Anda di halaman 1dari 3

HPO AXIS

Prinsip dasar perkembangan folikel adalah teori dua sel, dua gonadotropin. Teori ini
menjelaskan bahawa ada subdivis dan kompartemenasi dari aktivitas sintesis hormon steroid
dealam perkembangan folikel. Umumnya, aktivitas aromatase (untuk produksi estrogen)
berada di sel granulosa. Aktivitas aromatase meningkat karena adanya stimulasi dari FSH
oleh respetor spesifik pada sel tersebut. Bagiamanpun, sel granulosa kurang akan enzim yang
terjadi sebelumnya pada pathway steroidogenic dan membutuhkan androgen sebagai substrat
untuk pembenukkan aromatase.
Androgen selanjutnya disintesis dari respon stimuli oleh LH. Hubungan sinergis harus
terjadi : LH menstimulasi sel techa untuk memproduksi androgen (khususnya adrosenodione)
yang selunjutnya akan ditranfers ke sel granulosa untuk FSH menstimulus aromatase menjadi
estrogen. FSH dan estrogen menstimulus reseptor sintesis FSH dan sel granulosa dan
diferensiasi.
Androgen memiliki dua regulasi berbeda pada saat perkembangan folikular. Pada saat
konsentrasi rendah, Androgen akan menstimulasi aktivitas aromatase melalui sel granulosa.
Pada kondungan yang tinggi, mereka akan mengbah aktivitas reductase dan mengubah
androgen menjadi bentuk yang tidak bisa berubah menjadi aromatase. Androgenic ini
menghambat ekspresi reseptor FSH pada sel granulosa, sehingga menghambat aktivitas
aromatase dan membuat folikel menjadi atresia.
Saat kadar estrogen parifer meningkat, akan terjadi feedback negatif ke hipofisis dan
hipotalamus untuk menurunkan kadar FSH. Peningkatan kadar inhibin-B yang dihasilkan
ovarium juga menurunkan produksi FSH.

Preovulatory folicle
Folikel preovulatory mempunyai antrum yang terisi penuh oleh plasma dengan sekresi sel
granulosa. Sel granuloasa ini berdiferensiasi menjadi bentuk yang beragam. Oosit tetap
melekat pada folikel melalui grauloasa spesifik yang dinamakan oophorus.
Peningkatan estrogen mengakibatkan feedback negatif pada sekresi FSH. Pada kadar rendah,
estrogen menghambat sekresi LH. Pada level yang sangat tinggi, estrogen memungkinkan
pelepasan LH. Stimulasi ini membutuhkan kadar estrogen 200 pg/mL selama lebih dari 48
jam. Ketika estrogen yang dihasilakn tinggi, maka akan terjadi feedback positif pada sekresi
LH. Karena itu, interaksi FSH dan LH pada folikel menginduksi reseptor LH pada sel
granulosa. Hasil dari LH yang tinggi ini pada folikel adalah, luteinasi sel granuloasa,
produksi progesteron, dan inisiasi untuk ovulasi.
Ovulasi akan terjadi pada satu buah folikel de graff 10-12 jam setelah kadar puncak LH.
Bukan hanya hormon steroid yang dapat meregulasi perkembangan folikuler. Derivat peptida
juga memainkan peran dalam feedback terhadap hipofisis. Yang pertama adalah inhibin, yang
disekresi dalam dua bentuk, inhibin A dan inhibin B. Inhibin B disekresi saat fase folikular
dan distimulasi oleh FSH, dan Inhibin A aktif saat fase luteal. Keduanya berperan untuk
menghambat sintesis dan pelepasan FSH.

Yang kedua adalah aktivin yang menstimulasi pelepasan FSH dari hipofisis dan
mempotensialkan kerjanya pada ovarium. Juga terdapat regulator intra ovarian seperti
follistatin, insuline growth factor (ILG)-1, EGF, TGF, FGF, IL-1 dan renin angiotensin.
Pada pertengahan siklus, peningkatan LH mengakibatkan peningkatan prostaglandin dan
enzim proteolitik pada dinding folikuler. Subnstansi ini yang membuat dinding folikuler
menjadi lemah dan memungkinkan terjadinya perforasi. Ovulasi digambarkan dengan
keluarnya oosit secara perlahan melalui bagian yang robek pada struktur folikuler.

Fase luteal
Struktur korpus luteum terbentuk setelah ovulasi, yang merupakan sisa atau cangkang
folikuler. Sel granulosa membranous yang tersisa mulai mengambil lemak dan pigmen lutein
kuning. Sel ini kemudian secara aktif mensekresi progesteron, yang mempertahankan dinding
rahim saat fase luteal. Inhibin dan estrogen juga dihasilkan dalam jumlah yang cukup. Tidak
seperi kejadian saat perkembangan folikel, membran dasar pada corpus luteum berdegenerasi
agar pembuluh darah dapat berproliferasi dan menyerbu sel granulosatuleteal dalam respon
untuk sekresi faktor pembekuan darah. Faktor ini juga mengakibatkan keluarnya sejumlah
hormon luteal ke dalam saluran sistemik.
Fungsi hormonal dan regulasi perubahan hormonal pada fase luteal merupakan karakteristik
dari feedback negatif yang didesain untuk dimulainya regresi dari corpus luteum bila
kehamilan tidak terjadi. Steroid dari corpus luteum (estradiol dan progesteron) dapat
mengakibatkan feedback negatif sentral dan mengakibatkan penurunan skeresi FSH dan LH.
Sekresi inhibin juga berpotensi untuk memicu adanya withdrawl FSH. Pada ovarium,
produksi progesteron menghambat perkembangan folikel yang lainnya.
Fungsi korpus luteum selanjutnya bergantung pada produksi LH. Bila stimulus LH tidak ada,
korpus luteum akan mati setelah usia 12 hingga 16 hari dan menjadi corpus albican. Jika
tidak terjadi pembuahan, corpus luteum akan mati dan kadar estrogen dan progesteron akan
turun. Keadaan ini yang akan memicu sekresi FSH dan LH kembali meningkat untuk
pematangan folikel.
Apabila terjadi kehamilan, hCG akan akan berperan seperti LH dan secaran kontinyu
menstimulus corpus luteum untuk mensekresi progesteron dan mempertahankan
endometrium. Corpus luteum akan bertahan sampai usia 6 bulan kemudain digantikan oleh
plasenta.

Anda mungkin juga menyukai