Anda di halaman 1dari 24

Topik : Malaria falcifarum

Tanggal (kasus) : 21 Oktober 2013


Presenter : dr. Bondan Rahmawati
Tanggal Presentasi : 12 November 2013
Pendamping : dr. H. Badrus
Tempat presentasi : Aula RSUD Pembalah Batung Amuntai
Objektif presentasi :

Penyegaran

Keilmuan
Deskripsi : Laki-laki usia 25 tahun datang dengan keluhan demam sejak 5 hari SMRS. Demam
tinggi dirasakan setiap hari terutama saat malam hari disertai rasa menggigil dan keringat yang
banyak. Pasien sudah minum obat parasetamol, namun keluhan tidak membaik. Keluhan kejang,
kesadaran menurun disangkal. Tanda-tanda manifestasi perdarahan seperti bintik-bintik merah
dikulit dan gusi berdarah juga disangkal oleh pasien. Pasien mengeluh sakit kepala, nyeri ulu hati,
nyeri otot dan sendi, serta mual. Saat beberapa hari yang lalu pasien bekerjadi hutan mencari kayu.
Pasien juga mengeluhkan BAK berwarna seperti teh. BAB normal.
Tujuan : Manajemen Kasus
Bahan bahasan : Kasus
Cara Membahas : Presentasi dan Diskusi
Data Pasien :
Nama : Tn. M
No. registrasi : 04 90 26
Datang ke IGD RSUD Pambalah Batung pada tanggal 21 oktober 2013
Data utama untuk diskusi
Diagnosis :
Riwayat Pengobatan
Riwayat Kesehatan
Riwayat Keluarga
Riwayat Pekerjaan
Lain-lain

Malaria falcifarum
Minum obat parasetamol yang dibeli di warung, namun keluhan
tidak membaik.
Riwayat sakit malaria dan DBD sebelumnya (-), DM (-),
Hipertensi (-), asma (-)
Riwayat alergi (-), riwayat malaria (-), riwayat DBD (+)
Penebang pohon
KU : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
TTV
TD : 120/80 mmHg
RR : 22x/menit, torakoabdominal
N : 80x/menit, reguler, isi cukup
T : 37,8 C, axilla
Status Gizi
Berat badan : 55 kg
Tinggi badan :165 cm
IMT
: 20,2 normoweight (normal: 18,5 - 25)
Status gizi
: baik

Status Generalis
Kulit
: warna kulit sawo matang, petekie (-)
Kepala : normocephal, distribusi rambut merata
Mata : konjungtiva pucat +/+, sklera ikterik -/Telinga : normotia, MAE lapang, serumen -/-, sekret -/Hidung : bentuk normal, deviasi septum (-), sekret -/-,
Porto Folio Malaria Falsifarum epistaksis(-)
30 (-)
Mulut : mukosa bibir lembab, gusi berdarah (-), Page
lidah |kotor
Tenggorokan : Tonsil T1-T1 tenang, faring hiperemis (-)
Leher : tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening
Toraks : Dinding thoraks simetris saat statis dan dinamis, tidak

TINJAUAN PUSTAKA
MALARIA

I.1 Definisi
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium yang hidup
dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia. Penyakit ini ditularkan melalui gigitan
nyamuk Anopheles betina. Ada empat jenis plasmodium yang menginfeksi manusia yaitu
plasmodium falcifarum, plasmodium vivax, plasmodium ovale dan plasmodium malariae.
Pada tahun 2010 di Pulau Kalimantan dilaporkan adanya P. Knowlesi yang dapat menginfeksi
manusia dimana sebelumnya hanya menginfeksi hewan primata/monyet dan sampai saat ini
masih terus diteliti. 2,3
I.2 Epidemiologi
Pada tahun 2010 di Indonesia terdapat 65% kabupaten endemis dimana hanya sekitar
45% penduduk di kabupaten tersebut berisiko tertular malaria. Berdasarkan hasil survei
komunitas selama 2007 2010, prevalensi malaria di Indonesia menurun dari 1,39 %
(Riskesdas 2007) menjadi 0,6% (Riskesdas 2010). Sementara itu berdasarkan laporan yang
diterima selama tahun 2000-2009, angka kesakitan malaria cenderung menurun yaitu sebesar
3,62 per 1.000 penduduk pada tahun 2000 menjadi 1,85 per 1.000 penduduk pada tahun 2009
dan 1,96 tahun 2010. Sementara itu, tingkat kematian akibat malaria mencapai 1,3%. Pada
tahun 2011 jumlah kematian malaria yang dilaporkan adalah 388 kasus.3
Prevalensi nasional malaria berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2010 adalah 0,6%
dimana provinsi dengan (Annual Parasite Incidence) API di atas angka rata-rata nasional
adalah Nusa Tenggara Barat, Maluku, Maluku Utara, Kalimantan Tengah, Bangka Belitung,
Kepulauan Riau, Bengkulu, Jambi, Sulawesi Tengah, Gorontalo, dan Aceh. Tingkat
prevalensi tertinggi ditemukan di wilayah timur Indonesia, yaitu di Papua Barat (10,6%),
Papua (10,1%) dan Nusa Tenggara Timur (4,4%).3
Kasus resistensi parasit malaria terhadap klorokuin ditemukan pertama kali di
Kalimantan Timur pada tahun 1973 untuk P. falcifarum, dan tahun 1991 untuk P. vivax di
Nias. Sejak tahun 1990, kasus resistensi tersebut dilaporkan makin meluas di seluruh provinsi
di Indonesia. Selain itu, dilaporkan juga adanya resistensi terhadap Sulfadoksin-Pirimethamin
(SP) di beberapa tempat di Indonesia. Keadaan ini dapat meningkatkan morbiditas dan
mortalitas penyakit malaria. Oleh sebab itu, untuk menanggulangi masalah resistensi tersebut
(multiple drugs resistance) dan adanya obat anti malaria baru yang lebih paten, maka
pemerintah telah merekomendasikan obat pilihan pengganti klorokuin dan SP, yaitu
kombinasi derivate artemisinin dengan obat anti malaria lainnya yang biasa disebut dengan
Artemisinin based Combination Therapy (ACT).
Porto Folio Malaria Falsifarum

Page | 31

I.3 Siklus Hidup Plasmodium


Parasit malaria memerlukan dua hospes untuk siklus hidupnya : manusia dan nyamuk
anopheles betina. 2
1. Siklus Pada Manusia
Saat nyamuk anopheles yang terinfeksi menghisap darah manusia, sporozoit
dalam kelenjar liur nyamuk masuk ke dalam peredaran darah manusia. Kemudian
sporozoit masuk ke dalam sel hati dan menjadi tropozoit hati. Setelah itu berkembang
menjadi skizon hati yang terdiri dari 10.000 30.000 merozoit hati (tergantung
spesiesnya). Siklus ini disebut siklus ekso-eritrositer, berlangsung kurang lebih 2
minggu. Pada infeksi P. vivax dan P. ovale sebagian tropozoit hati tidak berkembang
menjadi skizon, tetapi tetap dalam bentuk dorman yang disebut hipnozoit yang dapat
hidup selama berbulan-bulan sampai bertahun-tahun. Bila imunitas pejamu meurun
dapat timbul kekambuhan.2
Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke peredaran
darah dan menginfeksi sel darah merah. Di dalam sel darah merah, parasit
berkembang dari stadium tropozoit menjadi skizon (8-30 merozoit, tergantung
spesiesnya). Proses perkembangan seksual ini disebut skizogoni. Selanjutnya eritrosit
yang terinfeksi skizon akan pecah, merozoit keluar dan menginfeksi sel darah merah
lainnya. Siklus ini disebut siklus eritrositer. Setelah 2-3 siklus skizogoni darah,
sebagian merozoit membentuk stadium seksual (gametosit jantan dan betina).2
2. Siklus Pada Nyamuk Anopheles Betina
Gametosit yang dihisap oleh nyamuk anopheles betina akan mengalami
pembuahan di dalam tubuh nyamuk menjadi zigot. Zigot berkembang menjadi
ookinet yang akan menembus dinding lambung nyamuk. Pada dinding luar lambung,
ookinet akan menjadi ookista dan selanjutnya menjadi sporozoit dalam kelenjar liur
nyamuk.2

Gambar 1. Siklus hidup plasmodium


Porto Folio Malaria Falsifarum

Page | 32

(Sumber: Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia. Derektorat JendraL Pengendalian


Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Departemen Kesehatan RI. Tahun 2012 )

I.4 Manifestasi Klinis


Masa inkubasi adalah waktu sejak sporozoit masuk sampai timbulnya gejala klinis
(demam). Masa inkubasi bervariasi tergantung spesies. Masa prepaten adalah waktu sejak
sporozoit masuk sampai parasit dapat terdeteksi dalam darah dengan pemeriksaan
mikroskopik.1
Tabel 1. Masa Inkubasi
Plasmodium

Masa Inkubasi (Hari)

P. falcifarum

9 14 (12)

P. vivax

12 17 (15)

P. ovale

16 18 (17)

P. malariae

18 40 (28)

Gejala pertama malaria yang muncul tidak spesifik dan menyerupai gejala penyakit
virus sistemik ringan. Gejalanya antara lain : sakit kepala, lelah, fatigue, nyeri abdomen,
nyeri otot dan sendi, biasanya diikuti oleh demam, menggigil, berkeringat, mual, lemas, dan
muntah. Pada daerah endemis, malaria sering kali didiagnosis berdasarkan gejala klinik. Bila
pada stadium awal ini tidak segera dilakukan pengobatan , atau tidak efektif, maka jumlah
parasit dalam darah terus meningkat dan dapat menjadi malaria berat, khususnya malaria P.
falcifarum.1
Demam timbul bersamaan dengan pecahnya sel darah merah yang terinfeksi (skizon
darah) yang mengeluarkan bermacam-macam antigen. Antigen akan merangsang makrofag,
monosit dan limfosit untuk mengeluarkan sitokin-sitokin, antara lain TNF yang menyebabkan
terjadinya demam. Proses skizogoni terjadi dalam waktu yang bereda-beda, tergantung
spesiesnya P. falcifarum memerlukan 36-48 jam, P. vivax dan P. ovale memerlukan waktu 48
jam, dan P. malariae 72 jam. Sehingga demam pada P. falcifarum dapat terjadi setiap hari, P.
vivax dan ovale selang waktu satu hari, dan P. malariae demam timbul selang waktu 2 hari.1
Perjalanan klinis malaria tergantung pada imunitas protektif yang didapat
sebelumnya. Pada daerah endemis, dimana transmisi malaria bersifat stabil (populasi terpajan
secara terus menerus terhadap inokulasi malaria; entomological inoculation rate > 10 per
tahun). manifestasi yang berat dialami oleh anak-anak. Remaja dan orang dewasa memiliki
kekebalan parsial sehingga manifestasinya jarang menjadi berat. Namun pada wanita hamil,
imunitas berangsur-angsir menurun, demikian pula pada mereka yang bermigrasi keluar dari
daerah endemic untuk waktu yang cukup lama (tahunan).1
Anemia terjadi karena pecahnya sel darah merah yang terinfeksi maupun yang tidak
terinfeksi. P falcifarum menginfeksi semua jenis sel darah merah, sehingga anemia terjadi
Porto Folio Malaria Falsifarum

Page | 33

pada infeksi akut maupun kronik. P. vivax dan P. ovale hanya menginfeksi sel darah merah
muda yang jumlahnya hanya 2%, sedangkan P. malariae menginfeksi sel darah merah tua
yang jumlahnya hanya 1%. Dengan demikian anemia pada infeksi P. vivax dan P. ovale dan
P. malariae umunya terjadi pada keadaan kronik.1
Splenomegali terjadi karena penghancuran Plasmodium oleh sel-sel makrofag dan
limfosit. Penambahan sel-sel radang tersebut akan menyebabkan limpa membesar. Malaria
berat biasanya memiliki manifestasi satu atau lebih : koma (malaria serebral), asidosis
metabolik, anemia berat, hipoglikemia, gagal ginjal akut atau edema paru akut. Pada stadium
ini, fatalitas penyakit pada pasien yang mendapat pengobatan mencapai 10-20%.2
Malaria berat akibat P. falciparum mempunyai patogenesis yang khusus. Eritrosit
yang terinfeksi P. falciparum akan mengalami proses sekuestrasi, yaitu tersebarnya eritrosit
yang berparasit tersebut ke pembuluh kapiler alat dalam tubuh. Selain itu pada permukaan
eritrosit yang terinfeksi akan membentuk knob yang berisi berbagai antigen P. falciparum.
Sitokin (TNF, IL-6 dan lain lain) yang diproduksi oleh sel makrofag, monosit, dan limfosit
akan menyebabkan terekspresinya reseptor endotel kapiler. Pada saat knob tersebut berikatan
dengan reseptor sel endotel kapiler terjadilah proses sitoadherensi. Akibat dari proses ini
terjadilah obstruksi (penyumbatan) dalam pembuluh kapiler yang menyebabkan terjadinya
iskemia jaringan. Terjadinya sumbatan ini juga didukung oleh proses terbentuknya rosette,
yaitu bergerombolnya sel darah merah yang berparasit dengan sel darah merah lainnya. Pada
proses sitoaderensi ini juga terjadi proses imunologik yaitu terbentuknya mediator-mediator
antara lain sitokin (TNF, IL-6 dan lain lain), dimana mediator tersebut mempunyai peranan
dalam gangguan fungsi pada jaringan tertentu.3

Gambar 2. Patofisiologi sitoaderen


(Sumber: Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia. Derektorat JendraL Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Departemen Kesehatan RI. Tahun 2012 )

Untuk P. vivax dan Plasmodium lainnya diduga ada mekanisme tersendiri yang perlu
penelitian lebih lanjut.

Porto Folio Malaria Falsifarum

Page | 34

I.5 Diagnosis Malaria


Mengingat bervariasinya manifestasi klinis malaria maka anamnesis riwayat
perjalanan ke daerah endemis malaria pada setiap penderita dengan demam harus dilakukan.
Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium.3
A. Anamnesis3
Keluhan utama pada malaria adalah demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai
sakit kepala, mual, muntah, diare dan nyeri otot atau pegal - pegal.
Pada anamnesis juga perlu ditanyakan:
1. riwayat berkunjung ke daerah endemik malaria;
2. riwayat tinggal di daerah endemik malaria;
3. riwayat sakit malaria/riwayat demam;
4. riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir;
5. riwayat mendapat transfusi darah
B. Pemeriksaan Fisik3
1. Demam (>37,5 C aksila)
2. Konjungtiva atau telapak tangan pucat
3. Pembesaran limpa (splenomegali)
4. Pembesaran hati (hepatomegali)
5. Manifestasi malaria berat dapat berupa penurunan kesadaran, demam tinggi, konjungtiva
pucat, telapak tangan pucat, dan ikterik, oliguria, urin berwarna coklat kehitaman (Black
Water Fever ), kejang dan sangat lemah (prostration).
C. Pemeriksaan Laboratorium
Untuk mendapatkan kepastian diagnosis malaria harus dilakukan pemeriksaan sediaan
darah. Pemeriksaan tersebut dapat dilakukan melalui cara berikut.
1. Pemeriksaan dengan mikroskop
Pemeriksaan dengan mikroskop merupakan gold standard (standar baku) untuk
diagnosis pasti malaria. Pemeriksaan mikroskop dilakukan dengan membuat sediaan darah
tebal dan tipis. Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis di rumah
sakit/Puskesmas/lapangan untuk menentukan:3
a) Ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif)
b) Spesies dan stadium Plasmodium
c) Kepadatan parasit
1) Semi Kuantitatif
(-)
= negatif (tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB/lapangan pandang besar)
(+)
= positif 1 (ditemukan 1 10 parasit dalam 100 LPB)
(++) = positif 2 (ditemukan 11 100 parasit dalam 100 LPB)
(+++) = positif 3 (ditemukan 1 10 parasit dalam 1 LPB)
Porto Folio Malaria Falsifarum

Page | 35

(++++) = positif 4 (ditemukan >10 parasit dalam 1 LPB)


Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan mortalitas yaitu:3
- Kepadatan parasit < 100.000 /ul, maka mortalitas < 1 %
- Kepadatan parasit > 100.000/ul, maka mortalitas > 1 %
- Kepadatan parasit > 500.000/ul, maka mortalitas > 50 %
2) Kuantitatif
Jumlah parasit dihitung per mikro liter darah pada sediaan darah tebal
(leukosit) atau sediaan darah tipis (eritrosit).3
Contoh :
Jika dijumpai 1500 parasit per 200 lekosit, sedangkan jumlah lekosit 8.000/uL maka
hitung parasit = 8.000/200 X 1500 parasit = 60.000 parasit/uL.
Jika dijumpai 50 parasit per 1000 eritrosit = 5%. Jika jumlah eritrosit 4.500.000/uL
maka hitung parasit = 4.500.000/1000 X 50 = 225.000 parasit/uL.
Hasil negative palsu pada pemeriksaan mikroskop cahaya dapat terjadi pada pasien
yang telah diobati sebelumnya. Pemeriksaan mikroskopik memiliki keuntungan dapat
membedakan spesies Plasmodium. Perhitungan jumlah parasit dan peniaian respons terhadap
pengobatan. Namun pemeriksaan mikroskopik memerlukan tenaga terlatih.1
2. Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test/RDT)
Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria, dengan
menggunakan metoda imunokromatografi. Tes ini digunakan pada unit gawat darurat, pada
saat terjadi KLB, dan di daerah terpencil yang tidak tersedia fasilitas laboratorium
mikroskopis. Hal yang penting yang perlu diperhatikan adalah sebelum RDT dipakai agar
terlebih dahulu membaca cara penggunaannya pada etiket yang tersedia dalam kemasan RDT
untuk menjamin akurasi hasil pemeriksaan. Saat ini yang digunakan oleh Program
Pengendalian Malaria adalah yang dapat mengidentifikasi P. falcifarum dan non P.
Falcifarum.3
Rapid test relative sederhana untuk dilakukan dan untuk menginterpretasikan. WHO
merekomendasikan bahwa test tersebut harus memiliki sensitivitas > 95% dalam mendeteksi
plasmodia dengan kepadatan lebih dari 100 parasit per l darah.1
Tes ini mengandung : HRP-2 (histidine rich protein-2) yang spesifik untuk P.
falcifarum. Enzim parasite lactate dehydrogenase (pLDH) dan aldolase yang diproduksi oleh
parasite bentuk aseksual dan seksual Plasmodium falcifarum, P. vivax, P. ovale dan P.
malariae.1
Sensitifitas dan spesifitas tiap RDT bervariasi. Pada daerah endemis mono infeksi P.
vivax yang tidak tersedia pemeriksaan mikroskopik, direkomendasikan pemeriksaan RDT
yang mendeteksi antigen pan-malaria. Sedangkan pada daerah yang banyak koinfeksi P.
vivax, P. malariae, atau P.ovale dengan P. falcifarum, disarankan menggunakan RDT yang
mendeteksi P. falcifarum saja. 1

Porto Folio Malaria Falsifarum

Page | 36

3. Pemeriksaan dengan Polymerase Chain Reaction (PCR) dan Sequensing DNA


Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada fasilitas yang tersedia. Pemeriksaan ini penting
untuk membedakan antara re-infeksi dan rekrudensi pada P. falcifarum. Selain itu dapat
digunakan untuk identifikasi spesies Plasmodium yang jumlah parasitnya rendah atau di
bawah batas ambang mikroskopis. Pemeriksaan dengan menggunakan PCR juga sangat
penting dalam eliminasi malaria karena dapat membedakan antara parasit impor atau
indigenous.3
Deteksi antibodi terhadap parasit, yang mungkin digunakan untuk studi epidemiologi,
tidak sensitive atau spesifik digunakan dalam pengelolaan pasien yang diduga menderita
malaria.1
Teknik DNA parasit terdeteksi, berdasarkan polymerase chain reaction, sangat sensitif
dan sangat berguna untuk mendeteksi infeksi campuran, khususnya pada kadar parasit
rendah. Ini berguna untuk studi tentang resistensi obat dan penelitian epidemiologi khusus,
tetapi umumnya tidak tersedia untuk skala besar penggunaan lapangan di daerah endemik
malaria.1
4. Selain pemeriksaan di atas, pada malaria berat pemeriksaan penunjang yang perlu
dilakukan adalah:
a. pengukuran hemoglobin dan hematokrit;
b. penghitungan jumlah leukosit dan trombosit;
c. kimia darah lain (gula darah, serum bilirubin, SGOT dan SGPT, alkali fosfatase,
albumin/globulin, ureum, kreatinin, natrium dan kalium, analisis gas darah); dan
d. urinalisis.
Berdasarkan rekomendasi WHO untuk diagnosis malaria tanpa komplikasi klinis
berbeda untuk tiap daerah :1

Pada daerah dengan risiko rendah, diagnosis harus berdasarkan adanya pajanan malaria
dan riwayat demam dalam 3 hari terakhir tanpa gambaran penyakit berat lainnya.
Pada daerah dengan risiko tinggi, diagnosis harus berdasarkan adanya riwayat demam
dalam 24 jam terakhir dan/atau adanya anemia (pucat pada telapak tangan dapat dipakai
sebagai patokan anemia pada anak-anak).

Porto Folio Malaria Falsifarum

Page | 37

Gambar 3. Alur penemuan penderita malaria


(Sumber: Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia. Derektorat JendraL Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Departemen Kesehatan RI. Tahun 2012 )

1.6 Diagnosis banding malaria


Manifestasi klinis malaria sangat bervariasi dari gejala yang ringan sampai berat,
terutama dengan penyakit-penyakit di bawah ini.3
1. Malaria tanpa komplikasi harus dapat dibedakan dengan penyakit infeksi lain sebagai
berikut.
a. Demam tifoid
Demam lebih dari 7 hari ditambah keluhan sakit kepala, sakit perut (diare,
obstipasi), lidah kotor, bradikardi relatif, roseola, leukopenia, limfositosis relatif,
aneosinofilia, uji serologi dan kultur.3
b. Demam dengue
Demam tinggi terus menerus selama 2 - 7 hari, disertai keluhan sakit
kepala, nyeri tulang, nyeri ulu hati, sering muntah, uji torniquet positif, penurunan
jumlah trombosit dan peninggian hemoglobin dan hematokrit pada demam
berdarah dengue, tes serologi (antigen dan antibodi).3
c. Leptospirosis
Demam tinggi, nyeri kepala, mialgia, nyeri perut, mual, muntah,
conjunctival injection (kemerahan pada konjungtiva bola mata), dan nyeri betis
yang mencolok. Pemeriksaan serologi Microscopic Agglutination Test (MAT) atau
tes serologi positif.3

Porto Folio Malaria Falsifarum

Page | 38

Gambar 4. Algoritme deteksi dini malaria


(Sumber: Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia. Derektorat JendraL Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Departemen Kesehatan RI. Tahun 2012 )

2. Malaria berat dibedakan dengan penyakit infeksi lain sebagai berikut.


a. Infeksi otak
Penderita panas dengan riwayat nyeri kepala yang progresif, hilangnya
kesadaran, kaku kuduk, kejang dan gejala neurologis lainnya. Pada penderita dapat
dilakukan analisa cairan otak dan imaging otak.3
b. Stroke (gangguan serebrovaskuler)
Hilangnya atau terjadi gangguan kesadaran, gejala neurologik lateralisasi
(hemiparese atau hemiplegia), tanpa panas dan ada penyakit yang mendasari
(hipertensi, diabetes mellitus, dan lain-lain).3
c. Tifoid ensefalopati
Gejala demam tifoid ditandai dengan penurunan kesadaran dan tanda-tanda
demam tifoid lainnya (khas adalah adanya gejala abdominal, seperti nyeri perut
dan diare). Didukung pemeriksaan penunjang sesuai demam tifoid.3
d. Hepatitis A
Prodromal hepatitis (demam, mual, nyeri pada hepar, muntah, tidak bisa
makan diikuti dengan timbulnya ikterus tanpa panas), mata atau kulit kuning, dan
urin seperti air teh. Kadar SGOT dan SGPT meningkat > 5 kali tanpa gejala klinis
atau meningkat > 3 kali dengan gejala klinis.3
e. Leptospirosis berat/penyakit Weil
Demam dengan ikterus, nyeri pada betis, nyeri tulang, riwayat pekerjaan
yang menunjang adanya transmisi leptospirosis (pembersih selokan, sampah, dan
lain lain), leukositosis, gagal ginjal. Insidens penyakit ini meningkat biasanya
setelah banjir.3
f. Glomerulonefritis akut
Porto Folio Malaria Falsifarum

Page | 39

Gejala gagal ginjal akut dengan hasil pemeriksaan darah terhadap malaria
negatif.3
g. Sepsis
Demam dengan fokal infeksi yang jelas, penurunan kesadaran, gangguan
sirkulasi, leukositosis dengan granula-toksik yang didukung hasil biakan
mikrobiologi.3
h. Demam berdarah dengue atau Dengue shock syndrome
Demam tinggi terus menerus selama 2 - 7 hari, disertai syok atau tanpa
syok dengan keluhan sakit kepala, nyeri tulang, nyeri ulu hati, manifestasi
perdarahan (epistaksis, gusi, petekie, purpura, hematom, hemetemesis dan melena),
sering muntah, penurunan jumlah trombosit dan peningkatan hemoglobin dan
hematokrit, uji serologi positif (antigen dan antibodi).3
I.7 Penatalaksanaan malaria
Salah satu tantangan terbesar dalam upaya penyobatan malaria di Indonesia adalah
terjadinya penurunan efikasi pada obat anti malaria, bahkan terdapat resisten terhadap obat
klorokuin. Sejak tahun 2004 obat pilihan utama untuk malaria falsifarum digunakan obat
kombinasi derivat Artemisinin yang dikenal dengan Artemisinin Combination Theraphy
(ACT) Regimen yang dipakai saat ini adalah Artesunat dan Amodiakuin serta injeksi
Artemeter untuk malaria berat disamping injeksi Kina.2
Terapi antimalaria menggunakan kombinasi 2 atau lebih obat skizontosida darah yang
memiliki cara kerja berbeda. Penggunaan obat kombinasi terbukti lebih efektif dan
menurunkan risiko resistensi. Terapi kombinasi non artemisin terdiri dari sulfadroksilpirimetamin plus klorokuin (SP + CQ) atau amodiaquin (SP+AQ). Kombinasi SP+CQ saat
ini sudah tidak dianjurkan lagi karena tingginya angka resistensi terhadap obat tersebut.
Sedangkan kombinasi SP+AQ lebih efektif dibandingkan penggunaan obat-obat tersebut
secara tunggal, namun tetap lebih inferior dibandingkan terapi kombinasi berbasis artemisin
(ACTs).1
Terapi dengan ACTs terdiri dari artemisinin dan derivatnya (artesunat, artemeter,
dihidroartemisinin). Artemisinin dapat membunuh parasit dan memperbaiki gejala dengan
cepat dengan menurunkan jumlah parasit 100 1000 kali lipat per siklus aseksual.
Artemisinin dan derivatnya dieliminasi secara cepat, bila diberikan dalam kombinasi dengan
obat lain yang juga memiliki eliminasi secara cepat (seperti tetrasiklin, klindamisin),
diperlukan 7 hari pengobatan. Namun bila diberikan dalam kombinasi dengan antimalaria
yang dieliminasi lambat, maka dapat diberikan dalam waktu yang lebih singkat, selama 3
hari. Artemisinin juga membunuh gametosit sehingga menurunkan risiko transmisi penyakit.1
Pengobatan malaria di Indonesia menggunakan Obat Anti Malaria (OAM) kombinasi.
Yang dimaksud dengan pengobatan kombinasi malaria adalah penggunaan dua atau lebih
obat anti malaria yang farmakodinamik dan farmakokinetiknya sesuai, bersinergi dan berbeda
cara terjadinya resistensi.
Porto Folio Malaria Falsifarum

Page | 40

Tujuan terapi kombinasi ini adalah untuk pengobatan yang lebih baik dan mencegah
terjadinya resistensi plasmodium terhadap obat anti malaria.
Pengobatan kombinasi malaria harus:
a. aman dan toleran untuk semua umur;
b. efektif dan cepat kerjanya;
c. resisten dan/atau resistensi silang belum terjadi; dan
d. harga murah dan terjangkau.
Saat ini yang digunakan program nasional adalah derivat artemisinin dengan golongan
aminokuinolin, yaitu:
1. Kombinasi tetap (Fixed Dose Combination = FDC) yang terdiri atas Dihydroartemisinin
dan Piperakuin (DHP). 1 (satu) tablet FDC mengandung 40 mg dihydroartemisinin dan
320 mg piperakuin. Obat ini diberikan per oral selama tiga hari dengan range dosis
tunggal harian sebagai berikut: Dihydroartemisinin dosis 2-4 mg/kgBB; Piperakuin dosis
16-32mg/kgBB
2. Artesunat Amodiakuin (ACT)
Kemasan artesunat amodiakuin yang ada pada program pengendalian malaria dengan 3
blister, setiap blister terdiri dari 4 tablet artesunat @50 mg dan 4 tablet amodiakuin 150
mg.
A. Pengobatan malaria tanpa komplikasi
1. Pengobatan malaria falsifarum dan vivax
Pengobatan malaria falsiparum dan vivaks saat ini menggunakan ACT
ditambah primakuin.
Dosis ACT untuk malaria falsiparum sama dengan malaria vivaks
sedangkan obat primakuin untuk malaria falsiparum hanya diberikan pada hari
pertama saja dengan dosis 0,75 mg/kgBB dan untuk malaria vivaks selama 14
hari dengan dosis 0,25 mg/kgBB. Lini pertama pengobatan malaria falsiparum
dan malaria vivaks adalah seperti yang tertera di bawah ini:

a. Lini pertama
DHP + Primakuin

Porto Folio Malaria Falsifarum

Page | 41

Tabel 2. Pengobatan Lini Pertama Malaria falsiparum menurut berat


badan dengan DHP dan Primakuin

Tabel 3. Pengobatan Lini Pertama Malaria vivaks menurut berat badan


dengan DHP dan Primakuin

Dosis obat : Dihydroartemisinin = 2 4 mg/kgBB


Piperakuin = 16 32 mg/kgBB
Primakuin = 0,75mg/kgBB (P. falciparum untuk1 hari )
Primakuin = 0,25 mg/kgBB (P. vivax selama 14 hari)
Keterangan :
Sebaiknya dosis pemberian DHA + PPQ (Dihydroartemisinin dan Piperakuin)
berdasarkan berat badan. Apabila penimbangan berat badan tidak dapat dilakukan maka
pemberian obat dapat berdasarkan kelompok umur.
1. Apabila ada ketidaksesuaian antara umur dan berat badan (pada tabel pengobatan), maka
dosis yang dipakai adalah berdasarkan berat badan.
2. Dapat diberikan pada ibu hamil trimester 2 dan 3
3. Apabila pasien P. falciparum dengan BB >80 kg datang kembali dalam waktu 2 bulan
setelah pemberian obat dan pemeriksaan Sediaan Darah masih positif P. falciparum, maka
diberikan DHP dengan dosis ditingkatkan menjadi 5 tablet/hari selama 3 hari.
Atau

ACT + Primakuin

Porto Folio Malaria Falsifarum

Page | 42

Tabel 4. Pengobatan Lini Pertama Malaria falsiparum menurut berat badan


dengan Artesunat + Amodiakuin dan Primakuin

Tabel 5. Pengobatan Lini Pertama Malaria vivaks menurut berat badan dengan
Artesunat + Amodiakuin dan Primakuin

b. Lini kedua untuk malaria falsifarum


Kina + Doksisiklin atau Tetrasiklin + Primakuin
Pengobatan lini kedua Malaria falsiparum diberikan jika pengobatan lini
pertama tidak efektif, dimana ditemukan gejala klinis tidak memburuk tetapi
parasit aseksual tidak berkurang (persisten) atau timbul kembali (rekrudesensi).
Tabel 6. Pengobatan Lini Kedua untuk Malaria falsiparum (obat kombinasi Kina dan Doksisiklin)

Tabel dosis doksisiklin

Porto Folio Malaria Falsifarum

Page | 43

Catatan: Dosis Kina diberikan sesuai BB (3x10mg/kgBB/hari)


Dosis Doksisiklin 3.5 mg/kgBB/hari diberikan 2 x sehari (> 15 tahun)
Dosis Doksisiklin 2.2 mg/kgBB/hari diberikan 2 x sehari (8-14 tahun)
Tabel 7. Pengobatan Lini Kedua Untuk Malaria Falsiparum (obat kombinasi Kina dengan Tetrasiklin)

Tabel dosis tetrasiklin

Catatan : Dosis Tetrasiklin 4 mg/kgBB/kali diberikan 4 x sehari Tidak diberikan pada anak
umur<8 tahun
c. Lini kedua untuk malaria vivax
Kina + Primakuin
Kombinasi ini digunakan untuk pengobatan malaria vivaks yang tidak
respon terhadap pengobatan ACT.
Tabel 8. Pengobatan Lini Kedua Malaria Vivaks

Porto Folio Malaria Falsifarum

Page | 44

d. Pengobatan malaria vivax yang relaps


Dugaan Relaps pada malaria vivaks adalah apabila pemberian
primakuin dosis 0,25 mg/kgBB/hari sudah diminum selama 14 hari dan
penderita sakit kembali dengan parasit positif dalam kurun waktu 3 minggu
sampai 3 bulan setelah pengobatan.
Pengobatan kasus malaria vivaks relaps (kambuh) diberikan lagi
regimen ACT yang sama tetapi dosis primakuin ditingkatkan menjadi 0,5
mg/kgBB/hari.
Khusus untuk penderita defisiensi enzim G6PD yang dicurigai melalui
anamnesis ada keluhan atau riwayat warna urin coklat kehitaman setelah
minum obat (golongan sulfa, primakuin, kina, klorokuin dan lain-lain), maka
pengobatan diberikan secara mingguan selama 8-12 minggu dengan dosis
mingguan 0,75mg/kgBB. Pengobatan malaria pada penderita dengan
Defisiensi G6PD segera dirujuk ke rumah sakit dan dikonsultasikan kepada
dokter ahli
2. Pengobatan Malaria ovale
a. Lini Pertama untuk Malaria ovale
Pengobatan Malaria ovale saat ini menggunakan Artemisinin
Combination Therapy (ACT), yaitu Dihydroartemisinin Piperakuin (DHP)
atau Artesunat + Amodiakuin. Dosis pemberian obatnya sama dengan untuk
malaria vivaks
b. Lini Kedua untuk Malaria ovale
Pengobatan lini kedua untuk malaria ovale sama dengan untuk malaria
vivaks.
3. Pengobatan Malaria malariae
Pengobatan P. malariae cukup diberikan ACT 1 kali per hari selama 3
hari, dengan dosis sama dengan pengobatan malaria lainnya dan tidak
diberikan primakuin
4. Pengobatan infeksi campur P. falciparum + P. vivaks/P. ovale

Porto Folio Malaria Falsifarum

Page | 45

Pengobatan infeksi campur P. falciparum + P. vivaks/P. ovale dengan


ACT. Pada penderita dengan infeksi campur diberikan ACT selama 3 hari
serta primakuin dengan dosis 0,25 mg/kgBB/hari selama 14 hari.
Tabel 9. Pengobatan infeksi campur P. falciparum + P. vivax/P. Ovale dengan DHP

Atau

Tabel 10. Pengobatan infeksi campur P. falciparum + P. vivax/P. Ovale dengan Artesunat +
Amodiakuin

Artesunat = 4 mg/kgBB dan Amodiakuin basa = 10 mg/kgBB


5. Pengobatan infeksi campur P. falciparum + P. malariae
Infeksi campur antara P. falcifarum dengan P. malariae diberikan regimen
ACT selama 3 hari dan Primakuin pada hari I.
B. Pengobatan malaria pada ibu hamil
Pada prinsipnya pengobatan malaria pada ibu hamil sama dengan pengobatan
pada orang dewasa lainnya. Perbedaannya adalah pada pemberian obat malaria
berdasarkan umur kehamilan. Pada ibu hamil tidak diberikan Primakuin.
Tabel 11. Pengobatan Malaria falcifarum pada Ibu Hamil

Porto Folio Malaria Falsifarum

Page | 46

Tabel 12. Pengobatan Malaria vivaks pada Ibu Hamil

Dosis klindamisin 10 mg/kgBB diberikan 2 x sehari


Sebagai kelompok yang berisiko tinggi pada ibu hamil dilakukan
penapisan/skrining terhadap malaria yang dilakukan sebaiknya sedini mungkin atau
begitu ibu tahu bahwa dirinya hamil. Pada fasilitas kesehatan, skrining ibu hamil
dilakukan pada kunjungannya pertama sekali ke tenaga kesehatan/fasilitas kesehatan.
Selanjutnya pada ibu hamil juga dianjurkan menggunakan kelambu berinsektisida
setiap tidur.
Kriteria Keberhasilan Pengobatan :
1. Sembuh
Penderita dikatakan sembuh apabila : gejala klinis (demam) hilang dan parasit
aseksual tidak ditemukan pada hari ke-4 pengobatan sampai dengan hari ke-28.
2. Gagal pengobatan dini/Early treatment failure
a. Menjadi malaria berat pada hari ke-1 sampai hari ke-3 dengan parasitemia
b. Hitung parasit pada hari ke-2 > hari ke-0
c. Hitung parasit pada hari ke-3 > 25% hari ke-0
d. Ditemukan parasit aseksual dalam hari ke-3 disertai demam
3. Gagal Pengobatan kasep/Late treatment failure
a. Gagal Kasep Pengobatan Klinis dan Parasitologis
(1) Menjadi malaria berat pada hari ke-4 sampai ke-28 danParasitemia
(2) Ditemukan kembali parasit aseksual antara hari ke-4 sampaihari ke-28 disertai
demam
b. Gagal kasep Parasitologis
Ditemukan kembali parasit aseksual dalam hari ke-7, 14, 21 dan 28tanpa demam
4. Rekurensi
Rekurensi ialah ditemukan kembali parasit aseksual dalam darah setelah pengobatan
selesai. Rekurensi dapat disebabkan oleh :
- Relaps : rekurens dari parasit aseksual setelah 28 hari pengobatan. Parasit tersebut
berasal dari hipnozoit P. vivax atau P. ovale.
- Rekrudesensi : rekurens dari parasit aseksual selama 28 hari pemantauan
pengobatan. Parasit tersebut berasal dari parasit sebelumnya (aseksual lama)
- Reinfeksi : rekurens dari parasit aseksual setelah 28 hari pemantauan pengobatan
pasien dinyatakan sembuh. Parasit tersebut berasal dari infeksi baru (sporozoit).
C. Penatalaksanaan malaria berat
Porto Folio Malaria Falsifarum

Page | 47

Malaria berat adalah : ditemukannya Plasmodium falciparum stadium aseksual


dengan minimal satu dari manifestasi klinis atau didapatkan temuan hasil laboratorium
(WHO, 2010) :
1. Perubahan kesadaran
2. Kelemahan otot (tak bisa duduk/berjalan)
3. Tidak bisa makan dan minum
4. Kejang berulang-lebih dari dua episode dalam 24 jam
5. Distres pernafasan
6. Gagal sirkulasi atau syok: tekanan sistolik <70 mm Hg (pada anak: <50 mmHg)
7. Ikterus disertai disfungsi organ vital
8. Hemoglobinuria
9. Perdarahan spontan abnormal
10. Edema paru (radiologi)

Gambaran laboratorium :
1. Hipoglikemi (gula darah <40 mg%)
2. Asidosis metabolik (bikarbonat plasma <15 mmol/L).
3. Anemia berat (Hb <5 gr% atau hematokrit <15%)
4. Hiperparasitemia (parasit >2 % per 100.000/L di daerah endemis rendah atau >
5% per 100.0000/l di daerah endemis tinggi)
5. Hiperlaktemia (asam laktat >5 mmol/L)
6. Hemoglobinuria
7. Gangguan fungsi ginjal (kreatinin serum >3 mg%)
Tabel 13. Manifestasi Malaria Berat Pada Anak dan Dewasa

Porto Folio Malaria Falsifarum

Page | 48

Penatalaksanaan malaria terdiri dari : pengkajian klinis, pengobatan


antimalaria, terapi tambahan dan perawatan suportif.
A. Pengkajian Klinis
Malaria berat adalah kedaruratan medis. Pasien yang tidak sadar harus diamankan
jalan nafasnya dan dinilai pernafasan serta sirkulasinya. Pasien dengan penurunan
kesadaran perlu dilakukan skoring (missal dengan Glasgow Comma Scale) untuk
evaluasi.1
Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan adalah gula darah (stick test),
hemoglobin, hematokrit, parasitemia, fungsi ginjal, bikarbonat (analisa gas darah),
laktat. Pasien yang tidak sadar perlu dilakukan pungsi lumbal untuk analisis cairan
serebrospinal untuk menyingkirkan meningitis bakterialis. Bila tersedia sarana
dilakukan juga cross-match, hitung trombosit, pembekuan darah, kultur darah, dan
pemeriksaan biokimia lengkap. Kecukupan cairan penting dinilai pada malaria berat
sehingga diperlukan rehidrasi segera bila terdapat hipovolemia dan transfusi darah
bila diperlukan.1
Diagnosis banding yang perlu dipikirkan adalah meningoensefalitis (pasien tidak
sadar). Malaria serebral tidak menyebabkan tanda rangsang meningeal (kaku kuduk,
fotofobia, tanda kernig), namun dapat terjadi oportunistik. Bila ada keraguan apakah
terdapat sepsis, antibiotik empiris dapat diberikan bersamaan dengan antimalaria.1
B. Pengobatan Antimalaria
Antimalaria pada malaria berat diberikan segera melalui parenteral atau rectal
dengan dosis penuh. Obat antimalaria parenteral yang tersedia adalah alkaloid
kinkona (kuinin dan kuinidin) serta derivate artemisinin (artesunat, artemeter, dan
artemotil). Kloroquin parenteral sudah tidak lagi direkomendasikan karena
resistensinya yang luas. Sulfadoksin-parenteral sudah tidak direkomendasikan karena
resistensinya yang luas. Sulfadoksin-pirimetaminin tramuskular juga tidak
direkomendasikan .1
Penelitian AQUAMAT di multisenter Afrika pada 5425 pasien < 15 tahun
menemukan bahwa mortalitas menurun 22,5% pada kelompok yang mendapat terapi
artesunat bila dibandingkan kelompok kuinin. Kejadian kejang, koma dan
hipoglikemia setelah perawatan juga lebih rendah pada kelompok artesunat, namun
gejala sisa neurologis berat tidak berbeda pada kedua kelompok. Pada populasi
dewasa, artesunat juga merupakan pilihan terapi utama untuk malaria berat. Dosis
artesunat 2,4 mg/kgBB IV/IM jam ke-0, 12,24, kemudian sehari sekali. Alternatifnya
adalah artemeter 3,2 mg/kgBB IM kemudian 1,6 mg/kgBB/hari.1
Kuinin telah dipakai sebelum metode uji klinis modern digunakan. Garam
dihidroklorida merupakan kuinin yang paling banyak digunakan. Pemberian awal
kuinin dilakukan loading 20 mg /kgBB untuk mengurangi waktu yang diperlukan agar
tercapai konsentrasi terapeutik dalam plasma. Dosis pemeliharaan diberikan 10 mg
garam/kgBB setiap 8 jam, dimulai 8 jam setelah dosis pertama. Pemberian kuinin
Porto Folio Malaria Falsifarum

Page | 49

dilakukan dalam tetesan (dilarutkan dalam dekstrosa 5%) selama 4 jam. Laju infusan
tidak melebihi 5 mg /kgBB/jam. Kuinin dapat menyebabkan hipotensi dan
pemanjangan interval QT sehingga hanya digunakan bila tidak tersedia obat lain.1
Bila kondisi pasien perbaikkan dan dapat diberikan terapi oral, tetapi dengan
ACTs oral diberikan dengan dosis dan durasi penuh. Pendapat para ahli menganjurkan
pemberian antimalaria parenteral minimal 24 jam sebelum mengganti ke antimalaria
oral. Doksisiklin lebih dipilih dibandingkan tetrasiklin lain karena dapat diberikan
sekali sehari dan tidak terakumulasi dalam ginjal. Mefloquine sebaiknya dihindari
karena terkait peningkatan risiko komplikasi neuropsikiatrik pada malaria serebral.1
Risiko kematian pada malaria berat yang tertinggi adalah pada 24 jam pertama.
Pasien seringkali terlambat dirujuk ke rumah sakit. Sebelum pasien dirujuk
direkomendasikan untuk pemberian dosis pertama secara intramuscular (artesunat,
artemeter, kuinin) atau artesunat rectal bila tidak memungkinkan pemberian
parenteral.1
Penyesuaian dosis pada disfungsi organ vital tidak perlu dilakukan untuk derivate
artemisinin. Sedangkan kuinin dan kuinidin dapat berakumulasi bila terdapat
disfungsi organ vital. Bila terdapat gagal ginjal akut atau disfungsi hati, dosisnya
harus dikurangi sepertiga setelah 48 jam. Bila pasien sudah menjalani hemodialisis
atau hemofiltrasi, dapat diberikan dosis penuh.1
C. Terapi Tambahan
Terapi tambahan diperlukan pada beberapa keadaan seperti :1

Koma (malaria serebral) : jaga patensi jalan napas, singkirkan penyebab koma lain
yang dapat diatasi (hipoglikemia, meningitis bakterialis), hindari pemberian terapi
yang tidak bermanfaat seperti kortikosteroid, heparin, adrenalin. Intubasi bila
diperlukan.
Hiperpireksia : kompres, selimut pendingin, antipiretik (parasetamol lebih dipilih
dibandingkan OAINS karena nefrotoksik).
Kejang : jaga pantensi jalan napas, diberikan segera diazepam intravena atau
rectal, cek glukosa darah.
Hipoglikemia : cek glukosa darah, koreksi dan berikan rumatan dengan infuse
glukosa.
Anemia berat : transfuse dengan whole blood segar
Edema paru akut : pasien diposisikan duduk 45, berikan oksigen, diuretic,
hentikan pemberian cairan intravena, intubasi dan pemberian positive endexpiratory pressure.
Gagal ginjal akut : singkirkan penyebab prerenal, periksa balans cairan dan
natrium urine, bila tidak terkoreksi dapat dilakukan hemofiltrasi, hemodialisis atau
dialysis peritoneal.

Porto Folio Malaria Falsifarum

Page | 50

Perdarahan spontan dan koagulopati : transfuse kriopresipitat, plasma beku segar,


atau konsentrat trombosit sesuai indikasi, berikan injeksi vitamin K.
Asidosis metabolic : singkirkan dan atasi hipoglikemia, hipovolemia dan sepsis.
Bila asidosis berat dapat dilakukan hemofiltrasi atau hemodialisis.
Syok : bila dicurigai sepsis, ambil kultur darah, berikan antimikroba spectrum
luas, atasi gangguan hemodinamik.

D. Perawatan Suportif
Pasien malaria berat sebaliknya dirawat di unit perawatan intensif. Pemantauan
dilakukan pada tanda vital, skor koma, produksi urine. Glukosa darah diperiksa setiap
4 jam khususnya pada pasien yang tidak sadar. Kebutuhan cairan harus dinilai secara
individu (dapat dipasiang kateter vena sentral). Pasien dewasa dengan malaria berat
rentan untuk kelebihan cairan, sedangkan anak-anak lebih rentan terjadi dehidrasi.
Pemberian malaria dapat mengalami pneumonia sekunder atau aspirasi sehingga perlu
pemberian antibiotic empiris seperti sefalosporin generasi ketiga, atau sesuai
kebijakan local. Pengobatan yang tidak direkomendasikan adalah pemberian heparin,
prostasiklin, desferoksamin, pentoksifilin, dekstran betat molekul rendah, urea,
kortikosteroid dosis tinggi, asam asetilsalisilat, anti-tumor necrosis factor antibody,
sikosporin, dikloroasetat, adrenalin dan serum hiperimun. Pemberian steroid dapat
meningkatkan risiko perdarahan gastrointestinal dan kejang. Steroid juga
memperpanjang perbaikkan koma dibandingkan placebo.1
Wanita dengan kehamilan trimester kedua dan ketiga berisiko mengalami malaria
berat dengan komplikasi edema paru dan hipoglikemia. Mortalitas ibu sekitar 50%,
dan seringkali didapatkan kematian janin atau kelahiran premature. Obat antimalaria
parenteral harus diberikan segera pada wanita hamil. Artesunat parenteral lebih dipilih
daripada kuinin pada kehamilan trimester kedua dan ketiga karena pemberian kuinin
memiliki efek samping hipoglikemia berkurang. Pada trimester pertama, risiko
hipoglikemia lebih rendah.1
Resistensi Obat Antimalaria
Resistensi obat antimalaria merupakan ancaman besar untuk mengatasi penyakit ini.
Penggunaan yang luas dan tidak teratur meyebabkan tingginya angka resistensi. Pencegahan
resistensi dilakukan dengan mengkombinasi obat antimalaria yang memiliki cara berbeda
serta memastikan kepatuhan berobat sesuai regimen yang telah ditentukan. Resitensi P.
falcifarum terhdap artemisinin telah dilaporkan di perbatasan Kamboja dan Thailand.
Mekanisme resitensi tersebut belum diketahui hingga kini. Bukti-bukti terkini menunjukkan
reistensi merupakan bawaan genetic parasit yang diturunkan. WHO telah membuat program
Global Plan for Atemisinin Resistence Containment untuk mencegah perluasan resistensi
tersebut.1
I.8. Pencegahan malaria
Tindakan-tindakan untuk mengurangi kontak dengan nyamuk memiliki keuntungan
yaitu kurang toksik dibanding obat-obat kemoprofilaksis dan keefektifannya tidak tergantung
Porto Folio Malaria Falsifarum

Page | 51

pada sensitivitas parasit terhadap obat. Telah dilakukan beberapa penelitian yang
menunjukkan bahwa kelambu mampu mengurangi serangan sebesar 97%. Sebaliknya,
kemoprofilaksis (dengan kloroguanidin HCl/Qroguanit) hanya mampu memberi perlindungan
dengan berkurangnya serangan sebesar 77%. Larutan atau spray permetrin digunakan untuk
mengolesi/melapisi pakaian atau kelambu. Repelan yang mengandung larutan yang tidak
lebih dari 35% N,N-diethylm- toluamide (DEET) juga disarankan untuk dipakai pada kulit
pada saat-saat nyamuk menggigit (petang hingga subuh), yaitu ketika tidak digunakan
proteksi lain.4
Tabel 14. Tindakan perlindungan diri terhadap malaria
1. Memakai baju lengan panjang dan celana panjang
2. Menggunakan repelan (mengandung tidak lebih dari 35%
DEET) secukupnya pada kulit
3. Saat petang, semprotkan insektisida untuk nyamuk
4. Tidur dengan kelambu atau di dalam kamar yang dingin (AC)
5. Gunakan kelambu yang berkualitas baik, tidak berlubang,
tidak rusak
6. Gunakan obat nyamuk
Kemoprofilkasis ditujukan kepada orang yang akan bepergian ke daerah endemis
malaria dalam waktu yang tidak terlalu lama. Bila akan bepergian dalam jangka waktu lama
sebaiknya menggunakan proteksi personal seperti pemakaian kelambu, repellent, kawat
kassa, dan lain-lain. kemoprofilaksis ditujukan untuk P. falcifarum yang virulensinya tinggi.
Karena resistensi yang tinggi, kloroquin tidak dapat digunakan lagi sebagai kemoprofilaksis.
Saat ini dipakai doksisiklin 2 mg/kgBB/hari sejak 1 hari sebelum keberangkatan dan tidak
lebih dari 12 minggu. Doksisiklin tidak boleh diberikan pada anak dibawah 8 tahun dan ibu
hamil.1
Tabel 15. Obat yang dianjurkan untuk kemoprofilaksis malaria4

I.9 Prognosis
Prognosis malaria berat sangat tergantung kecepatan dan ketepatan diagnosis serta
pengobatan. Bila tidak diterapi, mortalitas mencapai 15% pada anak-anak, 20% pada dewasa,
dan 50% pada kehamilan, mortalitas dengan kegagalan fungsi 3 organ > 50%. Bila disertai
kegagalan fungso 4 organ, mortalitas > 75%. Kepadatan parasit juga berhubungan dengan
mortalitas :1

Kepadatan parasit < 100.000/L, mortalitas < 1%

Porto Folio Malaria Falsifarum

Page | 52

Kepadatan parasit > 100.000/L, mortalitas > 1%


Kepadatan parasit > 500.000/L, mortalitas > 50%
Gambaran klinis, laboratorium dan parasitologi yang menunjukkan prognosis buruk :

Gambaran Klinis :
- Penurunan kesadaran
- Kejang berulang (3 kali dalam 24 jam)
- Distress pernafasan (cepat, dalam)
- Perdarahan bermakna
- Syok
Laboratorium :
- Gangguan fungsi ginjal (kreatinin > 3 mg/dL)
- Asidosis (bikarbonat plasma < 15 mmol/L)
- Ikterus (bilirubin total serum > 2,5 mg/dL )
- Hiperlaktatemia (laktat vena > mmol/L)
- Hipoglikemia (glukosa darah < 3 kali normal)
Parasitologi :
- Parasitemia (> 500.000 parasit/mm atau > 10.000 trofozoit matur dan skizon/mm3)
- 5% neutrofil mengandung pigmen malaria
DAFTAR PUSTAKA

1. Guadline For The Treatment Of Malaria Second Edition. World Health


Organization. 2011
2. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia. Derektorat JendraL
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Departemen Kesehatan RI.
Tahun 2009.
3. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia. Derektorat JendraL
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Departemen Kesehatan RI.
Tahun 2012.
4. Luciana Kuswibawati. 2002. Kemoprofilaksis malaria bagi wisatawan; SIGMA,
Vol. 5, No.1: 69-76. Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakartra

Porto Folio Malaria Falsifarum

Page | 53

Anda mungkin juga menyukai