Anda di halaman 1dari 29

PRESENTASI KASUS

Asites dan Varises Esofagus


pada Pasien Sirosis Hepatis

PRESENTAN
Widiawati
0810221126

OPPONENT
Gloria Elisabeth
07120060019

PEMBIMBING
dr. Dwi Juwono, Sp.PD

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO
JAKARTA
2011

Widiawati

Presentasi Kasus Sirosis Hepatis

KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas rahmat dan karunia-NYA penulis dapat menyelesaikan pembuatan Presentasi
Kasus yang berjudul Sirosis Hepatis sebagai salah satu syarat dalam melaksanakan
kepaniteraan klinik Pendidikan Profesi Dokter di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSPAD Gatot
Soebroto.
Dalam menyelesaikan tugas ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dwi
Juwono, Sp.PD, selaku pembimbing dan berbagai pihak yang telah membantu pembuatan
presentasi kasus ini. Tidak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang
tua yang telah membantu baik moril maupun materil sehingga terselesaikannya presentasi
kasus ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan presentasi kasus ini banyak terdapat
kekurangan dan juga masih jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis mengharapkan kritik
dan saran dari pembaca. Semoga presentasi kasus ini dapat bermanfaat bagi penulis dan
pembaca pada umumnya.

Jakarta, 15 April 2011


Penyusun

Widiawati

Presentasi Kasus Sirosis Hepatis

PENDAHULUAN

Sirosis adalah penyakit hati yang dicirikan dengan distorsi arsitektur hati yang normal
oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul regenerasi sel hati, yang tidak berkaitan
dengan vaskulatur normal. Nodul-nodul regenerasi ini dapat berukuran kecil(mikronodular)
atau besar (makronodular). Sirosis dapat mengganggu sirkulasi darah intrahepatik, dan pada
kasus yang sangat lanjut, menyebabkan kegagalan fungsi hati secara bertahap.1
Insidensi penyakit ini sangat meningkat sejak Perang Dunia II, sehingga sirosis
menjadi salah satu penyebab kematian yang paling menonjol. Peningkatan ini sebagian
disebabkan olehinsidensi hepatitisvirus yang meningkat. Alkoholisme merupakan satu-stunya
penyebab terpenting sirosis. Sirosis akibat alcohol merupakan penyebab kematian nomor
Sembilan pada tahun 1998 di Amerika Serikat dengan jumlah hingga 28.000 kematian
(NIAAA, 1998). 1
Hepatitis dari tipe B dan C jadi pemicu timbulnya kanker hati (hepatoma). Virus
hepatitis ini berpeluang menimbulkan sirosis. Tercatat 90% pengidap sirosis berpeluang besar
mengidap kanker hati. Kekhawatiran akan penyakit ini cuku beralasan. Pasalnya, tidak
diketahui adanya gejala awal dari pasien yang didiagnosis terkena kanker hati hingga
akhirnya sudah mencapai stadium lanjut. 2
Pada tahun 2005, kanker telah membunuh lebih dari 206 ribu jiwa orang Indonesia,
dimana 12,5 % diantaranya pengidap kanker hati. 2

Widiawati

Presentasi Kasus Sirosis Hepatis

ILUSTRASI KASUS
A. IDENTITAS
Nama

: Tn. M

Tanggal lahir

: 10 November 1950

Umur

: 60 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Pensiunan TNI

Alamat

: CIP Mauara RT 2/11 No. 34 Jakarta Timur

Masuk RS

: 26 Maret 2011

B. ANAMNESIS
(Autoanamnesis dan Alloanamnesis dengan anak pasien tanggal 29 Maret 2011)
Keluhan Utama
Perut membesar sejak 3 hari SMRS
Keluhan tambahan
Sesak napas, lemas, perut begah, mata dan kulit kuning.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan perut membesar sejak 3 hari SMRS. Perut dirasakan
semakin membesar. Dengan semakin besarnya perut, pasien merasa semakin begah dan sesak
napas. Sesak terutama dirasakan semakin memberat bila pasien makan, sehingga pasien
hanya bisa makan dengan porsi sedikit. Sesak tidak dipengaruhi oleh aktivitas, dan tidak
berkurang dengan beristirahat maupun perubahan posisi. Sesak tidak disertai nyeri dada
maupun jantung berdebar-debar. Pasien merasa lemas, lesu, mual, perut terasa begah, mata
dan kulitnya berwarna kuning. Keluhan perut membesar ini sudah pernah dialami pasien,
pertama kali perutnya membesar sejak tahun 2006. Pasien dirawat, lalu sembuh namun
membesar kembali. Terakhir kali perutnya membesar adalah satu bulan sebelum masuk RS.
Keluhan tidak disertai demam, nyeri perut, maupun muntah. Riwayat muntah darah
disangkal pasien. Gangguan buang air kecil dan buang air besar disangkal pasien. Pasien
mengaku buang air kecilnya nya normal, tidak berwarna seperti teh, dan tidak berbusa. Buang
4

Widiawati

Presentasi Kasus Sirosis Hepatis

air besar pun dikatakan biasa, tidak keras ataupun mencret, tidak berwarna seperti dempul
dan tidak hitam. Nafsu makan berkurang karena merasa sesak bila makan, maka pasien hanya
bisa makan sedikit, sehingga pasien merasa berat badannya menurun. Pasien tidak mengeluh
adanya gangguan tidur, dan tidak ada disorientasi waktu dan tempat.
Sejak tahun 2006, dengan keluhan yang sama pasien dirawat dengan diagnosis sirosis
hepatis. Awalnya pasien merasa perutnya perlahan-lahan semakin membesar, dan matanya
dikatakan oleh istrinya tampak kuning. Lalu pasien rutin kontrol ke poli penyakit dalam
RSPAD. Pada tahun 2007, pasien dirawat karena diare dan demam. Saat itu mata dan kulit
pasien menjadi sangat kuning. Kemudian, pasien diperiksa anti HCV dan hasilnya positif.
Saat itu dikatakan pasien menderita hepatitis C kronis. Pasien mengatakan sebelumnya
pernah menderita hepatitis B. Pada pasien dilakukan endoskopi dan ligasi varises esofagus
sebanyak 3 kali. Sejak 1 bulan sebelum masuk RS, pasien kembali merasa perutnya
membesar, dan matanya kuning. Lalu pasien berobat kembali ke poli penyakit dalam RSPAD,
dan diputuskan untuk dirawat. Saat dalam perawatan, tidak pernah dilakukan penyedotan
cairan dalam perut pasien, dan pembesaran perut pasien berkurang.
Pasien memiliki kebiasaan meminum minuman yang mengandung alkohol. Kebiasaan
ini berhenti sejak 10 tahun yang lalu. Pasien menyangkal sering meminum obat-obatan
maupun penggunaan obat terlarang melalui suntikan. Pasien tidak pernah mendonorkan darah
maupun melakukan transfusi. Pasien tidak pernah melakukan hemodialisa. Pasien tidak
pernah membuat tato, dan tidak melakukan seks bebas.
Riwayat Penyakit Dahulu

Keluhan sakit serupa diakui pasien sejak tahun 2006.

Hipertensi

Diabetes Mellitus : disangkal

Sakit paru

: disangkal

Sakit jantung

: disangkal

Sakit kuning

: sejak tahun 2006

Asma

: disangkal

Alergi

: disangkal

: disangkal

Riwayat Penyakit keluarga


5

Widiawati

Presentasi Kasus Sirosis Hepatis

Pada keluarga tidak ada yang mengalami keluhan yang serupa

Sakit kuning

: disangkal

Hipertensi

: ibu pasien

Diabetes Mellitus : ibu pasien

Sakit jantung

: disangkal

Asma

: disangkal

Alergi

: disangkal

C. PEMERIKSAAN FISIK (29 Maret 2011)

KU / Kesadaran

: Tampak Sakit Sedang / Compos Mentis

Tek. Darah

: 110/70 mmHg

Frek. Nadi

: 84 x/mnt, reguler, isi cukup, equal

Frek Napas

: 20 x/mnt, reguler, abdomino-torakal

Suhu

: 36.5 C (Aksilla)

Berat badan

: 85 kg

Tinggi Badan

: 169 cm

IMT

: 29,7 kg/m2

Status Gizi

: obesitas

Status Generalis

Kepala

: Normocephal, deformitas (-)


Rambut

Lurus, pendek, berwarna hitam, perubahan

distribusi rambut di dada dan ketiak (+), rambut pubis (+)


Mata :

Konjungtiva pucat (+/+), sklera ikterik (+/+), pupil

bulat, isokor

Telinga

: Normotia, liang telinga lapang, serumen (-/-)


Hidung

Sekret (-), nafas cuping hidung (-), septum

deviasi (-)

Mulut

: Bibir sianosis (-), bibir kering (-), perdarahan gusi (-), mukosa basah

Tenggorokan

: Faring hiperemis (-), tonsil T1-T1 tenang


Leher :

JVP 5-2 cmH2O, KGB tidak teraba membesar, tiroid

tidak teraba membesar


6

Widiawati

Presentasi Kasus Sirosis Hepatis

Paru

:
Inspeksi

: Normochest, simetris saat statis & dinamis, spider nevi

(-), ginekomastia (+/+).

Palpasi

: Massa (), Krepitasi (-), Fremitus taktil hemitorak kanan = kiri

Perkusi

: Sonor di seluruh lapang paru

Auskultasi

: Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Jantung

Inspeksi

: Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi

: Ictus cordis teraba di ICS 5, LMC sinistra

Perkusi

: Batas kanan jantung ICS 5, linea sternalis dekstra


Batas kiri jantung ICS 5, linea midclavicularis sinistra
Pinggang jantung ICS 3 linea parasternalis sinistra.

Auskultasi

: Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen :
Inspeksi

: Membuncit, venektasi (+), sikatriks (-), caput

medusae (-).
Palpasi :

Lemas, , lingkar perut 102 cm, massa (-), nyeri tekan

(-), Hepar dan Lien tidak teraba, ballotement (-), undulasi (+).

Perkusi

: shifting dullness (+)

Auskultasi

: Bising usus (+).


Ekstremitas

: Akral hangat,

edema (-/-), sianosis (-/-) palmar

eritema (-/-)

Kulit

ikterik (+), turgor cukup

Widiawati

Presentasi Kasus Sirosis Hepatis

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Pemeriksaan
Hemoglobin
Hematokrit
Eritrosit
Leukosit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
Basofil
Eosinofil
Batang
Segmen
Limfosit
Monosit
PT

26-3-11

27-3-11

28-3-11

29-3-11

8,9

Hematologi
8,6

27

26

30-3-11

3-4-11

4-4-11

Rujukan
13-18 g/dL
40-52 %

2,5

2,4

4.36.0 jt/uL

8.700

6.400

4800-10800/uL

48.00
0
109

54.000

150000-400000/uL

110

80-96 fL

36

36

27-32 pg

33

33

32-36g/dL

0-1 %

1-3 %

2-6 %

79

50-70 %

15

20-40 %

2-8 %

28K14

53K34

APTT

9,8-12,6 detik
31,0-47,0 detik
Kimia
6,1

Protein total
Albumin
Globulin
Kolesterol
Trigliserida
Bilirubin Total
Bilirubin Direk
Bil. Indirek

SGPT (ALT)
SGOT (AST)
Ureum
Kreatinin
Asam Urat
Natrium
Kalium
Klorida
GDS
GDP
GD2PP

6 8,5 g/dL

2,0

2,1

2,1

3,5 5,0 g/dL

4,1

2,5 3,5 g/dL

94

< 200 mg/dL

67

<160 mg/dL

4,5
2,2
2,3

< 1,5 mg/dL


< 0.3 mg/dL
< 1.1 mg/dL

32

< 35 U/L

61

< 40 U/L

50

98

20-50 mg/dL

1,3

1,6

0.5-1.5 mg/dL

7,9

3.6-7.4 mg/dL

4,5
2,5
2,0

132

135

136

133

3,9

3,7

4,7

92

101

97

140

138

135-145 mEq/L

4,5

3,8

3.5-5.3 mEq/L

97

103

97-107 mEq/L
<140 mg/dL

127

70-100 mg/dL

143

<140 mg/dL

Widiawati

Presentasi Kasus Sirosis Hepatis

Esophago Gastro Duodenoscopy


Dilakukan pada tanggal 4 April 2011
Hasil:
Esofagus: lumen terbuka, mukosa pucat, varises besar-besar, stigmata (+), Zee line utuh.
Gaster: lumen terbuka, mukosa hiperemis, SSA (+), WMSA (+), erosi (+).
Duodenom: lumen terbuka, mukosa normal.
Kesimpulan :
Varises Esofagus Grade 2
Gasropati Portal Hipertensi
Saran :
Ligasi Varises Esofagus

Widiawati

Presentasi Kasus Sirosis Hepatis

E. RESUME
Pasien laki-laki, 60 tahun, dengan keluhan perut membesar sejak 3 hari SMRS,
disertai sesak napas, lemas, perut begah, mata dan kulit kuning. Keluhan perut membesar ini
sudah pernah dialami pasien, pertama kali perutnya membesar sejak tahun 2006. Keluhan
tidak disertai demam, nyeri perut, maupun muntah. Riwayat muntah darah disangkal pasien.
Gangguan buang air kecil dan buang air besar disangkal pasien. Pasien mengaku buang air
kecilnya nya normal, tidak berwarna seperti teh, dan tidak berbusa. Buang air besar pun
dikatakan biasa, tidak keras ataupun mencret, tidak berwarna seperti dempul dan tidak hitam.
Nafsu makan berkurang karena merasa sesak bila makan maka pasien hanya bisa makan
sedikit, sehingga pasien merasa berat badannya menurun. Pada tahun 2007, pemeriksaan
HCV pasien positif.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan sklera ikterik, ginekomastia (+/+), abdomen
tampak membuncit, dengan venektasi (+), spider nevi (+), undulasi (+), shifting dullness (+),
tidak ada nyeri tekan epigastrium, Hepar / Lien tidak teraba, lingkar perut 102 cm.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan :

(26-03-2011)

anemia

(8,9),

trombositopenia

(48.000),hiperbilirubinemia

pemanjangan protrombin time (22K4); peningkatan ureum dan kreatinin (Ur:


50/Cr: 1,3);hiponatremia (132); hipoklorida (92)

(27-03-2011) : Pemanjangan PT dan APTT

(28-03-2011) : peningkatan SGOT (61)

(4-4-2011) : hipoalbuminemia (2,1)


Pemeriksaan EGD (4-04-2011) didapatkan kesan: varises esofagus grade 2 dan
gastropati portal hipertensi.

F. DAFTAR MASALAH
1. Asites ec. Sirosis hepatis dekompensata
2. Varises esofagus grade 2
3. Sirosis hepatis child-Pugh C

10

Widiawati

Presentasi Kasus Sirosis Hepatis

G. PENGKAJIAN
1. Asites ec. sirosis hepatis dekompensata
Ditegakkan atas dasar perut yang membesar, perut terasa begah dan mual.
Pasien menjadi sesak dan nafasnya jadi pendek. Pasien mudah lelah dan lemas, nafsu
makannya turun. Kulit dan mata pasien menjadi kuning. Pasien pernah mengalami
sakit kuning sebelumnya, ada riwayat menderita hepatitis C kronis. Riwayat
mengkonsumsi minuman beralkohol selama 10 tahun.
Pemeriksaan mata dijumpai sklera ikterik, konjungtiva anemis (+/+), rambut di
dada (-), rambut ketiak (+), rambut pubis (+), ginekomastia (+/+). Pemeriksaan
abdomen perut membuncit, venektasi (+), caput medusae (-), lingkar perut 102 cm,
undulasi (+), perkusi redup dan shifting dullness (+). Palmar eritema (-) dan kulit
ikterik (+).
Pemeriksaan laboratorium ditemukan anemia, trombositopenia, pemanjangan
PT dan APTT, hipoalbumin, peningkatan SGOT, dan peningkatan gula darah puasa
serta 2 jam post-prandial.

Rencana Diagnostik:
DPL serial
Rencana pungsi asites

Rencana Tatalaksana:
Restriksi intake cairan 600-800 cc
Balans UMU cairan 300 cc
Spironolakton 1 x 100 mg
Furosemid 1 x 40 mg

2. Varises esofagus grade 2


Ditegakkan atas dasar adanya perut yang membesar, mual (+), muntah
berdarah (-), nyeri perut (-), dan BAB hitam (-).
Pemeriksaan fisik TD: 110/70 mmHg, Frekuensi nadi: 84 /menit, frekuensi
napas: 20/menit.
Pemeriksaan Esophago Gastro Duodenoscopy: mukosa pucat, varises besarbesar. Kesimpulan: varises esofagus grade 2.

Rencana diagnosis:
11

Widiawati

Presentasi Kasus Sirosis Hepatis

Endoskopi tiap 3 bulan

Rencana terapi:
IVFD RL
Propranolol 3 x 10 mg
Ligasi Varises esofagus

3. Sirosis hepatis
Ditegakkan atas dasar pasien mudah lelah dan lemas, nafsu makannya turun.
Perut yang membesar, perut terasa begah dan mual. Kulit dan mata pasien menjadi
kuning. Pasien pernah mengalami sakit kuning sebelumnya, ada riwayat menderita
hepatitis C kronis. Riwayat mengkonsumsi minuman beralkohol selama 10 tahun.
Pemeriksaan mata dijumpai sklera ikterik, konjungtiva anemis (+/+), rambut di
dada (-), rambut ketiak (+), rambut pubis (+), ginekomastia (+/+). Pemeriksaan
abdomen perut membuncit, venektasi (+), caput medusae (-), undulasi (+), perkusi
redup dan shifting dullness (+). Palmar eritema (-) dan kulit ikterik (+).
Pemeriksaan
laboratorium
ditemukan
anemia,
trombositopenia,
hiperbilirubinemia, pemanjangan PT dan APTT, hipoalbumin, peningkatan SGOT,
dan peningkatan gula darah puasa serta 2 jam post-prandial.
Child Pugh Score:
Faktor
Skor
Bilirubin serum
Albumin serum

Satuan

mg/dL

4,5

g/dL

Prothrombin time

Detik

Asites

Ensefalopati hepatik

2,1
2
Terkontrol
Tidak ada

Total score 10 Child-Pugh C

Rencana Diagnostik:
Albumin
Rencana Tatalaksana:
Diet hati 2100 kcal/ hari diberikan secara bertahap
Curcuma 3 X 1
Lactulac 2 X 1 C
Vit K 3 X 1

12

Widiawati

Presentasi Kasus Sirosis Hepatis

H. FOLLOW UP
Obs
S

28/3/2011
Lemas, perut begah, mual,
nafsu makan berkurang
KU/Kesadaran: TSS/CM

30/3/2011
Perut begah, lemas (-),
mual (-), makan minum
baik
KU/Kesadaran: TSS/CM

4/4/2011
Perut begah (-), lemas (-),
mual (-). Makan minum
baik
KU/Kesadaran: TSS/CM

TD: 110/70 mmHg

TD: 120/80 mmHg

TD: 110/70 mmHg

Frek. Nadi: 84 x/mnt

Frek. Nadi: 80 x/mnt

Frek. Nadi: 86 x/mnt

Frek Napas: 20 x/mnt

Frek Napas: 22 x/mnt

Frek Napas: 20 x/mnt

Suhu: 36.5 C

Suhu: 36.3 C

Suhu: 36.3 C

Berat badan: 85 kg

Berat badan: 84 kg

Berat badan: 82 kg

Lingkar Perut: 102 cm

Lingkar Perut: 96 cm

Lingkar Perut: 80 cm

Mata: CA (+/+), SI (+/+)

Mata: CA (-/-), SI (+/+)

Mata: CA (-/-), SI (+/+)

Mulut: perdarahan gusi (-)

Mulut: perdarahan gusi (-)

Mulut: perdarahan gusi (-)

Hidung: epistaksis (-)

Hidung: epistaksis (-)

Hidung: epistaksis (-)

Paru: ginekomastia (+/), Paru: ginekomastia (+/), Paru: ginekomastia (+/),


vesikuler (+/+), wh(-/-), vesikuler (+/+), wh(-/-), vesikuler (+/+), wh(-/-), Rh
Rh (-/-).

Rh (-/-).

(-/-).

Jantung: BJ I,II reguler, Jantung: BJ I,II reguler, Jantung: BJ I,II reguler,


murmur (-), gallop (-).
Abdomen:
venektasi

buncit
(+),

murmur (-), gallop (-).


(+), Abdomen:

shifting venektasi

buncit
(+),

murmur (-), gallop (-).


(+), Abdomen:

shifting venektasi

buncit
(+),

(+),

shifting

dullness (+)

dullness (+)

dullness (+)

Kulit: ikterik

Kulit: ikterik

Asites ec sirosis hepatis


dekompensata

Asites ec sirosis hepatis


dekompensata

Restriksi intake Natrium


Diet hati
Balans UMU cairan
Spironolakton 1 x 100 mg
Furosemid 1 x 40 mg
Propranolol 3 x 10 mg
Curcuma 3 X 1
Vit K 3 X 1

Restriksi intake Natrium


Diet hati
Balans UMU cairan
Spironolakton 1 x 100 mg
Furosemid 1 x 40 mg
Propranolol 3 x 10 mg
Curcuma 3 X 1
Vit K 3 X 1

Kulit: ikterik
EGD: VE grade 2
Asites ec sirosis hepatis
dekompensata
Varises esofagus grade 2
Restriksi intake Natrium
Diet hati
Balans UMU cairan
Spironolakton 1 x 100 mg
Furosemid 1 x 40 mg
Propranolol 3 x 10 mg
Curcuma 3 X 1
Vit K 3 X 1

13

Widiawati

Presentasi Kasus Sirosis Hepatis

I. PROGNOSIS
Qua ad Vitam

: dubia ad malam

Qua ad Fungsionam : dubia ad malam


Qua ad Sanus

: dubia ad malam

14

Widiawati

Presentasi Kasus Sirosis Hepatis

TINJAUAN PUSTAKA
SIROSIS HEPATIS
DEFINISI
Sirosis adalah penyakit kronis pada hati di mana terjadi destruksi dan regenerasi difus
sel-sel parenkim hati dan peningkatan pertumbuhan jaringan ikat difus yang menghasilkan
disorganisasi arsitektur lobular dan vaskular.

KLASIFIKASI
Sirosis diklasifikasikan dengan berbagai cara berdasarkan atas morfologi,
makroskopik, mikroskopik, etiologi, serta kondisi klinisnya. Beberapa klasifikasi dapat di
lihat pada tabel 1.
Tabel 1. Klasifikasi sirosis hepatis
Klasifikasi
Klasifikasi
morfologi
makroskopik
- Mikronoduler
- Makronoduler
- Campuran
Klasifikasi histologik
- Sirosis bilier
(periporta)
- Sirosis paska
nekrotik
- Sirosis kardiak
- Sirosis porta
Klasifikasi berdasarkan
kondisi klinik
- Terkompensasi
- Dekompensasi
- Aktif
- Tak aktif

Penyebab tersering
ALD, HHC
VH, ALH
Semua etiologi yang lain
PBC, EHBA, SBC, PSC
VH, AIH
VO, BC
ALD, MLD

ALD (alcoholic liver disease), HHC (hereditary hemochromatosis), VH (viral hepatitis), AIH (auto immune
hepatitis), PBC (primary sclerosing cholangitis), EHBA (extra hepatic biliary atresia), VO (vaso-occlusive),
BC (budd chiary), MLD (metabolic liver disease), CC (cryptogenic cirrhosis), DIH (drug-induced hepatitis).

15

Widiawati

Presentasi Kasus Sirosis Hepatis

ETIOLOGI
Penyebab terbanyak sirosis hati di Asia Tenggara adalah akibat komplikasi infeksi
(hepatitis) virus hepatitis B dan C, demikian juga di Indonesia.
Tabel 2. Penyakit yang dapat menjadi penyebab sirosis(1)
Penyakit infeksi

Kelainan bilier

Kelainan metabolik

Hepatitis kronik aktif

Atresia bilier

Defisiensi 1antitripsin

Hepatitis virus

Sindrom alagile

Cystic fibrosis

Ascending cholangitis

Kista koledokus

Fruktosemia

Sepsis neonatal

Fibrosis hepatis

Galaktosemia

kongenital

Hemokromasitosis
Glicogen storage
Hepatic porphyria
Histiosis X
Nieman Pick disease
Penyakit Wilson

Kelainan vaskuler

Bahan toksik

Kelainan Nutrisi

Sindrom Budd-Chiari

bahan organik

Total parental alimentation

Gagal jantung kongestif

obat-obatan

Malnutrisi

perikarditis kongestif
Veno-occlusive liver disease
Idiopatik

PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI


Faktor genetik dan lingkungan yang menyebabkan kerusakan sel hati dapat
menyebabkan sirosis melalui respon patobiologi yang saling berhubungan, yaitu reaksi sistem
imun, peningkatan sintesis matrik dan abnormalitas perkembangan sel hati yang tersisa.
Perlukaan terhadap sel hati dapat menyebabkan kematian sel, yang kemudian diikuti
terjadinya jaringan parut (fibrosis) atau pembentukan nodul regenerasi. Hal tersebut
selanjutnya akan menyebabkan gangguan fungsi hati, nekrosis sel hati dan hipertensi porta.(1)
16

Widiawati

Presentasi Kasus Sirosis Hepatis

Proses perlukaan sel hati dapat disebabkan karena suatu agen infeksi, bahan racun
(toksin) ataupun proses iskemia dan hipoksia.
Proses ini awalnya menyerang dinding sel yang menyebabkan keluarnya berbagai
enzim dan elektrolit dari dalam sel serta dapat menyebabkan kematian sel. Di bawah
pengaruh sel-sel radang serta berbagai macam sitokin, hepatosit sebenarnya mengeluarkan
suatu bahan Matrik Ekstra Seluler (ECM) yang ternyata sangat penting untuk proses
penyelamatan dan pemeliharaan fungsi sel hepar karena dapat memelihara keseimbangan
lingkungan sel. Makro molekul dari ECM terdiri dari kolagen, proteoglikan dan glikoprotein.
Pada sirosis ternyata terdapat perubahan kualitas dan kuantitas ECM sehingga
terdapat penyimpangan dan pengorganisasian pertumbuhan sel dan jaringan hati. Pada
berbagai penyakit hati terdapat peningkatan bahan metabolik prokolagen III peptide yang
dapat merangsang proses fibrosis. Pada kondisi yang stimultif karena infeksi virus, iskemia
ataupun karena keadaan lain yang dapat menyebabkan nekrosis hepatosit maka hepatosit
mengadakan proses proliferasi yang lebih cepat dari biasanya.

Gambar 1 Skema patofisiologi terjadinya gagal fungsi hepar

MANIFESTASI KLINIK

17

Widiawati

Presentasi Kasus Sirosis Hepatis

Gambaran klinis dari sirosis tergantung pada penyakit penyebab serta perkembangan
tingkat kegagalan hepatoselular dan fibrosisnya. Manifestasi klinis sirosis umumnya
merupakan kombinasi dari kegagalan fungsi hati dan hipertensi porta. Berdasarkan stadium
klinis sirosis dapat dibagi 2 bentuk.
a.

Stadium kompensata.
Pada keadaan ini belum ada gejala klinis yang nyata, diagnosisnya sering ditemukan

kebetulan.
b.

Stadium dekompensata.
Sirosis hati dengan gejala nyata. Gejala klinik sirosis dekompensata melibatkan berbagai

sistem.

Pada gastrointestinal terdapat gangguan saluran cerna seperti mual, muntah dan
anoreksia sering terjadi. Diare pada pasien sirosis dapat terjadi akibat malabsorbsi,
defisiensi asam empedu atau akibat malnutrisi yang terjadi. Nyeri abdomen dapat
terjadi karena gallstones, refluk gastroesofageal atau karena pembesaran hati.
Hematemesis serta hematokezia dapat terjadi karena pecahnya varises esophagus
ataupun rektal akibat hipertensi porta.

Pada sistem hematologi kelainan yang sering terjadi adalah anemia dan
gangguan pembekuan darah.

Pada organ paru bisa terjadi sesak nafas karena menurunnya daya perfusi
pulmonal, terjadinya kolateral portapulmonal, kapasitas vital paru yang menurun serta
terdapatnya asites dan hepatosplenomegali. Mekanisme yang menyebabkan
perubahan perfusi paru belum diketahui dengan pasti. Hipoksia ditemukan pada 2%30% anak dengan sirosis. Sianosis dan clubbing finger dapat terjadi karena
hipoksemia kronik akibat terjadinya kolateral paru-sistemik.

Pada kardiovaskular manifestasinya sering berupa peningkatan kardiac output


yang dapat berkembang menjadi sistemik resistensi serta penurunan hepatic blood
flow (hipertensi porta), selanjutnya dapat pula menjadi hipertensi sistemik.

Pada sistem endokrin kelainan terjadi karena kegagalan hati dalam mensintesis
atau metabolisme hormon. Keterlambatan pubertas dan pada adolesen dapat
ditemukan penurunan libido serta impontensia karena penurunan sintesis testeron di
hati. Juga dapat terjadi feminisasi berupa ginekomastia serta kurangnya pertumbuhan
rambut.(8,9)
18

Widiawati

Presentasi Kasus Sirosis Hepatis

Pada sistem neurologis ensefalopati terjadi karena kerusakan lanjut dari sel hati.
Gangguan neurologis dapat berupa asteriksis (flapping tremor), gangguan kesadaran
dan emosi.

Sistem imun pada sirosis dapat terjadi penurunan fungsi imunologis yang dapat
menyebabkan rentan terhadap berbagai infeksi, diantaranya yang paling sering terjadi
pneumonia dan peritonitis bakterialis spontan. Kelainan yang ditemukan sering
berupa penurunan aktifitas fagosit sistem retikuloendotelial, opsonisasi, kadar
komplemen C2, C3 dan C4 serta aktifitas proliferatif monosit.
Sepertiga dari kasus sirosis dekompensata menunjukan demam tetapi jarang yang lebih

dari 38C dan tidak dipengaruhi oleh pemberian antibiotik. Keadaan ini mungkin disebabkan
oleh sitokin seperti tumor-necrosis-factor (TNF) yang dibebaskan pada proses inflamasi.
Gangguan nutrisi yang terjadi dapat berupa malnutrisi, anoreksia, malabsorbsi, hipoalbuminemia serta defisensi vitamin yang larut dalam lemak. Sering pula terjadi hipokalemia
karena hilangnya kalium melalui muntah, diare atau karena pengaruh pemberian diuretik.
Pada pemeriksaan fisik hepar sering teraba lunak sampai keras kadang-kadang
mengkerut dan noduler. Limpa sering teraba membesar terutama pada hipertensi porta. Kulit
tampak kuning, sianosis dan pucat, serta sering juga didapatkan spider angiomata.
Retensi cairan dan natrium pada sirosis memberikan kecendrungan terdapatnya
peningkatan hilangnya kalium sehingga terjadi penurunan kadar kalium total dalam tubuh.
Terjadinya hiperaldosteron yang disertai kurangnya masukan makanan, serta terdapatnya
gangguan fungsi tubulus yang dapat memperberat terjadinya hipokalemia. Kondisi
hipokalemia ini dapat menyebabkan terjadinya ensefalopati karena dapat menyebabkan
peningkatan absorbsi amonia dan alkalosis.
DIAGNOSIS
Diagnosis sirosis hati ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis, laboratorium dan
pemeriksaan penunjang. Pada stadium kompensasi sempurna kadang-kadang sulit
menegakkan diagnosis sirosis hati. Pada stadium dekompensasi kadang tidak sulit
menegakkan diagnosis dengan adanya asites, edema pretibial, splenomegali, vena kolateral,
eritema palmaris. Pada pemeriksaan laboratorium darah tepi sering didapatkan anemia
normositik normokrom, leukopenia dan trombositopenia. Waktu protrombin sering
memanjang. Tes fungsi hati dapat normal terutama pada penderita yang masih tergolong
19

Widiawati

Presentasi Kasus Sirosis Hepatis

kompensata-inaktif. Pada stadium dekompensata ditemui kelainan fungsi hati. Kadar alkali
fosfatase sering meningkat terutama pada sirosis billier. Pemeriksaan elektroforesis protein
pada sirosis didapatkan kadar albumin rendah dengan peningkatan kadar globulin.
Ultrasonografi merupakan pemeriksaan noninvasif, aman dan mempunyai ketepatan
yang tinggi. Gambaran USG pada sirosis hepatis tergantung pada berat ringannya penyakit.
Keterbatasan USG adalah sangat tergantung pada subjektifitas pemeriksa dan pada sirosis
pada tahap awal sulit didiagnosis. Pemeriksaan serial USG dapat menilai perkembangan
penyakit dan mendeteksi dini karsinoma hepatoselular. Pemeriksaan scanning sering pula
dipakai untuk melihat situasi pembesaran hepar dan kondisi parenkimnya. Diagnosis pasti
sirosis ditegakkan dengan pemeriksaan histopatologik jaringan hati yang di dapat dari biopsi.
KOMPLIKASI
Komplikasi sirosis dapat terjadi secara fungsional, anatomi ataupun neoplastik.
Kelainan fungsi hepatoselular disebabkan gangguan kemampuan sintesis, detoksifikasi
ataupun kelainan sistemik yang sering melibatkan organ ginjal dan endokrin. Kelainan
anatomis terjadi karena pada sirosis terjadi perubahan bentuk parenkim hati, sehingga terjadi
penurunan perfusi dan menyebabkan terjadinya hipertensi portal, dengan perubahan alur
pembuluh darah balik yang menuju viseral berupa pirau baik intra maupun ekstra hepatal.
Sirosis yang dibiarkan dapat berlanjut dengan proses degeneratif yang neoplastik dan dapat
menjadi karsinoma hepatoselular. Komplikasi dari sirosis dapat berupa kelainan ginjal berupa
sindroma hepatorenal, nekrosis tubular akut. Juga dapat terjadi ensefalopati portosistemik,
perdarahan varises, peritonitis bakterialis spontan.

20

Widiawati

Presentasi Kasus Sirosis Hepatis

PENGOBATAN
Sirosis kompensata memerlukan kontrol yang teratur. Untuk sirosis dengan gejala,
pengobatan memerlukan pendekatan holistik yang memerlukan penanganan multi disipliner.
1.

Pembatasan aktifitas fisik tergantung pada penyakit dan toleransi fisik penderita. Pada
stadium kompensata dan penderita dengan keluhan/gejala ringan dianjurkan cukup
istirahat dan menghindari aktifitas fisik berat.

2.

Pengobatan berdasarkan etiologi.

3.

Dietetik

Protein diberikan 1,5-2,5 gram/hari. Jika terdapat ensepalopati protein harus


dikurangi (1 gram/kgBB/hari) serta diberikan diet yang mengandung asam amino
rantai cabang karena dapat meningkatkan penggunaan dan penyimpanan protein
tubuh. Dari penelitian diketahui bahwa pemberian asam amino rantai cabang akan
meningkatkan kadar albumin secara bermakna serta meningkatkan angka survival
rate.

Kalori dianjurkan untuk memberikan masukan kalori 150% dari kecukupan gizi
yang dianjurkan (RDA).

Lemak diberikan 30%-40% dari jumlah kalori. Dianjurkan pemberian dalam


bentuk rantai sedang karena absorbsinya tidak memerlukan asam empedu.

Vitamin, terutama vitamin yang larut dalam lemak diberikan 2 kali kebutuhan
RDA.

4.

Natrium dan cairan tidak perlu dikurangi kecuali ada asites.

Makanan sebaiknya diberikan dalam jumlah yang sedikit tapi sering.

Menghindari obat-obat yang mempengaruhi hati seperti sulfonamide, eritromisin,


asetaminofen, obat anti kejang trimetadion, difenilhidantoin dan lain-lain.

5.

Medikamentosa
Terapi medika mentosa pada sirosis tak hanya simptomatik atau memperbaiki fungsi hati
tetapi juga bertujuan untuk menghambat proses fibrosis, mencegah hipertensi porta dan
meningkatkan harapan hidup tetapi sampai saat ini belum ada obat yang yang dapat
memenuhi seluruh tujuan tersebut.

Asam ursodeoksilat merupakan asam empedu tersier yang mempunyai sifat


hidrofilik serta tidak hepatotoksik bila dibandingkan dengan asam empedu primer
21

Widiawati

Presentasi Kasus Sirosis Hepatis

dan sekunder. Bekerja sebagai kompentitif binding terhadap asam empedu toksik.
Sebagai hepatoproktektor dan bile flow inducer. Dosis 10-30 mg/kg/hari. Penelitian
Pupon mendapatkan dengan pemberian asam ursodeoksikolat 13-15 mg/kgBB /hari
pada sirosis bilier ternyata dapat memperbaiki gejala klinis, uji fungsi hati dan
prognosisnya.

Kolestiramin bekerja dengan mengikat asam empedu di usus halus sehingga


terbentuk ikatan komplek yang tak dapat diabsorbsi ke dalam darah sehingga
sirkulasinya dalam darah dapat dikurangi. Obat ini juga berperanan sebagai anti
pruritus. Dosis 1 gram/kgBB/hari di bagi dalam 6 dosis atau sesuai jadwal
pemberian susu.

Colchicines 1 mg/hari selama 5 hari setiap minggu memperlihatkan adanya


perbaikan harapan hidup dibandingkan kelompok placebo. Namun penelitian ini
tidak cukup kuat untuk mereko-mendasikan penggunaan colchicines jangka
panjang pada pasien sirosis karena tingginya angka drop out pada percobaan
tersebut.

Kortikosteroid merupakan anti imflamasi menghambat sintesis kolagen maupun


prokolagenase. Penggunaan prednisone sebagai terapi pada hepatitis virus B kronik
masih diperdebatkan. Penelitian propsektif pada anak Italia dengan hepatitis kronik
aktif yang disebabkan hepatitis B virus menunjukan tidak adanya keuntungan dari
pemberian prednisolon.

D-penicillamine. Pemberian penicillinamine selama 1-7 tahun (rata-rata 3,5 tahun)


pada pasien dengan Indian Chil hood cirrhosis ternyata memberikan perbaikan
klinik, biokimia dan histologi. Namun penelitian Boderheimer, mendapatkan
bahwa pemberian penicillinamine 250 mg dan 750 mg pada pasien sirosis bilier
primer ternyata tak memberikan keuntungan klinis. Juga peningkatan dosis hanya
memberatkan efek samping obat, sedangkan penyakitnya tetap progresif.

Cyclosporine; pemberian cyclosporine A pada pasien sirosis bilier primer sebanyak


3 mg/kgbb/hari akan menurunkan mortalitas serta memperpanjang lama
dibutuhkannya transplatasi hati sampai 50% disampingkan kelompok placebo.

Obat yang menurunkan tekanan vena portal, vasopressin, somatostatin, propanolol


dan nitrogliserin.

Anti virus pemberiannya bertujuan untuk menghentikan replikasi virus dalam sel
hati.
22

Widiawati

6.

Presentasi Kasus Sirosis Hepatis

Mencegah dan mengatasi komplikasi yang terjadi.

a.

Pengobatan Hipertensi Portal

b.

Asites
Asites dapat diatasi dengan retriksi cairan serta diet rendah natrium (0,5
mmol/kgbb/hari), 10%-20% asites memberikan respon baik dengan terapi diet. Bila
usaha ini tidak berhasil dapat diberikan diuretik yaitu antagonis aldosteron seperti
spironolakton dengan dosis awal 1 mg/kgbb yang dapat dinaikkan bertahap 1 mg/kgbb
/hari sampai dosis maksimal 6 mg/kgbb /hari. Pengobatan diuretik berhasil bila terjadi
keseimbangan cairan negatif 10 ml/kgbb/hari dan pengurangan berat badan 1%-2%/hari.
Bila hasil tidak optimal dapat ditambahkan furosemid dengan dosis awal 1-2
mg/kgbb/hari dapat dinaikan pula sampai 6 mg/kgbb/hari. Parasentesis dapat dipertimbangkan pada asites yang menye-babkan gangguan pernafasan dan juga terindikasi
untuk asites yang refrakter terhadap diuretika. Pada asites refrakter maupun yang rekuren
juga dapat dilakukan tindakan transjugular intra hepatik portosistemic shunt.(8,9,13)

7.

Transplatasi hati, merupakan terapi standar untuk anak dengan penyakit sirosis.(1,2,8,9)

23

Widiawati

Presentasi Kasus Sirosis Hepatis

PROGNOSIS
Prognosis pasien sirosis ditentukan oleh kelainan dasar yang menyebabkannya, perubahan
histopatologis yang ada serta komplikasi yang terjadi. Pasien sirosis memang merupakan
salah satu indikasi untuk dilakukan transplatasi hati karena memang secara anatomis tidak
dapat disembuhkan.(9)
Salah satu pegangan untuk memper-kirakan prognosis penderita dapat menggunakan
kriteria Child yang dihubung-kan dengan kemungkinan meng- hadapi operasi. Untuk Child
A, mortalitas antara 10%-15%, Child B kira-kira 30% dan Child C lebih dari 60%.(8,9,14)
Tabel 3. Klasifikasi sirosis hepatis menurut kriteria Child.(1)
Faktor
Bilirubin serum
Albumin serum

Satuan
mg/dL
g/dL

<2

2-3

>3

> 3,5

3 3,5

<3

Prothrombin
time

INR

< 1,7

1,7 2,3

> 2,3

Asites

Tidak ada

Terkontrol baik

Sulit dikontrol

Ensefalopati
hepatik

Tidak ada

Minimal

Lanjut

Skor Child-Pugh dihitung dengan menjumlahkan nilai dari kelima faktor. Rentang 5-15. Kelas A dengan skor
(5-6), B (7-9), C (lebih dari 10). Kondisi dekompensasi ditandai dengan skor Child-Pugh 7 atau lebih (kelas B).

Prognosis jelek juga dihubungkan dengan hipoprotrombinemia persisten, asites


terutama bila membutuhkan dosis diuretik tinggi untuk mengontrolnya, gizi buruk, ikterus
menetap, adanya komplikasi neurologis, perdarahan dari varises esophagus dan albumin yang
rendah.

24

Widiawati

Presentasi Kasus Sirosis Hepatis

HIPERTENSI PORTAL PADA SIROSIS HEPATIS

DEFINISI
Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan vena porta lebih dari 10 mmHg.

PATOGENESIS
Kelainan anatomis terjadi karena pada sirosis terjadi perubahan bentuk parenkim hati,
sehingga terjadi penurunan perfusi dan menyebabkan terjadinya hipertensi portal. Hipertensi
portal

merupakan gabungan hasil peningkatan resistensi vaskular intra hepatik dan

peningkatan aliran darah melalui sistem portal. Resistensi intra hepatik meningkat melalui 2
cara yaitu secara mekanik dan dinamik.(1,2,8,9)
Secara mekanik resistensi berasal dari fibrosis yang terjadi pada sirosis, sedangkan
secara dinamik berasal dari vasokontriksi vena portal sebagai efek sekunder dari kontraksi
aktif vena portal dan septa myofibroblas, untuk mengaktifkan sel stelata dan sel-sel otot
polos. Tonus vaskular intra hepatik di atur oleh vasokonstriktor (norepineprin, angiotensin II,
leukotrin dan trombioksan A) dan di perkuat oleh vasodilator (seperti nitrat oksida). Pada
sirosis peningkatan resistensi vaskular intra hepatik disebabkan juga oleh ke tidak
seimbangan antara vasokontriktor dan vasodilator yang merupakan akibat dari keadaan
sirkulasi yang hiperdinamik dengan vasodilatasi arteri splanknik dan arteri sistemik.(3,8,9)
Hipertensi portal ditandai dengan peningkatan cardiac output dan penurunan
resistensi vaskular sistemik. Vasodilatasi arteri splanknik mendahului peningkatan aliran
darah portal, yang selanjutnya menjadikan hipertensi portal yang lebih berat. Vasodilatasi
arteri splanknik berasal dari pelepasan vasodilator endogen seperti nitric oksida, glukagon
dan peptide vasointestianal aktif.
Peningkatan gradien tekanan portocava mendahului terjadinya kolateral vena portal
sistemik sebagai usaha untuk dekompresi sistem vena portal. Varises esofagus adalah
kolateral yang paling penting karena tingginya kecenderungan untuk terjadinya perdarahan.
Varises esofagus terjadi ketika gradien tekanan vena portal meningkat di atas 10 mmHg.
Semua faktor meningkatkan hipertensi portal bisa meningkatkan resiko perdarahan termasuk
25

Widiawati

Presentasi Kasus Sirosis Hepatis

perburukan penyakit hati, intake makanan, kegiatan fisik dan peningkatan tekanan intra
abdominal. Faktor-faktor yang merobah dinding varises seperti NSAID dapat juga
meningkatkan resiko perdarahan. Infeksi bakteri bisa menyebabkan perdarahan awal dan
perdarahan berulang.(8-10)

Gambar 2 Skema patofisiologi hipertensi porta

GEJALA KLINIS
Secara umum gejala klinis hipertensi portal dapat di lihat pada tabel 4.
Tabel.4 Gambaran klinis hipertensi porta(5)
Splenomegali

hati menciut /
hepatomegali

Hematemesis
Melena

hipersplenisme
asites

Varises esofagus

malabsorbsi lemak

Pirau portosistemik

protein loosing

kutanius kutanius

enteropathy

Hemoroid interna

gagal tumbuh

Ensepalopati hepatis

26

Widiawati

Presentasi Kasus Sirosis Hepatis

DIAGNOSIS
Hipertensi portal harus dipikirkan bila pada anak terjadi perdarahan saluran cerna,
terutama jika didukung data splenomegali. Pemeriksaan fisik harus diarahkan untuk melihat
tanda-tanda penyakit kronis yaitu gagal tumbuh, kelemahan otot, teleangiektasi dan caput
meduse, ikterik, asites atau ensepalopati. Laboratorium termasuk darah lengkap, trombosit,
faal hepar, PT-APTT, albumin dan amonia. Pada kasus dewasa radiologi secara akurat bisa
menunjang diagnosis hipertensi portal, namun pada anak sedikit penelitian tentang
pemeriksaan radiologi. Ultra sografi bisa menentukan bila terdapat hipertensi porta. CT scan
memberi informasi yang sama dengan USG. Endoskopi adalah pemeriksaan yang paling
dapat di percaya untuk mendeteksi varises esofagus.(1-6,10)

PENATALAKSANAAN
Penatalaksaan hipertensi portal di bagi menjadi pengobatan emergensi perdarahan dan
profilaksis terjadinya perdarahan awal dan profilaksis perdarahan lanjutan. Pada perdarahan
akut diperlukan pengawasan yang ketat. Aspirasi cairan lambung berguna untuk mendeteksi
perdarahan lambung. Pertama yang difokuskan adalah resusitasi cairan awal berupa infus
kristaloid diikuti dengan transfusi sel darah merah. Dapat diberikan plasma segar atau plasma
beku segar. Pada penderita yang diduga sirosis adanya ensepalopati perlu diwaspadai.
Pemberian ranitidin intravena bisa mencegah erosi lambung, sedangkan vitamin K diperlukan
pada penderita dengan masa protrombin memanjang.(3,4,10)
Saat ini obat yang lebih banyak dipakai adalah analog somatostatin octreotide karena
memiliki waktu paruh yang lebih panjang. Dengan ditemukannya analog somatostatin yang
umumnya berhasil menghentikan perdarahan akut maka jarang diperlukan endoskopi
emergensi. Pemberiannya adalah memberikan bolus 25 ug dilanjutkan selama 48 jam dengan
dosis 15-20 ug/jam. Somatostatin dan analognya (octriotide) sama efektifnya dengan
vasopressin tetapi dengan efek samping yang lebih sedikit.(3,4,10)
Skleroterapi bertujuan untuk obliterasi varises. Dapat dilakukan pada 6 jam pertama.
Tapi umumnya dilakukan setelah pemberian octreotide dalam rangka memperoleh lapangan
pandang yang bebas dari perdarahan. Ligasi sama efektifnya dengan skleroterapi dalam
mengatasi perdarahan yang merembes tetapi lebih baik dalam mengatasi perdarahan yang
memancur.(3)
27

Widiawati

Presentasi Kasus Sirosis Hepatis

Pemberian propanolol bertujuan supaya preventif perdarahan primer maupun


sekunder. Dosis pada anak 0,2-0,5mg/dosis. Efek samping obat ini adalah asthenia, dispneu,
bardikardi dan dapat mengurangi aliran darah ke hati sehingga akan memperburuk fungsi
hati.
Laktulosa akan menghambat reabsorbsi amonia diberikan dengan dosis 0,5-4 mg/hari
atau dalam bentuk enema. Neomisin akan mengurangi mikroba usus dan menekan produksi
ammonia.(3,4)
Untuk mencegah perdarahan berulang yang umum dilakukan adalah endoskopi terapi
baik skleroterapi maupun ligasi. Tatalaksana rumatan untuk mencegah perdarahan prinsipnya
sama dengan pendekatan farmakologis tetapi tanpa penggunaan somatostatin. Obat yang di
pakai adalah Beta blocker. Dapat juga di pakai kombinasi vasokonstriktor dan vasodilator.
(3,4,10)

PROGNOSIS
Perdarahan inisial disertai dengan risiko mortalitas yang tinggi. Pada penderita Child
C resiko mortalitas perdarahan sebesar 50% dalam 2 minggu pertama paska perdarahan.
Resiko mortalitas akan mening-kat bila terjadi kegagalan fungsional berbagai organ seperti
gagal ginjal, sepsis dan koma hepatikum.
Risiko perdarahan berulang paska perdarahan inisial juga sangat tinggi (30%70%) dan terkait dengan beratnya sirosis. Risiko ini sangat tinggi pada beberapa minggu
pertama dan 40% akan mengalami perdarahan berulang pada 72 jam pertama. Selanjutnya
risiko perdarahan tersebut akan berkurang secara drastis (20%-30%).(3)

28

Widiawati

Presentasi Kasus Sirosis Hepatis

Daftar Pustaka
1. Con HO dan Atterburry. Cirrhosis. Dalam: Schif L and Schif ER, penyunting.
Diseases of the liver, edisi ke-7. Philadelphia: J.B. Lippincot Company, 1993; 875934.
2. Behrman RE dan Vaughn VC. The liver and billiary system. Dalam: Nelson WE,
penyunting. Text book of pediatrics, edisi ke-17. Philadelphia: Saunders, 2004; 130449.
3. Purnawati. Tatalaksana perdarahan saluran cerna pada hipertensi portal. Dalam:
Firmansyah A, Bisanto J, Nasar SS, et al, penyunting. Dari kehidupan intra uterin
sampai transplatasi organ, naskah lengkap PKB IKA XLII. Jakarta: FKUI, 1999; 7392.
4. Path D dan Dagher L. Acute variceal bleeding: general management. WJG 2001; 7:
466-75.
5. Brady L. Portal hypertension and ascites. Dalam: Guandalini, penyunting. Essential
pediatrics gastroenterology, hepatology, and nutrition. New York: McGraw-Hill,
1999; 123-318.
6. Shahara AI dan Rockey DC. Gastroesophagealvariceal hemorrhage. Review article.
NEJM 2001; 345, 9; 669-70.
7. Gultom IN. Hubungan beberapa parameter anemia dengan derajat keparahan sirosis
hati. Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK-USU, USU digital library, 2003; 1-33.
8. Thaler M. Cirrhosis. Dalam: Walker WA, Durie PR, Hamilton JR, et al. Pediatrics
gastrointestinal disease, volume II. Philadelphia: BC Decker Inc, 1991; 1096-1108.
9. Sherlock S, Dooley J, penyunting. Hepatic Cirrhosis. Dalam: Diseases of the liver and
billiary system, edisi ke-10. Blackwell Science Publication, 1997; 371-84.
10. Dib N, Oberti F, Cales P. Current management of complications of portal ypertension:
variceal bleeding and ascites. CMA Media Inc. 2006; 1433-43.
11. Nasar SS, Soepardi S, Aryono H. Dukungan nutrisi pada penyakit hati kronis. Dalam :
Firmansyah A, Bisanto J, Nasar SS, et al, penyunting. Dari kehidupan intra uterin
sampai transplatasi organ. Naskah lengkap PKB IKA XLII. Jakarta, FKUI, 1999; 939.
12. Hidayat B. Metabolisme nutrient pada kelainan hati. Dalam: Firmansyah A, Bisanto J,
Nasar SS, et al, penyunting. Dari kehidupan intra uterin sampai transplatasi organ.
Naskah lengkap PKB IKA XLII. Jakarta, FKUI, 1999; 47-52.
13. Dudley FJ. Pathophysiology of sodium retension in cirrhosis. In: Bosch J, Grozzman
RJ, penyunting. Portal hypertension: patophysiology and treatment. Oxford:
Blackwell pub, 1994; 52-66.
14. Brady L. Portal hypertension and ascites. Dalam: Guandalini S. Essential pediatrics
gastroenterology, hepatology, and nutrition. New York: McGraw-Hill, 2003; 123-31.
15. Agata ID dan Balistreri WF. Evaluation of liver disease in the pediatrics patient.
Pediatr in rev. 1999; 20: 376-90.
16. Hadi S. Diagnosa klinik dan penunjang diagnostik tidak invansif pada penderita
dengan hipertensi portal. Dalam: Hepatologi. Bandung: Penerbit Bandar Maju, 2000;
331-37.
17. Jia AZ and Bing H. Ultrasonography in predicting and screening liver sirrhosis in
children: A preliminary study. WJG 2003; 9(10): 2348-49.
18. Hegar B. Pendekatan diagnosis perdarahan saluran cerna atas. Dalam: Firmansyah A,
Bisanto J, Nasar SS, et al, penyunting. Dari kehidupan intra uterin sampai transplatasi
organ. Naskah lengkap PKB IKA XLII. Jakarta: FKUI. 1999; 63-72.
29

Anda mungkin juga menyukai