Penyegaran
Keilmuan
Deskripsi : Laki-laki usia 25 tahun datang dengan keluhan demam sejak 5 hari SMRS. Demam
tinggi dirasakan setiap hari terutama saat malam hari disertai rasa menggigil dan keringat yang
banyak. Pasien sudah minum obat parasetamol, namun keluhan tidak membaik. Keluhan kejang,
kesadaran menurun disangkal. Tanda-tanda manifestasi perdarahan seperti bintik-bintik merah
dikulit dan gusi berdarah juga disangkal oleh pasien. Pasien mengeluh sakit kepala, nyeri ulu hati,
nyeri otot dan sendi, serta mual. Saat beberapa hari yang lalu pasien bekerjadi hutan mencari kayu.
Pasien juga mengeluhkan BAK berwarna seperti teh. BAB normal.
Tujuan : Manajemen Kasus
Bahan bahasan : Kasus
Cara Membahas : Presentasi dan Diskusi
Data Pasien :
Nama : Tn. M
No. registrasi : 04 90 26
Datang ke IGD RSUD Pambalah Batung pada tanggal 21 oktober 2013
Data utama untuk diskusi
Diagnosis :
Riwayat Pengobatan
Riwayat Kesehatan
Riwayat Keluarga
Riwayat Pekerjaan
Lain-lain
Malaria falcifarum
Minum obat parasetamol yang dibeli di warung, namun keluhan
tidak membaik.
Riwayat sakit malaria dan DBD sebelumnya (-), DM (-),
Hipertensi (-), asma (-)
Riwayat alergi (-), riwayat malaria (-), riwayat DBD (+)
Penebang pohon
KU : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
TTV
TD : 120/80 mmHg
RR : 22x/menit, torakoabdominal
N : 80x/menit, reguler, isi cukup
T : 37,8 C, axilla
Status Gizi
Berat badan : 55 kg
Tinggi badan :165 cm
IMT
: 20,2 normoweight (normal: 18,5 - 25)
Status gizi
: baik
Status Generalis
Kulit
: warna kulit sawo matang, petekie (-)
Kepala : normocephal, distribusi rambut merata
Mata : konjungtiva pucat +/+, sklera ikterik -/Telinga : normotia, MAE lapang, serumen -/-, sekret -/Hidung : bentuk normal, deviasi septum (-), sekret -/-,
Porto Folio Malaria Falsifarum epistaksis(-)
30 (-)
Mulut : mukosa bibir lembab, gusi berdarah (-), Page
lidah |kotor
Tenggorokan : Tonsil T1-T1 tenang, faring hiperemis (-)
Leher : tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening
Toraks : Dinding thoraks simetris saat statis dan dinamis, tidak
TINJAUAN PUSTAKA
MALARIA
I.1 Definisi
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium yang hidup
dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia. Penyakit ini ditularkan melalui gigitan
nyamuk Anopheles betina. Ada empat jenis plasmodium yang menginfeksi manusia yaitu
plasmodium falcifarum, plasmodium vivax, plasmodium ovale dan plasmodium malariae.
Pada tahun 2010 di Pulau Kalimantan dilaporkan adanya P. Knowlesi yang dapat menginfeksi
manusia dimana sebelumnya hanya menginfeksi hewan primata/monyet dan sampai saat ini
masih terus diteliti. 2,3
I.2 Epidemiologi
Pada tahun 2010 di Indonesia terdapat 65% kabupaten endemis dimana hanya sekitar
45% penduduk di kabupaten tersebut berisiko tertular malaria. Berdasarkan hasil survei
komunitas selama 2007 2010, prevalensi malaria di Indonesia menurun dari 1,39 %
(Riskesdas 2007) menjadi 0,6% (Riskesdas 2010). Sementara itu berdasarkan laporan yang
diterima selama tahun 2000-2009, angka kesakitan malaria cenderung menurun yaitu sebesar
3,62 per 1.000 penduduk pada tahun 2000 menjadi 1,85 per 1.000 penduduk pada tahun 2009
dan 1,96 tahun 2010. Sementara itu, tingkat kematian akibat malaria mencapai 1,3%. Pada
tahun 2011 jumlah kematian malaria yang dilaporkan adalah 388 kasus.3
Prevalensi nasional malaria berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2010 adalah 0,6%
dimana provinsi dengan (Annual Parasite Incidence) API di atas angka rata-rata nasional
adalah Nusa Tenggara Barat, Maluku, Maluku Utara, Kalimantan Tengah, Bangka Belitung,
Kepulauan Riau, Bengkulu, Jambi, Sulawesi Tengah, Gorontalo, dan Aceh. Tingkat
prevalensi tertinggi ditemukan di wilayah timur Indonesia, yaitu di Papua Barat (10,6%),
Papua (10,1%) dan Nusa Tenggara Timur (4,4%).3
Kasus resistensi parasit malaria terhadap klorokuin ditemukan pertama kali di
Kalimantan Timur pada tahun 1973 untuk P. falcifarum, dan tahun 1991 untuk P. vivax di
Nias. Sejak tahun 1990, kasus resistensi tersebut dilaporkan makin meluas di seluruh provinsi
di Indonesia. Selain itu, dilaporkan juga adanya resistensi terhadap Sulfadoksin-Pirimethamin
(SP) di beberapa tempat di Indonesia. Keadaan ini dapat meningkatkan morbiditas dan
mortalitas penyakit malaria. Oleh sebab itu, untuk menanggulangi masalah resistensi tersebut
(multiple drugs resistance) dan adanya obat anti malaria baru yang lebih paten, maka
pemerintah telah merekomendasikan obat pilihan pengganti klorokuin dan SP, yaitu
kombinasi derivate artemisinin dengan obat anti malaria lainnya yang biasa disebut dengan
Artemisinin based Combination Therapy (ACT).
Porto Folio Malaria Falsifarum
Page | 31
Page | 32
P. falcifarum
9 14 (12)
P. vivax
12 17 (15)
P. ovale
16 18 (17)
P. malariae
18 40 (28)
Gejala pertama malaria yang muncul tidak spesifik dan menyerupai gejala penyakit
virus sistemik ringan. Gejalanya antara lain : sakit kepala, lelah, fatigue, nyeri abdomen,
nyeri otot dan sendi, biasanya diikuti oleh demam, menggigil, berkeringat, mual, lemas, dan
muntah. Pada daerah endemis, malaria sering kali didiagnosis berdasarkan gejala klinik. Bila
pada stadium awal ini tidak segera dilakukan pengobatan , atau tidak efektif, maka jumlah
parasit dalam darah terus meningkat dan dapat menjadi malaria berat, khususnya malaria P.
falcifarum.1
Demam timbul bersamaan dengan pecahnya sel darah merah yang terinfeksi (skizon
darah) yang mengeluarkan bermacam-macam antigen. Antigen akan merangsang makrofag,
monosit dan limfosit untuk mengeluarkan sitokin-sitokin, antara lain TNF yang menyebabkan
terjadinya demam. Proses skizogoni terjadi dalam waktu yang bereda-beda, tergantung
spesiesnya P. falcifarum memerlukan 36-48 jam, P. vivax dan P. ovale memerlukan waktu 48
jam, dan P. malariae 72 jam. Sehingga demam pada P. falcifarum dapat terjadi setiap hari, P.
vivax dan ovale selang waktu satu hari, dan P. malariae demam timbul selang waktu 2 hari.1
Perjalanan klinis malaria tergantung pada imunitas protektif yang didapat
sebelumnya. Pada daerah endemis, dimana transmisi malaria bersifat stabil (populasi terpajan
secara terus menerus terhadap inokulasi malaria; entomological inoculation rate > 10 per
tahun). manifestasi yang berat dialami oleh anak-anak. Remaja dan orang dewasa memiliki
kekebalan parsial sehingga manifestasinya jarang menjadi berat. Namun pada wanita hamil,
imunitas berangsur-angsir menurun, demikian pula pada mereka yang bermigrasi keluar dari
daerah endemic untuk waktu yang cukup lama (tahunan).1
Anemia terjadi karena pecahnya sel darah merah yang terinfeksi maupun yang tidak
terinfeksi. P falcifarum menginfeksi semua jenis sel darah merah, sehingga anemia terjadi
Porto Folio Malaria Falsifarum
Page | 33
pada infeksi akut maupun kronik. P. vivax dan P. ovale hanya menginfeksi sel darah merah
muda yang jumlahnya hanya 2%, sedangkan P. malariae menginfeksi sel darah merah tua
yang jumlahnya hanya 1%. Dengan demikian anemia pada infeksi P. vivax dan P. ovale dan
P. malariae umunya terjadi pada keadaan kronik.1
Splenomegali terjadi karena penghancuran Plasmodium oleh sel-sel makrofag dan
limfosit. Penambahan sel-sel radang tersebut akan menyebabkan limpa membesar. Malaria
berat biasanya memiliki manifestasi satu atau lebih : koma (malaria serebral), asidosis
metabolik, anemia berat, hipoglikemia, gagal ginjal akut atau edema paru akut. Pada stadium
ini, fatalitas penyakit pada pasien yang mendapat pengobatan mencapai 10-20%.2
Malaria berat akibat P. falciparum mempunyai patogenesis yang khusus. Eritrosit
yang terinfeksi P. falciparum akan mengalami proses sekuestrasi, yaitu tersebarnya eritrosit
yang berparasit tersebut ke pembuluh kapiler alat dalam tubuh. Selain itu pada permukaan
eritrosit yang terinfeksi akan membentuk knob yang berisi berbagai antigen P. falciparum.
Sitokin (TNF, IL-6 dan lain lain) yang diproduksi oleh sel makrofag, monosit, dan limfosit
akan menyebabkan terekspresinya reseptor endotel kapiler. Pada saat knob tersebut berikatan
dengan reseptor sel endotel kapiler terjadilah proses sitoadherensi. Akibat dari proses ini
terjadilah obstruksi (penyumbatan) dalam pembuluh kapiler yang menyebabkan terjadinya
iskemia jaringan. Terjadinya sumbatan ini juga didukung oleh proses terbentuknya rosette,
yaitu bergerombolnya sel darah merah yang berparasit dengan sel darah merah lainnya. Pada
proses sitoaderensi ini juga terjadi proses imunologik yaitu terbentuknya mediator-mediator
antara lain sitokin (TNF, IL-6 dan lain lain), dimana mediator tersebut mempunyai peranan
dalam gangguan fungsi pada jaringan tertentu.3
Untuk P. vivax dan Plasmodium lainnya diduga ada mekanisme tersendiri yang perlu
penelitian lebih lanjut.
Page | 34
Page | 35
Page | 36
Pada daerah dengan risiko rendah, diagnosis harus berdasarkan adanya pajanan malaria
dan riwayat demam dalam 3 hari terakhir tanpa gambaran penyakit berat lainnya.
Pada daerah dengan risiko tinggi, diagnosis harus berdasarkan adanya riwayat demam
dalam 24 jam terakhir dan/atau adanya anemia (pucat pada telapak tangan dapat dipakai
sebagai patokan anemia pada anak-anak).
Page | 37
Page | 38
Page | 39
Gejala gagal ginjal akut dengan hasil pemeriksaan darah terhadap malaria
negatif.3
g. Sepsis
Demam dengan fokal infeksi yang jelas, penurunan kesadaran, gangguan
sirkulasi, leukositosis dengan granula-toksik yang didukung hasil biakan
mikrobiologi.3
h. Demam berdarah dengue atau Dengue shock syndrome
Demam tinggi terus menerus selama 2 - 7 hari, disertai syok atau tanpa
syok dengan keluhan sakit kepala, nyeri tulang, nyeri ulu hati, manifestasi
perdarahan (epistaksis, gusi, petekie, purpura, hematom, hemetemesis dan melena),
sering muntah, penurunan jumlah trombosit dan peningkatan hemoglobin dan
hematokrit, uji serologi positif (antigen dan antibodi).3
I.7 Penatalaksanaan malaria
Salah satu tantangan terbesar dalam upaya penyobatan malaria di Indonesia adalah
terjadinya penurunan efikasi pada obat anti malaria, bahkan terdapat resisten terhadap obat
klorokuin. Sejak tahun 2004 obat pilihan utama untuk malaria falsifarum digunakan obat
kombinasi derivat Artemisinin yang dikenal dengan Artemisinin Combination Theraphy
(ACT) Regimen yang dipakai saat ini adalah Artesunat dan Amodiakuin serta injeksi
Artemeter untuk malaria berat disamping injeksi Kina.2
Terapi antimalaria menggunakan kombinasi 2 atau lebih obat skizontosida darah yang
memiliki cara kerja berbeda. Penggunaan obat kombinasi terbukti lebih efektif dan
menurunkan risiko resistensi. Terapi kombinasi non artemisin terdiri dari sulfadroksilpirimetamin plus klorokuin (SP + CQ) atau amodiaquin (SP+AQ). Kombinasi SP+CQ saat
ini sudah tidak dianjurkan lagi karena tingginya angka resistensi terhadap obat tersebut.
Sedangkan kombinasi SP+AQ lebih efektif dibandingkan penggunaan obat-obat tersebut
secara tunggal, namun tetap lebih inferior dibandingkan terapi kombinasi berbasis artemisin
(ACTs).1
Terapi dengan ACTs terdiri dari artemisinin dan derivatnya (artesunat, artemeter,
dihidroartemisinin). Artemisinin dapat membunuh parasit dan memperbaiki gejala dengan
cepat dengan menurunkan jumlah parasit 100 1000 kali lipat per siklus aseksual.
Artemisinin dan derivatnya dieliminasi secara cepat, bila diberikan dalam kombinasi dengan
obat lain yang juga memiliki eliminasi secara cepat (seperti tetrasiklin, klindamisin),
diperlukan 7 hari pengobatan. Namun bila diberikan dalam kombinasi dengan antimalaria
yang dieliminasi lambat, maka dapat diberikan dalam waktu yang lebih singkat, selama 3
hari. Artemisinin juga membunuh gametosit sehingga menurunkan risiko transmisi penyakit.1
Pengobatan malaria di Indonesia menggunakan Obat Anti Malaria (OAM) kombinasi.
Yang dimaksud dengan pengobatan kombinasi malaria adalah penggunaan dua atau lebih
obat anti malaria yang farmakodinamik dan farmakokinetiknya sesuai, bersinergi dan berbeda
cara terjadinya resistensi.
Porto Folio Malaria Falsifarum
Page | 40
Tujuan terapi kombinasi ini adalah untuk pengobatan yang lebih baik dan mencegah
terjadinya resistensi plasmodium terhadap obat anti malaria.
Pengobatan kombinasi malaria harus:
a. aman dan toleran untuk semua umur;
b. efektif dan cepat kerjanya;
c. resisten dan/atau resistensi silang belum terjadi; dan
d. harga murah dan terjangkau.
Saat ini yang digunakan program nasional adalah derivat artemisinin dengan golongan
aminokuinolin, yaitu:
1. Kombinasi tetap (Fixed Dose Combination = FDC) yang terdiri atas Dihydroartemisinin
dan Piperakuin (DHP). 1 (satu) tablet FDC mengandung 40 mg dihydroartemisinin dan
320 mg piperakuin. Obat ini diberikan per oral selama tiga hari dengan range dosis
tunggal harian sebagai berikut: Dihydroartemisinin dosis 2-4 mg/kgBB; Piperakuin dosis
16-32mg/kgBB
2. Artesunat Amodiakuin (ACT)
Kemasan artesunat amodiakuin yang ada pada program pengendalian malaria dengan 3
blister, setiap blister terdiri dari 4 tablet artesunat @50 mg dan 4 tablet amodiakuin 150
mg.
A. Pengobatan malaria tanpa komplikasi
1. Pengobatan malaria falsifarum dan vivax
Pengobatan malaria falsiparum dan vivaks saat ini menggunakan ACT
ditambah primakuin.
Dosis ACT untuk malaria falsiparum sama dengan malaria vivaks
sedangkan obat primakuin untuk malaria falsiparum hanya diberikan pada hari
pertama saja dengan dosis 0,75 mg/kgBB dan untuk malaria vivaks selama 14
hari dengan dosis 0,25 mg/kgBB. Lini pertama pengobatan malaria falsiparum
dan malaria vivaks adalah seperti yang tertera di bawah ini:
a. Lini pertama
DHP + Primakuin
Page | 41
ACT + Primakuin
Page | 42
Tabel 5. Pengobatan Lini Pertama Malaria vivaks menurut berat badan dengan
Artesunat + Amodiakuin dan Primakuin
Page | 43
Catatan : Dosis Tetrasiklin 4 mg/kgBB/kali diberikan 4 x sehari Tidak diberikan pada anak
umur<8 tahun
c. Lini kedua untuk malaria vivax
Kina + Primakuin
Kombinasi ini digunakan untuk pengobatan malaria vivaks yang tidak
respon terhadap pengobatan ACT.
Tabel 8. Pengobatan Lini Kedua Malaria Vivaks
Page | 44
Page | 45
Atau
Tabel 10. Pengobatan infeksi campur P. falciparum + P. vivax/P. Ovale dengan Artesunat +
Amodiakuin
Page | 46
Page | 47
Gambaran laboratorium :
1. Hipoglikemi (gula darah <40 mg%)
2. Asidosis metabolik (bikarbonat plasma <15 mmol/L).
3. Anemia berat (Hb <5 gr% atau hematokrit <15%)
4. Hiperparasitemia (parasit >2 % per 100.000/L di daerah endemis rendah atau >
5% per 100.0000/l di daerah endemis tinggi)
5. Hiperlaktemia (asam laktat >5 mmol/L)
6. Hemoglobinuria
7. Gangguan fungsi ginjal (kreatinin serum >3 mg%)
Tabel 13. Manifestasi Malaria Berat Pada Anak dan Dewasa
Page | 48
Page | 49
dilakukan dalam tetesan (dilarutkan dalam dekstrosa 5%) selama 4 jam. Laju infusan
tidak melebihi 5 mg /kgBB/jam. Kuinin dapat menyebabkan hipotensi dan
pemanjangan interval QT sehingga hanya digunakan bila tidak tersedia obat lain.1
Bila kondisi pasien perbaikkan dan dapat diberikan terapi oral, tetapi dengan
ACTs oral diberikan dengan dosis dan durasi penuh. Pendapat para ahli menganjurkan
pemberian antimalaria parenteral minimal 24 jam sebelum mengganti ke antimalaria
oral. Doksisiklin lebih dipilih dibandingkan tetrasiklin lain karena dapat diberikan
sekali sehari dan tidak terakumulasi dalam ginjal. Mefloquine sebaiknya dihindari
karena terkait peningkatan risiko komplikasi neuropsikiatrik pada malaria serebral.1
Risiko kematian pada malaria berat yang tertinggi adalah pada 24 jam pertama.
Pasien seringkali terlambat dirujuk ke rumah sakit. Sebelum pasien dirujuk
direkomendasikan untuk pemberian dosis pertama secara intramuscular (artesunat,
artemeter, kuinin) atau artesunat rectal bila tidak memungkinkan pemberian
parenteral.1
Penyesuaian dosis pada disfungsi organ vital tidak perlu dilakukan untuk derivate
artemisinin. Sedangkan kuinin dan kuinidin dapat berakumulasi bila terdapat
disfungsi organ vital. Bila terdapat gagal ginjal akut atau disfungsi hati, dosisnya
harus dikurangi sepertiga setelah 48 jam. Bila pasien sudah menjalani hemodialisis
atau hemofiltrasi, dapat diberikan dosis penuh.1
C. Terapi Tambahan
Terapi tambahan diperlukan pada beberapa keadaan seperti :1
Koma (malaria serebral) : jaga patensi jalan napas, singkirkan penyebab koma lain
yang dapat diatasi (hipoglikemia, meningitis bakterialis), hindari pemberian terapi
yang tidak bermanfaat seperti kortikosteroid, heparin, adrenalin. Intubasi bila
diperlukan.
Hiperpireksia : kompres, selimut pendingin, antipiretik (parasetamol lebih dipilih
dibandingkan OAINS karena nefrotoksik).
Kejang : jaga pantensi jalan napas, diberikan segera diazepam intravena atau
rectal, cek glukosa darah.
Hipoglikemia : cek glukosa darah, koreksi dan berikan rumatan dengan infuse
glukosa.
Anemia berat : transfuse dengan whole blood segar
Edema paru akut : pasien diposisikan duduk 45, berikan oksigen, diuretic,
hentikan pemberian cairan intravena, intubasi dan pemberian positive endexpiratory pressure.
Gagal ginjal akut : singkirkan penyebab prerenal, periksa balans cairan dan
natrium urine, bila tidak terkoreksi dapat dilakukan hemofiltrasi, hemodialisis atau
dialysis peritoneal.
Page | 50
D. Perawatan Suportif
Pasien malaria berat sebaliknya dirawat di unit perawatan intensif. Pemantauan
dilakukan pada tanda vital, skor koma, produksi urine. Glukosa darah diperiksa setiap
4 jam khususnya pada pasien yang tidak sadar. Kebutuhan cairan harus dinilai secara
individu (dapat dipasiang kateter vena sentral). Pasien dewasa dengan malaria berat
rentan untuk kelebihan cairan, sedangkan anak-anak lebih rentan terjadi dehidrasi.
Pemberian malaria dapat mengalami pneumonia sekunder atau aspirasi sehingga perlu
pemberian antibiotic empiris seperti sefalosporin generasi ketiga, atau sesuai
kebijakan local. Pengobatan yang tidak direkomendasikan adalah pemberian heparin,
prostasiklin, desferoksamin, pentoksifilin, dekstran betat molekul rendah, urea,
kortikosteroid dosis tinggi, asam asetilsalisilat, anti-tumor necrosis factor antibody,
sikosporin, dikloroasetat, adrenalin dan serum hiperimun. Pemberian steroid dapat
meningkatkan risiko perdarahan gastrointestinal dan kejang. Steroid juga
memperpanjang perbaikkan koma dibandingkan placebo.1
Wanita dengan kehamilan trimester kedua dan ketiga berisiko mengalami malaria
berat dengan komplikasi edema paru dan hipoglikemia. Mortalitas ibu sekitar 50%,
dan seringkali didapatkan kematian janin atau kelahiran premature. Obat antimalaria
parenteral harus diberikan segera pada wanita hamil. Artesunat parenteral lebih dipilih
daripada kuinin pada kehamilan trimester kedua dan ketiga karena pemberian kuinin
memiliki efek samping hipoglikemia berkurang. Pada trimester pertama, risiko
hipoglikemia lebih rendah.1
Resistensi Obat Antimalaria
Resistensi obat antimalaria merupakan ancaman besar untuk mengatasi penyakit ini.
Penggunaan yang luas dan tidak teratur meyebabkan tingginya angka resistensi. Pencegahan
resistensi dilakukan dengan mengkombinasi obat antimalaria yang memiliki cara berbeda
serta memastikan kepatuhan berobat sesuai regimen yang telah ditentukan. Resitensi P.
falcifarum terhdap artemisinin telah dilaporkan di perbatasan Kamboja dan Thailand.
Mekanisme resitensi tersebut belum diketahui hingga kini. Bukti-bukti terkini menunjukkan
reistensi merupakan bawaan genetic parasit yang diturunkan. WHO telah membuat program
Global Plan for Atemisinin Resistence Containment untuk mencegah perluasan resistensi
tersebut.1
I.8. Pencegahan malaria
Tindakan-tindakan untuk mengurangi kontak dengan nyamuk memiliki keuntungan
yaitu kurang toksik dibanding obat-obat kemoprofilaksis dan keefektifannya tidak tergantung
Porto Folio Malaria Falsifarum
Page | 51
pada sensitivitas parasit terhadap obat. Telah dilakukan beberapa penelitian yang
menunjukkan bahwa kelambu mampu mengurangi serangan sebesar 97%. Sebaliknya,
kemoprofilaksis (dengan kloroguanidin HCl/Qroguanit) hanya mampu memberi perlindungan
dengan berkurangnya serangan sebesar 77%. Larutan atau spray permetrin digunakan untuk
mengolesi/melapisi pakaian atau kelambu. Repelan yang mengandung larutan yang tidak
lebih dari 35% N,N-diethylm- toluamide (DEET) juga disarankan untuk dipakai pada kulit
pada saat-saat nyamuk menggigit (petang hingga subuh), yaitu ketika tidak digunakan
proteksi lain.4
Tabel 14. Tindakan perlindungan diri terhadap malaria
1. Memakai baju lengan panjang dan celana panjang
2. Menggunakan repelan (mengandung tidak lebih dari 35%
DEET) secukupnya pada kulit
3. Saat petang, semprotkan insektisida untuk nyamuk
4. Tidur dengan kelambu atau di dalam kamar yang dingin (AC)
5. Gunakan kelambu yang berkualitas baik, tidak berlubang,
tidak rusak
6. Gunakan obat nyamuk
Kemoprofilkasis ditujukan kepada orang yang akan bepergian ke daerah endemis
malaria dalam waktu yang tidak terlalu lama. Bila akan bepergian dalam jangka waktu lama
sebaiknya menggunakan proteksi personal seperti pemakaian kelambu, repellent, kawat
kassa, dan lain-lain. kemoprofilaksis ditujukan untuk P. falcifarum yang virulensinya tinggi.
Karena resistensi yang tinggi, kloroquin tidak dapat digunakan lagi sebagai kemoprofilaksis.
Saat ini dipakai doksisiklin 2 mg/kgBB/hari sejak 1 hari sebelum keberangkatan dan tidak
lebih dari 12 minggu. Doksisiklin tidak boleh diberikan pada anak dibawah 8 tahun dan ibu
hamil.1
Tabel 15. Obat yang dianjurkan untuk kemoprofilaksis malaria4
I.9 Prognosis
Prognosis malaria berat sangat tergantung kecepatan dan ketepatan diagnosis serta
pengobatan. Bila tidak diterapi, mortalitas mencapai 15% pada anak-anak, 20% pada dewasa,
dan 50% pada kehamilan, mortalitas dengan kegagalan fungsi 3 organ > 50%. Bila disertai
kegagalan fungso 4 organ, mortalitas > 75%. Kepadatan parasit juga berhubungan dengan
mortalitas :1
Page | 52
Gambaran Klinis :
- Penurunan kesadaran
- Kejang berulang (3 kali dalam 24 jam)
- Distress pernafasan (cepat, dalam)
- Perdarahan bermakna
- Syok
Laboratorium :
- Gangguan fungsi ginjal (kreatinin > 3 mg/dL)
- Asidosis (bikarbonat plasma < 15 mmol/L)
- Ikterus (bilirubin total serum > 2,5 mg/dL )
- Hiperlaktatemia (laktat vena > mmol/L)
- Hipoglikemia (glukosa darah < 3 kali normal)
Parasitologi :
- Parasitemia (> 500.000 parasit/mm atau > 10.000 trofozoit matur dan skizon/mm3)
- 5% neutrofil mengandung pigmen malaria
DAFTAR PUSTAKA
Page | 53