Rekomendasi EMG sebagai pendekatan pada pasien dengan Carpal Tunnel Syndrome
(CTS) dapat dilihat pada Tabel 1. Strategi dalam penggunaan EMG disesuaikan dengan diagnosis
banding yang mungkin (misal, neuropati proksimal-median, pleksopati brachial, C6-C7
radikulopati). Otot kunci yang harus diperiksa adalah abduktor pollicis brevis (APB). Pada awal
kasus CT, APB sering normal. Dalam kasus yang lebih lama atau lebih parah, EMG mungkin
menunjukkan hasil secondary axonal loss dalam denervasi dan reinervasi.
Biasanya, otot-otot tangan merupakan penunjuk terbaik bila menggunakan jarum dengan
ukuran kecil. Karena pemeriksaan pada APB sering menimbulkan rasa sakit pada pasien, cara
lebih baik adalah dengan memeriksa dulu dengan otot-otot berbeda yang juga dipersarafi oleh
C8-T1, misal pada first dorsal interosseous (FDI). APB dapat diperiksan kemudian. Meskipun
pada beberapa pemeriksaan elektromiograf lebih dipilih untuk mempelajari APB pada akhir
pemeriksaan, ada suatu bahaya bahwa pasien mungkin tidak mau diperiksa lebih lanjut,
khususnya bagi mereka yang intoleran terhadap pemeriksaan EMG.
Jika APB tidak normal, otot-otot proksimal median dan paling tidak dua otot-otot
nonmedial C8-T1/bagian lebih bawah perlu dilakukan pengujian/sampling untuk meniadakan
diagnosis radikulopati cervicalis. Pronator teres (PT) dan flexor carpi rasialis (FCR) adalah otototot yang sangat membantu ketika dilakukan pemeriksaan karena otot-otot tersebut dapat
digunakan sebagai bagian proksimal median dan otot-otot yang dipersarafi C6-C7. Some
elektromiograf have difficulty with the notion that the C6-C7 inervated muscles are important to
sample, because the distal median hand muscle are inenervated by the C8-T1 roots.. satu hal
yang perlu diingat bahwa penyebaran dari numbness- mati rasa pada CTS mungkin mirip
dengan mati rasa pada radikulopati C6-C7. Tentu, karena setiap kasus tersebut berbeda,
elektromiograf perlu dimodifikasi untuk tiap pemeriksaan selama tes, bergantung pada
ketidaknormalan yang ada selama progres. (Hal 271)