Anda di halaman 1dari 14

A.

Sistem Muskuloskeletal
Sistem muskuloskeletal merupakan salah satu sistem tubuh yang sangat berperan
terhadap fungsi pergerakan dan mobilitas seseorang. Komponen penununjang yang paling
dominan pada sistem ini adalah tulang. Masalah atau gangguan pada tulang dapat
mempengaruhi sistem pergerakan seseorang, mulai dari bayi, anak-anak, remaja, dewasa,
maupun pada lansia. Sistem musculoskeletal manusia dibentuk oleh komponen utama seperti
tulang, ligament, tendon, otot, dan sendi ( Iridiastadi dan yassierli, 2014). Sistem
muskuloskeletal ini terdiri dari:
1. Tulang
Sistem rangka kita terdiri dari 206 tulang yang berhubungan antara satu dengan yang
lainnya. Tulang sangat berperan sebagai penyokong struktur tubuh dan pembentuk
formasi rangka tubuh, tulang juga befungsi untuk melindungi organ organ internal
seperti otak, jantung, dan paru paru. Fungsi yang lainnya adalah untuk pergerakan
bersama sama dengan otot, terutama tulang tulang panjang pada lengan dan kaki.
2. Ligamen
Ligamen adalah jaringan yang menghubungkan anatara dua buah tulang dan berfungsi
untuk mempertahankan stabilitas sendi. Ligamen merupakan pembalut/selubung yang
sangat kuat, yang merupakan jaringan elastis penghubung yang terdiri atas kolagen. Otot
otot terhubung pada tulang melalui tendon
11

3. Tendon
Tali atau urat daging yang kuat yang bersifat fleksibel, terbuat dari fibrous protein
(kolagen). Tendon berfungsi melekatkan tulang dengan otot atau otot dengan otot. Tendon
dikelilingi oleh lapisan pembungkus yang berperan besar untuk meredam gesekan ketika
bergerak.
4. Otot

Semua sel-sel otot mempunyai kekhususan yaitu untuk berkontraksi. Terdapat lebih dari
600 buah otot pada tubuh manusia. Fungsi sistem otot adalah:
a. Pergerakan.
b. Penopang tubuh dan mempertahankan postur. Otot menopang rangka dan
mempertahankan tubuh saat berada dalam posisi berdiri atau saat duduk terhadap
gaya gravitasi.
c. Produksi panas.
5. Sendi
Persendian adalah hubungan antar dua tulang sedemikian rupa, sehingga memudahkan
terjadinya gerakan.
a.

Synarthrosis (suture) : Hubungan antara dua tulang yang tidak dapat digerakkan,
strukturnya terdiri atas fibrosa.
Amphiarthrosis : Hubungan antara dua tulang yang sedikit dapat digerakkan,
strukturnya adalah kartilago. Contoh: Tulang belakang.
d. Diarthrosis : Hubungan antara dua tulang yang memungkinkan pergerakan, yang

b.
c.

terdiri dari struktur sinovial

B. Keluhan Muskuloskeletal
Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian otot skeletal yang dirasakan
oleh seseorang yang dimulai dari keluhan sangat ringan sampai dengan keluhan yang sangat
sakit (Tarwaka dkk, 2004). Apabila otot menerima beban statis secara berulang - ulang dalam
waktu yang lama, akan dapat menyebabkan kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon
(Sumamur, 2013). Keluhan hingga kerusakan ini biasanya diistilahkan dengan keluhan
muskuloskeletal. Keluhan muskuloskeletal merupakan suatu penyakit yang menimbulkan
rasa nyeri berkepanjangan.

C. Penyebab Keluhan Muskuloskeletal

Antisipasi terhadap kemungkinan risiko gangguan pada sistem otot rangka di tempat
kerja hanya dapat dilakukan dengan memahami dengan baik faktor faktor penyebabnya
( Iridiastadi dan yassierli, 2014). Faktor penyebab terjadinya keluhan muskuloskeletal
dibedakan menjadi faktor individu, faktor pekerjaan, faktor lingkungan dan faktor
organisasional
1. Faktor Individu
Faktor individu merupakan faktor internal dari masing-masing individu. Faktor
faktor tersebut seperti:

a) Jenis kelamin
Masih banyak perbedaan pendapat oleh para ahli mengenai pengaruh jenis
kelamin terhadap keluhan Muskuloskeletal, namun dari beberapa hasil penelitian
menunjukkan bahwa jenis kelamin sangat mempengaruhi tingkat resiko terjadinya
keluhan muskuloskeltal. Hal ini disebabkan karena kemampuan otot wanita lebih
rendah dari otot pria. Kemampuan otot wanita adalah dua pertiga kemampuan otot
pria, ini terjadi karena perbedaan otot dalam tubuh
b) Umur
Keluhan pertama biasanya dirasakan pada umur 35 tahun dan tingkat keluhan
akan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya umur. Hal ini terjadi karena pada
umur setengah baya, kekuatan dan ketahanan otot mulai menurun sehingga risiko
terjadinya keluhan otot meningkat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekuatan
otot maksimal terjadi pada saat umur antara 20 - 29 tahun, selanjutnya terus terjadi
penurunan sejalan dengan dengan bertambahnya umur. Pada saat umur mencapai 60
tahun, rerata kekuatan otot menurun sampai 20%. Pada saat kekuatan otot mulai
menurun inilah maka risiko terjadinya keluhan otot akan meningkat.

c) Masa Kerja
Masa kerja adalah suatu kurun waktu atau lamanya tenaga kerja bekerja di
suatu tempat. Masa kerja dapat mempengaruhi kinerja baik positif maupun negatif.
Memberi pengaruh positif pada kinerja bila dengan semakin lamanya masa kerja
semakin

berpengalaman

dalam

melaksanakan

tugasnya.

Sebaliknya

akan

memberikan pengaruh negatif apabila semakin lama seseorang dalam bekerja, maka
semakin banyak terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut.
d) Kebiasaan Merokok
Kebiasaan merokok akan dapat menurunkan kapasitas paru-paru, sehingga
kemampuan untuk mengkonsumsi oksigen menurun dan sebagai akibatnya, tingkat
kesegaran tubuh juga menurun. Apabila yang bersangkutan harus melakukan tugas
yang menuntut pengerahan tenaga, maka akan mudah lelah karena kandungan
oksigen dalam darah rendah, pembakaran karbohidrat terhambat, terjadi tumpukan
asam laktat dan akhirnya timbul rasa nyeri otot.
e) Kesegaran jasmani
Keluhan otot jarang ditemukan pada seseorang yang aktivitas kesehariannya
mempunyai cukup waktu untuk istirahat. Sebalikya, bagi yang dalam kesehariannya
melakukan pekerjaan yang memerlukan pengerahan tenaga yang besar, di sisi lain
tidak mempunyai waktu yang cukup untuk istirahat, maka akan terjadi keluhan otot.
Tingkat kesegaran tubuh juga dapat mempengaruhi terjadinya keluhan otot
(Tarwaka, 2011)
Olahraga adalah aktivitas fisik yang direncanakan, terstruktur, dan dikerjakan
secara berulang dan bertujuan memperbaiki atau menjaga kesegaran jasmani.
Kebugaran jasmani sangat erat kaitannya dengan program latihan, karena kebugaran
jasmani yang tinggi dapat dicapai melalui program latihan yang teratur. Menurut

Centre for Diseases Control and Prevention (CDC) (2011), terdapat enam manfaat
olahraga, yaitu:
a. Mengontrol berat badan.
b. Menurunkan tekanan darah.
c. Menurunkan risiko terkena penyakit diabetes tipe 2, serangan jantung, strok,
dan beberapa bentuk kanker.
d. Menurunkan nyeri arthritis dan cacat akibat arthritis
e. Menurunkan risiko terkena osteoporosis
f. Menurunkan gejala depresi dan kecemasan.
Kesegaran jasmani dan kemampuan fisik dipengaruhi oleh kebiasaan
olahraga karena olahraga melatih kerja fungsi-fungsi otot. Hasil penelitian Eriksen
dkk pada tahun tahun 1999 di Norwegia, menyatakan bahwa karyawan yang tidak
melakukan exercise atau olahraga dengan frekuensi 1 kali atau lebih dalam
seminggu mempunyai kemungkinan terjadinya keluhan low back pain sebesar 1.55
kali dibandingkan dengan karyawan yang melakukan olahraga 1 kali seminggu atau
lebih (OR = 1.55 95% CI = 1.03 2.33, p < 0.005).
Olahraga berperan penting untuk memperkuat otot punggung, meningkatkan
kapasitas aerobik dan kesegaran jasmani secara umum. Selain itu, latihan teratur
dapat mengurangi stres pada otot punggung. Dengan meningkatkan kekuatan dan
fleksibilitas otot punggung, beban akan terdistribusi secara merata dan mengurangi
beban hanya pada tulang belakang.

f) Ukuran tubuh
Wanita yang gemuk mempunyai resiko dua kali lipat mengalami keluhan
muskuloskeletal dibandingkan wanita yang kurus. Temuan lain menyatakan bahwa
pada tubuh yang tinggi sering menderita keluhan sakit punggung. Ukuran tubuh
berpengaruh terhadap keluhan muskuloskeletal disebabkan karena kondisi
keseimbangan struktur rangka dalam menerima beban, baik beban berat maupun

berat tambahan lainnya. Sebagai contoh tubuh yang tinggi pada umumnya
mempunyai bentuk tulang yang langsing sehingga secara biomekanik rentan
terhadap beban tekan dan rentan terhadap tekukkan.
Idealnya ukuran tubuh seseorang dapat diketahui melalui Indeks Massa
Tubuh (IMT). (IMT) atau Body Mass Index (BMI) merupakan alat atau cara yang
sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa, khususnya yang berkaitan
dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Keadaan gizi yang baik merupakan
salah satu ciri kesehatan yang baik, sehingga terwujud tenaga kerja yang produktif.
Status gizi seseorang dapat diketahui melalui nilai Indeks Massa Tubuh (IMT).
Seorang tenaga kerja dengan keadaan gizi yang baik akan memiliki kapasitas
kerja dan ketahanan tubuh yang lebih baik, begitu juga sebaliknya. Keadaan gizi
yang buruk dengan beban kerja berat akan mengganggu kinerja, menurunkan
efisiensi. Berat badan, tinggi badan, status gizi (IMT) dan obesitas diidentifikasikan
sebagai faktor resiko untuk beberapa kasus MSDs. Meskipun pengaruhnya relatif
kecil, tinggi badan dan berat badan merupakan faktor yang dapat menyebabkan
terjadinya keluhan otot skeletal. Wanita yang gemuk mempunyai resiko dua kali
lipat dibandingkan wanita kurus untuk mengalami keluhan otot skeletal.
2. Faktor lingkungan kerja
1) Getaran
Getaran dengan frekuensi tinggi akan mengakibatkan kontraksi otot
bertambah. Kontraksi statis ini menyebabkan peredaran darah menjadi tidak lancar,
penimbunan asam laktat meningkat, dan pada akhirnya timbul rasa nyeri otot
(Tarwaka, 2011). Selain itu bagi tenaga kerja yang bekerja dengan tangan kanan dan
memerlukan ketelitian terutama dengan menggunakan alat kecil yang berputar dapat
terjadi perasaan nyeri dimana otot-otot menjadi lemah biasanya abduktor jari

kelingking, otot otot interossea (antar tulang) dan fleksor dari jari jari
(Sumamur, 2013).
2) Suhu Lingkungan
Suhu dingin yang ekstrem dapat menyebabkan terganggunya aliran darah dan
metabolisme tubuh lainnya. Walaupun kondisi tempat kerja dengan suhu ektrem
jarang di Indonesia yang memiliki ushu tropis, namun faktor risiko ini tetap perlu
diperhatikan bagi mereka yang bekerja di daerah pegunungan dengan suhu yang
cukup dingin., misalnya pekerja perkebunan dan tambang. Suhu dingin yang
berlebihan dapat menurunkan daya kekuatan pekerja, kepekaan, dan kelincahan. Hal
ini mengakibatkan gerakan pekerja menjadi lamban, sulit bergerak yang disertai
dengan menurunnya kekuatan otot. Demikian juga yang terjadi dengan paparan
udara yang panas.
Beda suhu lingkungan dengan suhu tubuh yang terlampau besar
menyebabkan sebagian energi yang ada dalam tubuh akan termanfaatkan oleh tubuh
untuk beradaptasi dengan lingkungan tersebut. Apabila hal ini tidak diimbangi
dengan pasokan energi yang cukup, maka akan terjadi kekurangan suplai oksigen ke
otot. Sebagai akibatnya, peredaran darah kurang lancar, suplai oksigen ke otot
menurun, proses metabolisme karbohidrat terhambat dan terjadi penimbunan asam
laktat yang dapat menimbulkan rasa nyeri otot (Tarwaka, 2011).
3. Faktor Pekerjaan
1) Postur kerja
Postur dan pergerakan memegang peranan penting dalam ergonomi. Salah
satu penyebab utama gangguan otot rangka adalah postur janggal (awkward
posture). Postur janggal yaitu sikap atau posisi bagian tubuh yang menyimpang dari
posisi normal (Kurniawidjaja, 2010). Postur janggal akan meningkatkan beban kerja

dari otot sehingga merupakan pemberi kontribusi yang signifikan terhadap gangguan
otot rangka. Selain meningkatkan tenaga yang dibutuhkan juga menyebabkan
transfer tenaga otot menuju skeletal sistem menjadi tidak efisien. Beberapa postur
tubuh yang berpotensi menimbulkan janggal dapat terjadi pada posisi berdiri, duduk
dan jongkok,
Postur normal atau yang sering disebut juga postur netral yaitu postur dalam
proses yang sesuai dengan anatomi tubuh, sehingga tidak terjadi pergeseran atau
penekanan pada bagian penting tubuh, seperti organ tubuh, saraf, tendon, otot, dan
tulang, membuat keadaan menjadi rileks dan menyebabkan kelelahan sistem
musculoskeletal/sistem tubuh lainnya. Hal hal yang dapat mempengaruhi postur
kerja adalah karateristik pekerjaan (kebutuhan pekerja), desain tempat kerja dan
faktor personal pekerja (Bridger, 2003).
Terjadi pergeseran dari gerakan tubuh yang dilakukan oleh pekerja saat
melakukan aktivitas dari postur/posisi normal secara berulang-ulang dan dalam
waktu yang relatif lama. Pergeseran yang signifikan terhadap posisi normal ini akan
meningkatkan beban kerja otot sehingga jumlah tenaga yang dibutuhkan lebih besar.
Faktor durasi dan frekuensi merupakan faktor penting yang dapat menyebabkan
keluhan muskuloskeletal. Frekuensi yang tinggi atau gerakan yang berulang ulang
dengan sedikit variasi dapat menimbulkan kelelahan dan ketegangan pada otot
tendon. Hal ini karena kurang istirahat untuk pemulihan. Postur kerja bervariasi
lebih baik dari postur kerja yang monoton, dan postur kerja yang statis dan santai
lebih baik daripada postur kerja yang statis dan tegang

2) Beban

Menurut Kurniawidjaja (2010) beban berat menimbulkan iritasi, inflamasi,


kelelahan otot serta kerusakan otot, tendon dan jaringan sekitarnya. Pengerahan
paling berat terjadi pada saat mengagngkat benda berat. Dalam penilaian risiko,
berat hanyalah salah satu aspek dari beban terhadap tubuh, beban maksimal yang
diperbolehkan untuk diangkat oleh orang dewasa yaitu 23-25 kg untuk pengangkatan
single (tidak berulang). Bentuk dan ukuran objek ikut mempengaruhi hal tersebut,
semakin kecil objek semakin baik agar dapat diletakkan sedekat mungkin dari tubuh.
Bentuk objek harus mempunyai pegangan, tidak ada sudut tajam dan tidak dingin
atau panas saat diangkat
3) Frekuensi
Frekuensi dapat diartikan sebagai banyaknya gerakan yang dilakukan dalam
suatu periode waktu. Frekuensi yang tinggi atau gerakan yang berulang dengan
sedikit variasi dapat menimbulkan kelelahan dan ketegangan pada otot dan tendon
karena kurang istirahat untuk pemulihan. Jika aktivitas pekerjaan dilakukan secara
berulang, maka dapat disebut sebagai repetitive.
Gerakan repetitive dalam pekerjaan, dapat dikarakteristikkan baik sebagai
kecepatan pergerakan tubuh, atau dapat diperluas sebagai gerakan yang dilakukan
secara berulang tanpa adanya variasi gerakan. Frekuensi terjadi sikap tubuh yang
salah terkait dengan berapa kali terjadi repetitive motion dalam melakukan suatu
pekerjaan. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja
terus menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi (Bridger, 2003).
4) Durasi
Durasi adalah lama waktu tenaga kerja harus terpapar secara terus-menerus
oleh faktor risiko ergonomi. Pekerjaan yang menggunakan otot yang sama untuk
durasi yang lama dapat meningkatkan potensi timbulnya

kelelahan dan

menyebabkan keluhan muskuloskeletal, bila waktu istirahat/pemulihan tidak


mencukupi. Durasi terjadinya postur janggal yang berisiko bila postur tersebut
dipertahankan lebih dari 10 detik (Humantech, 2003).
5) Penilaian risiko pekerjaan
Postur kerja yang tidak alamiah dapat menimbulkan ganggguan kesehatan
berupa keluhan muskuloskeletal, oleh karena itu banyak ahli yang mengembangkan
metode penilaian postur kerja yang berisiko terhadap keluhan muskuloskeletal.
Pengembangan metode-metode tersebut bertujuan untuk memberikan penilaian dari
sikap kerja pekerja dalam bekerja apakah sikap kerja yang dilakukan berisiko
terhadap gangguan muskuloskeletal dan memberikan rekomendasi perbaikan sikap
kerja. Postur tubuh dalam bekerja berhubungan dengan tempat duduk, meja kerja
dan luas pandangan. Untuk merencanakan tempat kerja dan perlengkapannya
diperlukan ukuran-ukuran tubuh yang menjamin sikap tubuh paling alamiah dan
memungkinkan dilakukannya gerakan-gerakan yang dibutuhkan. Metode - metode
yang umum digunakan dalam penilaian sikap kerja untuk mengurangi risiko keluhan
muskuloskeletal seperti RULA, OWAS, NIOSH, QEC dan REBA. Berdasarkan proses
kerja yang dilakukan di instalasi binatu peneliti menggunakan REBA dalam
penelitian ini.
4. Faktor Organisasional
Organisasi kerja terutama menyangkut waktu kerja, waktu istirahat, sistem kerja,
cuti, libur, kerja malam dan bergilir. Manuaba (2000) menjelaskan bahwa jam kerja
berlebihan, jam lembur diluar batas kemampuan akan dapat mempercepat timbulnya
kelelahan, menurunkan kecepatan dan kelelahan, dan ketelitian kerja. Fungsi tubuh
melakukan keseimbangan yang ritmis antara asupan energi dan penggantian energi (kerja
istirahat), maka diperlukan adanya waktu istirahat pendek dengan sedikit kudapan

untuk mempertahankan perfomansi dan efisiensi kerja. Kaitannya dengan masalah waktu
istirahat, terdapat empat jenis waktu istirahat yaitu:
D. Penilaian Tingkat Keluhan Muskuloskeletal
Penilaian tingkat keluhan muskuloskeletal menggunakan Nordic Body Map (NBM).
NBM telah digunakan secara luas untuk menilai tingkat keparahan keluhan muskuloskeletal
yang dirasakan. Untuk memperoleh gambaran gejala keluhan muskuloskeletal menggunakan
NBM terdapat beberapa tingkat keluhan mulai dari rasa tidak nyaman (sedikit sakit), sakit
hingga sangat sakit. Dengan melihat dan menganalisa hasil NBM maka dapat diestimasi
tingkat dan jenis keluhan otot skelektal yang dirasakan oleh pekerja.
Kuesioner NBM adalah kuesioner yang paling sering digunakan untuk mengetahui
ketidaknyamanan pada para pekerja. Hal ini dikarenakan NBM sudah terstandarisasi dan
tersusun rapi. Metode NBM menggunakan lembar kerja beruapa peta tubuh, metode ini
merupakan cara yang yang sangat sederhana, mudah dipahami dan memerlukan waktu yang
sangat singkat. (Tarwaka, 2011)

E. Penilaian REBA
1. Pengertian REBA
Rapid Entire Body Assessment (REBA) merupakan cara penilaian tingkat risiko
dari kegiatan berulang dengan melihat pergerakan/postur yang dilakukan oleh pekerja.
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan tahapan kegiatan kerja dari awal sampai
akhir.
REBA juga telah dikembangkan untuk menilai jenis dari postur pekerjaan yang
tidak bisa diprediksi, ini didapat pada jasa pelayanan kesehatan dan jasa industri lainnya.
Data yang dikumpulkan mengenai postur tubuh, besarnya gaya yang digunakan, tipe dari
pergerakan atau aksii, gerakan berulang dan rangkaian. Hasil dari skor REBA adalah

dihasilkan untuk memperlihatkan sebuah indikasi dari tingkat risiko dan kondisi penting
untuk tindakan yang akan diambil.
2. Prosedur Penilaian Metode REBA
Prosedur yang dilakukan untuk melakukan penilaian postur kerja dengan
menggunakan metode REBA dimulai dari melakukan observasi pada pekerjaan sampai
mendapatkan interpretasi skornya.
a. Observasi pekerjaan
pekerjaan diobservasi untuk mendapatkan formula yang tepat dalam
pengkajian faktor ergonomi di tempat kerja, termasuk dampak dari desain tempat
kerja dan lingkungan kerja, penggunaan peralatan, dan perilaku pekerja yang
mengabaikan risiko. Jika memungkinkan, data disimpan dalam bentuk foto atau
video. Bagaimanapun juga, dengan menggunakan banyak peralatan observasi sangat
dianjurkan untuk mencegah kesalahan
b. Memilih postur yang akan dikaji
Memutuskan postur yang mana untuk dianalisa dapat dengan menggunakan kriteria
di bawah ini:
a) Postur yang sering dilakukan
b) Postur dimana pekerja lama pada posisi tersebut
c) Postur yang membutuhkan banyak aktivitas otot atau yang banyak
menggunakan tenaga
d) Postur yang diketahui menyebabkan ketidaknyamanan
e) Postur tidak stabil, atau postur janggal, khususnya postur yang
f)menggunakan kekuatan
g) Postur yang mungkin dapat diperbaiki oleh intervensi, kontrol, atau perubahan
lainnya.
c. Langkah-langkah penilaian
1) Mengumpulkan data mengenai postur pekerja tiap kegiatan menggunakan video
atau foto
2) Menentukan sudut pada postur tubuh saat bekerja pada bagian tubuh seperti :
badan, leher, kaki, lengan bagian atas, lengan bagian bawah, pergelangan tangan
3) Menentukan berat beban, pegangan (coupling) dan aktivitas kerja.

4) Menentukan nilai REBA untuk postur yang relevan dan menghitung skor akhir
dari kegiatan tersebut. Jika sudah mendapatkan Final Score, berikut ini
interpretasi untuk skor yang didapatkan :
a) 1 : Risiko dapat diterima
b) 2 atau 3 : Risiko rendah, perubahan mungkin dibutuhkan
c) 4 sampai 7 : Risiko menengah, investigasi lebih lanjut, perubahan segera
d) 8 sampai 10: Risiko tinggi, investigasi dan lakukan perubahan
e) 11+ : Risiko sangat tinggi, lakukan perubahan

F. Landasan Teori
Keluhan Muskuloskeletal adalah penyakit yang saat ini banyak diderita oleh pekerja
yang pekerjaannya dengan sikap kerja yang monoton dan berulang. Keluhan pada sistem
muskuloskeletal telah menjadi trend penyakit terbaru berkaitan dengan pekerjaan di seluruh
dunia baik di negara berkembang maupun negara industri. Penyebab dari keluhan
muskuloskeletal ini multifaktor, diantaranya adalah masa kerja, umur, jenis kelamin, beban
kerja, Indeks Massa tubuh, getaran, suhu lingkungan kerja, pencahayaan, kebiasaan merokok,
dan beban kerja.
Postur tubuh yang buruk sewaktu bekerja dan berlangsung lama menyebabkan
adanya beban pada sistem muskuloskeletal dan berefek negatif pada kesehatan, disamping itu
pekerja tidak mampu mengerahkan kemampuannya secara optimal. Sikap kerja tersebut jelas
akan menyebabkan beban postural yang berat. Jika beban postural ini terjadi dalam jangka
waktu yang lama, maka akan menimbulkan postural strain yang merupakan beban mekanik
statis bagi otot hal ini berarti lama seseorang dalam bekerja (masa kerja) merupakan salah
satu faktor yang penting yang dapat menyebabkan seseorang terkena keluhan
muskuloskeletal. Masa kerja merupakan faktor risiko dari keluhan muskuloskeletal, karena
keluhan muskuloskeletal yang berkaitan dengan pekerjaan bersifat kumulatif, yang berarti
bahwa semakin lama seseorang terpajan faktor risiko maka semakin besar seseorang
merasakan keluhan - keluhan fisik akibat pekerjaannya.

Tingkat keluhan otot juga sangat dipengaruhi oleh tingkat kesegaran tubuh atau
kebiasaan olahraga yang dilakukan. Hal ini disebabkan karena salah satu manfaat dari
olahraga adalah memperkuat otot-otot, tulang, dan jaringan ligamen serta meningkatkan
sirkulasi darah dan nutrisi pada semua jaringan tubuh (Bustan, 2007). Keluhan otot skeletal
yang terkait dengan ukuran tubuh lebih disebabkan oleh kondisi keseimbangan struktur
rangka di dalam menerima beban, baik beban berat tubuh maupun berat tambahan lainnya.

Anda mungkin juga menyukai