Anda di halaman 1dari 5

A.

Nyeri
1. Pengertian nyeri
Nyeri adalah sensasi yang tidak menyenangkan dan sangat
individual yang tidak dapat dibagi dengan orang lain (Kozier & Erb,
2009). Menurut Muttaqin (2008), nyeri adalah suatu pengalaman
sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari
kerusakan jaringan bersifat subjektif. Nyeri merupakan gejala luas dari
penyakit yang sering dikeluhkan dalam praktek medis, biasanya
disebut sebagai penyebab dari disabilitas, serta yang menjadi alasan
utama untuk mencari pengobatan maupun perawatan medis (Karoly P,
1985 dalam Sarafino, 2006).
Nyeri merupakan mekanisme fisiologis tubuh yang betujuan untuk
melindungi diri. Perilaku seseorang akan berubah apabila ia merasakan
nyeri. Misalnya pada seseorang yang kakinya terkilir akan menghindari
mengangkat beban yang berat untuk mencegah cedera yang lebuh lanjut
(Potter & Perry, 2005). Dikatakan bersifat individual karena respon
individu terhadap sensasi nyeri beragam dan tidak dapat disamakan satu
dengan

yang

lainnya(Asmadi,

2008).

Semua

nyeri

adalah

nyata,

meskipun ada beberapa nyeri yang tidak diketahui apa penyebabnya. Hal
inilah yang mendasari bahwa keberadaan nyeri itu hanya berdasar pada
laporan pasien yang mengalaminya (Brunner & Suddarth, 2002).

2. Klasifikasi Nyeri
Menurut Kozier dan Erb (2009) ada dua jenis nyeri yang umum
diketahui yaitu :
a. Nyeri Akut
Potter dan Perry (2005) menyatakan bahwa nyeri akut terjadi
setelah terjadinya cedera akut, penyakit, atau intervensi bedah dan

memiliki awitan yang cepat dan intensitas yang bervariatif (ringan


sampai berat) dan berlangsung pada waktu yang singkat. Respon
fisik dari nyeri akut yaitu; menangis, waspada, mengerutkan dahi,
mengeluh sakit (Prasetyo, 2008). Nyeri ini bertujuan untuk tanda
peringatan setelah terjadi cedera pada tubuh disertai dengan tanda
objektif

dari

aktivitas

sistem

saraf

otonom

dan

mempunyai

penyebab tunggal serta dapat dilihat. Contoh penyebab nyeri akut


yaitu : trauma, pembedahan, infeksi, fraktur, pankreatitis, obstruksi
usus (Oman et al.,2008).
Pada umumnya nyeri akut bersifat temporer, berlangsung
kurang dari 6 bulan (3-6 bulan) dapat berhenti tanpa terapi atau
berkurang sejalan dengan penyembuhan jaringan. Menghilangkan
penyebab nyeri, istirahat, pemberian analgetik juga akan dapat
membantu mengatasi nyeri akut. Kegagalan terapi nyeri akut dapat
menimbulkan nyeri kronik (Moeliono, 2008).
b. Nyeri Kronis
Brunner dan Suddarth (2002) menyatakan bahwa nyeri kronik
adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang satu
periode

waktu.

Nyeri

kronis

tidak

mempunyai

awitan

yang

ditetapkan dan sulit untuk diobati karena tidak memberikan respon


terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya. Nyeri
kronik biasanya terjadi lebih dari 6 bulan dan semakin memburuk
dengan berjalannya waktu dan jarang disertai gejala dari sistem
saraf simpatis. Biasanya penyebab dari nyeri ini lebih dari satu
penyebab dan gejala serta intensitasnya tidak masuk akal (Oman et
al.,2008). Contoh penyakit yang dapat menyebabkan nyeri kronik
adalah nyeri kanker, arthritis, euralgia terminal dan lain-lain. Respon
psikologis

dari

nyeri

ini

biasanya

pasien

mengalami

depresi,

keputusasaan, mudah tersinggung atau marah, serta menarik diri

3. Fisiologi Nyeri
Menurut Torrance dan Serginson (1997), ada tiga jenis sel saraf
dalam proses penghantaran nyeri yaitu sel saraf aferen atau neuron
sensori, serabut konektor atau interneuron dan sel saraf eferen atau
neuron motorik. Sel-sel syaraf ini mempunyai reseptor pada ujungnya

yang menyebabkan impuls nyeri dihantarkan ke sumsum tulang


belakang dan otak. Reseptor-reseptor ini sangat khusus dan memulai
impuls yang merespon perubahan fisik dan kimia tubuh. Reseptorreseptor yang berespon terhadap stimulus nyeri disebut nosiseptor.
histamin, bradikinin, leukotrien, substansi p, dan enzim proteolitik. Zatzat kimia ini akan mensensitasi ujung syaraf dan menyampaikan
impuls ke otak (Torrance & Serginson, 1997). Harahap (2007) membagi
timbulya nyeri menjadi 4 proses, yaitu:
a. Transduksi (Transduction)
Transduksi adalah proses dari stimuli nyeri yang diubah ke
bentuk yang dapat diakses oleh otak (Turk & Flor, 1999 dalam
Harahap, 2007). Proses transduksi dimulai ketika nociceptor yaitu
reseptor

yang

berfungsi

untuk

menerima

rangsang

nyeri

teraktivasi. Aktivasi reseptor ini (nociceptor) merupakan sebagai


bentuk respon terhadap stimulus yang datang seperti kerusakan
jaringan (Ardinata, 2007).
b. Transmisi (transmission)
Transmisi adalah serangkaian kejadian-kejadian neural yang
membawa impuls listrik melalui sistem saraf ke area otak. Proses
transmisi melibatkan saraf aferen yang terbentuk dari serat saraf
berdiameter kecil ke sedang serta yang berdiameter besar (Davis,
2003 dalam Ardinata 2007). Kedua saraf ini akan memasuki dorsal
horn dari sumsum tulang belakang lalu memasuki thalamus dan
terakhir di korteks serebral (Casasola, 2007).
c. Modulasi (Modulation)
Modulasi adalah aspek penting dalam proses yang terjadinya
nyeri. Proses ini menggambarkan perubahan pada sistem saraf,
dimana nyeri yang diterima secara

selektif akan dihambat

sehingga nyeri yang akan diterima dimodulasi. Terdapat sistem


endogen yang berasal dari tubuh yang dapat menghambat
transmisi nyeri (Casasola, 2007). Proses modulasi melibatkan
sistem neural yang kompleks. Ketika impuls nyeri sampai di pusat
saraf, transmisi impuls nyeri ini akan dikontrol oleh sistem saraf
pusat dan mentransmisikan impuls nyeri ini kebagian lain dari

sistem saraf seperti bagian cortex. Selanjutnya impuls nyeri ini


akan

ditransmisikan

melalui

saraf-saraf

descend

ke

tulang

belakang untuk memodulasi efektor (Turk & Flor, 1999 dalam


Ardinata, 2007)
d. Persepsi
Persepsi merupakan proses akhir dimana ada interpretasi
subjek terhadap nyeri. Terdapat dua komponen yaitu komponen
sensori yang mengklasifikasikan stimulus sebagai nyeri, intensitas
nyeri, dan lokasi dari nyeri itu. Komponen yang kedua adalah
komponen afektif yang berhubungan dengan mengingat nyeri atau
pengalaman nyeri (Casasola, 2007). Faktor psikologis, emosional,
dan berhavioral (perilaku) akan muncul sebagai respon dalam
mempersepsikan pengalaman nyeri tersebut. Proses persepsi ini
jugalah yang menjadikan nyeri tersebut suatu fenomena yang
melibatkan multidimensional (Ardinata, 2007).
4. Pengukuran Nyeri
a. VRS
VRS adalah skala pengukurang nyeri yang menggunakan katakata

sifat

deskriptif

untuk

menggambarkan

nyeri

yang

dirasakan.VRS biasanya disusun atas tingkatan intensitas nyeri.


Intensitas nyeri yang diungkapkan dimulai dari tidak ada nyeri (no
pain) sampai nyeri hebat (extreme pain). VRS merupakan alat
pemeriksaan yang efektif untuk memeriksa intensitas nyeri. Sebagai
contoh, dengan menggunakan skala 5 poin yaitu none (tidak ada
nyeri) dengan skore 0, mild (kurang nyeri) dengan skore 1,
moderate (nyeri yang sedang) dengan skore 2, severe (nyeri
keras) dengan skor 3, very severe (nyeri yang sangat keras)
dengan skore 4. Beberapa keterbatasan VRS adalah adanya

ketidakmampuan pasien untuk menghubungkan kata sifat yang


cocok untuk level intensitas nyerinya, dan ketidakmampuan pasien
yang buta huruf untuk memahami kata sifat yang digunakan (Jensen
& Karoly, 1992).
b. VAS
Visual Analogue Scale (VAS) VAS adalah alat ukur lainnya yang
digunakan untuk memeriksa intensitas nyeri dan secara khusus
meliputi 10-15 cm garis, dengan setiap ujungnya ditandai dengan level
intensitas nyeri (ujung kiri diberi tanda no pain dan ujung kanan
diberi tanda bad pain (nyeri hebat). Pasien diminta untuk menandai
disepanjang garis tersebut sesuai dengan level intensitas nyeri yang
dirasakan pasien (Jensen & Karoly, 1992).

Anda mungkin juga menyukai