Anda di halaman 1dari 29

Topik : Demam Berdarah Dengue

Tanggal (kasus) : 13 Januari 2015


Tanggal Presentasi : Tempat presentasi : Objektif presentasi :

Penyegaran

Keilmuan

Presenter : Pendamping : dr. Imelda JS Tampubolon

Deskripsi :
Pasien seorang wanita berusia 23 tahun datang ke UGD RSUD Bengkulu Tengah
dengan keluhan demam sejak empat hari SMRS. Demam tinggi dirasakan terus menerus
sepanjang hari. pasien mengatakan satu hari SMRS gusi tiba-tiba berdarah. keluhan
mimisan dan batuk pilek disangkal.
Saat demam pasien merasa lemas, dan disertai nafsu makan berkurang dan kurang
istirahat. Buang air kecil tidak ada keluhan. Buang air besar berwarna hitam disangkal.
pasien mengatakan beberapa hari yang lalu tetangga ada yang menderita keluhan
yang sama dengan pasien. Selama ini pasien belum pernah berobat dan baru pertama kali
datang ke RSUD Bengkulu Tengah.
Tujuan : Manajemen Kasus
Bahan bahasan : Kasus
Cara Membahas : Presentasi dan Diskusi
Data Pasien :
Nama : Nn. E
No. registrasi : 01 03 77
Datang UGD RSUD Bengkulu Tengah pada tanggal 13 Januari 2015
Data utama untuk diskusi
Diagnosis :
Demam Berdarah Dengue Grade II
Riwayat
Pengobatan
Riwayat
Kesehatan
Riwayat
Keluarga
Riwayat
Pekerjaan
Lain-lain

Pasien belum pernah sakit seperti ini.


Riwayat alergi (-)
Pasien seorang IRT
Status Present
-

dr. Winda Amelia

Keadaan umum
Kesadaran
Nadi

: Tampak sakit sedang


: Compos mentis
: 96 x/menit, reguler, isi penuh.

Respirasi
Suhu
Tekanan darah
BB
Status gizi

: 22 x/menit
: 38,9 C
: : 57 kg
: Cukup

Status Generalis
Kelainan mukosa kulit /subkutan yang menyeluruh
- Eritema makulopapular
: (-)
- Pucat
: (-)
- Sianosis
: (-)
- Ikterus
: (-)
- Perdarahan
: (-)
- Oedem tungkai
: (-)
- Turgor
: Cukup
- Lemak bawah kulit
: Cukup
- Pembesaran kelenjar getah bening generalisata : (-)

KEPALA
- Bentuk
: Bulat, simetris
- Rambut
: Hitam, tebal, tidak mudah dicabut
- Mata
: Kelopak mata oedem +/+, konjungtiva
anemis, sklera anikterik, kornea jernih
- Telinga
: Bentuk normal, simetris, liang sempit,
serumen (-/-), pus (-/-)
- Hidung
: Bentuk normal, septum deviasi (-),
pernafasan cuping hidung
(-), sekret (-)
- Mulut
: Bibir basah, lidah kotor (-), Gusi
berdarah(+), tonsil T1-T1 tenang, faring tidak hiperemis
LEHER
- Bentuk
- Trakhea
- KGB
- JVP

: Simetris
: Di tengah
: Tidak membesar
: Tidak meningkat

THORAKS
-

Inspeksi

: Bentuk simetris, retraksi intercostal (-), retraksi


suprasternal (-),
retraksi substernal (-), spider nevi (-)

PARU
dr. Winda Amelia

Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis


Palpasi
: fremitus taktil kanan dan kiri simetris
Perkusi
: Sonor di seluruh lapang paru kiri dan kanan
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-

JANTUNG
- Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
- Palpasi
: Iktus kordis teraba sela iga IV garis midclavicula
sinistra
Perkusi : Batas atas sela iga II garis parasternal sinistra
Batas jantung kanan sela iga IV garis parasternal dextra
Batas jantung kiri sela iga IV garis midclavicula sinistra
- Auskultasi
: Bunyi jantung I-II murni, murmur (-)
ABDOMEN
- Inspeksi
- Palpasi
tidak teraba.
- Perkusi
- Auskultasi

: Datar, simetris, venektasis (-)


: Supel, turgor kulit cukup, hepar dan lien
: Timpani, shifting dullness (-)
: Bising usus normal.

GENITALIA EXTERNA
- Kelamin
: Perempuan, tidak ada kelainan
EKSTREMITAS
-

Superior
: Edema (-/-), Sianosis (-), ikterik (-),
petekhi(+/+)
Inferior
: Edema (-/-), Pitting Edema (-/-), Sianosis
(-), ikterik (-), petekhi(-)

LABORATORIUM (Tgl: 08 April 2014 )


Darah Lengkap
Hemoglobin
: 12,2 gr%
Leukosit
: 8600 /mm3
Eritrosit
: 5,12 juta/mm3
Trombosit
: 58.000/mm3
Hematokrit
: 47,4%
Widal Test : Diagnosis
Terapi

Demam Berdarah Dengue Grade II


Non medikamentosa
-

dr. Winda Amelia

Tirah baring

Diet tinggi kalori tinggi protein

Medikamentosa

Daftar pustaka

IVFD RL 30 Tpm

Parasetamol 3 x 500 po

Inj. Ceftriaxone 1x500 mg

Inj. Ranitidin 3x1 amp

1. Buku ajar infeksi dan pediatri tropis,nalai penerbit FKUI,


jakarta 2008 : hal 155- 180
2. Guidelines

for

diagnosis,treatment,prevention

and

control,WHO,pdf, 2009: page 3-48


3. Hadinegoro S.R.H, Soegijanto S, dkk. Tatalaksana Demam
Berdarah Dengue di
Republik

Indonesia.

Indonesia
Direktorat

Departemen
Jenderal

Kesehatan

Pemberantasan

Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan. Edisi 3. Jakarta.


2004.
4. Ilmu Kesehatan Anak 2. Balai Penerbit Falkutas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta, 1985, hal 607-621
5. Kapita selekta Kedokteran, Jilid II, Media Aesculapius FKUI,
Jakarta 2000, hal 419 427.
6. RampenganT. H.Prof.Dr.Sp A. Penyakit Infeksi tropik pada
anak,Edisi keduaEGC,2008: 122-147
7. Soeparman. Ilmu Penyakit Dalam Jilid l, edisi Kedua. Balai
Penerbit FKUI, Jakarta, 1993:16-24
8. Sutarya, Djajadiman Gatot, Hariarti S. Pramuljo. Demam
Berdarah Dengue. Dalam Sri Rezeki H. Hadinegoro, Hindra
Irawan satari (penyunting). Naskah Lengkap Pelatihan bagi
Dokter Spesialis Anak dan Dokter Spesialis Penyakit Dalam
Tatalaksana Kasus DBD. Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1999:32
124.
dr. Winda Amelia

dr. Winda Amelia

TINJAUAN PUSTAKA
DEMAM BERDARAH DENGUE
Pendahuluan
Demam dengue dan demam berdarah dengue adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan nyeri sendi
disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diates hemoragik. Pada
DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi atau penumpukan
cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue adalah demam berdarah dengue yang
ditandai oleh renjatan atau syok.[1]
Demam Berdarah Dengue (DBD), satu komplikasi potensial, pertama kali
ditemukan pada tahun 1950an dalam epidemi dengue di Filipina dan Thailand. Pada hari
ini, DBD ditemukan hampir di seluruh negara Asia dan telah menjadi penyebab utama
perawatan di rumah sakit dan kematian anak di daerah tersebut. [1]
Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus DBD sangat
kompleks, yaitu (1) Pertumbuhan penduduk yang tinggi, (2) Urbanisasi yang tidak
terencana dan tidak terkendali, (3) Tidak adanya kontrol vektor nyamuk yang efektif di
daerah endemis, dan (4) Peningkatan sarana transportasi. [1]
Terdapat empat tipe virus yang berhubungan erat yang dapat menyebabkan demam
dengue. Penyembuhan dari infeksi akan memberikan kekebalan seumur hidup terhadap
tipe virus tersebut tetapi hanya proteksi sebagian dan sementara untuk ketiga tipe lain virus
pada infeksi selanjutnya. Terdapat bukti yang menyatakan infeksi sekuensial meningkatkan
resiko berkembangnya DBD. [1]
Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mempelajari dan mengetahui definisi,
epidemiologi, patogenesis, gejala klinis, diagnosis, pemeriksaan penunjang dan
pengobatan demam berdarah dengue.
Epidemiologi
Demam dengue atau demam berdarah dengue adalah penyakit viral arthropodborne yang paling sering, dapat mengenai berbagai dekade kehidupan. Penyakit ini
tersebar di seluruh dunia dengan interval epidemik 3-5 tahun. 50-100 juta kasus demam
dengue dan 250-500 ribu kasus demam berdarah dengue terjadi tiap tahunnya.
Di Indonesia, hampir semua propinsi pernah mengalami wabah. Wabah terakhir
terjadi tahun 1996-1997. Di RSHS, bulan Januari sampai pertengahan Februari 2001,
dr. Winda Amelia

tercatat 112 kasus demam berdarah dengue ataupun demam dengue, dan 27 kasus dengue
shock syndrome.[1]
Etiologi
Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan virus
dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang
dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotipe,
yaitu: DEN-1, DEN2, DEN-3, DEN-4. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan
antibodi terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap
serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai
terhadap serotipe lain tersebut.[1]
Patogenesis
Patogenesis DBD dan SSD (Sindrom Syok Dengue) masih merupakan masalah
yang kontroversial. Dua teori yang banyak dianut pada DBD dan SSD adalah hipotesis
infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) atau hipotesis immune
enhancement. Hipotesis ini menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang
mengalami infeksi yang kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang heterolog
mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD/Berat. Antibodi heterolog
yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan kemudian
membentuk kompleks antigen antibodi yang kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari
membran sel leukosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus tidak
dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag.
Dihipotesiskan juga mengenai antibody dependent enhancement (ADE), suatu proses yang
akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai
tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian
menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan
keadaan hipovolemia dan syok. [2,3]
Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis the secondary heterologous
infection dapat dilihat pada Gambar 1 yang dirumuskan oleh Suvatte, tahun 1977. Sebagai
akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien, respons
antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan
proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti
dengue. Disamping itu, replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang
bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan
dr. Winda Amelia

mengakibatkan terbentuknya virus kompleks antigen-antibodi (virus antibody complex)


yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a
akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh
darah dan merembesnya plasma dari ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular. Pada
pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30 % dan
berlangsung selama 24-48 jam. Perembesan plasma ini terbukti dengan adanya,
peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan di dalam
rongga serosa (efusi pleura, asites). Syok yang tidak ditanggulangi secara adekuat, akan
menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakhir fatal; oleh karena itu, pengobatan
syok sangat penting guna mencegah kematian. [1,2]
Hipotesis kedua, menyatakan bahwa virus dengue seperti juga virus binatang lain
dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus mengadakan replikasi
baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan
genetik dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia,
peningkatan virulensi dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah. Selain itu
beberapa strain virus mempunyai kemampuan untuk menimbulkan wabah yang besar.
Kedua hipotesis tersebut didukung oleh data epidemiologis dan laboratoris. [2,4]
Secondary heterologous dengue infection
Replikasi virus

Anamnestic antibody response


Kompleks virus-antibody
Aktivasi komplemen

Komplemen

Anafilatoksin (C3a, C5a)

Histamin dalam urin

Permeabilitas kapiler
> 30% pada
kasus syok 24-48 jam

Ht

Perembesan plasma

Natrium

Hipovolemia

Cairan dalam rongga


serosa

Syok
Anoksia

Asidosis
Meninggal

Gambar 1. Patogenesis terjadinya syok pada DBD[2]


Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-antibodi selain
mengaktivasi

sistem

dr. Winda Amelia

komplemen,

juga

menyebabkan
8

agregasi

trombosit

dan

mengaktivitasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah (gambar 2).
Kedua faktor tersebut akan menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit
terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit
mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin di phosphat), sehingga trombosit melekat satu
sama iain. Hal ini akan menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo
endothelial system) sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan
menyebabkan pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati
konsumtif (KID = koagulasi intravaskular deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP
(fibrinogen degredation product) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan. [2,4]
Secondary heterologous dengue infection
Replikasi virus

Anamnestic antibody

Kompleks virus antibody


Agregasi trombosit
Penghancuran
trombosit oleh RES

Aktivasi koagulasi
Pengeluaran
platelet faktor III

Aktivasi komplemen

Aktivasi faktor Hageman


Anafilatoksin

Trombositopenia
Gangguan
fungsi trombosit

Koagulopati
konsumtif

Sistem kinin
Kinin

penurunan faktor
pembekuan

Peningkatan
permeabilitas
kapiler

FDP meningkat
Perdarahan massif

syok

Gambar 2. Patogenesis Perdarahan pada DBD[2]


Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga
walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di sisi lain, aktivasi
koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga terjadi aktivasi sistem
kinin sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat
terjadinya syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh trombositpenia,

dr. Winda Amelia

penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan
dinding endotel kapiler. Akhirnya, perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.[1,2,4]
The Immunological Enhancement Hypothesis.
Antibodi yang terbentuk pada infeksi dengue terdiri dari IgG yang berfungsi
menghambat peningkatan replikasi virus dalam monosit, yaitu enhancing-antibody dan
neutralizing antibody . pada saat ini dikenal 2 jenis tipe antibodi yaitu :
1. Kelompok monoklonal reaktif yang tidak mempunyai sifat menetralisasi tetapi
memacu replikasi virus
2. Antibodi yang dapat menetralisasi secara spesifik tanpa disertai daya memacu
replikasi virus.
Perbedaan ini didasarkan adanya virion determinant spesificity. Antibodi non
neutralisasi yang dibentuk pada infeksi primer akan menyebabkan terbentuknya komplek
imun pada infeksi sekunder dengan akibat memacu proses replikasi virus. Teori inipula
yang mendasari pendapat bahwa infeksi sekunder virus dengue oleh serotipe dengue yang
berbeda cenderung menyebabkan manifestasi berat. Dasar utama hipotesis adalah
meningkatnya reaksi imunologis (The Immunological Enhancement Hypothesis). Yang
berlangsung sebagai berikut:
a. sel fagosit monuklear yaitu : monosit, makrofag, histiosit, dan sel kupffer merupakan
tempat utama terjadinya infeksi virus dengue primer.
b. Non neutralizing antibody baik yang bebas dalam sirkulasi maupun yang melekat
(sitofilik) pada sel,bertindak sebagai reseptor spesifik untuk melekatnya virus dengue
pada permukaan sel fagosit mononuklear. Mekanisme pertama ini disebut aferen
c. Virus dengue kemudian akan bereplikasi dalam sel fagosit mononuklear yang telah
terinfeksi
d. Selanjutnya sel monosit yang mengandung kompleks imun akan menyebar ke usus,
hati, limpa dan sum sum tulang. Mekanisme ini disebut eferen. Parameter perbedaan
terjadinya DBD dengan atau tanpa renjatanialah jumlah sel yang terkena infeksi.
e. Sel monosit yang telah teraktivasi akan mengadakan interaksi dengan sistem humoral
dan sistem komplemen dengan akibat dilepaskannya mediator yang mempengaruhi
permeabilitas kapiler dan mengaktivasi sistem koagulasi. Mekenisme ini disebut
mekanisme efektor. berakibat dilepaskannya anafilatoksin C3a dan C5a ( merupakan
mediator kuat peningkatan permeabilitas kapiler ) sehingga permeabilitas dinding
pembuluh darah meningkat dan dapat terjadi kebocoran plasma. Gangguan pada
dr. Winda Amelia

10

endotel Akan menyebabkan terjadinya agregasi trombosit yang melepaskan ADP,


Trombosit melepaskan vasoaktif yang bersifat meningkatkan permeabilitas kapiler dan
melepaskan trombosit faktor 3 yang merangsang koagulasi intravaskular. Terjadinya
aktivasi faktor Hageman ( faktor XII ) akan menyebabkan pembekuan intravaskuler
yang meluas dan meningkatkan permeabilitas dinding pembuluh darah.
Aktivasi Limfosit T
Limfosit T juga memegang peran penting dalam patogenesis DBD. akibat
rangsangan monosit yang terinfeksi virus dengue, limfosit dapat mengeluarkan interferon
(IFN- dan ). Pada infeksi sekunder oleh virus dengue ( serotipe berbeda dengan infeksi
pertama), limfosit T CD4+ berpfoliferasi dan menghasilkan IFN-. IFN- selanjutnya
merangsang sel yang terinfeksi virus dengue dan meng akbitkanmonosit memproduksi
mediator. Oleh limfosit T CD4+ dan CD 8+ spesifik virus dengue, monosit akan
mengalami lisis dan mengeluarkan mediator yang menyebabkankebocoran plasma dan
perdarahan.
Hipotesis kedua patogenesis DBD mempunyai konsep dasar bahwa keempat
serotipe virus dengue mempunyai potensi patogen yang sama dan gejala berat terjadi
sebagai akibat serotipe virus dengue yang paling virulensi.4
Manifestasi klinis
Infeksi dengue adalah penyakit sistemik dan dinamis. Ia memiliki spektrum klinis
yang luasyang meliputi berat dan non berat manifestasi klinis . Demam Berdarah Dengue
ditandai oleh 4 manifestasi klinis utama, yaitu demam tinggi, perdarahan terutama
perdarahan kulit, hepatomegali, dan kegagalan sirkulasi. Fenomena patofisiologi utama
yang menentukan derajat penyakit dan membedakan DBD dari DD ialah peningkatan
permeabilitas pembuluh darah, menurunnya volume plasma, trombositopenia, dan diatesis
haemorrhagic.
Masa inkubasi antara 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Setelah inkubasi periode,
penyakit dimulai secara tiba-tiba dan diikuti oleh tiga fase - demam, kritis dan pemulihan
(Gambar 3). Gambaran klinis yang baik dan buruk.

dr. Winda Amelia

11

Kegiatan (triase dan keputusan manajemen) di tingkat perawatan primer dan


sekunder (di mana pasien pertama dilihat dan dievaluasi) sangat penting dalam
menentukan klinis hasil berdarah.3

dr. Winda Amelia

12

Gambar 3 Jalannya penyakit demam berdarah[3]

Fase Demam
Pasien biasanya demam tinggi tiba-tiba. fase demam akut biasanya berlangsung 2-7
hari dan sering disertai dengan kemerahan pada wajah, kulit eritema, tubuh sakit,
mialgia, artralgia dan sakit kepala . Beberapa pasien mungkin memiliki sakit
tenggorokan faring. Anoreksia, mual dan muntah yang umum.

Perdarahan
Sebuah tes tourniquet positif dalam fase ini meningkatkan kemungkinan demam
dengue . dengan mempertahankan manset manset tensimeter pada tekanan antara
sistole dan diastole selama 5 menit, kemudian dilihat apakah timbul petechie atau
tidak didaerah voler lengan bawah.
Kriteria : (+) bila jumlah petechia > 20
() bila jumlah petechia > 10-20
(-) bila jumlah petechie < 10
Selain itu, gambaran klinis yang bisa dibedakan antara kasus demam berdarah yang
berat dan tidak berat. Oleh karena itu pemantauan tanda-tanda peringatan dan
parameter klinis lainnya.2

dr. Winda Amelia

13

Penting untuk mengenali perkembangan ke fase kritis. DBD Ringan manifestasi


perdarahan seperti membran mukosa dan petechiae (Misalnya hidung dan gusi) atau
Banyak perdarahan vagina (pada wanita usia subur) dan perdarahan gastrointestinal
dapat terjadi selama fase ini tetapi tidak umum .3

Pembesaran hepar
Hepar sering membesar dan melunak setelah beberapa hari demam .Itu paling awal
kelainan pada hitung darah lengkap adalah penurunan progresif dalam jumlah sel
darah putih, yang harus waspada dokter untuk probabilitas tinggi dengue .6,8

Fase Kritis
Sekitar waktu penurunan suhu badan sampai yg normal, saat suhu turun menjadi
37,5-38oC atau kurang dan tetap di bawah tingkat ini, biasanya pada hari 3-7 sakit,
peningkatan kapiler permeabilitas secara paralel dengan tingkat kenaikan hematokrit
dapat terjadi .Ini tanda awal fase kritis. Periode kebocoran plasma klinis yang
signifikan biasanya berlangsung 24-48 jam. Leukopenia progresif diikuti oleh
penurunan cepat dalam jumlah trombosit biasanya mendahului plasma kebocoran.
Pada pasien tanpa peningkatan permeabilitas kapiler akan meningkatkan permeabilitas
kapiler, sementara mereka dengan peningkatan permeabilitas kapiler dapat menjadi
lebih buruk sebagai hasil dari volume plasma yang hilang. Tingkat kebocoran plasma
bervariasi. Efusi pleura dan asites mungkin secara klinis terdeteksi tergantung pada
derajat kebocoran plasma dan volume terapi cairan. Oleh karena x-ray dada dan USG
abdomen dapat bermanfaat alat untuk diagnosis. Tingkat kenaikan hematokrit dasar di
atas sering mencerminkan keparahan kebocoran plasma. Syok terjadi ketika volume
kritis plasma hilang melalui kebocoran. Hal ini sering didahului oleh tanda-tanda
peringatan. Suhu tubuh di bawah normal ketika mungkin terjadi syok. Dengan syok
berkepanjangan,terjadi hipoperfusi organ progresif organ, asidosis metabolik dan

dr. Winda Amelia

14

koagulasi intravaskular diseminata. Ini pada gilirannya menyebabkan perdarahan yang


berat menyebabkan penurunan hematokrit dan shock berat. Alih-alih leukopenia
biasanya terlihat selama fase DBD, total jumlah sel putih dapat meningkatkan pada
pasien dengan perdarahan hebat. Selain itu, hipoperfusi organ berat seperti hepatitis
berat, ensefalitis atau miokarditis pendarahan berat juga dapat tanpa kebocoran plasma
jelas atau shock .
Perubahan dalam hitung Hb, Hematokrit, Trombosit Dan Lekosit harus digunakan
untuk memandu terjadinya fase kritis dan kebocoran plasma.

Hematokrit meningkat sama atau 20% lebih. Ht = 3x Hb

Trombosit menurun, sama atau kurang dari 100.000/mm

Lekopeni kadang kadang lekositosis ringan

Waktu perdarahan memanjang

Waktu protombin memanjang


Mereka yang memburuk akan dengan tanda-tanda peringatan. Ini disebut dengan
DBD warning sign. Kasus DBD dengan warning sign mungkin akan pulih dengan
rehidrasi intravena awal. Beberapa kasus akan memburuk dengan severe dengue.3

Fase Pemulihan
Jika pasien bertahan 24-48 jam fase kritis, reabsorpsi bertahap cairan kompartemen
ekstravaskuler terjadi dalam 48-72 jam berikutnya. kesejahteraan Umum membaik,
nafsu makan kembali, gejala gastrointestinal membaik, Status hemodinamik stabil dan
diuresis terjadi. Beberapa pasien mungkin mengalami pruritus umum. Bradikardia dan
perubahan elektrokardiografi yang umum selama tahap ini. Hematokrit stabil atau
mungkin lebih rendah karena efek pengenceran dari diserap kembali cairan. Jumlah
sel darah putih biasanya mulai naik segera setelah penurunan suhu badan sampai yg
normal tetapi pemulihan jumlah trombosit biasanya kemudian dibandingkan dengan
jumlah sel darah putih. Gangguan pernapasan dari efusi pleura dan asites masif akan
terjadi setiap waktu bilamana cairan intravena yang berlebihan telah diberikan. Selama
dan kritis / atau pemulihan fase, terapi cairan berlebihan berhubungan dengan edema
paru atau gagal jantung kongestif. Masalah klinis selama berbagai fase yang berbeda
dari demam berdarah dapat diringkas seperti pada Tabel 1.

dr. Winda Amelia

15

Tabel 1 demam, kritis dan pemulihan fase dalam berdarah[3]

Severe Dengue didefinisikan oleh satu atau lebih hal berikut:

Plasma kebocoran yang mungkin menyebabkan shock (shock dengue) dan / atau
Akumulasi cairan, dengan atau tanpa pernapasan kesusahan, dan / atau

Pendarahan berat

Hipoperfusi organ berat.


Sebagai permeabilitas vaskular berdarah berlangsung memperburuk hipovolemia,
dan dalam shock. Biasanya terjadi di sekitar penurunan suhu badan sampai yg normal,
biasanya pada hari ke-4 atau 5 (kisaran hari 3-7) penyakit, didahului oleh tanda-tanda
peringatan. Selama tahap awal syok, kompensasi mekanisme yang mempertahankan
tekanan darah sistolik normal juga menghasilkan takikardia dan vasokonstriksi perifer
dengan perfusi kulit berkurang, mengakibatkan ekstremitas dingin dan waktu isi
ulang kapiler tertunda. Uniknya, diastolik tekanan naik menuju tekanan sistolik dan
tekanan nadi menyempit sebagai perifer meningkat resistensi pembuluh darah. Pasien
shock dengue sering tetap sadar dan jernih. Dokter yang berpengalaman dapat
mengukur tekanan sistolik normal dan salah menilai keadaan kritis pasien. Akhirnya,
ada dekompensasi dan keduanya tekanan menghilang tiba-tiba. Syok hipotensi dan
hipoksia yang berkepanjangan dapat menyebabkan kegagalan multi-organ dan
perjalanan klinis sangat sulit.
Pasien dianggap memiliki syok jika tekanan nadi (yaitu perbedaan antara sistolik
dan tekanan diastolik) adalah 20 mm Hg pada anak memiliki tanda-tanda perfusi
kapiler sedikit (ekstremitas dingin, pengisian kapiler tertunda, atau denyut nadi cepat
rate). Pada orang dewasa, tekanan nadi 20 mm Hg dapat menunjukkan syok lebih
parah. Hipotensi biasanya berhubungan dengan syok berkepanjangan yang sering oleh
perdarahan. Pasien dengan DBD berat mungkin memiliki kelainan koagulasi, tetapi ini
biasanya tidak cukup untuk menyebabkan pendarahan besar. Bila pendarahan besar
terjadi, hampir selalu berhubungan dengan syok mendalam karena kombinasi dengan

dr. Winda Amelia

16

thrombocytopaenia, hipoksia dan asidosis, dapat menyebabkan kegagalan multiple


organ. Perdarahan masif dapat terjadi tanpa syok berkepanjangan di contoh ketika
asam asetilsalisilat (aspirin), ibuprofen atau kortikosteroid telah diambil. Manifestasi
yang tidak biasa, termasuk gagal hati akut dan ensefalopati, mungkin ini, bahkan tanpa
adanya kebocoran plasma berat atau syok. Cardiomyopathy dan ensefalitis juga
dilaporkan dalam kasus demam berdarah beberapa. Namun, sebagian besar kematian
akibat dengue terjadi pada pasien dengan syok mendalam, terutama jika situasi rumit
dengan overload cairan. DBD yang berat harus dipertimbangkan jika pasien dari
daerah risiko DBD yang mengalami demam 2-7 hari ditambah dari fitur berikut :
Ada bukti kebocoran plasma, seperti :
- Tinggi atau semakin meningkatnya hematokrit
- Efusi pleura atau ascites
- Shock (takikardia, ekstremitas dingin dan basah, waktu pengisian kapiler lebih dari
tiga detik, nadi lemah atau tidak terdeteksi, pulsa tekanan atau sempit, shock

Ada

perdarahan

yang

signifikan.

Ada tingkat kesadaran yang berubah (letargi atau gelisah, koma, kejang-kejang).
Ada gangguan pencernaan berat (muntah terus-menerus, meningkatkan atau intens
nyeri

perut,

jaundice).

Ada kerusakan organ berat (kegagalan hati akut, gagal ginjal akut, ensefalopati
atau ensefalitis, atau manifestasi yang tidak biasa lainnya, kardiomiopati) atau
manifestasi yang tidak biasa lainnya.3
Diagnosis
o Diagnosa demam Dengue ditegakkan berdasarkan :
Demam akut selama 2-7 hari, bifasik
Ditandai dengan dua atau lebih manifestasi klinis sbb :
1.

Nyeri kepala

2.

Nyeri retroorbital

3.

Myalgia / arthralgia

4.

Ruam kulit

5.

Manifestasi

perdarahan

( petekie atau uji bendung positif


6.

Leukopenia

dr. Winda Amelia

17

Demam Berdarah Dengue (DBD) berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD
ditegakkan bila semua hal dibawah ini dipenuhi :
1.

Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari biasanya


bifasik.

2.

Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut :


-

Uji bendung positif

Petekie, ekimosis atau purpura

Perdarahan mukosa
(tersering epistaksis atau perdarahan gusi).

Hematemesis atau melena

3.

Trombositopenia
(Trombosit < 100.000/UI)
4.

Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage atau kebocoran


plasma sebagai berikut :
-

peningkatan Hematokrit > 20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan
jenis kelamin.

Penurunan HT > 20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan nilai
hematokrit sebelumnya.

Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau hipoproteinnemia.

Sindrom syok dengue


Seluruh kriteria di atas untuk DBD disertai kegagalan sirkulasi dengan manifestasi
nadi yang cepat dan lemah, tekanan darah turun ( 20 mmHg), hipotensi dibandingkan
standar sesuai umur, kulit dingin dan lembab serta gelisah.
Klasifikasi
Untuk menentukan tatalaksana yang adekuat, maka pasien DBD perlu
diklasifikasikan menurut derajat berat ringan penyakit. Dengan demikian, dapat
direncanakan apakah seorang pasien dapat berobat jalan, perlu observasi di Puskesmas
atau harus segera dirujuk ke rumah sakit yang mempunyai fasilitas kesehatan yang lebih
lengkap.

dr. Winda Amelia

18

WHO (1975) membagi derajat penyakit DBD dalam 4 derajat


Derajat

Gejala

Laboratorium

Derajat I

Demam disertai gejala tidak khas dan satu- Trombositopenia


satunya manifestasi perdarahan adalah uji (< 100.000) bukti ada
tourniquet positif
kebocoran plasma

Derajat II

Trombositopenia
Derajat I disertai perdarahan spontan di kulit
(< 100.000) bukti ada
dan atau perdarahan lain
kebocoran plasma

Derajat III

Ditemukannya kegagalan sirkulasi, yaiu nadi


Trombositopenia
cepat dan lembut, tekanan nadi menurun, (<
(< 100.000) bukti ada
20mmHg) atau hipotensi disertai kulit
kebocoran plasma
dingin, lembab, dan pasien menjadi gelisah

Trombositopenia
Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan
Derajat IV
(< 100.000) bukti ada
tekanan darah tidak dapat diukur
kebocoran plasma
DBD derajat III dan IV disebut juga Sindrom Syok Dengue (SSD)

Gambar 4 Disarankan dengue klasifikasi kasus dan tingkat keparahan

dr. Winda Amelia

19

Pemeriksaan penunjang
Laboratorium
-

Pemeriksaan darah rutin yaitu : Hemoglobin, Hematokrit, Jumlah Trombosit dan


Hapusan darah tepi untuk melihat adanya Leukositosis disertai gambaran Limfosit
plasma biru.

Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (Cel Culture) ataupun
deteksi antigen virus RNA Dengue dengan tehnik RT-PCR ( Reverse Transkriptase
Polymerase Chain Reaction ), namun karena tekhnik yang lebih rumit, saat ini tes
serologis yang mendeteksi adanya antibody spesifik terhadap dengue berupa antibody
total, IgM maupun IgG.

Parameter Laboratoris :
Leukosit : dapat normal atau menurun. Mulai hari ke 3 dapat ditemui

limfositosis relatif ( > 45% dari total leukosit ) disertai adanya limfosit plasma biru
(LPB) > 15% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok akan meningkat.
o

Trombosit : umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8.

Hematokrit : kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya


peningkatan hematokrit 20% hemtokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke 3
demam
Hemostasis : dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau

FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.
Protein atau albumin: dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran

o
plasma.
o

SGOT/ SGPT ( Serum Alanin Amino Transferase ): dapat meningkat.

Ureum, kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal

Elektrolit: sebagai parameter pemantauan pemberian cairan

Golongan darah dan cross match ( uji cocok serasi ): bila akan di berikan
transfusi darah atau komponen darah.
Imunoserologi dilakukan pemeriksaan Ig M dan Ig G terhadap dengue.

Ig M : terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang setelah
60-90 hari.
o Ig G: pada infeksi primer, Ig G mulai terdeteksi pada hari ke 14, pada infeksi sekunder
Ig G mulai terdeteksi hari ke 2.

dr. Winda Amelia

20

Uji HI: dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta saat pulang dari
perawatan, uji ini di gunakan untuk kepentingan surveilance.

Diagnosis banding
Demam pada fase akut mencakup spektrum infeksi bakteri dan virus yang
luas.pada hari hari pertama diagnosis DBD sulit dibedakan dari morbili dan Idiopathic
trombositiphenia purpura (ITP) yang disertai demam. Pada hari demam ke 3-4
,kemungkinan diagnosis DBD

jauh lebih besar,apabila gejala klinis lain seperti

manifestasi perdarahan dan pembesaran hati menjadi nyata. Kesulitan kadang kadang
dialami dalam membedakan syok pada DBD dengan sepsis, dalam hal ini trombositopenia
dan hemokonsentrasi disamping penilaian gejala klinis lain seperti tipe lama demam dapat
membantu.

Pada awal perjalanan penyakit dapat mencakup infeksi bakteri, virus atau infeksi
protozoa, seperti demam typhoid, campak, influenza, hepatitis demam chikungunya,
leptospirosis dan malaria. Adanya trombositopenia yang jelas dengan atau tanpa
hemokosentrasi dapat membedakan antara DBD dengan penyakit lain.

Bila dibandingkan dengan DBD, DC memperlihatkan masa demam lebih pendek,


hampir selalu sering di jumpai artralgia, sedangkan manifestasi pendarahan sama
dengan DBD, tetapi pada DC tidak pernah ditemukan pendarahan gastrointestinal dan
syok.

Pendarahan seperti petekie dan ekimosis juga ditemukan pada beberapa penyakit infeksi
misalnya sepsis, meningitis meningtokokus. Pendarahan dapat juga terjadi pada
leukemia atau anemia aplastik.

dr. Winda Amelia

21

Pada sepsis penderita tampak sakit berat, demam naik turun dan ditemukan tanda-tanda
infeksi.

Idiopatic thrombocytopenic purpura (ITP) sulit dibedakan dari DBD derajat II, tetap
pada ITP demam cepat menghilang, tidak dijumpai homokonsentrasi, dan pada fase
penyembuhan DBD jumlah trombosit lebih cepat kembali normal dari ITP.

Pada leukemia demam tidak teratur, kalenjer limfe dapat teraba dan pasien sangat
anemis.

Demam dengue :

tidak terdapat perembesan plasma (hemokonsentrasi), dan tidak

terdapat penumpukan cairan di rongga tubuh

Demam chikungunya : lumpuh mendadak, lemas

dr. Winda Amelia

22

Penatalaksanaan
Mengingat pada saat awal pasien datang, kita belum selalu dapat menentukan
diagnosis DD/DBD dengan tepat, maka sebagai pedoman tatalaksana awal dapat dibagi
dalam 3 bagian, yaitu:[2]
1. Tatalaksana kasus tersangka DBD, termasuk kasus DD, DBD derajat I dan DBD
derajat II tanpa peningkatan kadar hematokrit.
2. Tatalaksana kasus DBD, termasuk kasus DBD derajat II dengan peningkatan kadar
hematokrit.
3. Tatalaksana kasus sindrom syok dengue, termasuk DBD derajat III dan IV.

Gambar 5. Tatalaksana kasus tersangka DBD[8]

dr. Winda Amelia

23

Gambar 6. Tatalaksana kasus DBD derajat I dan II


tanpa peningkatan hematokrit[8]

Gambar 7. Tatalaksana kasus DBD derajat II dengan peningkatan


hematokrit >20%[8]

dr. Winda Amelia

24

Gambar 8. Tatalaksana kasus DBD derajat III dan IV


(Sindrom Syok Dengue/SSD) [8]
Komplikasi
Komplikasi pada DBD biasanya merupakan suatu manifestasi yang tidak lazim, yaitu :

Ensefalopati dengue
Terjadi sebagai komplikasi syok yang berkepanjangan dengan pendarahan, tetapi dapat
juga terjadi pada DBD ang tidak di sertai syok. Gangguan metabolic seperti
hipoksemua, hiponatremia atau pendarahan dapat menjadi penyebab terjadinya
ensefalopati.

Kelainan ginjal
Gagal ginjal akut pada umumnya terjadi pada fase terminal sebagai akibat dari syok
yang tidak teratasi dengan baik.

Udema paru
Udema adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat pemberian cairan yang
berlebihan

dr. Winda Amelia

25

Pencegahan
Demam berdarah dapat dicegah dengan memberantas jentik-jentik nyamuk Demam
Berdarah (Aedes aegypti) dengan cara melakukan Pembersihan Sarang Nyamuk. Upaya ini
merupakan cara yang terbaik, ampuh, murah, mudah dan dapat dilakukan oleh masyarakat,
dengan cara sebagai berikut:
1. Kewaspadaan dini penyakit DBD, guna mencegah dan membatasi terjadinya
KLB/wabah penyakit dengan kegiatan 3M, yaitu
-

Menguras tempat-tempat penampungan air secara teratur sekurang-kurangnya


seminggu sekali atau menaburkan bubuk abate ke dalamnya (seperti : bak
mandi/WC, drum, dan lain-lain) sekurang-kurangnya seminggu sekali. Gantilah air
di vas bunga, tempat minum burung, perangkap semut dan lain-lain sekurang-

kurangnya seminggu sekali


Menutup rapat-rapat tempat penampungan air seperti tempayan, drum, dan lain-lain

agar nyamuk tidak dapat masuk dan berkembang biak di tempat itu.
Mengubur/menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan,
seperti kaleng bekas, plastik dll. agar tidak menjadi tempat berkembang biak
nyamuk. Potongan bambu, tempurung kelapa, dan lain-lain agar dibakar bersama

sampah lainnya.
Lipatlah pakaian/kain yang bergantungan dalam kamar agar nyamuk tidak hinggap
disitu.

2. Pemberantasan vektor
-

Penyemprotan (fogging) difokuskan pada lokasi ditemukannya kasus

Penyuluhan gerakan masyarakat

Abatisasi selektif (sweeping jentik) di seluruh wilayah/kota

Kerja bakti melakukan 3M.


Untuk tempat-tempat air yang tidak mungkin atau sulit dikuras, taburkan bubuk

ABATE ke dalam genangan air tersebut untuk membunuh jentik-jentik nyamuk. Ulangi hal
ini setiap 2-3 bulan sekali.5

dr. Winda Amelia

26

FORTO POLIO DEMAM BERDARAH


DENGUE

dr. Ahmad Samsuri

27

APRIL
2014

FORTO POLIO DEMAM BERDARAH


DENGUE

APRIL
2014

DAFTAR PUSTAKA
1. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis, Balai penerbit FKUI, Jakarta 2008 : hal 155180
2. Guidelines for diagnosis,treatment,prevention and control,WHO,pdf, 2009: page 3-48
3. Hadinegoro S.R.H, Soegijanto S, dkk. Tatalaksana Demam Berdarah Dengue di
Indonesia

Departemen

Kesehatan

Republik

Indonesia.

Direktorat

Jenderal

Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan. Edisi 3. Jakarta. 2004.


4. Ilmu Kesehatan Anak 2. Balai Penerbit Falkutas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta, 1985, hal 607-621
5. Kapita selekta Kedokteran, Jilid II, Media Aesculapius FKUI, Jakarta 2000, hal 419
427.
6. RampenganT.

H.Prof.Dr.Sp

A.

Penyakit

Infeksi

tropik

pada

anak,Edisi

keduaEGC,2008: 122-147
7. Soeparman. Ilmu Penyakit Dalam Jilid l, edisi Kedua. Balai Penerbit FKUI, Jakarta,
1993:16-24
8. Sutarya, Djajadiman Gatot, Hariarti S. Pramuljo. Demam Berdarah Dengue. Dalam Sri
Rezeki H. Hadinegoro, Hindra Irawan satari (penyunting). Naskah Lengkap Pelatihan
bagi Dokter Spesialis Anak dan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Tatalaksana Kasus
DBD. Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1999:32 124.

dr. Ahmad Samsuri

28

FORTO POLIO DEMAM BERDARAH


DENGUE

dr. Ahmad Samsuri

29

APRIL
2014

Anda mungkin juga menyukai