 pada pengobatan


preeklamsia dan eklamsia menurut WHO.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PREEKLAMSIA EKLAMSIA
1. Definisi
Preeklamsia adalah sindroma spesifik dalam kehamilan yang
menyebabkan perfusi darah ke organ berkurang karena adanya vasospasmus
dan menurunnya aktivitas sel endotel. 1
Eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan
atau nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang dan atau koma. Sebelumnya
wanita tadi menunjukan gejala-gejala preeklampsia. (Kejang-kejang timbul
bukan akibat kelainan neurologis).9
2. Etiologi
Sampai saat ini, etiologi pasti dari preeklampsia/eklampsia belum
diketahui. Ada beberapa teori mencoba menjelaskan etiologi dari kelainan
tersebut di atas, sehingga kelainan ini sering dikenal the diseases of theory .
Adapun teori-teori tersebut antara lain:
a. Peran prostasiklin dan Tromboksan.
Pada preeklampsia-eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel
vaskuler, sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI2) yang pada
kehamilan normal meningkat, aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis, yang
kemudian akan diganti dengan trombin dan plasmin. Trombin akan
mengkonsumsi anti trombin III sehingga akan terjadi deposit fibrin. Aktivasi
trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TxA2) dan serotonin, sehingga
terjadi vasospasme dan kerusakan endotel. 10
b. Peran faktor imunologis
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul
lagi pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa pada
kehamilan pertama pembentukan blocing antibodies terhadap antigen plasenta
tidak sempurna, yang semakin sempurna pada kehamilan berikutnya. 10

3. Patofisiologi
Terdapat tiga lesi patologis mayor yang terutama berhubungan dengan
preeklamsia-eklamsia, yaitu :
1. Perdarahan dan nekrosis pada banyak organ, mungkin akibat
konstriksi arteriol
2. Endoteliosis kapiler glomerolus
3. Tiadanya desidualis segmen miometrium pada arteri spiralis.
Vasospasme arteriolar yang lamanya relative pendek (1 jam) dapat
menyebabkan hipoksia dan nekrosis pada sel parenkim yang peka. Vasospasme
yang berlangsung lebih dari (3 jam) dpat menyebabkan infrak pada organ-organ
yang vital misalnya : hati, plasenta, otak. Pada hati, nekrosis peri portal dan
pendarahan dapat terjadi dengan hematom subkapsuler yang merupakan
komplikasi yang langka. Pada otak, daerah fokal perdarahan dan nekrosis dapat
terjadi. Pada retina jendela klinik terhadap vaskulatur arteri, vasospasme dapat
dilihat pada pemeriksaan oftalmoskopik. Perdarahan retina dianggap sebagai
tanda yang sangat tidak menyenangkan, karena ini dapat mengisaratkan
fenomena yang serupa pada organ yang lain.
Lesi ginjal yang khas dari preeklamsia-eklamsia adalah endoteliosis
kapiler glomerolus, kelainan ini di tunjukkan oleh pembengkakan yang nyata
pada endothelium kapiler glomerulus, dengan endapan bahan fibrinoid di bawah
sel endotel. Pada mikroskopi cahaya, diameter glomerulus meningkat, dengan
tonjolan keluar pada berkas glomerulus ke leher tubulus proksimal dan dengan
berbagai tingkat pembengkaan sel endotel dan mesangial.
Patologi uteroplasenta pada preeklamsia-eklamsia ditandai dengan
tiadanya desidualis segmen miometrium pada arteri spiralis. Dalam keadaan
normal, serbuan trofoblas mengakibatkan penggantian lapisan otot dan lapisan
elastis pada arteri spiralis oleh jaringan fibrinoid dan fibrosa, menghasilkan
saluran berliku-liku yang besar yang berekstensi melalui miometrium. Pada
preeklamsia, perubahan ini terbatas pada segmen desidua pembuluh darah dan

dapat mengakibatkan reduksi diameter segmen miometrium pada arteri spiralis.


Sebesar 60% tingkat infrak plasenta meningkat pada hampir semua kehamilan.

4. Gejala Klinis
a. Kenaikan tekanan darah
Kelainan dasar pada preeklamsia adalah vasospasme arteriol sehingga
peringatan awal yang paling bisa diandalkan adalah peningkatan tekanan
darah. Tekanan diastolik merupakan tanda prognostik yang lebih utama
yaitu 90 mmHg atau lebih yang bila diperhatikan lebih teliti
mencerminkan perubahan resistensi pembuluh darah perifer.
b. Kenaikan berat badan dan edema
Kenaikan berat badan yang abnormal dan edema terjadi secara dini dan
mencerminkan pemuaian ini berkaitan dengan peningkatan permeabilitas
kapiler yang ditimbulkan oleh vasokonstriksi arteriol. Peningkatan
permeabilitas kapiler memungkinkan cairan berdifusi dari ruang
intravaskuler

sehingga

mengakibatkan

pemuaian

ruang

ekstrasel.kenaikan berat badan yang terlalu banyak dan edema,


khususnya kalau terbatas pada tungkai bawah, tidak menetapkan
diagnosis preeklamsia. Edema yang mencakup muka dan tangan perlu
diperhatikan tapi masih bukan diagnosis. Peningkatan berat badan sekitar
1 pon (0,45) perminggu adalah normal namun bila melebihi 2 pon dalam
seminggu, atau 6 pon dalam sebulan kemungkinan preeklamsia perlu
dicurigai.
c. Proteinuria
Proteinuria pada preeklamsia dapat diterangkan berdasarkan konstriksi
arteriol aferen dengan peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap
protein. Pada preeklamsia awal, proteinuria mungkin hanya minimal atau
tidak di temukan sama sekali. Pada kasus yang paling berat, proteinuria
biasanya dapat ditemukan dan dapat mencapai 10 gr/liter.
d. Gangguan penglihatan

Gangguan penglihatan bermacam-macam, dari mulai pandangan sedikit


kabur, skotoma hingga kebutaan sebagian atau total dapat menyertai
preeklamsia. Gangguan penglihatan ini mungkin disebabkan oleh
vasospasme, iskemi dan pendarahan petekie pada korteks oksipital. Pada
sebagian wanita keluhan penglihatan terganggau dapat disebabkan oleh
spasme arteriol, iskemia dan edema retina, dan pada kasus-kasus yang
langka disebabkan ablasio retina.
e. Nyeri kepala
Jarang ditemukan pada kasus ringan, tetapi akan semakin sering pada
kasus kasus yang lebih berat. Nyeri kepala sering pada daerah frontal
dan oksipital, dan tidak sembuh dengan pemberian analgesik biasa. Pada
wanita hamil yang mengalami serangan eklamsia, nyeri kepala hebat
hampir di pastikan mendahului serangan kejang pertama.
f. Nyeri epigastrium
Nyeri epigastrium atau nyeri kuadran kanan atas merupakan keluhan
yang sering ditemukan pada preeklamsia berat dan dapat menunjukkan
serangan kejang yang akan terjadi. Keluhan ini disebaabkan oleh
regangan kapsula hepar akibat edema atau pendarahan.
5. Diagnosis
???
6. Diagnosis Banding
Umumnya eklampsia lebih besar kemungkinannya terlalu sering
didiagnosis (overdiagnosia) daripada kurang terdiagnosis (underdiagnosis)
karena epilepsi, ensefalitis, meningitis, tumor serebri, sistiserkosis dan ruptur
aneurisma serebri pada kehamilan tahap lanjut dan masa nifas dapat menyerupai
eklampsia. Namun sampai kausa-kausa lain ini disingkirkan semua wanita hamil
dengan kejang harus dianggap menderita eklampsia. 11
7. Prognosis

Prognosis untuk eklampsia selalu serius, penyakit ini adalah salah satu
penyakit paling berbahaya yang dapat mengenai wanita hamil dan janinnya.
Untungnya angka kematian ibu akibat eklampsia telah menurun selama 3 dekade
terakhir dari 5-10% menjadi kurang dari 3% kasus. Pengalaman-pengalaman ini
jelas menggarisbawahi bahwa eklampsia serta preeklampsia berat harus
dianggap sebagai ancaman yang nyata terhadap nyawa ibu. 23% kematian ibu
hamil yang tercatat di Amerika Serikat selama tahun 1997 disebabkan oleh
hipertensi kehamilan yaitu paling sedikit 64 orang. 11
8. Terapi
Pada tahun 1955, Pritchard memulai sesuatu regimen terapi terstandarisasi di
Parkland Hospital, dan regimen ini digunakan hingga tahun 1999 untuk
menangani lebih dari 400 wanita dengan eklampsia. Hasil pengobatan 245 kasus
eklampsia yang dianalisis dengan cermat ini dilaporkan oleh Pritchard (1984).
Sebagian besar regimen eklampsia yang digunakan di Amerika Serikat
menerapkan filosofi yang sama, prinsip-prinsipnya mencakup:
1. Pengendalian kejang dengan magnesium sulfat intravena dosis bolus. Terapi
magnesium sulfat ini dilanjutkan dengan infus kontinu atau dosis bolus
intramuskular dan diikuti oleh suntikan intramuskular berkala.
2. Pemberian obat antihipertensi oral atau intravena intermiten untuk
menurunkan tekanan darah apabila tekanan diastolik dianggap terlalu tinggi
dan berbahaya. Sebagian dokter mengobati pada saat tekanan diastolik
mencapai 100 mmHg, sebagian pada 105 mmHg dan sebagian lagi pada 110
mmHg.
3. Menghindari diuretik dan pembatasan pemberian cairan intravena, kecuali
apabila pengeluaran cairan berlebihan. Zat-zat hiperosmotik dihindari.
4. Pelahiran
B. MAGNESIUM SULFAT (MgSO4)
1. FARMAKOKINETIK DAN FARMAKODINAMIK
Magnesium merupakan kation kedua yang terbanyak ditemukan dalam
cairan intraseluler. Magnesium diperlukan untuk aktifitas sistem enzim tubuh

dan berfungsi penting dalam transmisi neurokimiawi dan eksitabilitas otot.


Kurangnya kation ini dapat menyebabkan gangguan struktur dan fungsi dalam
1,2

tubuh . Seorang dewasa dengan berat badan rata-rata 70 kg mengandung kirakira 2000 meq magnesium dalam tubuhnya. 50% ditemukan dalam tulang, 45%
merupakan kation intraseluler dan 5% didalamnya cairan ekstraseluler. Kadar
dalam darah adalah 1,5 sampai 2,2 meq magnesium/liter atau 1,8 sampai 2,4
mg/100 ml, dimana 2/3 bagian adalah kation bebas dan 1/3 bagian terikat
1,2

dengan plasma protein . Pada wanita hamil terdapat penurunan kadar


magnesium darah, walaupun tidak ditemukan perbedaan yang bermakna antara
kehamilan normal dan preeklampsia-eklampsia. Penurunan kadar magnesium
dalam darah pada penderita preeklampsia dan eklampsia mungkin dapat
5

diterangkan atas dasar hipervolemia yang fisiologis pada kehamilan .


2. Absorbsi dan ekskresi
Seorang dewasa membutuhkan magnesium 20-40 meq/hari dimana
hanya 1/3 bagian diserap dibagian proksimal usus halus melalui suatu proses
aktif yang berhubungan erat dengan sistem transport kalsium. Bila penyerapan
magnesium kurang akan menyebabkan penyerapan kalsium meningkat dan
1,2

sebaliknya .
Garam magnesium sedikit sekali diserap oleh saluran pencernaan.
Pemberian magnesium parenteral segera didistribusikan ke cairan ekstrasel,
sebagian ketulang dan sebagian lagi segera melewati plasenta. Ekskresi
magnesium terutama melalui ginjal, sedikit melalui penapasan, air susu ibu,
saliva dan diserap kembali melalui tubulus ginjal bagian proksimal. Bila kadar
magnesium dalam darah meningkat maka penyerapan ditubulus ginjal menurun,
sedangkan clearence ginjal meningkat dan sebaliknya. Peningkatan kadar
magnesium dalam darah dapat disebabkan karena pemberian yang berlebihan
atau terlalu lama dan karena terhambatnya ekskresi melalui ginjal akibat adanya
insufisiensi atau kerusakan ginjal

1,2,10

Pada preeklampsia dan eklampsia terjadi spasme pada seluruh pembuluh


darah sehingga aliran darah ke ginjal berkurang yang menyebabkan GFR dan
produksi urine berkurang. Oleh karena itu mudah terjadi peninggian kadar

magnesium dalam darah

2,10

Ekskresi melalui ginjal meningkat selama pemberian glukosa, amonium


klorida, furosemide, asam etakrinat dan merkuri organik. Kekurangan
magnesium dapat disebabkan oleh karena penurunan absorbsi misalnya pada
sindroma malabsorbsi, by pass usus halus, malnutrisi, alkholisme, diabetik
ketoasidosis, pengobatan diuretika, diare, hiperaldosteronisme, hiperkalsiuri,
hiperparatiroidisme

.2

Cruikshank

et

al

menunjukan

bahwa

50%

magnesium

akan

diekskresikan melalui ginjal pada 4 jam pertama setelah pemberian bolus


intravena, 75% setelah 20 jam dan 90% setelah 24 jam pemberian. Pitchard
mendemontrasikan bahwa 99% magnesium akan diekskresikan melalui ginjal
2

setelah 24 jam pemberian intavena .

3. Mekanisme kerja
a. Sistem Enzym
Magnesium merupakan ko-faktor dari semua enzym dalam rangkaian
reaksi adenosin fosfat (ATP) dan sejumlah besar enzym dalam rangkaian
metabolisme fosfat. Juga berperan penting dalam metabolisme intraseluler,
misalnya proses pengikatan messanger-RNA dalam ribosom.

b. Sistem susunan syaraf dan cerebro vaskuler.


Mekanisme dan aksi magnesium sulfat mesih belum diketahui dan
menjadi pokok pembahasan. Beberapa penulis berpendapat bahwa aksi
magnesium sulfat di perifer pada neuromuskular junction dengan minimal atau
tidak ada sama sekali pengaruh pada sentral. Tapi sebagian besar penulis
berpendapat bahwa aksi utamanya adalah sentral dengan efek minimal blok
2

neuromuskuler.

Magnesium menekan saraf pusat sehingga menimbulkan anestesi dan


mengakibatkan penurunan reflek fisiologis. Pengaruhnya terhadap SSP mirip
dengan ion kalium. Hipomagnesemia mengakibatkan peningkatan iritabilitas
SSP, disorientasi, kebingungan, kegelisahan, kejang dan perilaku psikotik.

Suntikan magnesium sulfat secara intravena cepat dan dosis tinggi dapat
menyebabkan terjadinya kelumpuhan dan hilangnya kesadaran. Hal ini mungkin
disebabkan karena adanya hambatan pada neuromuscular perifer.1,4,11,12
Penghentian dan pencegahan kejang pada eklampsia tanpa menimbulkan
depresi umum susunan syaraf pusat pada ibu maupun janin. Donaldson
(1978,1986) serta beberapa neurolog lainnya dengan alasan yang sulit
dimengerti, secara keliru menekankan bahwa magensium sulfat merupakan anti
konvulsan yang bekerja perifer dan karenanya merupakan obat yang jelek. Obat
ini hanya bekerja pada konsentrasi yang menyebabkan kelumpuhan dan
akibatnya pasien eklampsia yang diobati akan menjadi tenang diluar tetapi
masih kejang-kejang didalam.

10

Thurnau dkk. (1987) memperlihatkan bahwa konsentrasi magnesium


dalam cairan serebrospinal setelah terapi magnesium pada preeklampsia
mengalami sedikit peningkatan tetapi sangat bermakna. Borges dan Gucer
(1978)

mengajukan

bukti

yang

meyakinkan

bahwa

ion

magnesium

menimbulkan efek pada susunan saraf pusat yang jauh lebih spesifik dari pada
depresi umum. Borges dkk. mengukur kerja magnesium sulfat yang diberikan
secara parenteral terhadap aktifitas syaraf epileptik pada primata dibawah
tingkat manusia yang tidak diberi obat dan dalam keadaan sadar. Magnesium
akan menekan timbulnya letupan neuron dan lonjakan pada EEG interiktal dari
kelompok neuron yang dibuat epileptik dengan pemberian penisilin G secara
topikal. Derajat penekanan akan bertambah seiring dengan meningkatnya kadar
magnesium
magnesium.

plasma

dan

akan

berkurang

dengan

menurunnya

kadar

10

3. Sistem neuromuskular
Magnesium mempunyai pengaruh depresi langsung terhadap otot rangka.
Kelebihan magnesium dapat menyebabkan :
- Penurunan pelepasan asetilkolin pada motor end-plate oleh syaraf simpatis.
- Penurunan kepekaan motor end-plate terhadap asetilkolin.
- Penurunan amplitudo potensial motor end-plate.
Pengaruh yang paling berbahaya adalah hambatan pelepasan asetilkolin.

Akibat kelebihan magnesium terhadap fungsi neuromuskular dapat diatasi


dengan pemberian kalsium, asetilkolin dan fisostigmin.

1,2,10

Bila kadar magnesium dalam darah melebihi 4 meq/liter reflek tendon


dalam mulai berkurang dan mungkin menghilang dalam kadar 10 meq/liter. Oleh
karena itu selama pengobatan magnesium sulfat harus dikontrol refleks
patela

1,2,9

4. Sistem syaraf otonom


Magnesium menghambat aktifitas dan ganglion simpatis dan dapat
digunakan untuk mengontrol penderita tetanus yang berat dengan cara mencegah
pelepasan katekolamin sehingga dapat menurunkan kepekaan reseptor
adrenergik alfa.
5. Sistem Kardiovaskular
Pengaruh magnesium terhahap otot jantung menyerupai ion kalium.
Kadar magnesium dalam darah yang tinggi yaitu 10-15 meq/liter menyebabkan
perpanjangan waktu hantaran PR dan QRS interval pada EKG. Menurunkan
frekuensi pengiriman infuls SA node dan pada kadar lebih dari 15 meq/liter akan
menyebabkan bradikardi bahkan sampai terjadi henti jantung yaitu pada kadar
30 meq/liter. Pengaruh ini dapat terjadi karena efek langsung terhadap otot
jantung atau terjadi hipoksemia akibat depresi pernapasan.
Kadar magnesium 2-5 meq/liter dapat menurunkan tekanan darah. Hal
ini terjadi karena pengaruh vasodilatasi pembuluh darah, depresi otot jantung
dan hambatan gangguan simpatis. Magnesium sulfat dapat menurunkan tekanan
darah pada wanita hamil dengan preeklampsia dan eklampsia, wanita tidak
hamil dengan tekanan darah tinggi serta pada anak-anak dengan tekanan darah
tinggi akibat penyakit glomerulonefritis akut.

2,10

Hutchinson dalam penelitiannya mendapatkan sedikit penurunan darah


arteri setelah diberikan magnesium sulfat 4 gram secara intravena dan dalam
waktu 15-20 menit normal kembali. Sedangkan Thiagarajah dkk dalam
penelitiannya tidak mendapatkan perubahan yang bermakna baik penurunan
tekanan darah, perubahan denyut jantung ataupun tahanan perifer. Cotton dkk
(1842), mengumpulkan data-data menggunakanan kateterisasi ateri pulmonal

dan radial. Setelah pemberian 4 gram magnesium sulfat intravena dalam waktu
15 menit, tekanan darah arteri rata-rata sedikit menurun. Pemberian magnesium
menurunkan tahanan vaskuler sistemik serta tekanan arteri rata-rata, dan secara
bersamaan

juga

miokardium.

10

meningkatkan

curah

jantung

tanpa

disertai

depresi

6. Sistem pernapasan
Magnesium dapat menyebabkan depresi pernapasan bila kadarnya lebih
dari 10 meq/liter bahkan dapat menyebabkan henti napas bila kadarnya
10

mencapai 15 meq/liter. Somjen memonitor secara ketat dua orang penderita


dengan kadar magnesium dalam darah 15 meq/liter akan didapati kelumpuhan
otot pernapasan tanpa disertai gangguan kesadaran maupun sensoris.

2,10

Sebagai pengobatan hipermagnesia segera setelah terjadi depresi


pernapasan diberikan kalsium glukonas dengan dosis 1 gram (10 ml dari larutan
10%) secara intravena dalam waktu 3 menit dan dilakukan pernapasan buatan
sampai penderita dapat bernapas sendiri. Pemberian ini dapat dilanjutkan 50 ml
kalsium glukonas 10% yang dilarutkan dalam dektrose 10% per infus. Bila
keadaan tidak dapat diatasi dianjurkan untuk hemodialisis atau peritoneum
dialisis.
7. Uterus
Pengaruh magnesium sulfat terhadap kontraksi uterus telah banyak
dipelajari oleh para sarjana. Hutchinson dkk meneliti 32 penderita yang diberi 4
gram MgSO4 secara intravena dan mendapatkan adanya penurunan kontraksi
uterus yang nyata pada 21 penderita , pada 7 penderita terdapat penurunan
kontraksi uterus yang sedang dan pada 4 penderita malah di dapatkan
penambahan kekuatan kontraksi uterus. Perubahan kontraksi ini hanya
berlangsung selama 3-15 menit dimana kadar magnesium meningkat dari 2
meq/liter menjadi 7-8 meq/liter dan menurun kembali 5-6 meq/liter pada akhir
menit ke-15. lama dan derajat perubahan sangat individual, bahkan diperoleh
perbaikan sifat kontraksi uterus.

Pada tahun 1959, Hall melakukan penelitian invitro efek magnesium


sulfat pada miometrium. Pada penelitian ini megnesium sulfat menyebabkan

relaksasi bila konsentrasi mencapai 8-19 mEq/1, penghambatan sempurna


dicapai bila konsentrasi magnesium 14-30 mEq/1. pada penelitian invivo,
digunakan magnesium sulfat dengan kadar dalam darah 5-8 mEq/1. Toksisitas
tampak bila kadar dalam darah mencapai kurang lebih 10 mEq/1. Hall juga
mendemontrasikan perpanjangan proses persalinan pada penderita preeklampsia
yang diberikan pengobatan dengan magnesium sulfat. Lama proses persalinan
secara berlangsung sebanding dengan kadar magnesium sulfat dalam darah.
Tahun 1966, pertama kali pemakaian magnesium sulfat sebagai obat tokolitik
dilaporkan oleh Rusu dan tahun 1975, Kiss dan Szoke melaporkan pengunaan
magnesium secara intravena untuk tokolitik.

13

Pemberian magnesium sulfat oleh

beberapa ahli disebutkan dapat menurunkan angka kejadian celebral palsy.


Namun grether dkk, tidak menemukan adanya hubungan yang bermakna antara
pemberian magnesium sulfat dengan resiko cerebral plsy ini. Pada penelitian
lainnya Grether telah membuktikan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna
antara pemberian magnesium sulfat dengan resiko kematian neonatus.

14

Magnesium sulfat tampaknya mempunyai dua aktivitas sebagai obat tokolitik


yakni dengan cara menekan transmisi syaraf ke miometrium dan secara
langsung berefek pada sel-sel miometrium. Pertama, peningkatan kadar
megnesium menurun pelepasan asetikolin oleh motor end plate pada
neuromuscular junction. Sebagai tambahan Magnesium mencagah masuknya
kalsium neuron dan efektif memblokir transmisi syaraf. Kedua, magnesium
berefek sebagai antagonis terhadap kalsium pada tingkat sel dan dalam ruang
ekstraseluler. Peningkatan kadar magnesium menyebabkan hipokalsemia melalui
penekanan sekresi hormon paratiroid dan melalui peningkatan pembuangan
kalsium oleh ginjal. Baik Magnesium dan kalsium direabsorbsi pada tubulus
renalis. Pada sisi yang sama Peningkatan kadar magnesium mencegah rabsorbsi
kalsium dan menyebabkan hiperkalsiuria. Disamping menyebabkan
hipokalsemia, peningkatan kadar magnesium juga berkompetisi dengan sisi
ikatan kalsium yang sama yang mengakibatkan penurunan menurunnya kadar
ATP (adenosine triphosphate) sampai pada kadar dimana sel tidak mengikat
kalsium. Hal ini mencegah aktivasi dari kompleks aktin dan myosin. Data klinik
mendukung teori bahwa magnesium berefek sebagai tokolitiknya melalui
antogonism kalsium : pada keadaan hipokalsemia pada penderita yang menerima
magnesium sulfat kemudian diobati dengan pemberian kalsium, terjadi
13
peningkatan aktivitas uterus.
Berbagai efek samping yang mungkin muncul dengan pemberian
magnesium sulfat adalah edema paru, flushing, peningkatan suhu tubuh, nyeri

kepala, pandangan kabur, mual, muntah, nystagmus, lethargy, hipotermi, retensi


urin, dan konstipasi. Laporan dari penelitian Scudiero menunjukan bahwa
ternyata ada hubungan antara pembaerian tokolitik magnesium sulfat dan
terjadinya kematian pada janin. Pada sebagian besar penderita efek samping itu
ringan. Efek samping yang jarang tetapi dampaknya serius adalah hipokalsemi.
Pada kadar kalsium kurang dari 7 mg/dl dapat menyebabkan tegang.

13

4. Interaksi obat dan Efek Samping


Dahulu MgSO4 dalam jumlah yang banyak secara parenteral digunakan
sebagai obat anestesi. Pemberian secara intratekal menghasilkan anestesi yang
baik, tetapi pengunaannya sebagai obat anestesi tidak bertahan lama karena
sempitnya waktu karena antara terjadinya anestesi dan depresi pernapasan.
Karena MgSO4 menghambat pelepasan asetilkolin dan menurunkan kepekaan
motor endplate maka MgSO4 mempunyai pengaruh potensial, sinergis dan
memperpanjang pengaruh dari obat-obat pelemas otot non depolarisasi (kurare)
dan depolarisasi (suksinilkolin) sehingga kerja obat-obat tersebut akan lebih kuat
dan lebih lama . Pemberian reversal pada akhir operasi akan lebih sulit atau
memerlukan dosis yang lebih tinggi. Karena itu dianjurkan 20-30 menit sebelum
pemberian obat-obat pelemas otot, sebaiknya pemberian MgSO4 dihentikan dan
dosis obat-obat pelemas otot tersebut dikurangi selama operasi.

MgSO4 mempunyai pengaruh potensiasi dengan obat-obat penekan SSP


(barbiturat, obat-obat anestesi umum). Pemberian MgSO4 pada penderita yang
sedang mendapat pengobatan digitalis harus dengan hati-hati karena bila terjadi
hipermagnesia, pengobatan kalsium yang diberikan dapat menyebabkan henti
jantung.

Pemberian

MgSO4

bersamaan

dengan

promethazine

dapat

menyebabkan hipotensi yang hebat karena kedua obat tersebut menpunai efek
vasodilatasi. Bloss dkk dalam penelitiannya mendapatkan bahwa gabungan
MgSO4 dengan oksitosin yang sering terdapat pada penderita preeklampsia
berat, ternyata oksitasin tidak mempengaruhi farmakokinetik, distribusi dan
kadar magnesium.
Pada penyuntikan intravena didapatkan gejala yang kurang enak berupa

rasa panas dimuka, muka merah, mual-mual dan muntah. Reaksi ini segera
timbul karena kadar magnesium segera meningkat dan akan menghilang dengan
menurunnya kadar magnesium. Reaksi tidak didapatkan pada penyuntikan
secara intramuskular walaupun dengan dosis tinggi, karena peningkatan kadar
magnesium secara perlahan-lahan. Rasa panas dimuka dan muka merah akibat
vasodilatasi yang terjadi setelah pemberian magnesium sulfat.
5. Regimen Pemberian MgSO4
Magnesium sulfat merupakan garam yang sangat larut dalam air dan
dapat diberikan melalui berbagai cara. Jika diberikan peroral ternyata
magnesium sulfat sangat sedikit diserap dari saluran pencernaan dan jumlah
sedikit yang diserap tersebut segera dikeluarkan melalui urin, sehingga kadar
magnesium dalam serum hampir tidak dipengaruhi. Pemberian secara parenteral
dapat menaikan kadar magnesium. Dalam sejarah pengunaannya, cara
pemberian parenteral sangat bervariasi dari mulai pemberian secara intratekal,
intraspinal, hipodemal, subkutan, intramuskular, intravena sampai per infus
secara terus menerus. Kebanyakan yang digunakan sekarang adalah pemberian
per infus secara continue karena lebih manusiawi daripada suntikan
intramuskuler yang sangat nyeri walaupun sudah dicampur dengan procain.
Suntikan intramuskuler berulang-ulang dapat berakibat mialgia dan abses.
Namun cara pemberian per infus membutuhkan pangawasan yang ketat karena
bahaya terjadinya henti napas.
Eastman menganjurkan cara pemberian sabagai berikut; yaitu dosis awal
10 gram diikuti 5 gram setiap 6 jam, akan memberikan kadar serum magnesium
sebesar 3 sampai 6 mg per 100 ml dan tidak ada yang melebihi 7 mg, sehingga
kadar ini masih dalam batas aman.
Regimen Pritchard mengunakan dosis yang lebih tinggi dari pada
Eastman yaitu diberikan dosis 4 gram secara intravena selama 5-10 menit dan
diikuti 10 gram secara intramuskuler (5gram untuk setiap bokong) , selanjutnya
setiap 4 jam diberikan 5 gram intramuskuler, sehingga dosis total dalam 24 jam
mencapai 39 gram 12.

Regimen Zuspan menggunakan

dosis awal sebanyak 4-6 gram,

diberikan secara intravena perlahan-lahan selama 5-10 menit dengan dosis


rumatan (maintainance dose) 1-2 gram/jam yang diberikan dengan pompa infus.
Gedekoh dkk menganjurkan pengobatan terpilih untuk penderita
eklampsia adalah pemberian magnesium sulfat dengan dosis awal 4 gram secara
intravena, diikuti infus kontinue dengan dosis 1-2 gram/jam.
Satgas Gestosis POGI dalam buku Panduan Pengolaan Hipertensi Dalam
Kehamilan di Indonesia menganjurkan cara pemberian dan dosis magnesium
sulfat sebagai berikut 4 :
a. Preeklampsia berat
Dosis awal
4 gram magnesium sulfat, (20% dalam 20 ml) intravena sebanyal 1
g/menit, ditambah 4 gram intra muskuler di bokong kiri dan 4 gram di
bokong kanan (40% dalam 10 ml)
Dosis pemeliharaan
Diberikan 4 gram intramuskuler, setelah 6 jam pemberian dosis awal,
selanjutnya diberikan 4 gram intramuskuler setiap 6 jam.
b. Eklampsia
Dosis awal
4 gram magnesium sulfat (20% dalam larutan 20 ml )intravena selam 4
menit, disusul 8 gram larutan (40% dalam larutan 10 ml) diberikan pada
bokong kiri dan bokong kanan masing-masing 4 gram
Dosis pemeliharaan
Tiap 6 jam diberikan lagi 4 gram intramuskuler
Dosis tambahan
Bila timbul kejang lagi dapat diberikan MgSO 4 2gram intravena 2 menit.
Diberikan sekurang-kurangnya 20 menit setelah pemberian terakhir.
Dosis tambahan 2 gram hanya diberikan sekali dalam 6 jam saja.
Bila setelah diberikan dosis tambahan masih tetap kejang maka diberikan
amobarbital 3-5 mg/KgBB secara intravena perlahan-lahan.

Menurut World Health Organization (WHO) pula, penggunaan magnesium


sulfat adalah seperti berikut:
Loading dose

MgSO4 4 gr (20% solution) IV selama 5 menit

Diikuti 10 gr MgSO4 (50%

solution) IM, 5gr untuk setiap bokong

dengan 1.0ml 2% lidokain dalaim spuit yang sama

Pastikan teknik aseptik dipraktekkan semasa melakukan IM, beritahu


kepada pasien bahwa akan merasa

kepanasan semasa MgSO 4

disuntikkan

Jika kejang berulang setelah 15 menit,berikan 2gr

MgSO 4 (50%

solution) IV dalam 5 menit


Maintainance dose

5gr MgSO4 (50% solution) + 1ml lidokain 2% IM setiap 4 jam secara


bergantian sisi bokong atau 1gr/jam IV drip.

Diteruskan MgSO4 sehingga 24 jam setelah melahirkan atau kejang


terakhir.

Sebelum mengulang terapi,pastikan:

Pernapasan sekurang-kurangnya 16x/m

Refleks patela positif

Jumlah urin sekurang-kurangnya 30ml/jam dalam 4 jam terakhir

Jika tidak terdapat tanda-tanda diatas,terapi di berhentikan terlebih


dahulu

Jika terjadi gagal napas:

Memberikan bantuan ventilasi ( secara sungkup muka, kemudian


dilakukan intubasi)

Berikan kalsium glukonas 1 gr (10ml of 10% solution) IV perlahan-lahan


sampai efek toksik MgSO4 hilang dan pasien bernapas kembali.

Secara prakteknya di rumah sakit, permberian MgSO4 adalah secara drip IV


dengan dosis 1gram/jam memandangkan kurangnya tenaga untuk memonitor

pasien dan mudah untuk segera menghentikan pemberian MgSO4 jika terdapat
tanda tanda toksisitas.
6. Toksisitas MgSO4
Parameter untuk memonitor toksiksitas adalah reflex patella setiap 10
menit pada 2 jam pertama seterusnya setiap 30 menit, frekuensi pernapasan (>
16x/menit) termasuk saturasi oksigen dan jumlah urin setiap jam (>25ml/jam).
Jika MgSO4 digunakan secara berterusan lebih dari 24 jam, jumlah magnesium
didalam serum harus diperiksa. Jumlah magnesium didalam serum 3,8-5mmol/l
akan menyebabkan pasien merasakan kepanasan, flushing, penglihatan ganda
dan pembicaraan terganggu. Tanda pertama terjadinya toksiksitas adalah
menghilangnya reflek patella yang terjadi apabila jumlah magnesium didalam
serum adalah 5 mmol/l. Paralisis pernapasan terjadi pada 5-6,5mmol/l, gangguan
konduksi jantung pada 7,5mmol.l dan cardiac arrest terjadi apabila magnesium
serum melebihi 12,5mmol/l. Namun jika menggunakan Regimen Pritchard, ratarata magnesium serum adalah 2,1mmol/l dan regimen- regimen lain didapatkan
2-3,5mmol/l. 11,12
Management toksisiksitas MgSO4 oleh Singapore College of Obstetrics
and Gynaecologists adalah seperti berikut 11:

Menggunakan antidot kalsium glukonas 10% sebanyak 10mL secara


intravena selama 10 menit.

Tiada reflek patella: Infus MgSO4 dihentikan sehingga ada kembali


reflex patella

Depresi pernapasan: Infus MgSO4 dihentikan, diberikan oksigen


menggunakan sungkup muka sambil diposisikan dalam recovery position
karena terjadi penurunan kesadaran serta dimonitor dengan ketat.

Gagal napas: infus MgSO4 dihentikan, diberikan kalsium glukonas


intravena, segera diintubasi dan ventilasi

Cardiac arrest: Melakukan resursitasi jantung paru, menghentikan infus


MgSO4, memberikan kalsium glukonas intravena, segera diintubasi dan
diventilasi, jika masih hamil kehamilannya segera diterminasi.

7. Kontraindikasi Penggunaan MgSO4

Adanya penyakit jantung atau gagal ginjal akut

Penggunaan nifedipine/ antagonist kalsium: terdapat kemungkinan


terjadinya interaksi yang berbahaya disamping kemungkinan terjadinya
hipertensi dan

bradikardi serta blokade neuromuscular, jika masih

digunakan harus dengan sangat hati- hati.

Jika MgSO4 menjadi kontraindikasi, gunakan diazepam 10mg IV bolus


kemudian diinfus 2,5mg/jam.

DOC untuk antihipertensi adalah Hydralazine 5mg IV perlahan- lahan


setiap 5 menit sampai tekanan darah turun,diulang perjam jika
diperlukan atau Hydalazine 12,5mg IM setiap 2 jam

Nifedipine bisa dipakai menggantikan Hydrazaline dengan dosis 5mg


oral/kunyah/ injeksi ke orofaring dan bisa diulang setiap 10 menit.

8. Sediaan
Garam magnesium tersedia dalam berbagai bentuk misalnya magnesium
sitrat, magnesium karbonat, magnesium oksida, milk of magnesia, magnesium
fosfat, magnesium trisilikat, dan magnesium sulfat. Magnesium sulfat atau
disebut juga garam Epson, banyak dipergunakan dalam bidang kebidanan,
merupakan sediaan yang dipakai untuk pengunaan parenteral. Apabila kita
menyebut magnesium sulfat maka yang dimaksud adalah senyawa MgSO4.
7H2O USP (United States Pharmacope) yang merupakan kristal berbentuk
prisma dingin, pahit dan larut dalam air (kelarutan 1 : 1). Satu gram garam ini
setara dengan 4,08 milimol atau 8,12 meq magnesium. Larutan injeksi MgSO4.
7H2O USP terdapat dalam konsentrasi 10%, 12,5%, 25%, 40%, dan 50%.

DAFTAR PUSTAKA
1. Sibai B., Dekker G., Kupferminc M., 2005. Lancet 365: 78599. Department
of Obstetrics and Gynecology, University of Cincinnati College of Medicine,
USA.
2. Tuffnell DJ, Jankowicz D, Lindow SW, Lyons G, Mason GC, Russell IF,
Walker JJ. Outcomes of severe pre-eclampsia/ eclampsia in Yorkshire 1999/
2003. BJOG 2005;112:87580.
3. Douglas KA, Redman CW. Eclampsia in the United Kingdom. BMJ
2004;309:1395400.
4. Wiknjosastro, H, Saifuddin A. B., Rachimhadhi, T. 2005. Ilmu Kebidanan.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Bagian Kebidanan dan
Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
5. Goodman and Gilmans. The pharmacological bases of therapeutics. 7 th
edition. New York : Mac Millian Publishing Co. Inc, 1995: 874-6
6. Idama To, Lindow SW. Magnesium sulfate : a review o clinical
pharmacology applied to obstetrics. Br J Obstet Gynecol 1968; 105: 260-8
7. Pritchard JA. The use of magnesium ion in the management of eclamtogenic
toxemia. Gynecol Obstet 1955;100:131-40.
8. Zuspan FP. Treatmen of severe preeclampsia and eclampsia. Clin Obstet
Gynecol 1966;9:954-72.
9. Pengurus Besar IDI, Preeklampsia eklampsia, Standar Pelayanan medis,
Departemen kesehatan RI, Jateng.
10. Sudabrata. K, Profil Penderita Preeklamsia Eklamsia di RSU Tarakan,
artikel, bagian Kebidanan dan Kandungan RSU Tarakan, Kaltim, 2001
11. Cunningham, F. G., Gant N.F., Leveno K. J., Gilstrap L. C., Hauth J. C.,
Wenstrom K. D., 2006. Obstetri William Edisi 21. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
12. Livingston JC, Livingston LW, Ramsey R, Mabie BC, Sibai BM.
Magnesium sulfate in women with mild preeclampsia: a randomize
controlled trial. Am J Obstet Gynecol 2003; 101: 217-20

13. Gordon MC, Iams JD. Magnesium Sulfate clin ibstet Gynecol 1995 : 38 :
706-83

Mittendorf R, Pryde P, Khoshnood B, LeeKS. If tocoltic magnesium sulfate is


associated with excess total pediatric mortality, what is its imfact? Obstet Gynecol 1998
; 92:30

Anda mungkin juga menyukai

  • Case 1
    Case 1
    Dokumen43 halaman
    Case 1
    Phy Try Astoety Petron
    Belum ada peringkat
  • Status Pasien THT
    Status Pasien THT
    Dokumen13 halaman
    Status Pasien THT
    Phy Try Astoety Petron
    Belum ada peringkat
  • Disfagia
    Disfagia
    Dokumen12 halaman
    Disfagia
    Phy Try Astoety Petron
    Belum ada peringkat
  • Clinical Konsep PDF
    Clinical Konsep PDF
    Dokumen12 halaman
    Clinical Konsep PDF
    Phy Try Astoety Petron
    Belum ada peringkat
  • Bab Ipendahuluan
    Bab Ipendahuluan
    Dokumen5 halaman
    Bab Ipendahuluan
    Phy Try Astoety Petron
    Belum ada peringkat
  • Status Pasien THT
    Status Pasien THT
    Dokumen13 halaman
    Status Pasien THT
    Phy Try Astoety Petron
    Belum ada peringkat
  • Cover 567
    Cover 567
    Dokumen1 halaman
    Cover 567
    Phy Try Astoety Petron
    Belum ada peringkat
  • Jurnal
    Jurnal
    Dokumen2 halaman
    Jurnal
    Phy Try Astoety Petron
    Belum ada peringkat
  • Cover 567
    Cover 567
    Dokumen1 halaman
    Cover 567
    Phy Try Astoety Petron
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen2 halaman
    Daftar Pustaka
    Phy Try Astoety Petron
    Belum ada peringkat
  • Isbd Makalah
    Isbd Makalah
    Dokumen13 halaman
    Isbd Makalah
    Phy Try Astoety Petron
    Belum ada peringkat
  • Cover Case KSD
    Cover Case KSD
    Dokumen2 halaman
    Cover Case KSD
    Phy Try Astoety Petron
    Belum ada peringkat
  • Makalah Isbd
    Makalah Isbd
    Dokumen20 halaman
    Makalah Isbd
    Phy Try Astoety Petron
    Belum ada peringkat
  • Diagram Ikan
    Diagram Ikan
    Dokumen3 halaman
    Diagram Ikan
    Phy Try Astoety Petron
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen2 halaman
    Cover
    Phy Try Astoety Petron
    Belum ada peringkat
  • Full Text
    Full Text
    Dokumen62 halaman
    Full Text
    Phy Try Astoety Petron
    Belum ada peringkat
  • Isbd Makalah
    Isbd Makalah
    Dokumen13 halaman
    Isbd Makalah
    Phy Try Astoety Petron
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka 7
    Daftar Pustaka 7
    Dokumen5 halaman
    Daftar Pustaka 7
    Phy Try Astoety Petron
    Belum ada peringkat
  • Makalah ISBD
    Makalah ISBD
    Dokumen12 halaman
    Makalah ISBD
    Phy Try Astoety Petron
    Belum ada peringkat
  • Lamp Iran
    Lamp Iran
    Dokumen13 halaman
    Lamp Iran
    Phy Try Astoety Petron
    Belum ada peringkat
  • ISBD Kelompok 3
    ISBD Kelompok 3
    Dokumen7 halaman
    ISBD Kelompok 3
    Phy Try Astoety Petron
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka 7
    Daftar Pustaka 7
    Dokumen5 halaman
    Daftar Pustaka 7
    Phy Try Astoety Petron
    Belum ada peringkat
  • Vaksin Polio MUI Fatwa
    Vaksin Polio MUI Fatwa
    Dokumen3 halaman
    Vaksin Polio MUI Fatwa
    Phy Try Astoety Petron
    Belum ada peringkat
  • Halaman Depan
    Halaman Depan
    Dokumen16 halaman
    Halaman Depan
    Phy Try Astoety Petron
    Belum ada peringkat
  • Penatalaksanaan Skizofrenia - Files of Drsmedpdp
    Penatalaksanaan Skizofrenia - Files of Drsmedpdp
    Dokumen11 halaman
    Penatalaksanaan Skizofrenia - Files of Drsmedpdp
    luthfisnet
    Belum ada peringkat
  • Penatalaksanaan Skizofrenia - Files of Drsmedpdp
    Penatalaksanaan Skizofrenia - Files of Drsmedpdp
    Dokumen11 halaman
    Penatalaksanaan Skizofrenia - Files of Drsmedpdp
    luthfisnet
    Belum ada peringkat
  • Chapter 1 Bronkitis Akut
    Chapter 1 Bronkitis Akut
    Dokumen18 halaman
    Chapter 1 Bronkitis Akut
    stephaniedian
    Belum ada peringkat
  • Bab 3 Dapus Rinitis
    Bab 3 Dapus Rinitis
    Dokumen7 halaman
    Bab 3 Dapus Rinitis
    Phy Try Astoety Petron
    Belum ada peringkat
  • Hakekat Lingkungan Dan Dampaknya Bagi Kesejahteraan Umat Manusia Isbd
    Hakekat Lingkungan Dan Dampaknya Bagi Kesejahteraan Umat Manusia Isbd
    Dokumen12 halaman
    Hakekat Lingkungan Dan Dampaknya Bagi Kesejahteraan Umat Manusia Isbd
    Phy Try Astoety Petron
    Belum ada peringkat