Anda di halaman 1dari 2

Hari Ini: Sabtu, 15 September 2012

Editorial
Kemarahan Massa Rakyat
Rabu, 1 Februari 2012 | 1:51 WIB 0 Komentar

Jangan lagi manusia, jangan lagi bangsa, walau cacing pun tentu bergerak terkeluge-keluget
kalau merasa sakit. Perkataan itu disampaikan Bung Karno tatkala diseret oleh pengadilan
kolonial yang menuduhnya memprovokatori bangkitnya perlawanan rakyat.
Di Spanyol, pada tanggal 15 Mei 2003, puluhan ribu orang yang marah dengan cara pemerintah
mengatasi krisis mulai berkumpul. Mereka marah dengan pemotongan belanja sosial, PHK
sektor publik, pencabutan tunjangan pengangguran, privatisasi besar-besaran, dan pencabutan
pensiun.
Pada tahun 2011 lalu, ketika krisis ekonomi makin menukik ke bawah, pemerintahan di Spanyol
juga banyak pemerintahan di Eropamerespon dengan memaksa rakyat membayar krisis.
Sementara, pada aspek lain, pemerintah tersebut memanjakan para pengusaha dan bankir. Ini
membuat gerakan Los Indignados (kaum yang amarah) mendapat pengikut yang meluas.
Pada 18 Desember 2011 lalu, ribuan warga Lambu yang sudah lama diabaikan oleh pemerintah
memblokir pelabuhan. Sebelumnya, warga sudah berkali-kali menggelar aksi protes dengan
baik-baik. Tapi, setiap kali warga menggelar aksi damai, pemerintah seolah tak mau mendengar.
Akhirnya, warga memutuskan aksi blokade sebagai cara mereka memaksa pemerintah menoleh
kepada penderitaan mereka.
Dalam waktu hampir bersamaan, di tempat yang berbeda, puluhan ribu kaum buruh memutuskan
memblokade jalan tol. Mereka tidak lagi mentoleransi derajat eksploitasi yang dipaksakan oleh
model pengupahan yang dipaksakan penindasnya.
Di sini, dalam kasus perjuangan kaum buruh itu, degradasi upah kerja dan sosial telah
melampaui ambang batas yang diidentifikasi oleh ekonom klasik, termasuk Karl Marx, sebagai
upah yang diperlukan, yaitu bahan-bahan keperluan hidupatau harga bahan-bahan keperluan
hidup menurut uangyang rata-rata diperlukan untuk membuat si buruh sanggup bekerja dan
menjaga dia tetap sanggup bekerja.
Terjadilah apa yang ditulis oleh Antonio Negri, seorang sosiologis marxist Italia, sebagai
pemberontakan terhadap rasa takut yang ditebar oleh negara leviathan (Hobbes). Negara
kekuasaan, kata Hobbes, dibangun dengan menciptakan rasa takut kepada siapa pun yang

melangar hukum negara. Pada titik, seperti yang dirasakaan oleh kaum buruh dan rakyat di
Bima, pilihan melawan sekeras-kerasnya sudah melampaui kemampuan kekuasaan menakutnakuti rakyat.
Dahulu, di jaman Hindia-Belanda, pergerakan bumiputra tetap bisa menyeruak ke permukaan,
meskipun lapisan intelektual pembawa pencerahan sangat tipis. Sebab, seperti dikatakan Bung
Karno, rakyat murba itu telah mendidih oleh keadaan sosialnya dan lahirnya pergolakan.
Bung Karno mengatakan: Matahari bukan terbit karena ayam jantan berkokok, melainkan ayam
jantam berkokok karena matahari terbit. Artinya, salah besar juga penguasa, khususnya aparat
keamanaan, menuding aksi buruh dan petani itu muncul karena ulah provokator. Akan tetapi,
penindasan dan eksploitasi yang melewati ambang batas itulah menjadi pemicu rakyat marah dan
bangkit berlawan.
Karena itu, seperti dikatakan Bung Karno, pergerakan rakyat adalah bikinan kesengsaraan
rakyat. Peran kaum pergerakan di atasnya, kata Bung Karno, sekedar penunjuk jalan agar
kemarahan rakyat itu menemukan jalannya yang tepat; merobohkan kekuasaan dan sistem yang
menyebabkan kesengsaraan itu.
Pertanyaan: bagaimana mengubah kemarahan rakyat yang meluas ini agar punya energi tahan
lama guna mengubah keadaan? Atau, pendek kata, bagaimana menyambungkan semua
kemarahan rakyat, baik yang sudah manifes maupun yang masih bersifat kritisisme, ke dalam
kehendak bersama untuk bertindak dan melakukan perubahan.
Sebab, dalam banyak kasus, pihak penguasa selalu berusaha mengisolasi perlawanan-perlawanan
ini. Dalam kasus aksi blokade jalan tol oleh kaum buruh, misalnya, pihak penguasa dan media
arus utama berusaha menciptakan semacam pertentangan horizontal: kepentingan buruh versus
pengguna jalan tol; kepentingan buruh versus warga di sekitar jalan tol.
Begitu juga dengan perjuangan rakyat di Bima. Aksi pembakaran kantor Bupati, misalnya,
dikaitkan dengan aksi vandalisme yang merusak fasilitas publik yang didanai oleh pajak rakyat.
Padahal, bagi rakyat di tiga kecamatan di Bima (Lambu, Langgudu, dan Sape), kantor Bupati
merupakan simbol dari sebuah kekuasaan yang sangat angkuh dan menindas rakyat.

Anda mungkin juga menyukai