PRESENTAN
Widiawati
0810221126
OPPONENT
Gloria Elisabeth
07120060019
PEMBIMBING
dr. Dwi Juwono, Sp.PD
Widiawati
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas rahmat dan karunia-NYA penulis dapat menyelesaikan pembuatan Presentasi
Kasus yang berjudul Sirosis Hepatis sebagai salah satu syarat dalam melaksanakan
kepaniteraan klinik Pendidikan Profesi Dokter di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSPAD Gatot
Soebroto.
Dalam menyelesaikan tugas ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dwi
Juwono, Sp.PD, selaku pembimbing dan berbagai pihak yang telah membantu pembuatan
presentasi kasus ini. Tidak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang
tua yang telah membantu baik moril maupun materil sehingga terselesaikannya presentasi
kasus ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan presentasi kasus ini banyak terdapat
kekurangan dan juga masih jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis mengharapkan kritik
dan saran dari pembaca. Semoga presentasi kasus ini dapat bermanfaat bagi penulis dan
pembaca pada umumnya.
Widiawati
PENDAHULUAN
Sirosis adalah penyakit hati yang dicirikan dengan distorsi arsitektur hati yang normal
oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul regenerasi sel hati, yang tidak berkaitan
dengan vaskulatur normal. Nodul-nodul regenerasi ini dapat berukuran kecil(mikronodular)
atau besar (makronodular). Sirosis dapat mengganggu sirkulasi darah intrahepatik, dan pada
kasus yang sangat lanjut, menyebabkan kegagalan fungsi hati secara bertahap.1
Insidensi penyakit ini sangat meningkat sejak Perang Dunia II, sehingga sirosis
menjadi salah satu penyebab kematian yang paling menonjol. Peningkatan ini sebagian
disebabkan olehinsidensi hepatitisvirus yang meningkat. Alkoholisme merupakan satu-stunya
penyebab terpenting sirosis. Sirosis akibat alcohol merupakan penyebab kematian nomor
Sembilan pada tahun 1998 di Amerika Serikat dengan jumlah hingga 28.000 kematian
(NIAAA, 1998). 1
Hepatitis dari tipe B dan C jadi pemicu timbulnya kanker hati (hepatoma). Virus
hepatitis ini berpeluang menimbulkan sirosis. Tercatat 90% pengidap sirosis berpeluang besar
mengidap kanker hati. Kekhawatiran akan penyakit ini cuku beralasan. Pasalnya, tidak
diketahui adanya gejala awal dari pasien yang didiagnosis terkena kanker hati hingga
akhirnya sudah mencapai stadium lanjut. 2
Pada tahun 2005, kanker telah membunuh lebih dari 206 ribu jiwa orang Indonesia,
dimana 12,5 % diantaranya pengidap kanker hati. 2
Widiawati
ILUSTRASI KASUS
A. IDENTITAS
Nama
: Tn. M
Tanggal lahir
: 10 November 1950
Umur
: 60 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Pensiunan TNI
Alamat
Masuk RS
: 26 Maret 2011
B. ANAMNESIS
(Autoanamnesis dan Alloanamnesis dengan anak pasien tanggal 29 Maret 2011)
Keluhan Utama
Perut membesar sejak 3 hari SMRS
Keluhan tambahan
Sesak napas, lemas, perut begah, mata dan kulit kuning.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan perut membesar sejak 3 hari SMRS. Perut dirasakan
semakin membesar. Dengan semakin besarnya perut, pasien merasa semakin begah dan sesak
napas. Sesak terutama dirasakan semakin memberat bila pasien makan, sehingga pasien
hanya bisa makan dengan porsi sedikit. Sesak tidak dipengaruhi oleh aktivitas, dan tidak
berkurang dengan beristirahat maupun perubahan posisi. Sesak tidak disertai nyeri dada
maupun jantung berdebar-debar. Pasien merasa lemas, lesu, mual, perut terasa begah, mata
dan kulitnya berwarna kuning. Keluhan perut membesar ini sudah pernah dialami pasien,
pertama kali perutnya membesar sejak tahun 2006. Pasien dirawat, lalu sembuh namun
membesar kembali. Terakhir kali perutnya membesar adalah satu bulan sebelum masuk RS.
Keluhan tidak disertai demam, nyeri perut, maupun muntah. Riwayat muntah darah
disangkal pasien. Gangguan buang air kecil dan buang air besar disangkal pasien. Pasien
mengaku buang air kecilnya nya normal, tidak berwarna seperti teh, dan tidak berbusa. Buang
4
Widiawati
air besar pun dikatakan biasa, tidak keras ataupun mencret, tidak berwarna seperti dempul
dan tidak hitam. Nafsu makan berkurang karena merasa sesak bila makan, maka pasien hanya
bisa makan sedikit, sehingga pasien merasa berat badannya menurun. Pasien tidak mengeluh
adanya gangguan tidur, dan tidak ada disorientasi waktu dan tempat.
Sejak tahun 2006, dengan keluhan yang sama pasien dirawat dengan diagnosis sirosis
hepatis. Awalnya pasien merasa perutnya perlahan-lahan semakin membesar, dan matanya
dikatakan oleh istrinya tampak kuning. Lalu pasien rutin kontrol ke poli penyakit dalam
RSPAD. Pada tahun 2007, pasien dirawat karena diare dan demam. Saat itu mata dan kulit
pasien menjadi sangat kuning. Kemudian, pasien diperiksa anti HCV dan hasilnya positif.
Saat itu dikatakan pasien menderita hepatitis C kronis. Pasien mengatakan sebelumnya
pernah menderita hepatitis B. Pada pasien dilakukan endoskopi dan ligasi varises esofagus
sebanyak 3 kali. Sejak 1 bulan sebelum masuk RS, pasien kembali merasa perutnya
membesar, dan matanya kuning. Lalu pasien berobat kembali ke poli penyakit dalam RSPAD,
dan diputuskan untuk dirawat. Saat dalam perawatan, tidak pernah dilakukan penyedotan
cairan dalam perut pasien, dan pembesaran perut pasien berkurang.
Pasien memiliki kebiasaan meminum minuman yang mengandung alkohol. Kebiasaan
ini berhenti sejak 10 tahun yang lalu. Pasien menyangkal sering meminum obat-obatan
maupun penggunaan obat terlarang melalui suntikan. Pasien tidak pernah mendonorkan darah
maupun melakukan transfusi. Pasien tidak pernah melakukan hemodialisa. Pasien tidak
pernah membuat tato, dan tidak melakukan seks bebas.
Riwayat Penyakit Dahulu
Hipertensi
Sakit paru
: disangkal
Sakit jantung
: disangkal
Sakit kuning
Asma
: disangkal
Alergi
: disangkal
: disangkal
Widiawati
Sakit kuning
: disangkal
Hipertensi
: ibu pasien
Sakit jantung
: disangkal
Asma
: disangkal
Alergi
: disangkal
KU / Kesadaran
Tek. Darah
: 110/70 mmHg
Frek. Nadi
Frek Napas
Suhu
: 36.5 C (Aksilla)
Berat badan
: 85 kg
Tinggi Badan
: 169 cm
IMT
: 29,7 kg/m2
Status Gizi
: obesitas
Status Generalis
Kepala
bulat, isokor
Telinga
deviasi (-)
Mulut
: Bibir sianosis (-), bibir kering (-), perdarahan gusi (-), mukosa basah
Tenggorokan
Widiawati
Paru
:
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen :
Inspeksi
medusae (-).
Palpasi :
(-), Hepar dan Lien tidak teraba, ballotement (-), undulasi (+).
Perkusi
Auskultasi
: Akral hangat,
eritema (-/-)
Kulit
Widiawati
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Pemeriksaan
Hemoglobin
Hematokrit
Eritrosit
Leukosit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
Basofil
Eosinofil
Batang
Segmen
Limfosit
Monosit
PT
26-3-11
27-3-11
28-3-11
29-3-11
8,9
Hematologi
8,6
27
26
30-3-11
3-4-11
4-4-11
Rujukan
13-18 g/dL
40-52 %
2,5
2,4
4.36.0 jt/uL
8.700
6.400
4800-10800/uL
48.00
0
109
54.000
150000-400000/uL
110
80-96 fL
36
36
27-32 pg
33
33
32-36g/dL
0-1 %
1-3 %
2-6 %
79
50-70 %
15
20-40 %
2-8 %
28K14
53K34
APTT
9,8-12,6 detik
31,0-47,0 detik
Kimia
6,1
Protein total
Albumin
Globulin
Kolesterol
Trigliserida
Bilirubin Total
Bilirubin Direk
Bil. Indirek
SGPT (ALT)
SGOT (AST)
Ureum
Kreatinin
Asam Urat
Natrium
Kalium
Klorida
GDS
GDP
GD2PP
6 8,5 g/dL
2,0
2,1
2,1
4,1
94
67
<160 mg/dL
4,5
2,2
2,3
32
< 35 U/L
61
< 40 U/L
50
98
20-50 mg/dL
1,3
1,6
0.5-1.5 mg/dL
7,9
3.6-7.4 mg/dL
4,5
2,5
2,0
132
135
136
133
3,9
3,7
4,7
92
101
97
140
138
135-145 mEq/L
4,5
3,8
3.5-5.3 mEq/L
97
103
97-107 mEq/L
<140 mg/dL
127
70-100 mg/dL
143
<140 mg/dL
Widiawati
Widiawati
E. RESUME
Pasien laki-laki, 60 tahun, dengan keluhan perut membesar sejak 3 hari SMRS,
disertai sesak napas, lemas, perut begah, mata dan kulit kuning. Keluhan perut membesar ini
sudah pernah dialami pasien, pertama kali perutnya membesar sejak tahun 2006. Keluhan
tidak disertai demam, nyeri perut, maupun muntah. Riwayat muntah darah disangkal pasien.
Gangguan buang air kecil dan buang air besar disangkal pasien. Pasien mengaku buang air
kecilnya nya normal, tidak berwarna seperti teh, dan tidak berbusa. Buang air besar pun
dikatakan biasa, tidak keras ataupun mencret, tidak berwarna seperti dempul dan tidak hitam.
Nafsu makan berkurang karena merasa sesak bila makan maka pasien hanya bisa makan
sedikit, sehingga pasien merasa berat badannya menurun. Pada tahun 2007, pemeriksaan
HCV pasien positif.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan sklera ikterik, ginekomastia (+/+), abdomen
tampak membuncit, dengan venektasi (+), spider nevi (+), undulasi (+), shifting dullness (+),
tidak ada nyeri tekan epigastrium, Hepar / Lien tidak teraba, lingkar perut 102 cm.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan :
(26-03-2011)
anemia
(8,9),
trombositopenia
(48.000),hiperbilirubinemia
F. DAFTAR MASALAH
1. Asites ec. Sirosis hepatis dekompensata
2. Varises esofagus grade 2
3. Sirosis hepatis child-Pugh C
10
Widiawati
G. PENGKAJIAN
1. Asites ec. sirosis hepatis dekompensata
Ditegakkan atas dasar perut yang membesar, perut terasa begah dan mual.
Pasien menjadi sesak dan nafasnya jadi pendek. Pasien mudah lelah dan lemas, nafsu
makannya turun. Kulit dan mata pasien menjadi kuning. Pasien pernah mengalami
sakit kuning sebelumnya, ada riwayat menderita hepatitis C kronis. Riwayat
mengkonsumsi minuman beralkohol selama 10 tahun.
Pemeriksaan mata dijumpai sklera ikterik, konjungtiva anemis (+/+), rambut di
dada (-), rambut ketiak (+), rambut pubis (+), ginekomastia (+/+). Pemeriksaan
abdomen perut membuncit, venektasi (+), caput medusae (-), lingkar perut 102 cm,
undulasi (+), perkusi redup dan shifting dullness (+). Palmar eritema (-) dan kulit
ikterik (+).
Pemeriksaan laboratorium ditemukan anemia, trombositopenia, pemanjangan
PT dan APTT, hipoalbumin, peningkatan SGOT, dan peningkatan gula darah puasa
serta 2 jam post-prandial.
Rencana Diagnostik:
DPL serial
Rencana pungsi asites
Rencana Tatalaksana:
Restriksi intake cairan 600-800 cc
Balans UMU cairan 300 cc
Spironolakton 1 x 100 mg
Furosemid 1 x 40 mg
Rencana diagnosis:
11
Widiawati
Rencana terapi:
IVFD RL
Propranolol 3 x 10 mg
Ligasi Varises esofagus
3. Sirosis hepatis
Ditegakkan atas dasar pasien mudah lelah dan lemas, nafsu makannya turun.
Perut yang membesar, perut terasa begah dan mual. Kulit dan mata pasien menjadi
kuning. Pasien pernah mengalami sakit kuning sebelumnya, ada riwayat menderita
hepatitis C kronis. Riwayat mengkonsumsi minuman beralkohol selama 10 tahun.
Pemeriksaan mata dijumpai sklera ikterik, konjungtiva anemis (+/+), rambut di
dada (-), rambut ketiak (+), rambut pubis (+), ginekomastia (+/+). Pemeriksaan
abdomen perut membuncit, venektasi (+), caput medusae (-), undulasi (+), perkusi
redup dan shifting dullness (+). Palmar eritema (-) dan kulit ikterik (+).
Pemeriksaan
laboratorium
ditemukan
anemia,
trombositopenia,
hiperbilirubinemia, pemanjangan PT dan APTT, hipoalbumin, peningkatan SGOT,
dan peningkatan gula darah puasa serta 2 jam post-prandial.
Child Pugh Score:
Faktor
Skor
Bilirubin serum
Albumin serum
Satuan
mg/dL
4,5
g/dL
Prothrombin time
Detik
Asites
Ensefalopati hepatik
2,1
2
Terkontrol
Tidak ada
Rencana Diagnostik:
Albumin
Rencana Tatalaksana:
Diet hati 2100 kcal/ hari diberikan secara bertahap
Curcuma 3 X 1
Lactulac 2 X 1 C
Vit K 3 X 1
12
Widiawati
H. FOLLOW UP
Obs
S
28/3/2011
Lemas, perut begah, mual,
nafsu makan berkurang
KU/Kesadaran: TSS/CM
30/3/2011
Perut begah, lemas (-),
mual (-), makan minum
baik
KU/Kesadaran: TSS/CM
4/4/2011
Perut begah (-), lemas (-),
mual (-). Makan minum
baik
KU/Kesadaran: TSS/CM
Suhu: 36.5 C
Suhu: 36.3 C
Suhu: 36.3 C
Berat badan: 85 kg
Berat badan: 84 kg
Berat badan: 82 kg
Lingkar Perut: 96 cm
Lingkar Perut: 80 cm
Rh (-/-).
(-/-).
buncit
(+),
shifting venektasi
buncit
(+),
shifting venektasi
buncit
(+),
(+),
shifting
dullness (+)
dullness (+)
dullness (+)
Kulit: ikterik
Kulit: ikterik
Kulit: ikterik
EGD: VE grade 2
Asites ec sirosis hepatis
dekompensata
Varises esofagus grade 2
Restriksi intake Natrium
Diet hati
Balans UMU cairan
Spironolakton 1 x 100 mg
Furosemid 1 x 40 mg
Propranolol 3 x 10 mg
Curcuma 3 X 1
Vit K 3 X 1
13
Widiawati
I. PROGNOSIS
Qua ad Vitam
: dubia ad malam
: dubia ad malam
14
Widiawati
TINJAUAN PUSTAKA
SIROSIS HEPATIS
DEFINISI
Sirosis adalah penyakit kronis pada hati di mana terjadi destruksi dan regenerasi difus
sel-sel parenkim hati dan peningkatan pertumbuhan jaringan ikat difus yang menghasilkan
disorganisasi arsitektur lobular dan vaskular.
KLASIFIKASI
Sirosis diklasifikasikan dengan berbagai cara berdasarkan atas morfologi,
makroskopik, mikroskopik, etiologi, serta kondisi klinisnya. Beberapa klasifikasi dapat di
lihat pada tabel 1.
Tabel 1. Klasifikasi sirosis hepatis
Klasifikasi
Klasifikasi
morfologi
makroskopik
- Mikronoduler
- Makronoduler
- Campuran
Klasifikasi histologik
- Sirosis bilier
(periporta)
- Sirosis paska
nekrotik
- Sirosis kardiak
- Sirosis porta
Klasifikasi berdasarkan
kondisi klinik
- Terkompensasi
- Dekompensasi
- Aktif
- Tak aktif
Penyebab tersering
ALD, HHC
VH, ALH
Semua etiologi yang lain
PBC, EHBA, SBC, PSC
VH, AIH
VO, BC
ALD, MLD
ALD (alcoholic liver disease), HHC (hereditary hemochromatosis), VH (viral hepatitis), AIH (auto immune
hepatitis), PBC (primary sclerosing cholangitis), EHBA (extra hepatic biliary atresia), VO (vaso-occlusive),
BC (budd chiary), MLD (metabolic liver disease), CC (cryptogenic cirrhosis), DIH (drug-induced hepatitis).
15
Widiawati
ETIOLOGI
Penyebab terbanyak sirosis hati di Asia Tenggara adalah akibat komplikasi infeksi
(hepatitis) virus hepatitis B dan C, demikian juga di Indonesia.
Tabel 2. Penyakit yang dapat menjadi penyebab sirosis(1)
Penyakit infeksi
Kelainan bilier
Kelainan metabolik
Atresia bilier
Defisiensi 1antitripsin
Hepatitis virus
Sindrom alagile
Cystic fibrosis
Ascending cholangitis
Kista koledokus
Fruktosemia
Sepsis neonatal
Fibrosis hepatis
Galaktosemia
kongenital
Hemokromasitosis
Glicogen storage
Hepatic porphyria
Histiosis X
Nieman Pick disease
Penyakit Wilson
Kelainan vaskuler
Bahan toksik
Kelainan Nutrisi
Sindrom Budd-Chiari
bahan organik
obat-obatan
Malnutrisi
perikarditis kongestif
Veno-occlusive liver disease
Idiopatik
Widiawati
Proses perlukaan sel hati dapat disebabkan karena suatu agen infeksi, bahan racun
(toksin) ataupun proses iskemia dan hipoksia.
Proses ini awalnya menyerang dinding sel yang menyebabkan keluarnya berbagai
enzim dan elektrolit dari dalam sel serta dapat menyebabkan kematian sel. Di bawah
pengaruh sel-sel radang serta berbagai macam sitokin, hepatosit sebenarnya mengeluarkan
suatu bahan Matrik Ekstra Seluler (ECM) yang ternyata sangat penting untuk proses
penyelamatan dan pemeliharaan fungsi sel hepar karena dapat memelihara keseimbangan
lingkungan sel. Makro molekul dari ECM terdiri dari kolagen, proteoglikan dan glikoprotein.
Pada sirosis ternyata terdapat perubahan kualitas dan kuantitas ECM sehingga
terdapat penyimpangan dan pengorganisasian pertumbuhan sel dan jaringan hati. Pada
berbagai penyakit hati terdapat peningkatan bahan metabolik prokolagen III peptide yang
dapat merangsang proses fibrosis. Pada kondisi yang stimultif karena infeksi virus, iskemia
ataupun karena keadaan lain yang dapat menyebabkan nekrosis hepatosit maka hepatosit
mengadakan proses proliferasi yang lebih cepat dari biasanya.
MANIFESTASI KLINIK
17
Widiawati
Gambaran klinis dari sirosis tergantung pada penyakit penyebab serta perkembangan
tingkat kegagalan hepatoselular dan fibrosisnya. Manifestasi klinis sirosis umumnya
merupakan kombinasi dari kegagalan fungsi hati dan hipertensi porta. Berdasarkan stadium
klinis sirosis dapat dibagi 2 bentuk.
a.
Stadium kompensata.
Pada keadaan ini belum ada gejala klinis yang nyata, diagnosisnya sering ditemukan
kebetulan.
b.
Stadium dekompensata.
Sirosis hati dengan gejala nyata. Gejala klinik sirosis dekompensata melibatkan berbagai
sistem.
Pada gastrointestinal terdapat gangguan saluran cerna seperti mual, muntah dan
anoreksia sering terjadi. Diare pada pasien sirosis dapat terjadi akibat malabsorbsi,
defisiensi asam empedu atau akibat malnutrisi yang terjadi. Nyeri abdomen dapat
terjadi karena gallstones, refluk gastroesofageal atau karena pembesaran hati.
Hematemesis serta hematokezia dapat terjadi karena pecahnya varises esophagus
ataupun rektal akibat hipertensi porta.
Pada sistem hematologi kelainan yang sering terjadi adalah anemia dan
gangguan pembekuan darah.
Pada organ paru bisa terjadi sesak nafas karena menurunnya daya perfusi
pulmonal, terjadinya kolateral portapulmonal, kapasitas vital paru yang menurun serta
terdapatnya asites dan hepatosplenomegali. Mekanisme yang menyebabkan
perubahan perfusi paru belum diketahui dengan pasti. Hipoksia ditemukan pada 2%30% anak dengan sirosis. Sianosis dan clubbing finger dapat terjadi karena
hipoksemia kronik akibat terjadinya kolateral paru-sistemik.
Pada sistem endokrin kelainan terjadi karena kegagalan hati dalam mensintesis
atau metabolisme hormon. Keterlambatan pubertas dan pada adolesen dapat
ditemukan penurunan libido serta impontensia karena penurunan sintesis testeron di
hati. Juga dapat terjadi feminisasi berupa ginekomastia serta kurangnya pertumbuhan
rambut.(8,9)
18
Widiawati
Pada sistem neurologis ensefalopati terjadi karena kerusakan lanjut dari sel hati.
Gangguan neurologis dapat berupa asteriksis (flapping tremor), gangguan kesadaran
dan emosi.
Sistem imun pada sirosis dapat terjadi penurunan fungsi imunologis yang dapat
menyebabkan rentan terhadap berbagai infeksi, diantaranya yang paling sering terjadi
pneumonia dan peritonitis bakterialis spontan. Kelainan yang ditemukan sering
berupa penurunan aktifitas fagosit sistem retikuloendotelial, opsonisasi, kadar
komplemen C2, C3 dan C4 serta aktifitas proliferatif monosit.
Sepertiga dari kasus sirosis dekompensata menunjukan demam tetapi jarang yang lebih
dari 38C dan tidak dipengaruhi oleh pemberian antibiotik. Keadaan ini mungkin disebabkan
oleh sitokin seperti tumor-necrosis-factor (TNF) yang dibebaskan pada proses inflamasi.
Gangguan nutrisi yang terjadi dapat berupa malnutrisi, anoreksia, malabsorbsi, hipoalbuminemia serta defisensi vitamin yang larut dalam lemak. Sering pula terjadi hipokalemia
karena hilangnya kalium melalui muntah, diare atau karena pengaruh pemberian diuretik.
Pada pemeriksaan fisik hepar sering teraba lunak sampai keras kadang-kadang
mengkerut dan noduler. Limpa sering teraba membesar terutama pada hipertensi porta. Kulit
tampak kuning, sianosis dan pucat, serta sering juga didapatkan spider angiomata.
Retensi cairan dan natrium pada sirosis memberikan kecendrungan terdapatnya
peningkatan hilangnya kalium sehingga terjadi penurunan kadar kalium total dalam tubuh.
Terjadinya hiperaldosteron yang disertai kurangnya masukan makanan, serta terdapatnya
gangguan fungsi tubulus yang dapat memperberat terjadinya hipokalemia. Kondisi
hipokalemia ini dapat menyebabkan terjadinya ensefalopati karena dapat menyebabkan
peningkatan absorbsi amonia dan alkalosis.
DIAGNOSIS
Diagnosis sirosis hati ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis, laboratorium dan
pemeriksaan penunjang. Pada stadium kompensasi sempurna kadang-kadang sulit
menegakkan diagnosis sirosis hati. Pada stadium dekompensasi kadang tidak sulit
menegakkan diagnosis dengan adanya asites, edema pretibial, splenomegali, vena kolateral,
eritema palmaris. Pada pemeriksaan laboratorium darah tepi sering didapatkan anemia
normositik normokrom, leukopenia dan trombositopenia. Waktu protrombin sering
memanjang. Tes fungsi hati dapat normal terutama pada penderita yang masih tergolong
19
Widiawati
kompensata-inaktif. Pada stadium dekompensata ditemui kelainan fungsi hati. Kadar alkali
fosfatase sering meningkat terutama pada sirosis billier. Pemeriksaan elektroforesis protein
pada sirosis didapatkan kadar albumin rendah dengan peningkatan kadar globulin.
Ultrasonografi merupakan pemeriksaan noninvasif, aman dan mempunyai ketepatan
yang tinggi. Gambaran USG pada sirosis hepatis tergantung pada berat ringannya penyakit.
Keterbatasan USG adalah sangat tergantung pada subjektifitas pemeriksa dan pada sirosis
pada tahap awal sulit didiagnosis. Pemeriksaan serial USG dapat menilai perkembangan
penyakit dan mendeteksi dini karsinoma hepatoselular. Pemeriksaan scanning sering pula
dipakai untuk melihat situasi pembesaran hepar dan kondisi parenkimnya. Diagnosis pasti
sirosis ditegakkan dengan pemeriksaan histopatologik jaringan hati yang di dapat dari biopsi.
KOMPLIKASI
Komplikasi sirosis dapat terjadi secara fungsional, anatomi ataupun neoplastik.
Kelainan fungsi hepatoselular disebabkan gangguan kemampuan sintesis, detoksifikasi
ataupun kelainan sistemik yang sering melibatkan organ ginjal dan endokrin. Kelainan
anatomis terjadi karena pada sirosis terjadi perubahan bentuk parenkim hati, sehingga terjadi
penurunan perfusi dan menyebabkan terjadinya hipertensi portal, dengan perubahan alur
pembuluh darah balik yang menuju viseral berupa pirau baik intra maupun ekstra hepatal.
Sirosis yang dibiarkan dapat berlanjut dengan proses degeneratif yang neoplastik dan dapat
menjadi karsinoma hepatoselular. Komplikasi dari sirosis dapat berupa kelainan ginjal berupa
sindroma hepatorenal, nekrosis tubular akut. Juga dapat terjadi ensefalopati portosistemik,
perdarahan varises, peritonitis bakterialis spontan.
20
Widiawati
PENGOBATAN
Sirosis kompensata memerlukan kontrol yang teratur. Untuk sirosis dengan gejala,
pengobatan memerlukan pendekatan holistik yang memerlukan penanganan multi disipliner.
1.
Pembatasan aktifitas fisik tergantung pada penyakit dan toleransi fisik penderita. Pada
stadium kompensata dan penderita dengan keluhan/gejala ringan dianjurkan cukup
istirahat dan menghindari aktifitas fisik berat.
2.
3.
Dietetik
Kalori dianjurkan untuk memberikan masukan kalori 150% dari kecukupan gizi
yang dianjurkan (RDA).
Vitamin, terutama vitamin yang larut dalam lemak diberikan 2 kali kebutuhan
RDA.
4.
5.
Medikamentosa
Terapi medika mentosa pada sirosis tak hanya simptomatik atau memperbaiki fungsi hati
tetapi juga bertujuan untuk menghambat proses fibrosis, mencegah hipertensi porta dan
meningkatkan harapan hidup tetapi sampai saat ini belum ada obat yang yang dapat
memenuhi seluruh tujuan tersebut.
Widiawati
dan sekunder. Bekerja sebagai kompentitif binding terhadap asam empedu toksik.
Sebagai hepatoproktektor dan bile flow inducer. Dosis 10-30 mg/kg/hari. Penelitian
Pupon mendapatkan dengan pemberian asam ursodeoksikolat 13-15 mg/kgBB /hari
pada sirosis bilier ternyata dapat memperbaiki gejala klinis, uji fungsi hati dan
prognosisnya.
Anti virus pemberiannya bertujuan untuk menghentikan replikasi virus dalam sel
hati.
22
Widiawati
6.
a.
b.
Asites
Asites dapat diatasi dengan retriksi cairan serta diet rendah natrium (0,5
mmol/kgbb/hari), 10%-20% asites memberikan respon baik dengan terapi diet. Bila
usaha ini tidak berhasil dapat diberikan diuretik yaitu antagonis aldosteron seperti
spironolakton dengan dosis awal 1 mg/kgbb yang dapat dinaikkan bertahap 1 mg/kgbb
/hari sampai dosis maksimal 6 mg/kgbb /hari. Pengobatan diuretik berhasil bila terjadi
keseimbangan cairan negatif 10 ml/kgbb/hari dan pengurangan berat badan 1%-2%/hari.
Bila hasil tidak optimal dapat ditambahkan furosemid dengan dosis awal 1-2
mg/kgbb/hari dapat dinaikan pula sampai 6 mg/kgbb/hari. Parasentesis dapat dipertimbangkan pada asites yang menye-babkan gangguan pernafasan dan juga terindikasi
untuk asites yang refrakter terhadap diuretika. Pada asites refrakter maupun yang rekuren
juga dapat dilakukan tindakan transjugular intra hepatik portosistemic shunt.(8,9,13)
7.
Transplatasi hati, merupakan terapi standar untuk anak dengan penyakit sirosis.(1,2,8,9)
23
Widiawati
PROGNOSIS
Prognosis pasien sirosis ditentukan oleh kelainan dasar yang menyebabkannya, perubahan
histopatologis yang ada serta komplikasi yang terjadi. Pasien sirosis memang merupakan
salah satu indikasi untuk dilakukan transplatasi hati karena memang secara anatomis tidak
dapat disembuhkan.(9)
Salah satu pegangan untuk memper-kirakan prognosis penderita dapat menggunakan
kriteria Child yang dihubung-kan dengan kemungkinan meng- hadapi operasi. Untuk Child
A, mortalitas antara 10%-15%, Child B kira-kira 30% dan Child C lebih dari 60%.(8,9,14)
Tabel 3. Klasifikasi sirosis hepatis menurut kriteria Child.(1)
Faktor
Bilirubin serum
Albumin serum
Satuan
mg/dL
g/dL
<2
2-3
>3
> 3,5
3 3,5
<3
Prothrombin
time
INR
< 1,7
1,7 2,3
> 2,3
Asites
Tidak ada
Terkontrol baik
Sulit dikontrol
Ensefalopati
hepatik
Tidak ada
Minimal
Lanjut
Skor Child-Pugh dihitung dengan menjumlahkan nilai dari kelima faktor. Rentang 5-15. Kelas A dengan skor
(5-6), B (7-9), C (lebih dari 10). Kondisi dekompensasi ditandai dengan skor Child-Pugh 7 atau lebih (kelas B).
24
Widiawati
DEFINISI
Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan vena porta lebih dari 10 mmHg.
PATOGENESIS
Kelainan anatomis terjadi karena pada sirosis terjadi perubahan bentuk parenkim hati,
sehingga terjadi penurunan perfusi dan menyebabkan terjadinya hipertensi portal. Hipertensi
portal
peningkatan aliran darah melalui sistem portal. Resistensi intra hepatik meningkat melalui 2
cara yaitu secara mekanik dan dinamik.(1,2,8,9)
Secara mekanik resistensi berasal dari fibrosis yang terjadi pada sirosis, sedangkan
secara dinamik berasal dari vasokontriksi vena portal sebagai efek sekunder dari kontraksi
aktif vena portal dan septa myofibroblas, untuk mengaktifkan sel stelata dan sel-sel otot
polos. Tonus vaskular intra hepatik di atur oleh vasokonstriktor (norepineprin, angiotensin II,
leukotrin dan trombioksan A) dan di perkuat oleh vasodilator (seperti nitrat oksida). Pada
sirosis peningkatan resistensi vaskular intra hepatik disebabkan juga oleh ke tidak
seimbangan antara vasokontriktor dan vasodilator yang merupakan akibat dari keadaan
sirkulasi yang hiperdinamik dengan vasodilatasi arteri splanknik dan arteri sistemik.(3,8,9)
Hipertensi portal ditandai dengan peningkatan cardiac output dan penurunan
resistensi vaskular sistemik. Vasodilatasi arteri splanknik mendahului peningkatan aliran
darah portal, yang selanjutnya menjadikan hipertensi portal yang lebih berat. Vasodilatasi
arteri splanknik berasal dari pelepasan vasodilator endogen seperti nitric oksida, glukagon
dan peptide vasointestianal aktif.
Peningkatan gradien tekanan portocava mendahului terjadinya kolateral vena portal
sistemik sebagai usaha untuk dekompresi sistem vena portal. Varises esofagus adalah
kolateral yang paling penting karena tingginya kecenderungan untuk terjadinya perdarahan.
Varises esofagus terjadi ketika gradien tekanan vena portal meningkat di atas 10 mmHg.
Semua faktor meningkatkan hipertensi portal bisa meningkatkan resiko perdarahan termasuk
25
Widiawati
perburukan penyakit hati, intake makanan, kegiatan fisik dan peningkatan tekanan intra
abdominal. Faktor-faktor yang merobah dinding varises seperti NSAID dapat juga
meningkatkan resiko perdarahan. Infeksi bakteri bisa menyebabkan perdarahan awal dan
perdarahan berulang.(8-10)
GEJALA KLINIS
Secara umum gejala klinis hipertensi portal dapat di lihat pada tabel 4.
Tabel.4 Gambaran klinis hipertensi porta(5)
Splenomegali
hati menciut /
hepatomegali
Hematemesis
Melena
hipersplenisme
asites
Varises esofagus
malabsorbsi lemak
Pirau portosistemik
protein loosing
kutanius kutanius
enteropathy
Hemoroid interna
gagal tumbuh
Ensepalopati hepatis
26
Widiawati
DIAGNOSIS
Hipertensi portal harus dipikirkan bila pada anak terjadi perdarahan saluran cerna,
terutama jika didukung data splenomegali. Pemeriksaan fisik harus diarahkan untuk melihat
tanda-tanda penyakit kronis yaitu gagal tumbuh, kelemahan otot, teleangiektasi dan caput
meduse, ikterik, asites atau ensepalopati. Laboratorium termasuk darah lengkap, trombosit,
faal hepar, PT-APTT, albumin dan amonia. Pada kasus dewasa radiologi secara akurat bisa
menunjang diagnosis hipertensi portal, namun pada anak sedikit penelitian tentang
pemeriksaan radiologi. Ultra sografi bisa menentukan bila terdapat hipertensi porta. CT scan
memberi informasi yang sama dengan USG. Endoskopi adalah pemeriksaan yang paling
dapat di percaya untuk mendeteksi varises esofagus.(1-6,10)
PENATALAKSANAAN
Penatalaksaan hipertensi portal di bagi menjadi pengobatan emergensi perdarahan dan
profilaksis terjadinya perdarahan awal dan profilaksis perdarahan lanjutan. Pada perdarahan
akut diperlukan pengawasan yang ketat. Aspirasi cairan lambung berguna untuk mendeteksi
perdarahan lambung. Pertama yang difokuskan adalah resusitasi cairan awal berupa infus
kristaloid diikuti dengan transfusi sel darah merah. Dapat diberikan plasma segar atau plasma
beku segar. Pada penderita yang diduga sirosis adanya ensepalopati perlu diwaspadai.
Pemberian ranitidin intravena bisa mencegah erosi lambung, sedangkan vitamin K diperlukan
pada penderita dengan masa protrombin memanjang.(3,4,10)
Saat ini obat yang lebih banyak dipakai adalah analog somatostatin octreotide karena
memiliki waktu paruh yang lebih panjang. Dengan ditemukannya analog somatostatin yang
umumnya berhasil menghentikan perdarahan akut maka jarang diperlukan endoskopi
emergensi. Pemberiannya adalah memberikan bolus 25 ug dilanjutkan selama 48 jam dengan
dosis 15-20 ug/jam. Somatostatin dan analognya (octriotide) sama efektifnya dengan
vasopressin tetapi dengan efek samping yang lebih sedikit.(3,4,10)
Skleroterapi bertujuan untuk obliterasi varises. Dapat dilakukan pada 6 jam pertama.
Tapi umumnya dilakukan setelah pemberian octreotide dalam rangka memperoleh lapangan
pandang yang bebas dari perdarahan. Ligasi sama efektifnya dengan skleroterapi dalam
mengatasi perdarahan yang merembes tetapi lebih baik dalam mengatasi perdarahan yang
memancur.(3)
27
Widiawati
PROGNOSIS
Perdarahan inisial disertai dengan risiko mortalitas yang tinggi. Pada penderita Child
C resiko mortalitas perdarahan sebesar 50% dalam 2 minggu pertama paska perdarahan.
Resiko mortalitas akan mening-kat bila terjadi kegagalan fungsional berbagai organ seperti
gagal ginjal, sepsis dan koma hepatikum.
Risiko perdarahan berulang paska perdarahan inisial juga sangat tinggi (30%70%) dan terkait dengan beratnya sirosis. Risiko ini sangat tinggi pada beberapa minggu
pertama dan 40% akan mengalami perdarahan berulang pada 72 jam pertama. Selanjutnya
risiko perdarahan tersebut akan berkurang secara drastis (20%-30%).(3)
28
Widiawati
Daftar Pustaka
1. Con HO dan Atterburry. Cirrhosis. Dalam: Schif L and Schif ER, penyunting.
Diseases of the liver, edisi ke-7. Philadelphia: J.B. Lippincot Company, 1993; 875934.
2. Behrman RE dan Vaughn VC. The liver and billiary system. Dalam: Nelson WE,
penyunting. Text book of pediatrics, edisi ke-17. Philadelphia: Saunders, 2004; 130449.
3. Purnawati. Tatalaksana perdarahan saluran cerna pada hipertensi portal. Dalam:
Firmansyah A, Bisanto J, Nasar SS, et al, penyunting. Dari kehidupan intra uterin
sampai transplatasi organ, naskah lengkap PKB IKA XLII. Jakarta: FKUI, 1999; 7392.
4. Path D dan Dagher L. Acute variceal bleeding: general management. WJG 2001; 7:
466-75.
5. Brady L. Portal hypertension and ascites. Dalam: Guandalini, penyunting. Essential
pediatrics gastroenterology, hepatology, and nutrition. New York: McGraw-Hill,
1999; 123-318.
6. Shahara AI dan Rockey DC. Gastroesophagealvariceal hemorrhage. Review article.
NEJM 2001; 345, 9; 669-70.
7. Gultom IN. Hubungan beberapa parameter anemia dengan derajat keparahan sirosis
hati. Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK-USU, USU digital library, 2003; 1-33.
8. Thaler M. Cirrhosis. Dalam: Walker WA, Durie PR, Hamilton JR, et al. Pediatrics
gastrointestinal disease, volume II. Philadelphia: BC Decker Inc, 1991; 1096-1108.
9. Sherlock S, Dooley J, penyunting. Hepatic Cirrhosis. Dalam: Diseases of the liver and
billiary system, edisi ke-10. Blackwell Science Publication, 1997; 371-84.
10. Dib N, Oberti F, Cales P. Current management of complications of portal ypertension:
variceal bleeding and ascites. CMA Media Inc. 2006; 1433-43.
11. Nasar SS, Soepardi S, Aryono H. Dukungan nutrisi pada penyakit hati kronis. Dalam :
Firmansyah A, Bisanto J, Nasar SS, et al, penyunting. Dari kehidupan intra uterin
sampai transplatasi organ. Naskah lengkap PKB IKA XLII. Jakarta, FKUI, 1999; 939.
12. Hidayat B. Metabolisme nutrient pada kelainan hati. Dalam: Firmansyah A, Bisanto J,
Nasar SS, et al, penyunting. Dari kehidupan intra uterin sampai transplatasi organ.
Naskah lengkap PKB IKA XLII. Jakarta, FKUI, 1999; 47-52.
13. Dudley FJ. Pathophysiology of sodium retension in cirrhosis. In: Bosch J, Grozzman
RJ, penyunting. Portal hypertension: patophysiology and treatment. Oxford:
Blackwell pub, 1994; 52-66.
14. Brady L. Portal hypertension and ascites. Dalam: Guandalini S. Essential pediatrics
gastroenterology, hepatology, and nutrition. New York: McGraw-Hill, 2003; 123-31.
15. Agata ID dan Balistreri WF. Evaluation of liver disease in the pediatrics patient.
Pediatr in rev. 1999; 20: 376-90.
16. Hadi S. Diagnosa klinik dan penunjang diagnostik tidak invansif pada penderita
dengan hipertensi portal. Dalam: Hepatologi. Bandung: Penerbit Bandar Maju, 2000;
331-37.
17. Jia AZ and Bing H. Ultrasonography in predicting and screening liver sirrhosis in
children: A preliminary study. WJG 2003; 9(10): 2348-49.
18. Hegar B. Pendekatan diagnosis perdarahan saluran cerna atas. Dalam: Firmansyah A,
Bisanto J, Nasar SS, et al, penyunting. Dari kehidupan intra uterin sampai transplatasi
organ. Naskah lengkap PKB IKA XLII. Jakarta: FKUI. 1999; 63-72.
29