Anda di halaman 1dari 3

masa depan nuklir

Lebih dari setengah abad Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) mengordinasikan kerja sama
dalam pengembangan dan pemanfaatan energi nuklir untuk kesejahteraan umat manusia dan tujuan
damai. Selama itu pula dunia telah merasakan manfaatnya di berbagai bidang, seperti kesehatan,
energi, pangan, dan industri. Ke depan peran nuklir ini diyakini akan menjadi semakin penting dalam
mengatasi tantangan pemenuhan kebutuhan pokok manusia yang bertambah banyak, sementara
kebijakan anggaran ketat yang diterapkan terhadap IAEA akhir-akhir ini telah berakibat berkurangnya
sumberdaya yang diperlukan. Lalu bagaimana masa depan nuklir dunia?
Sebenarnya IAEA sudah mengantisipasi kesempatan dan tantangan nuklir pada dekade mendatang
dari hasil kajiannya yang disebut 20/20, yaitu: pertumbuhan pemanfaatan nuklir untuk pembangkit
listrik yang didorong oleh kebutuhan akan sumber energi yang bersih; peningkatan kebutuhan aplikasi
nuklir di bidang kesehatan, pangan dan lingkungan; tuntutan pada tingkat keselamatan yang lebih
tinggi; pengurangan ancaman terorisme nuklir; dan penguatan sistem seifgard yang efektif, kredibel
dan independen. Namun begitu, Dirjen IAEA Mohamed ElBaradei masih merasa perlu meminta
rekomendasi dari sebuah komisi yang khusus dibentuk untuk tujuan ini, Commision of Eminent
Persons. Komisi ini terdiri atas para tokoh dan ilmuwan dari 18 negara dan dipimpin oleh mantan
presiden Mexico Ernesto Zedillo. Rekomendasi dari Komisi ini dimuat dalam sebuah laporan berjudul,
Reinforcing the Global Nuclear Order for Peace and Prosperity: The Role of the IAEA to 2020 and
Beyond.
Dalam laporannya, Komisi meyakini peran IAEA harus diperkuat dengan memberikan lebih banyak
otoritas, sumberdaya, personel dan teknologi. Dengan kecenderungan semakin sulit dan mahalnya
bahan bakar fosil di tengah ancaman pemanasan global, sementara nuklir diketahui sebagai opsi
yang ramah lingkungan, maka renaisans nuklir diperkirakan akan segera menjadi kenyataan. Karena
itu kerjasama internasional perlu ditingkatkan untuk memastikan bahwa perluasan penggunaan
energi nuklir akan berlangsung selamat dan aman tanpa berakibat proliferasi senjata nuklir.
Selanjutnya Komisi merekomendasikan agar IAEA segera merespon ancaman krisis keamanan
pangan global, serta mengatasi masalah kesehatan dan ketersediaan air minum dengan
memanfaatkan teknik nuklir. Secara spesifik disebutkan perlunya mengendalikan hama lintas-batas
yang berbahaya bagi tanaman buah dan sayuran, mengembangkan secara berkelanjutan varietas
tanaman yang toleran terhadap kondisi sulit, membantu mengatasi epidemi kanker khususnya di
negara berkembang, serta memperbaiki manajemen sumber daya air.
Rekomendasi ini menuntut otoritas dan sumberdaya lebih besar dari IAEA. Selama ini IAEA telah
secara efisien dan efektif menjalankan peran yang dinyatakan oleh tiga pilarnya: keselamatan dan
keamanan; ilmu pengetahuan dan teknologi; serta seifgard dan verifikasi. Dunia telah merasakan

peningkatan dalam keselamatan dan keamanan fasilitas nuklir dunia, keberhasilan pemanfaatan iptek
nuklir untuk berbagai bidang aplikasi, serta kepastian bahwa pemanfaatan nuklir adalah bertujuan
damai. Hal ini perlu diperkuat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk dan pertumbuhan
ekonomi yang menyertainya, serta dinamika geopolitik global. Selain untuk penelitian dan
pengembangan, peran dan expertise IAEA ke depan juga akan meliputi pemanfaatan energi nuklir
secara aman dan selamat, penegakan non-proliferasi dan perlucutan serta penghapusan senjata
nuklir.
Dimana posisi Indonesia menyongsong tantangan baru era kebangkitan nuklir dunia ini? Di tengah
pergaulan internasional, Indonesia selama ini sudah dikenal sebagai negara yang aktif, baik dalam
pendanaan, pengiriman pakar (cost free experts), maupun dalam kerjasama teknis dan kegiatan
seifgard. Tantangan dan kesempatan bagi kita ke depan adalah bagaimana meningkatkan partisipasi
kita yang sudah cukup baik ini, sehingga eksistensi kita sebagai negara berpenduduk besar semakin
diakui. Para peneliti kita perlu melibatkan diri secara lebih luas dalam seluruh kegiatan kerjasama
yang ditawarkan oleh IAEA, baik dalam bidang non-energi maupun energi. Dalam bidang energi,
khususnya persiapan pembangunan PLTN, Indonesia telah dijadikan oleh IAEA sebagai contoh
negara yang sudah siap menyongsong pemanfaatan PLTN yang dapat dijadikan acuan oleh negara
lain. Hal ini dapat dimanfaatkan untuk menarik dukungan lebih luas dalam memperkenalkan listrik
nuklir di Indonesia.
Di tataran nasional, peran nuklir Indonesia 10 tahun ke depan tentu akan banyak ditentukan oleh hasil
pemilu legislatif dan presiden 2009 dan 2014. Namun diperkirakan peranan nuklir dalam aplikasi nonenergi, seperti untuk memenuhi kebutuhan pangan, kesehatan dan industri, akan meningkat. Khusus
untuk energi listrik, peran nuklir tampaknya masih akan menjadi pembicaraan domestik yang hangat.
Padahal, siapapun pemenang pemilu, rakyat sudah mengamanatkan dalam UU No. 17/2007 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional, bahwa listrik nuklir sudah harus mulai
dimanfaatkan pada periode 2015-2019.
Tantangan terberat bagi pemerintah sebagai pelaksana UU adalah bagaimana meningkatkan
akseptabilitas listrik nuklir melalui peningkatan kepercayaan (trust) masyarakat. Sosialisasi melalui
informasi dan edukasi publik perlu diperkuat, agar persepsi keliru mengenai risiko bahaya nuklir
berubah. Sebenarnya anak bangsa ini telah membuktikan kemampuannya mengoperasikan dan
merawat dengan aman dan selamat seluruh fasilitas nuklir kita selama puluhan tahun, tapi
masyarakat tidak serta-merta percaya bahwa bangsa ini siap melangkah ke PLTN. Ada kegamangan
bahwa kurang baiknya safety culture di sektor non-nuklir dapat berimbas pada pengelolaan PLTN.
Padahal kita tahu bahwa nuklir menerapkan sistem dan standar yang jauh berbeda. Melalui
manajemen dan pelatihan yang baik dengan sistem pengawasan nasional dan internasional yang
efektif, nuklir telah membuktikan tingkat keselamatan dan keamanan yang tinggi. Hal ini telah pula
ditunjukkan oleh negara seperti India dan Pakistan, yang memiliki pendapatan perkapita dan Indeks
Pembangunan Manusia lebih rendah daripada Indonesia.

Kalau dilihat lebih jauh, tidak ada negara berpenduduk lebih dari 100 juta jiwa dan tingkat pendapatan
perkapita di atas Indonesia yang tidak memanfaatkan listrik nuklir, walaupun kaya dengan sumber
daya alam yang lain. Ambil contoh negara tropis yang agak mirip dengan Indonesia: Brasil. Negara
agraris berpenduduk 190 juta ini kaya akan hasil pertanian dan kehutanan. Tujuh puluh persen
energinya berasal dari sumber terbarukan: tenaga air dan bioetanol, di samping memiliki cadangan
minyak bumi yang besar. Brasil telah menggunakan PLTN dan bahkan berkeinginan untuk
meningkatkan peran nuklir untuk ketahanan energinya. Berkaca dari berbagai negara itu, Indonesia,
cepat atau lambat harus segera menggunakan PLTN, demi menjaga keberlangsungan dan ketahanan
energi. Dalam hal energi ini, seharusnya kita mamandang jauh ke depan, 50 hingga 100 tahun, bukan
satu atau dua dasa warsa saja.
Karena itu, peran Indonesia dalam kerja sama pemanfaatan nuklir dunia di masa depan akan menjadi
semakin penting. Hal ini hendaknya didukung dengan policy yang kuat, sehingga kita dapat
membangun kapasitas secara lebih baik, dan posisi kita menjadi lebih terpandang di tataran
kemitraan internasional. Tatanan nuklir baru menuntut terwujudnya secara lebih efektif dan efisien
peran nuklir dalam membantu meningkatkan kemakmuran bangsa yang pada gilirannya akan
mendorong tercapainya kesejahteraan dan kedamaian dunia melalui kemitraan dan keterbukaan.
Mengenai tatanan nuklir ini Zedillo mengatakan: A stronger nuclear order will emerge as a product of
increased collective action and partnership, expanded transparency, increasingly effective standards
for safety and security worldwide, new nonproliferation measures, and progressive steps to reduce
and ultimately eliminate nuclear weapons.

Anda mungkin juga menyukai