Anda di halaman 1dari 100

MATERI KULIAH KIMIA DASAR

DAFTAR ISI
Bab I.

Stoikiometri
A. Hukum-Hukum Dasar Ilmu Kimia
B. Massa Atom Dan Massa Rumus
C. Konsep Mol
D. Persamaan Reaksi

Bab II.

Hitungan Kimia
Hitungan Kimia

Bab III.

Termokimia
A. Reaksi Eksoterm Dan Rekasi Endoterm
B. Perubahan Entalpi
C. Penentuan Perubahan Entalpi dan Hukum Hess
D. Energi-Energi Dan Ikatan Kimia

Bab IV.

Sistem Koloid

Bab VIII.

Eksponen Hidrogen
A. Pendahuluan
B. Menyatakan pH Larutan Asam
C. Menyatakan pH Larutan Basa
D. Larutan Buffer (penyangga)
E. Hidrolisis
F. Garam Yang Terbentuk Dari Asam Kuat Dan Basa Lemah
G. Garam Yang Terbentuk Dari Asam Lemah Dan Basa Kuat

Bab IX.

Teori Asam-Basa Dan Stokiometri Larutan


A. Teori Asam Basa
B. Stokiometri Larutan

Bab X.

Zat Radioaktif
A. Keradioaktifan Alam
B. Keradioaktifan Buatan, Rumus Dan Ringkasan

Bab XI.

Kimia Lingkungan
Kimia Lingkungan

Bab XII.

Kimia Terapan Dan Terpakai


Kimia Terapan Dan Terpakai

Bab XIII.

Sifat Koligatif Larutan


A. Sifat Koligatif Larutan Non Elektrolit
B. Penurunan Tekanan Uap jenuh Dan Kenaikkan Titik
Didih
C. Penurunan Titik Beku Dan Tekanan Osmotik
D. Sifat Koligatif Larutan Elektrolit

Bab XIV.

Hasil Kali Kelarutan


A. Pengertian Dasar
B. Kelarutan
C. Mengendapkan Elektrolit

Bab XV.

Reaksi Redoks Dan Elektrokimia


A. Oksidasi - Reduksi
B. Konsep Bilangan Oksidasi
C. Langkah-Langkah Reaksi Redoks
D. Penyetaraan Persamaan Reaksi Redoks
E. Elektrokimia
F. Sel Volta
G. Potensial Elektroda
H. Korosi
I. Elektrolisis
J. Hukum Faraday.

Bab XVI.

Struktur Atom
A. Pengertian Dasar
B. Model Atom
C. Bilangan-Bilangan Kuantum
D. Konfigurasi Elektron

Bab XVII. Sistem Periodik Unsur-Unsur


Sistem Periodik Unsur-Unsur

Bab XVIII. Ikatan Kimia


A. Peranan Elektron Dalam Ikatan Kimia
B. Ikatan ion = Elektrovalen = Heteropolar
C. Ikatan Kovalen = Homopolar
D. Ikatan Kovalen Koordinasi = Semipolar
E. Ikatan Logam, Hidrogen, Van Der Walls
F. Bentuk Molekul

Bab XIX.

Hidrokarbon
A. Hidrokarbon termasuk senyawa karbon
B. Kekhasan atom karbon
C. Klasifikasi hidrokarbon
D. Alkana
E. Isomer alkana
F. Tata nama alkana
G. Alkena
H. Alkuna
I. Beberapa hidrokarbon lain

Bab XX.

Gas Mulia
Unsur-Unsur Gas Mulia

Bab XXI.

Unsur-Unsur Halogen
A. Sifat Halogen
B. Sifat Fisika Dan Sifat Kimia Unsur Halogen
C. Hidrogen, Klor, Brom Dan Iodium

Bab XXII.

Unsur-Unsur Alkali
A. Sifat Golongan Unsur Alkali
B. Sifat Fisika Dan Kimia
C. Pembuatan Logam Alkali

Bab XXIII. Unsur-Unsur Alkali Tanah


A. Sifat Golongan Unsur Alkali Tanah
B. Sifat Fisika Dan Kimia Unsur Alkali Tanah
C. Kelarutan Unsur Alkali Tanah
D. Pembuatan Logam Alkali Tanah
E. Kesadahan.
Bab XXIV. Unsur-Unsur Periode Ketiga
Sifat-Sifat Periodik, Fisika Dan Kimia
Bab XXV. Unsur-Unsur Transisi Periode Keempat
A. Pengertian Unsur Transisi
B. Sifat Periodik
C. Sifat Fisika Dan Kimia
D. Sifat Reaksi Dari Senyawa-Senyawa Krom Dan Mangan
E. Unsur-Unsur Transisi Dan Ion Kompleks
Bab XXVI. Gas Hidrogen
A. Sifat Fisika Dan Kimia
B. Pembuatan

BAB I

STOIKIOMETRI
STOIKIOMETRI adalah cabang ilmu kimia yang mempelajari
hubungan kuantitatif dari komposisi zat-zat kimia dan reaksi-reaksinya.
HUKUM-HUKUM DASAR ILMU KIMIA
1. HUKUM KEKEKALAN MASSA = HUKUM LAVOISIER
"Massa zat-zat sebelum dan sesudah reaksi adalah tetap".
Contoh:
hidrogen + oksigen
(4g)
(32g)

hidrogen oksida
(36g)

2. HUKUM PERBANDINGAN TETAP = HUKUM PROUST


"Perbandingan massa unsur-unsur dalam tiap-tiap senyawa
adalah tetap"

Contoh:
a. Pada senyawa NH3 : massa N : massa H
= 1 Ar . N : 3 Ar . H
= 1 (14) : 3 (1) = 14 : 3
b. Pada senyawa SO3 : massa S : massa 0
= 1 Ar . S : 3 Ar . O
= 1 (32) : 3 (16) = 32 : 48 = 2 : 3
Keuntungan dari hukum Proust:
bila diketahui massa suatu senyawa atau massa salah satu unsur
yang membentuk senyawa tersebut make massa unsur lainnya
dapat diketahui.
Contoh:
Berapa kadar C dalam 50 gram CaCO3 ? (Ar: C = 12; 0 = 16;
Ca=40)
Massa C = (Ar C / Mr CaCO3) x massa CaCO3
= 12/100 x 50 gram = 6 gram
Kadar C = massa C / massa CaCO3 x 100%
= 6/50 x 100 % = 12%

3. HUKUM PERBANDINGAN BERGANDA = HUKUM DALTON


"Bila dua buah unsur dapat membentuk dua atau lebih senyawa
untuk massa salah satu unsur yang sama banyaknya maka
perbandingan massa unsur kedua akan berbanding sebagai bilangan
bulat dan sederhana".
Contoh:
Bila unsur Nitrogen den oksigen disenyawakan dapat terbentuk,
NO dimana massa N : 0 = 14 : 16 = 7 : 8
NO2 dimana massa N : 0 = 14 : 32 = 7 : 16
Untuk massa Nitrogen yang same banyaknya maka perbandingan
massa Oksigen pada senyawa NO : NO2 = 8 :16 = 1 : 2
4. HUKUM-HUKUM GAS
Untuk gas ideal berlaku persamaan : PV = nRT
dimana:
P = tekanan gas (atmosfir)
V = volume gas (liter)
n = mol gas
R = tetapan gas universal = 0.082 lt.atm/mol Kelvin
T = suhu mutlak (Kelvin)

Perubahan-perubahan dari P, V dan T dari keadaan 1 ke keadaan 2


dengan kondisi-kondisi tertentu dicerminkan dengan hukum-hukum
berikut:
a. HUKUM BOYLE
Hukum ini diturunkan dari persamaan keadaan gas ideal dengan
n1 = n2 dan T1 = T2 ; sehingga diperoleh : P1 V1 = P2 V2
Contoh:
Berapa tekanan dari 0 5 mol O2 dengan volume 10 liter jika pada
temperatur tersebut 0.5 mol NH3 mempunyai volume 5 liter den
tekanan 2 atmosfir ?
Jawab:
P1 V1 = P2 V2
2.5 = P2 . 10 P2 = 1 atmosfir
b. HUKUM GAY-LUSSAC
"Volume gas-gas yang bereaksi den volume gas-gas hasil reaksi bile
diukur pada suhu dan tekanan yang sama, akan berbanding sebagai
bilangan bulat den sederhana".
Jadi untuk: P1 = P2 dan T1 = T2 berlaku : V1 / V2 = n1 / n2

Contoh:
Hitunglah massa dari 10 liter gas nitrogen (N2) jika pada kondisi
tersebut 1 liter gas hidrogen (H2) massanya 0.1 g.
Diketahui: Ar untuk H = 1 dan N = 14
Jawab:
V1/V2 = n1/n2 10/1 = (x/28) / (0.1/2) x = 14 gram
Jadi massa gas nitrogen = 14 gram.
c. HUKUM BOYLE-GAY LUSSAC
Hukum ini merupakan perluasan hukum terdahulu den diturukan
dengan keadaan harga n = n2 sehingga diperoleh persamaan:
P1 . V1 / T1 = P2 . V2 / T2
d. HUKUM AVOGADRO
"Pada suhu dan tekanan yang sama, gas-gas yang volumenya sama
mengandung jumlah mol yang sama. Dari pernyataan ini ditentukan
bahwa pada keadaan STP (0o C 1 atm) 1 mol setiap gas volumenya
22.4 liter volume ini disebut sebagai volume molar gas.
Contoh:
Berapa volume 8.5 gram amoniak (NH3) pada suhu 27o C dan
tekanan 1 atm ?
(Ar: H = 1 ; N = 14)

Jawab:

85 g amoniak
= 17 mol = 0.5 mol
Volume amoniak (STP) = 0.5 x 22.4 = 11.2 liter
Berdasarkan persamaan Boyle-Gay Lussac:
P1 . V1 / T1 = P2 . V2 / T2
1 x 112.1 / 273 = 1 x V2 / (273 + 27) V2 = 12.31 liter

B. MASSA ATOM DAN MASSA RUMUS


1. Massa Atom Relatif (Ar)
merupakan perbandingan antara massa 1 atom dengan 1/12 massa
1 atom karbon 12
2. Massa Molekul Relatif (Mr)
merupakan perbandingan antara massa 1 molekul senyawa
dengan
1/12 massa 1 atom karbon 12.
Massa molekul relatif (Mr) suatu senyawa merupakan
penjumlahan
dari massa atom unsur-unsur penyusunnya.
Contoh:
Jika Ar untuk X = 10 dan Y = 50 berapakah Mr senyawa X2Y4 ?
Jawab:
Mr X2Y4 = 2 x Ar . X + 4 x Ar . Y = (2 x 10) + (4 x 50) = 220

C. KONSEP MOL
1 mol adalah satuan bilangan kimia yang jumlah atom-atomnya atau
molekul-molekulnya sebesar bilangan Avogadro dan massanya = Mr
senyawa itu.
Jika bilangan Avogadro = L maka :

L = 6.023 x 1023
1 mol atom = L buah atom, massanya = Ar atom tersebut.
1 mol molekul = L buah molekul massanya = Mr molekul tersehut.
Massa 1 mol zat disebut sebagai massa molar zat
Contoh:
Berapa molekul yang terdapat dalam 20 gram NaOH ?
Jawab:
Mr NaOH = 23 + 16 + 1 = 40
mol NaOH = massa / Mr = 20 / 40 = 0.5 mol
Banyaknya molekul NaOH = 0.5 L
= 0.5 x 6.023 x 1023
= 3.01 x 1023 molekul.

D. PERSAMAAN REAKSI
PERSAMAAN REAKSI MEMPUNYAI SIFAT
1. Jenis unsur-unsur sebelum dan sesudah reaksi selalu sama
2. Jumlah masing-masing atom sebelum dan sesudah reaksi
selalu sama
3. Perbandingan koefisien reaksi menyatakan perbandingan mol
(khusus yang berwujud gas perbandingan koefisien juga
menyatakan perbandingan volume asalkan suhu den
tekanannya sama)
Contoh: Tentukanlah koefisien reaksi dari
HNO3 (aq) + H2S (g) NO (g) + S (s) + H2O (l)
Cara yang termudah untuk menentukan koefisien reaksinya adalah
dengan memisalkan koefisiennya masing-masing a, b, c, d dan e
sehingga:
a HNO3 + b H2S
c NO + d S + e H2O
Berdasarkan reaksi di atas maka
atom N : a = c (sebelum dan sesudah reaksi)
atom O : 3a = c + e
3a = a + e
e = 2a
atom H : a + 2b = 2e = 2(2a) = 4a ; 2b = 3a ; b = 3/2 a
atom S : b = d = 3/2 a
Maka agar terselesaikan kita ambil sembarang harga misalnya a = 2
berarti: b = d = 3, dan e = 4 sehingga persamaan reaksinya :
2 HNO3 + 3 H2S
2 NO + 3 S + 4 H2O

BAB II

HITUNGAN KIMIA
Hitungan kimia adalah cara-cara perhitungan yang berorientasi pada
hukum-hukum dasar ilmu kimia.
Dalam hal ini akan diberikan bermacam-macam contoh soal hitungan
kimia beserta pembahasanya.
Contoh-contoh soal :
1. Berapa persen kadar kalsium (Ca) dalam kalsium karbonat ? (Ar: C
= 12 ; O= 16 ; Ca=40)
Jawab :
1 mol CaCO3, mengandung 1 mol Ca + 1 mol C + 3 mol O
Mr CaCO3 = 40 + 12 + 48 = 100
Jadi kadar kalsium dalam CaCO3 = 40/100 x 100% = 40%
2. Sebanyak 5.4 gram logam alumunium (Ar = 27) direaksikan dengan
asam klorida encer berlebih sesuai reaksi :
2 Al (s) + 6 HCl (aq)
2 AlCl3 (aq) + 3 H2 (g)
Berapa gram aluminium klorida dan berapa liter gas hidrogen yang
dihasilkan pada kondisi standar ?

Jawab:
Dari persamaan reaksi dapat dinyatakan
2 mol Al x 2 mol AlCl3
3 mol H2
5.4 gram Al = 5.4/27 = 0.2 mol
Jadi:
AlCl3 yang terbentuk = 0.2 x Mr AlCl3 = 0.2 x 133.5 = 26.7 gram
Volume gas H2 yang dihasilkan (0o C, 1 atm) = 3/2 x 0.2 x 2 =
0,6 liter
3. Suatu bijih besi mengandung 80% Fe2O3 (Ar: Fe=56; O=16). Oksida
ini direduksi dengan gas CO sehingga dihasilkan besi.
Berapa ton bijih besi diperlukan untuk membuat 224 ton besi ?
Jawab:
1 mol Fe2O3 mengandung 2 mol Fe
maka : massa Fe2O3 = ( Mr Fe2O3/2 Ar Fe ) x massa Fe
= (160/112) x 224 = 320 ton
Jadi bijih besi yang diperlukan = (100 / 80) x 320 ton = 400 ton
4. Untuk menentukan air kristal tembaga sulfat 24.95 gram garam
tersebut dipanaskan sampai semua air kristalnya menguap. Setelah
pemanasan massa garam tersebut menjadi 15.95 gram. Berapa
banyak air kristal yang terkandung dalam garam tersebut ?

Jawab :
misalkan rumus garamnya adalah CuSO4 . xH2O
CuSO4 . xH2O
CuSO4 + xH2O
24.95 gram CuSO4 . xH2O = 15.95 + x mol
15.95 gram CuSO4 = 15.95 mol = 1 mol
menurut persamaan reaksi di atas dapat dinyatakan bahwa:
banyaknya mol CuS04 . xH2O = mol CuSO4; sehingga persamaannya
24.95/ (15.95 + x) = 1
x=9
Jadi rumus garamnya adalah CuS04 . 9H2O
Rumus Empiris dan Rumus Molekul
Rumus empiris adalah rumus yang paling sederhana dari suatu senyawa.
Rumus ini hanya menyatakan perbandingan jumlah atom-atom yang
terdapat dalam molekul.
Rumus empiris suatu senyawa dapat ditentukan apabila diketahui salah
satu:
- massa dan Ar masing-masing unsurnya
- % massa dan Ar masing-masing unsurnya
- perbandingan massa dan Ar masing-masing unsurnya
Rumus molekul: bila rumus empirisnya sudah diketahui dan Mr juga
diketahui maka rumus molekulnya dapat ditentukan

Contoh 1:
Suatu senyawa C den H mengandung 6 gram C dan 1 gram H.
Tentukanlah rumus empiris dan rumus molekul senyawa tersebut bila
diketahui Mr nya = 28 !
Jawab:
mol C : mol H = 6/12 : 1/1 = 1/2 : 1 = 1 : 2
Jadi rumus empirisnya: (CH2)n
Bila Mr senyawa tersebut = 28 maka: 12n + 2n = 28
14n
= 28
n=2
Jadi rumus molekulnya : (CH2)2 = C2H4
Contoh 2:
Untuk mengoksidasi 20 ml suatu hidrokarbon (CxHy) dalam keadaan gas
diperlukan oksigen sebanyak 100 ml dan dihasilkan CO2 sebanyak 60
ml. Tentukan rumus molekul hidrokarbon tersebut !
Jawab:
Persamaan reaksi pembakaran hidrokarbon secara umum
CxHy (g) + (x + 1/4 y) O2 (g)
x CO2 (g) + 1/2 y H2O (l)
Koefisien reaksi menunjukkan perbandingan mol zat-zat yang terlibat
dalam reaksi.
Menurut Gay Lussac gas-gas pada p, t yang sama, jumlah mol
berbanding lurus dengan volumenya

Maka:
mol CxHy

mol O2

: mol CO2

=1

(x + 1/4y)

:x

20

100

60

=1

(x + 1/4y)

:x

=1

(x + 1/4y)

:x

atau:
1:3=1:x
x = 3
1 : 5 = 1 : (x + 1/4y)
y=8
Jadi rumus hidrokarbon tersebut adalah : C3H8

BAB III

TERMOKIMIA
A. Reaksi Eksoterm Dan Endoterm
1. Reaksi Eksoterm
Pada reaksi eksoterm terjadi perpindahan kalor dari sistem ke
lingkungan atau pada reaksi tersebut dikeluarkan panas.
Pada reaksi eksoterm harga H = ( - )
Contoh : C(s) + O2(g)

CO2(g) + 393.5 kJ ; H = -393.5 kJ

2. Reaksi Endoterm
Pada reaksi endoterm terjadi perpindahan kalor dari lingkungan ke
sistem atau pada reaksi tersebut dibutuhkan panas.
Pada reaksi endoterm harga H = ( + )
Contoh : CaCO3(s)

CaO(s) + CO2(g) - 178.5 kJ ; H = +178.5 kJ

B. Perubahan Entalpi
Entalpi = H = Kalor reaksi pada tekanan tetap = Qp
Perubahan entalpi adalah perubahan energi yang menyertai peristiwa
perubahan kimia pada tekanan tetap.
a. Pemutusan ikatan membutuhkan energi (= endoterm)
Contoh: H2
2H - a kJ ; H= +akJ
b. Pembentukan ikatan memberikan energi (= eksoterm)
Contoh: 2H
H2 + a kJ ; H = -a kJ
Istilah yang digunakan pada perubahan entalpi :
1. Entalpi Pembentakan Standar (Hf ):
H untak membentuk 1 mol persenyawaan langsung dari unsurunsurnya yang diukur pada 298 K dan tekanan 1 atm.
Contoh: H2(g) + 1/2 O2(g)
H20 (l) ; Hf = -285.85 kJ
2. Entalpi Penguraian:
H dari penguraian 1 mol persenyawaan langsung menjadi unsurunsurnya (= Kebalikan dari H pembentukan).
Contoh: H2O (l)
H2(g) + 1/2 O2(g) ; H = +285.85 kJ

3.

Entalpi Pembakaran Standar (Hc ):


H untuk membakar 1 mol persenyawaan dengan O2 dari udara
yang diukur pada 298 K dan tekanan 1 atm.
Contoh: CH4(g) + 2O2(g)

4.

Entalpi Reaksi:
H dari suatu persamaan reaksi di mana zat-zat yang terdapat
dalam persamaan reaksi dinyatakan dalam satuan mol dan
koefisien-koefisien persamaan reaksi bulat sederhana.
Contoh: 2Al + 3H2SO4

5.

CO2(g) + 2H2O(l) ; Hc = -802 kJ

Al2(SO4)3 + 3H2 ; H = -1468 kJ

Entalpi Netralisasi:
H yang dihasilkan (selalu eksoterm) pada reaksi penetralan asam
atau basa.
Contoh: NaOH(aq) + HCl(aq)
H = -890.4 kJ/mol

NaCl(aq) + H2O(l) ;

6. Hukum Lavoisier-Laplace
"Jumlah kalor yang dilepaskan pada pembentukan 1 mol zat dari
unsur-unsurya = jumlah kalor yang diperlukan untuk menguraikan zat
tersebut menjadi unsur-unsur pembentuknya."
Artinya : Apabila reaksi dibalik maka tanda kalor yang terbentuk juga
dibalik dari positif menjadi negatif atau sebaliknya
Contoh:
N2(g) + 3H2(g)
2NH3(g) ;
2NH3(g)
N2(g) + 3H2(g) ;

H = - 112 kJ
H = + 112 kJ

C. Penentuan Perubahan Entalpi Dan Hukum Hess


1. Penentuan Perubahan Entalpi
Untuk menentukan perubahan entalpi pada suatu reaksi kimia
biasanya digunakan alat seperti kalorimeter, termometer dan
sebagainya yang mungkin lebih sensitif.
Perhitungan : H reaksi = ; Hfo produk - = Hfo reaktan
2. Hukum Hess
"Jumlah panas yang dibutuhkan atau dilepaskan pada suatu reaksi
kimia tidak tergantung pada jalannya reaksi tetapi ditentukan oleh
keadaan awal dan akhir."

Contoh:
C(s) + O2(g)
C(s) + 1/2 02(g)

CO(g) + 1/2 O2(g)


C(s) + O2(g)

CO2(g)

; H = x kJ

1 tahap

CO(g)

; H = y kJ

2 tahap

CO2(g) ; H = z kJ

2 tahap

+
CO2(g) ; H = y + z kJ

Menurut Hukum Hess : x = y + z

D. Energi-Energi Dan Ikatan Kimia


Reaksi kimia merupakan proses pemutusan dan pembentukan
ikatan. Proses ini selalu disertai perubahan energi. Energi yang
dibutuhkan untuk memutuskan ikatan kimia, sehingga membentuk
radikal-radikal bebas disebut energi ikatan. Untuk molekul
kompleks, energi yang dibutuhkan untuk memecah molekul itu
sehingga membentuk atom-atom bebas disebut energi atomisasi.

Harga energi atomisasi ini merupakan jumlah energi ikatan atom-atom


dalam molekul tersebut. Untuk molekul kovalen yang terdiri dari dua
atom seperti H2, 02, N2 atau HI yang mempunyai satu ikatan maka
energi atomisasi sama dengan energi ikatan Energi atomisasi suatu
senyawa dapat ditentukan dengan cara pertolongan entalpi
pembentukan senyawa tersebut. Secara matematis hal tersebut dapat
dijabarkan dengan persamaan :
H reaksi

= energi pemutusan ikatan

- energi pembentukan ikatan

= energi ikatan di kiri

- energi ikatan di kanan

Contoh:
Diketahui :
energi ikatan
C - H = 414,5 kJ/Mol
C = C = 612,4 kJ/mol
C - C = 346,9 kJ/mol
H - H = 436,8 kJ/mol
Ditanya:
H reaksi = C2H4(g) + H2(g)

C2H6(g)

Jawab:
H reaksi

= Jumlah energi pemutusan ikatan - Jumlah energi


=
=
=
=

pembentukan ikatan
(4(C-H) + (C=C) + (H-H)) - (6(C-H) + (C-C))
((C=C) + (H-H)) - (2(C-H) + (C-C))
(612.4 + 436.8) - (2 x 414.5 + 346.9)
- 126,7 kJ

BAB IV

SISTEM KOLOID
A. SISTEM DISPERS DAN SISTEM KOLOID
1. SISTEM DISPERS
a. Dispersi kasar (suspensi) :
partikel zat yang didispersikan berukuran lebih besar dari 100 nm.
b. Dispersi koloid: partikel zat yang didispersikan berukuran antara 1
nm - 100 nm.
c. Dispersi molekuler (larutan sejati) :
partikel zat yang didispersikan berukuran lebih kecil dari 1 nm.
Sistem koloid pada hakekatnya terdiri atas dua fase, yaitu fase
terdispersi dan medium pendispersi.
Zat yang didispersikan disebut fase terdispersi sedangkan medium yang
digunakan untuk mendispersikan disebut medium pendispersi.
2. JENIS KOLOID
Sistem koloid digolongkan berdasarkan pada jenis fase terdispersi dan
medium pendispersinya.
- koloid yang mengandung fase terdispersi padat disebut sol.
- koloid yang mengandung fase terdispersi cair disebut emulsi.
- koloid yang mengandung fase terdispersi gas disebut buih.

B. SIFAT-SIFAT KOLOID
Sifat-sifat khas koloid meliputi :
1. Efek Tyndall
Efek Tyndall adalah efek penghamburan cahaya oleh partikel koloid. 2.
2. Gerak Brown
Gerak Brown adalah gerak acak, gerak tidak beraturan dari partikel
koloid.

Koloid Fe(OH)3 bermuatan


positif karena permukaannya
menyerap ion H+

Koloid As2S3 bermuatan negatif


karena permukaannya menyerap
ion S2-

3. Adsorbsi
Beberapa partikel koloid mempunyai sifat adsorbsi (penyerapan)
terhadap partikel atau ion atau senyawa yang lain.
Penyerapan pada permukaan ini disebut adsorbsi (harus dibedakan
dari absorbsi yang artinya penyerapan sampai ke bawah permukaan).
Contoh :
(i) Koloid Fe(OH)3 bermuatan positif karena permukaannya menyerap
ion H+.
(ii) Koloid As2S3 bermuatan negatit karena permukaannya menyerap
ion S2.
4. Koagulasi
Koagulasi adalah penggumpalan partikel koloid dan membentuk
endapan. Dengan terjadinya koagulasi, berarti zat terdispersi tidak lagi
membentuk koloid.
Koagulasi dapat terjadi secara fisik seperti pemanasan, pendinginan
dan pengadukan atau secara kimia seperti penambahan elektrolit,
pencampuran koloid yang berbeda muatan.
5. Koloid Liofil dan Koloid Liofob
Koloid ini terjadi pada sol yaitu fase terdispersinya padatan dan
medium pendispersinya cairan.

Koloid Liofil:

sistem koloid yang affinitas fase terdispersinya


besar terhadap medium pendispersinya.
Contoh: sol kanji, agar-agar, lem, cat

Koloid Liofob:

sistem koloid yang affinitas fase terdispersinya


kecil terhadap medium pendispersinya.
Contoh: sol belerang, sol emas.

C. ELEKTROFERISIS DAN DIALISIS


1. ELEKTROFERESIS
Elektroferesis adalah peristiwa pergerakan partikel koloid yang
bermuatan ke salah satu elektroda.
Elektrotoresis dapat digunakan untuk mendeteksi muatan partikel
koloid. Jika partikel koloid berkumpul di elektroda positif berarti koloid
bermuatan negatif dan jika partikel koloid berkumpul di elektroda
negatif berarti koloid bermuatan positif.
Prinsip elektroforesis digunakan untuk membersihkan asap dalam
suatu industri dengan alat Cottrell.
2. DIALISIS
Dialisis adalah proses pemurnian partikel koloid dari muatan-muatan
yang menempel pada permukaannya.
Pada proses dialisis ini digunakan selaput semipermeabel.

D. PEMBUATAN KOLOID
1. Cara Kondensasi
Cara kondensasi termasuk cara kimia.
Prinsip

Kondensasi
Partikel Molekular -------------->

Partikel Koloid

Reaksi kimia untuk menghasilkan koloid meliputi :


a. Reaksi Redoks
2 H2S(g) + SO2(aq)
b. Reaksi Hidrolisis
FeCl3(aq) + 3 H2O(l)
c. ReaksiSubstitusi
2 H3AsO3(aq) + 3 H2S(g)

3 S(s) + 2 H2O(l)
Fe(OH)3(s) + 3 HCl(aq)
As2S3(s) + 6 H2O(l)

d. Reaksi Penggaraman
Beberapa sol garam yang sukar larut seperti AgCl, AgBr, PbI2, BaSO4
dapat membentuk partikel koloid dengan pereaksi yang encer.
AgNO3(aq) (encer) + NaCl(aq) (encer)
AgCl(s) + NaNO3(aq)
(encer)

2. Cara Dispersi
Prinsip

Partikel Besar ----------------> Partikel Koloid

Cara dispersi dapat dilakukan dengan cara mekanik atau cara


kimia:
a. Cara Mekanik
Cara ini dilakukan dari gumpalan partikel yang besar
kemudian dihaluskan dengan cara penggerusan atau
penggilingan.
b. Cara Busur Bredig
Cara ini digunakan untak membuat sol-sol logam.
c. Cara Peptisasi
Cara peptisasi adalah pembuatan koloid dari butir-butir
kasar atau dari suatu endapan dengan bantuan suatu zat
pemeptisasi (pemecah).
Contoh:
- Agar-agar dipeptisasi oleh air ; karet oleh bensin.
- Endapan NiS dipeptisasi oleh H2S ; endapan Al(OH)3 oleh
AlCl3

BAB V

KECEPATAN REAKSI
A. KONSENTRASI DAN KECEPATAN REAKSI
Kecepatan reaksi adalah banyaknya mol/liter suatu zat yang
dapat berubah menjadi zat lain dalam setiap satuan waktu.
Untuk reaksi: aA + bB
mM + nN
maka kecepatan reaksinya adalah:
1 (dA)
V=

------a dt

1 d(B)
-

------b dt

1 d(M)
=

1 d(N)

+ --------

+ ---------

m dt

n dt

dimana:
-1/a . d(A) /dt= rA= kecepatan reaksi zat A = pengurangan konsentrasi
zat A per satuan wakru.
-1/b . d(B) /dt= rB= kecepatan reaksi zat B = pengurangan konsentrasi
zat B per satuan waktu.
-1/m . d(M) /dt= rM= kecepatan reaksi zat M = penambahan konsentrasi
zat M per satuan waktu.
-1/n . d(N) /dt= rN= kecepatan reaksi zat N = penambahan konsentrasi
zat N per satuan waktu.

Pada umumnya kecepatan reaksi akan besar bila konsentrasi pereaksi


cukup besar. Dengan berkurangnya konsentrasi pereaksi sebagai akibat
reaksi, maka akan berkurang pula kecepatannya.
Secara umum kecepatan reaksi dapat dirumuskan sebagai berikut:
V = k(A) x (B) y
dimana:
V = kecepatan reaksi
k = tetapan laju reaksi
x = orde reaksi terhadap zat A
y = orde reaksi terhadap zat B
(x + y) adalah orde reaksi keseluruhan
(A) dan (B) adalah konsentrasi zat pereaksi.

B. Orde Reaksi
Orde reaksi adalah banyaknya faktor konsentrasi zat reaktan yang
mempengaruhi kecepatan reaksi.
Penentuan orde reaksi tidak dapat diturunkan dari persamaan reaksi
tetapi hanya dapat ditentukan berdasarkan percobaan.
Suatu reaksi yang diturunkan secara eksperimen dinyatakan dengan
rumus kecepatan reaksi
v = k (A) (B) 2

Contoh soal:
Dari reaksi 2NO(g) + Br2(g)
2NOBr(g)
dibuat percobaan dan diperoleh data sebagai berikut:

No.

(NO) mol/l

(Br2) mol/l

Kecepatan
Reaksi
mol / 1 / detik

1.

0.1

0.1

12

2.

0.1

0.2

24

3.

0.1

0.3

36

4.

0.2

0.1

48

5.

0.3

0.1

108

Pertanyaan:
a. Tentukan orde reaksinya !
b. Tentukan harga k (tetapan laju reaksi) !

Jawab:
a Pertama-tama kita misalkan rumus kecepatan reaksinya adalah V =
k(NO)x(Br2)y : jadi kita harus mencari nilai x den y.
Untuk menentukan nilai x maka kita ambil data dimana konsentrasi
terhadap Br2 tidak berubah, yaitu data (1) dan (4).
Dari data ini terlihat konsentrasi NO naik 2 kali sedangkan kecepatan
reaksinya naik 4 kali maka :
2x = 4
x = 2 (reaksi orde 2 terhadap NO)
Untuk menentukan nilai y maka kita ambil data dimana konsentrasi
terhadap NO tidak berubah yaitu data (1) dan (2). Dari data ini terlihat
konsentrasi Br2 naik 2 kali, sedangkan kecepatan reaksinya naik 2 kali,
maka :
2y = 2
y = 1 (reaksi orde 1 terhadap Br2)
Jadi rumus kecepatan reaksinya : V = k(NO)2(Br2) (reaksi orde 3)
b Untuk menentukan nilai k cukup kita ambil salah satu data percobaan
saja misalnya data (1), maka:
V = k(NO)2(Br2)
12 = k(0.1)2(0.1)
3

-2

-1

C. Teori Tumbukan Dan Teori Keadaan Transisi


Teori tumbukan didasarkan atas teori kinetik gas yang mengamati
tentang bagaimana suatu reaksi kimia dapat terjadi. Menurut teori
tersebut kecepatan reaksi antara dua jenis molekul A dan B sama
dengan jumiah tumbukan yang terjadi per satuan waktu antara kedua
jenis molekul tersebut. Jumlah tumbukan yang terjadi persatuan waktu
sebanding dengan konsentrasi A dan konsentrasi B. Jadi makin besar
konsentrasi A dan konsentrasi B akan semakin besar pula jumlah
tumbukan yang terjadi.
TEORI TUMBUKAN INI TERNYATA MEMILIKI BEBERAPA
KELEMAHAN, ANTARA LAIN :
- tidak semua tumbukan menghasilkan reaksi sebab ada energi
tertentu yang harus dilewati (disebut energi aktivasi = energi
pengaktifan) untak dapat menghasilkan reaksi. Reaksi hanya akan
terjadi bila energi tumbukannya lebih besar atau sama dengan energi
pengaktifan (Ea).
- molekul yang lebih rumit struktur ruangnya menghasilkan tumbukan
yang tidak sama jumlahnya dibandingkan dengan molekul yang
sederhana struktur ruangnya.

Teori tumbukan di atas diperbaiki oleh tcori keadaan transisi atau teori
laju reaksi absolut. Dalam teori ini diandaikan bahwa ada suatu keadaan
yang harus dilewati oleh molekul-molekul yang bereaksi dalam
tujuannya menuju ke keadaan akhir (produk). Keadaan tersebut
dinamakan keadaan transisi. Mekanisme reaksi keadaan transisi dapat
ditulis sebagai berikut:
A + B ; T* --> C + D
dimana:
- A dan B adalah molekul-molekul pereaksi
- T* adalah molekul dalam keadaan transisi
- C dan D adalah molekul-molekul hasil reaksi
SECARA DIAGRAM KEADAAN TRANSISI INI DAPAT DINYATAKAN
SESUAI KURVA BERIKUT

Dari diagram terlibat bahwa energi pengaktifan (Ea) merupakan


energi keadaan awal sampai dengan energi keadaan transisi. Hal
tersebut berarti bahwa molekul-molekul pereaksi harus memiliki energi
paling sedikit sebesar energi pengaktifan (Ea) agar dapat mencapai
keadaan transisi (T*) dan kemudian menjadi hasil reaksi (C + D).
Catatan :
energi pengaktifan (= energi aktivasi) adalah jumlah energi minimum
yang dibutuhkan oleh molekul-molekul pereaksi agar dapat
melangsungkan reaksi.
D. Tahap Menuju Kecepatan Reaksi
Dalam suatu reaksi kimia berlangsungnya suatu reaksi dari keadaan
semula (awal) sampai keadaan akhir diperkirakan melalui beberapa tahap
reaksi.
Contoh: 4 HBr(g) + O2(g)
2 H2O(g) + 2 Br2(g)
Dari persamaan reaksi di atas terlihat bahwa tiap 1 molekul O2 bereaksi
dengan 4 molekul HBr. Suatu reaksi baru dapat berlangsung apabila ada
tumbukan yang berhasil antara molekul-molekul yang bereaksi. Tumbukan
sekaligus antara 4 molekul HBr dengan 1 molekul O2 kecil sekali
kemungkinannya untuk berhasil. Tumbukan yang mungkin berhasil adalah
tumbukan antara 2 molekul yaitu 1 molekul HBr dengan 1 molekul O2. Hal
ini berarti reaksi di atas harus berlangsung dalam beberapa tahap dan
diperkirakan tahap-tahapnya adalah :

Tahap 1:

HBr + O2

HOOBr

(lambat)

Tahap 2:

HBr + HOOBr

2HOBr

(cepat)

Tahap 3:

(HBr + HOBr

H2O + Br2) x 2

(cepat)

------------------------------------------------------ +
4 HBr + O2

--> 2H2O + 2 Br2

Dari contoh di atas ternyata secara eksperimen kecepatan


berlangsungnya reaksi tersebut ditentukan oleh kecepatan reaksi
pembentukan HOOBr yaitu reaksi yang berlangsungnya paling
lambat.
Rangkaian tahap-tahap reaksi dalam suatu reaksi disebut
"mekanisme reaksi" dan kecepatan berlangsungnya reaksi
keselurahan ditentukan oleh reaksi yang paling lambat dalam
mekanisme reaksi. Oleh karena itu, tahap ini disebut tahap penentu
kecepatan reaksi.
E. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KECEPATAN REAKSI
Beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi antara lain
konsentrasi, sifat zat yang bereaksi, suhu dan katalisator.

1. KONSENTRASI
Dari berbagai percobaan menunjukkan bahwa makin besar konsentrasi
zat-zat yang bereaksi makin cepat reaksinya berlangsung. Makin besar
konsentrasi makin banyak zat-zat yang bereaksi sehingga makinbesar
kemungkinan terjadinya tumbukan dengan demikian makin besar pula
kemungkinan terjadinya reaksi.
2. SIFAT ZAT YANG BEREAKSI
Sifat mudah sukarnya suatu zat bereaksi akan menentukan kecepatan
berlangsungnya reaksi.
Secara umum dinyatakan bahwa:
-

Reaksi antara senyawa ion umumnya berlangsung cepat.


Hal ini disebabkan oleh adanya gaya tarik menarik antara ion-ion yang
muatannya berlawanan.
Contoh: Ca2+(aq) + CO32+(aq)
CaCO3(s)
Reaksi ini berlangsung dengan cepat.

Reaksi antara senyawa kovalen umumnya berlangsung lambat.


Hal ini disebabkan karena untuk berlangsungnya reaksi tersebut
dibutuhkan energi untuk memutuskan ikatan-ikatan kovalen yang terdapat
dalam molekul zat yang bereaksi.
Contoh: CH4(g) + Cl2(g)
CH3Cl(g) + HCl(g)
Reaksi ini berjalan lambat reaksinya dapat dipercepat apabila diberi energi
misalnya cahaya matahari.

3. SUHU
Pada umumnya reaksi akan berlangsung lebih cepat bila suhu dinaikkan.
Dengan menaikkan suhu maka energi kinetik molekul-molekul zat yang
bereaksi akan bertambah sehingga akan lebih banyak molekul yang
memiliki energi sama atau lebih besar dari Ea. Dengan demikian lebih
banyak molekul yang dapat mencapai keadaan transisi atau dengan kata
lain kecepatan reaksi menjadi lebih besar. Secara matematis hubungan
antara nilai tetapan laju reaksi (k) terhadap suhu dinyatakan oleh
formulasi ARRHENIUS:

k = A . e-E/RT
dimana:
k : tetapan laju reaksi
A : tetapan Arrhenius yang harganya khas untuk setiap reaksi
E : energi pengaktifan
R : tetapan gas universal = 0.0821.atm/mol oK = 8.314 joule/moloK
T : suhu reaksi (oK)

4. KATALISATOR
Katalisator adalah zat yang ditambahkan ke dalam suatu reaksi dengan
maksud memperbesar kecepatan reaksi. Katalis terkadang ikut terlibat
dalam reaksi tetapi tidak mengalami perubahan kimiawi yang permanen,
dengan kata lain pada akhir reaksi katalis akan dijumpai kembali dalam
bentuk dan jumlah yang sama seperti sebelum reaksi.

Fungsi katalis adalah memperbesar kecepatan reaksinya (mempercepat


reaksi) dengan jalan memperkecil energi pengaktifan suatu reaksi dan
dibentuknya tahap-tahap reaksi yang baru. Dengan menurunnya energi
pengaktifan maka pada suhu yang sama reaksi dapat berlangsung lebih
cepat

BAB VI

KESETIMBANGAN KIMIA
A. Keadaan Kesetimbangan
Reaksi yang dapat berlangsung dalam dua arah disebut reaksi dapat
balik. Apabila dalam suatu reaksi kimia, kecepatan reaksi ke kanan
sama dengan kecepatan reaksi ke kiri maka, reaksi dikatakan dalam
keadaan setimbang. Secara umum reaksi kesetimbangan dapat
dinyatakan sebagai:
A + B

C + D

ADA DUA MACAM SISTEM KESETIMBANGAN, YAITU :

1. Kesetimbangan dalam sistem homogen

a. Kesetimbangan dalam sistem gas-gas


Contoh: 2SO2(g) + O2(g)

2SO3(g)

b Kesetimbangan dalam sistem larutan-larutan


Contoh:

NH4OH(aq)

NH4+(aq) + OH- (aq)

2. Kesetimbangan dalam sistem heterogen


a.

Kesetimbangan dalam sistem padat gas


Contoh: CaCO3(s)
CaO(s) + CO2(g)

b.

Kesetimbangan sistem padat larutan


Contoh: BaSO4(s)
Ba2+(aq) + SO42- (aq)

c.

Kesetimbangan dalam sistem larutan padat gas


Contoh: Ca(HCO3)2(aq)
CaCO3(s) + H2O(l) + CO2(g)

B. Hukum Kesetimbangan
Hukum
Guldberg
dan Wange:

Dalam keadaan kesetimbangan pada suhu tetap,


maka hasil kali konsentrasi zat-zat hasil reaksi dibagi
dengan hasil kali konsentrasi pereaksi yang sisa
dimana masing-masing konsentrasi itu dipangkatkan
dengan koefisien reaksinya adalah tetap.

Pernyataan tersebut juga dikenal sebagai hukum kesetimbangan.


Untuk reaksi kesetimbangan: a A + b B
c C + d D maka:
Kc = (C)c x (D)d / (A)a x (B)b
Kc adalah konstanta kesetimbangan yang harganya tetap selama suhu tetap.

BEBERAPA HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN


-

Jika zat-zat terdapat dalam kesetimbangan berbentuk padat dan gas


yang dimasukkan dalam, persamaan kesetimbangan hanya zat-zat
yang berbentuk gas saja sebab konsentrasi zat padat adalah tetap
dan nilainya telah terhitung dalam harga Kc itu.
Contoh: C(s) + CO2(g)
Kc = (CO)2 / (CO2)

Jika kesetimbangan antara zat padat dan larutan yang dimasukkan


dalam perhitungan Kc hanya konsentrasi zat-zat yang larut saja.
Contoh: Zn(s) + Cu2+(aq)
Kc = (Zn2+) / (CO2+)

2CO(g)

Zn2+(aq) + Cu(s)

Untuk kesetimbangan antara zat-zat dalam larutan jika pelarutnya


tergolong salah satu reaktan atau hasil reaksinya maka konsentrasi
dari pelarut itu tidak dimasukkan dalam perhitungan Kc.
Contoh: CH3COO-(aq) + H2O(l)
CH3COOH(aq) + OH-(aq)
Kc = (CH3COOH) x (OH-) / (CH3COO-)

Contoh soal:
1. Satu mol AB direaksikan dengan satu mol CD menurut
persamaan reaksi:
AB(g) + CD(g)

AD(g) + BC(g)

Setelah kesetimbangan tercapai ternyata 3/4 mol senyawa CD berubah menjadi


AD dan BC. Kalau volume ruangan 1 liter, tentukan tetapan kesetimbangan untuk
reaksi ini !

Jawab:

Perhatikan reaksi kesetimbangan di atas jika ternyata CD berubah (bereaksi)


sebanyak 3/4 mol maka AB yang bereaksi juga 3/4 mol (karena koefsiennya
sama).
Dalam keadaan kesetimbangan:
(AD)
= (BC) = 3/4 mol/l
(AB) sisa = (CD) sisa = 1 - 3/4 = 1/4 n mol/l
Kc
= [(AD) x (BC)]/[(AB) x (CD)] = [(3/4) x (3/4)]/[(1/4) x (1/4)] = 9

2. Jika tetapan kesetimbangan untuk reaksi:


A(g) + 2B(g)

4C(g)

sama dengan 0.25, maka berapakah besarnya tetapan kesetimbangan


bagi reaksi:
2C(g)
1/2A(g) + B(g)

- Untuk reaksi pertama: K1 = (C)4/[(A) x (B)2] = 0.25


Jawab:
- Untuk reaksi kedua : K2 = [(A)1/2 x (B)]/(C)2
- Hubungan antara K1 dan K2 dapat dinyatakan sebagai:
K1 = 1 / (K2)2
K2 = 2

C. Pergeseran Kesetimbangan
Azas Le Chatelier menyatakan: Bila pada sistem kesetimbangan
diadakan aksi, maka sistem akan mengadakan reaksi sedemikian
rupa sehingga pengaruh aksi itu menjadi sekecil-kecilnya.
Perubahan dari keadaan kesetimbangan semula ke keadaan
kesetimbangan yang baru akibat adanya aksi atau pengaruh dari luar
itu dikenal dengan pergeseran kesetimbangan.
Bagi reaksi:
A + B

C + D

KEMUNGKINAN TERJADINYA PERGESERAN


a. Dari kiri ke kanan, berarti A bereaksi dengan B memhentuk C dan D,
sehingga jumlah mol A dan Bherkurang, sedangkan C dan D bertambah.
b. Dari kanan ke kiri, berarti C dan D bereaksi membentuk A dan B.
sehingga jumlah mol C dan Dherkurang, sedangkan A dan B bertambah.

FAKTOR-FAKTOR YANG DAPAT MENGGESER LETAK


KESETIMBANGAN ADALAH :
a. Perubahan konsentrasi salah satu zat
b. Perubahan volume atau tekanan
c. Perubahan suhu
1. PERUBAHAN KONSENTRASI SALAH SATU ZAT
Apabila dalam sistem kesetimbangan homogen, konsentrasi salah satu
zat diperbesar, maka kesetimbangan akan bergeser ke arah yang
berlawanan dari zat tersebut. Sebaliknya, jika konsentrasi salah satu zat
diperkecil, maka kesetimbangan akan bergeser ke pihak zat tersebut.
Contoh: 2SO2(g) + O2(g)
2SO3(g)
- Bila pada sistem kesetimbangan ini ditambahkan gas SO2, maka
kesetimbangan akan bergeser ke kanan.
- Bila pada sistem kesetimbangan ini dikurangi gas O2, maka
kesetimbangan akan bergeser ke kiri.
2. PERUBAHAN VOLUME ATAU TEKANAN
Jika dalam suatu sistem kesetimbangan dilakukan aksi yang
menyebabkan perubahan volume (bersamaan dengan perubahan
tekanan), maka dalam sistem akan mengadakan berupa pergeseran
kesetimbangan.

Jika tekanan diperbesar = volume diperkecil, kesetimbangan akan


bergeser ke arah jumlah Koefisien Reaksi Kecil.
Jika tekanan diperkecil = volume diperbesar, kesetimbangan akan
bergeser ke arah jumlah Koefisien reaksi besar.
Pada sistem kesetimbangan dimana jumlah koefisien reaksi sebelah
kiri = jumlah koefisien sebelah kanan, maka perubahan
tekanan/volume tidak menggeser letak kesetimbangan.
Contoh:
N2(g) + 3H2(g)

2NH3(g)

Koefisien reaksi di kanan = 2


Koefisien reaksi di kiri = 4
-

Bila pada sistem kesetimbangan tekanan diperbesar (= volume


diperkecil), maka kesetimbangan akan
bergeser ke kanan.

Bila pada sistem kesetimbangan tekanan diperkecil (= volume


diperbesar), maka kesetimbangan akan
bergeser ke kiri.

PERUBAHAN SUHU
Menurut Van't Hoff:
- Bila pada sistem kesetimbangan subu dinaikkan, maka
kesetimbangan reaksi akan bergeser ke arah yang membutuhkan
kalor (ke arah reaksi endoterm).
- Bila pada sistem kesetimbangan suhu diturunkan, maka
kesetimbangan reaksi akan bergeser ke arah yang membebaskan
kalor (ke arah reaksi eksoterm).
Contoh:
2NO(g) + O2(g)

2NO2(g) ; H = -216 kJ

- Jika suhu dinaikkan, maka kesetimbangan akan bergeser ke kiri.


- Jika suhu diturunkan, maka kesetimbangan akan bergeser ke
kanan.

D. Pengaruh Katalisator Terhadap Kesetimbangan Dan


Hubungan Antara Harga Kc Dan Kp
PENGARUH KATALISATOR TERHADAP KESETIMBANGAN
Fungsi katalisator dalam reaksi kesetimbangan adalah mempercepat
tercapainya kesetimbangan dan tidak merubah letak kesetimbangan
(harga tetapan kesetimbangan Kc tetap), hal ini disebabkan
katalisator mempercepat reaksi ke kanan dan ke kiri sama besar.
HUBUNGAN ANTARA HARGA Kc DENGAN Kp
Untuk reaksi umum:
a A(g) + b B(g)

c C(g) + d D(g)

Harga tetapan kesetimbangan:


Kc = [(C)c . (D)d] / [(A)a . (B)b]
Kp = (PCc x PDd) / (PAa x PBb)
dimana: PA, PB, PC dan PD merupakan tekanan parsial masingmasing gas A, B. C dan D.
Secara matematis, hubungan antara Kc dan Kp dapat diturunkan
sebagai:
Kp = Kc (RT) n
dimana n adalah selisih (jumlah koefisien gas kanan) dan (jumlah

Contoh:
Jika diketahui reaksi kesetimbangan:
CO2(g) + C(s)

2CO(g)

Pada suhu 300o C, harga Kp= 16. Hitunglah tekanan parsial CO2, jika
tekanan total dalaun ruang 5 atm!
Jawab:
Misalkan tekanan parsial gas CO = x atm, maka tekanan parsial gas
CO2 = (5 - x) atm.
Kp = (PCO)2 / PCO2 = x2 / (5 - x) = 16 ; x = 4
Jadi tekanan parsial gas CO2 = (5 - 4) = 1 atm

E. Kesetimbangan Disosiasi
Disosiasi adalah penguraian suatu zat menjadi beberapa zat lain
yang lebih sederhana.
Derajat disosiasi adalah perbandingan antara jumlah mol yang
terurai dengan jumlah mol mula-mula.

Contoh:
2NH3(g)
N2(g) + 3H2(g)
besarnya nilai derajat disosiasi ():
= mol NH3 yang terurai / mol NH3 mula-mula
Harga derajat disosiasi terletak antara 0 dan 1, jika:
a = 0 berarti tidak terjadi penguraian
a = 1 berarti terjadi penguraian sempurna
0 < < 1 berarti disosiasi pada reaksi setimbang (disosiasi sebagian).
Contoh:
Dalam reaksi disosiasi N2O4 berdasarkan persamaan
N2O4(g)
2NO2(g)
banyaknya mol N2O4 dan NO2 pada keadaan setimbang adalah sama.
Pada keadaan ini berapakah harga derajat disosiasinya ?
Jawab:
Misalkan mol N2O4 mula-mula = a mol
mol N2O4 yang terurai = a mol ; mol N2O4 sisa = a (1 - ) mol
mol NO2 yang terbentuk = 2 x mol N2O4 yang terurai = 2 a mol
Pada keadaan setimbang:
mol N2O4 sisa = mol NO2 yang terbentuk

BAB VII

LARUTAN
A. Pendahuluan
LARUTAN adalah campuran homogen dua zat atau lebih yang saling
melarutkan dan masing-masing zat penyusunnya tidak dapat dibedakan
lagi secara fisik.
Larutan terdiri atas zat terlarut dan pelarut.
Berdasarkan daya hantar listriknya (daya ionisasinya), larutan
dibedakan dalam dua macam, yaitu larutan elektrolit dan larutan non
elektrolit.
Larutan elektrolit adalah larutan yang dapat menghantarkan arus
listrik.
Larutan ini dibedakan atas :

1. ELEKTROLIT KUAT
Larutan elektrolit kuat adalah larutan yang mempunyai daya hantar
listrik yang kuat, karena zat terlarutnya didalam pelarut (umumnya
air), seluruhnya berubah menjadi ion-ion (alpha = 1).
Yang tergolong elektrolit kuat adalah:
a.

Asam-asam kuat, seperti : HCl, HCl03, H2SO4, HNO3 dan lainlain.

b.

Basa-basa kuat, yaitu basa-basa golongan alkali dan alkali


tanah, seperti: NaOH, KOH, Ca(OH)2, Ba(OH)2 dan lain-lain.

c.

Garam-garam yang mudah larut, seperti: NaCl, KI, Al2(SO4)3


dan lain-lain

2. ELEKTROLIT LEMAH
Larutan elektrolit lemah adalah larutan yang daya hantar listriknya
lemah dengan harga derajat ionisasi sebesar: O < alpha < 1.
Yang tergolong elektrolit lemah:
a. Asam-asam lemah, seperti : CH3COOH, HCN, H2CO3, H2S dan
lain-lain
b. Basa-basa lemah seperti : NH4OH, Ni(OH)2 dan lain-lain
c. Garam-garam yang sukar larut, seperti : AgCl, CaCrO4, PbI2 dan

Larutan non elektrolit adalah larutan yang tidak dapat


menghantarkan arus listrik, karena zat terlarutnya di dalam pelarut
tidak dapat menghasilkan ion-ion (tidak mengion).
Tergolong ke dalam jenis ini misalnya:
-

Larutan
Larutan
Larutan
Larutan

urea
sukrosa
glukosa
alkohol dan lain-lain

B. Konsentrasi Larutan
Konsentrasi merupakan cara untuk menyatakan hubungan kuantitatif
antara zat terlarut dan pelarut.
Menyatakan konsentrasi larutan ada beberapa macam, di antaranya:

1. FRAKSI MOL
Fraksi mol adalah perbandingan antara jumiah mol suatu
komponen dengan jumlah mol seluruh komponen yang terdapat
dalam larutan.
Fraksi mol dilambangkan dengan X.
Contoh:
Suatu larutan terdiri dari 3 mol zat terlarut A den 7 mol zat
terlarut B. maka:
XA = nA / (nA + nB) = 3 / (3 + 7) = 0.3
XB = nB /(nA + nB) = 7 / (3 + 7) = 0.7
* XA + XB = 1
2. PERSEN BERAT
Persen berat menyatakan gram berat zat terlarut dalam 100
gram larutan.
Contoh:
Larutan gula 5% dalam air, artinya: dalam 100 gram larutan
terdapat :
- gula = 5/100 x 100 = 5 gram
- air = 100 - 5 = 95 gram

3. MOLALITAS (m)
Molalitas menyatakan mol zat terlarut dalam 1000 gram pelarut.
Contoh:
Hitunglah molalitas 4 gram NaOH (Mr = 40) dalam 500 gram air !
- molalitas NaOH = (4/40) / 500 gram air = (0.1 x 2 mol) / 1000
gram air = 0,2 m
4. MOLARITAS (M)
Molaritas menyatakan jumlah mol zat terlarut dalam 1 liter larutan.
Contoh:
Berapakah molaritas 9.8 gram H2SO4 (Mr= 98) dalam 250 ml
larutan ?
- molaritas H2SO4 = (9.8/98) mol / 0.25 liter = (0.1 x 4) mol / liter
= 0.4 M
5. NORMALITAS (N)
Normalitas menyatakan jumlah mol ekivalen zat terlarut dalam 1
liter larutan.
Untuk asam, 1 mol ekivalennya sebanding dengan 1 mol ion H +.
Untuk basa, 1 mol ekivalennya sebanding dengan 1 mol ion OH -.
Antara Normalitas dan Molaritas terdapat hubungan :
N = M x valensi

BAB VIII
EKSPONEN HIDROGEN
A. Pendahuluan
Besarnya konsentrasi ion H+ dalam larutan disebut derajat
keasaman.
Untuk menyatakan derajat keasaman suatu larutan dipakai
pengertian pH.
pH = - log [H+]
Untuk air murni (25oC): [H+] = [OH-] = 10-7 mol/l
pH = - log 10-7 = 7

Atas dasar pengertian ini, ditentukan:


- Jika nilai pH = pOH = 7, maka larutan bersifat netral
- Jika nilai pH < 7, maka larutan bersifat asam
- Jika nilai pH > 7, maka larutan bersifat basa
- Pada suhu kamar: pKw = pH + pOH = 14

B. Menyatakan pH Larutan Asam


Untuk menyatakan nilai pH suatu larutan asam, maka yang paling
awal harus ditentukan (dibedakan) antara asam kuat dengan asam lemah.
1. pH Asam Kuat
Bagi asam-asam kuat ( = 1), maka menyatakan nilai pH larutannya dapat
dihitung langsung dari konsentrasi asamnya (dengan melihat valensinya).
Contoh:
1. Hitunglah pH dari 100 ml larutan 0.01 M HCl !
Jawab:
HCl(aq)
H+(aq) + Cl-(aq)
[H+] = [HCl] = 0.01 = 10-2 M
pH = - log 10-2 = 2
2. Hitunglah pH dari 2 liter larutan 0.1 mol asam sulfat !
Jawab:
H2SO4(aq)
2 H+(aq) + SO42-(aq)
[H+] = 2[H2SO4] = 2 x 0.1 mol/2.0 liter = 2 x 0.05 = 10-1 M
pH = - log 10-1 = 1

2. pH Asam Lemah
Bagi asam-asam lemah, karena harga derajat ionisasinya 1 (0 < < 1)
maka besarnya konsentrasi ion H+ tidak dapat dinyatakan secara
langsung dari konsentrasi asamnya (seperti halnya asam kuat).
Langkah awal yang harus ditempuh adalah menghitung besarnya [H +]
dengan rumus
[H+] = Ca . Ka)
dimana:
Ca = konsentrasi asam lemah
Ka = tetapan ionisasi asam lemah
Contoh:
Hitunglah pH dari 0.025 mol CH3COOH dalam 250 ml larutannya, jika
diketahui Ka = 10-5
Jawab:
Ca = 0.025 mol/0.025 liter = 0.1 M = 10-1 M
[H+] = Ca . Ka) = 10-1 . 10-5 = 10-3 M
-3

C. Menyatakan pH Larutan Basa


Prinsip penentuan pH suatu larutan basa sama dengan penentuan pH
larutam asam, yaitu dibedakan untuk basa kuat dan basa lemah.
1.
pH Basa Kuat
Untuk menentukan pH basa-basa kuat (= 1), maka terlebih dahulu dihitung nilai
pOH larutan dari konsentrasi basanya.
Contoh:
a. Tentukan pH dari 100 ml larutan KOH 0.1 M !
b. Hitunglah pH dari 500 ml larutan Ca(OH) 2 0.01 M !
Jawab:
a. KOH(aq)
K+(aq) + (aq)
[] = [KOH] = 0.1 = 10-1 M
pOH = - log 10-1 = 1
pH = 14 - pOH = 14 - 1 = 13
b. Ca(OH)2(aq)
Ca2+(aq) + 2 (aq)
[OH-1] = 2[Ca(OH)2] = 2 x 0.01 = 2.10-2 M
pOH = - log 2.10-2 = 2 - log 2
pH = 14 - pOH = 14 - (2 - log 2) = 12 + log 2

2. pH Basa Lemah
Bagi basa-basa lemah, karena harga derajat ionisasinya 1, maka untuk
menyatakan konsentrasi ion OH- digunakan rumus:
[OH-] = Cb . Kb)
dimana:
Cb = konsentrasi basa lemah
Kb = tetapan ionisasi basa lemah

[] = Cb . Kb)

Contoh:
Hitunglah pH dari 100 ml 0.001 M larutan NH4OH, jika diketahui tetapan
ionisasinya = 10-5 !
Jawab:
[OH-] = Cb . Kb) = 10-3 . 10-5 = 10-4 M
pOH = - log 10-4 = 4
pH = 14 - pOH = 14 - 4 = 10

D. Larutan Buffer
Larutan buffer adalah:

a. Campuran asam lemah dengan garam dari asam lemah tersebut.


Contoh:
- CH3COOH dengan CH3COONa
- H3PO4 dengan NaH2PO4
b. Campuran basa lemah dengan garam dari basa lemah tersebut.
Contoh:
- NH4OH dengan NH4Cl
Sifat larutan buffer:
- pH larutan tidak berubah jika diencerkan.
- pH larutan tidak berubah jika ditambahkan ke dalamnya sedikit asam
atau
basa.

CARA MENGHITUNG LARUTAN BUFFER


1.
Untuk larutan buffer yang terdiri atas campuran asam lemah dengan garamnya
(larutannya akan selalu mempunyai pH < 7) digunakan rumus:
[H+] = Ka. Ca/Cg
pH = pKa + log Ca/Cg
dimana:
Ca = konsentrasi asam lemah
Cg = konsentrasi garamnya
Ka = tetapan ionisasi asam lemah
Contoh:
Hitunglah pH larutan yang terdiri atas campuran 0.01 mol asam asetat dengan
0.1 mol natrium Asetat dalam 1 1iter larutan !
Ka bagi asam asetat = 10-5
Jawab:
Ca = 0.01 mol/liter = 10-2 M
Cg = 0.10 mol/liter = 10-1 M
pH= pKa + log Cg/Ca = -log 10-5 + log-1/log-2 = 5 + 1 = 6

2.

Untuk larutan buffer yang terdiri atas campuran basa lemah dengan garamnya
(larutannya akan selalu mempunyai pH > 7), digunakan rumus:
[OH-] = Kb . Cb/Cg
pOH = pKb + log Cg/Cb
dimana:
Cb = konsentrasi base lemah, Cg = konsentrasi garamnya
Kb = tetapan ionisasi basa lemah
Contoh:
Hitunglah pH campuran 1 liter larutan yang terdiri atas 0.2 mol NH 4OH dengan
0.1 mol HCl ! (Kb= 10-5)
Jawab:
NH4OH(aq) + HCl(aq)
NH4Cl(aq) + H2O(l)
mol NH4OH yang bereaksi = mol HCl yang tersedia = 0.1 mol
mol NH4OH sisa = 0.2 - 0.1 = 0.1 mol
mol NH4Cl yang terbentuk = mol NH40H yang bereaksi = 0.1 mol
Karena basa lemahnya bersisa dan terbentuk garam (NH 4Cl) maka campurannya
akan membentuk larutan buffer.
Cb (sisa) = 0.1 mol/liter = 10-1 M, Cg (yang terbentuk) = 0.1 mol/liter = 10-1 M
pOH = pKb + log Cg/Cb = -log 10-5 + log 10-1/10-1 = 5 + log 1 = 5

E. Hidrolisis
Hidrolisis adalah terurainya garam dalam air yang menghasilkan asam atau
basa.
ADA EMPAT JENIS GARAM, YAITU :
1. Garam yang terbentuk dari reaksi asam kuat dengan basa kuat (misalnya
NaCl, K2SO4 dan lain-lain) tidak mengalami hidrolisis. Untuk jenis garam
yang demikian nilai pH = 7 (bersifat netral).
2. Garam yang terbentuk dari reaksi asam kuat dengan basa lemah (misalnya
NH4Cl, AgNO3 dan lain-lain) hanya kationnya yang terhidrolisis (mengalami
hidrolisis parsial). Untuk jenis garam yang demikian nilai pH < 7 (bersifat
asam).
3. Garam yang terbentuk dari reaksi asam lemah dengan basa kuat (misalnya
CH3COOK, NaCN dan lain-lain) hanya anionnya yang terhidrolisis
(mengalami hidrolisis parsial). Untuk jenis garam yang demikian nilai pH > 7
(bersifat basa).
4. Garam yang terbentuk dari reaksi asam lemah dengan basa lemah (misalnya
CH3COONH4, Al2S3 dan lain-lain) mengalami hidrolisis total (sempurna).
Untuk jenis garam yang demikian nilai pH-nya tergantung harga K a den Kb.

F. Garam Yang Terbentuk Dari Asam Kuat Dan Basa Lemah


Karena untuk jenis ini garamnya selalu bersifat asam (pH < 7) digunakan
[H+] = Kh . Cg
persamaan:
dimana :
Kh = Kw/Kb
Kh = konstanta hidrolisis
Jika kita ingin mencari nilai pH-nya secara langsung, dipergunakan persamaan:

pH = 1/2 (pKW - pKb - log Cg)


Contoh:
Hitunglah pH dari 100 ml larutan 0.1 M NH4Cl ! (Kb = 10-5)
Jawab:
NH4Cl adalah garam yang bersifat asam, sehingga pH-nya kita hitung secara langsung.

pH

= 1/2 (pKw - pKb - log Cg)


= 1/2 (-log 10-14 + log 10-5 - log 10-1)
= 1/2 (14 - 5 + 1)
= 1/2 x 10
=5

G. Garam Yang Terbentuk Dari Asam Lemah Dan Basa Lemah


Untuk jenis garam ini larutannya selalu bersifat basa (pH > 7), dan dalam
perhitungan digunakan persamaan:
[OH-] = Kh . Cg
dimana:

Kh = Kw/Ka
Kh = konstanta hidrolisis
Jika kita ingin mencari nilai pH-nya secara langsung, dipergunakan
persamaan:

pH = 1/2 (pKw + pKa + log Cg)


Contoh:
Hitunglah pH larutan dari 100 ml 0.02 M NaOH dengan 100 ml 0.02 M asam
asetat ! (Ka = 10-5).
Jawab:

NaOH + CH3COOH

CH3COONa + H2O

- mol NaOH = 100/1000 x 0.02 = 0.002 mol


- mol CH3COOH = 100/1000 x 0.02 = 0.002 mol
Karena mol basa yang direaksikannya sama dengan mol asam yang
direaksikan, maka tidak ada yang tersisa, yang ada hanya mol garam
(CH3COONa) yang terbentuk.
-mol CH3COONa = 0.002 mol (lihat reaksi)
- Cg = 0.002 mol/200 ml = 0.002 mol/0.2 liter = 0.01 M = 10-2 M
- Nilai pH-nya akan bersifat basa (karena garamnya terbentuk dari
asam lemah dengan basa kuat), besarnya:
pH = 1/2 (pKw + pKa + log Cg)
= 1/2 (14 + 5 + log 10-2)
= 1/2 (19 - 2)
= 8.5

BAB IX
TEORI ASAM BASA DAN STOKIOMETRI LARUTAN
A.Teori Asam Basa
1.MENURUT ARRHENIUS
Asam ialah senyawa yang dalam larutannya dapat menghasilkan ion H +.
Basa ialah senyawa yang dalam larutannya dapat menghasilkan ion OH -.
Contoh:
1) HCl(aq)
2) NaOH(aq)

H+(aq) + Cl-(aq)
Na+(aq) + OH-(aq)

2.MENURUT BRONSTED-LOWRY
Asam ialah proton donor, sedangkan basa adalah proton akseptor.

Contoh:
1) HAc(aq) + H2O(l)
asam-1 basa-2

H3O+(aq) + Ac-(aq)
asam-2
basa-1

HAc dengan Ac- merupakan pasangan asam-basa konyugasi.


H3O+ dengan H2O merupakan pasangan asam-basa konyugasi.
2) H2O(l) + NH3(aq)
asam-1 basa-2

NH4+(aq) + OH-(aq)
asam-2 basa-1

H2O dengan OH- merupakan pasangan asam-basa konyugasi.


NH4+ dengan NH3 merupakan pasangan asam-basa konyugasi.
Pada contoh di atas terlihat bahwa air dapat bersifat sebagai asam (proton
donor) dan sebagai basa (proton akseptor). Zat atau ion atau spesi seperti
ini bersifat ampiprotik (amfoter).

B. Stokiometri Larutan
Pada stoikiometri larutan, di antara zat-zat yang terlibat reaksi, sebagian atau
seluruhnya berada dalam bentuk larutan.
1. Stoikiometri dengan Hitungan Kimia Sederhana
Soal-soal yang menyangkut bagian ini dapat diselesaikan dengan cara
hitungan kimia sederhana yang menyangkut hubungan kuantitas antara
suatu komponen dengan komponen lain dalam suatu reaksi.
Langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah:
a. menulis persamann reaksi
b. menyetarakan koefisien reaksi
c. memahami bahwa perbandingan koefisien reaksi menyatakan
perbandingan mol
Karena zat yang terlibat dalam reaksi berada dalam bentuk larutan, maka
mol larutan dapat dinyatakan sebagai:

n=V.M
dimana:
n = jumlah mol
V = volume (liter)
M = molaritas larutan
Contoh:
Hitunglah volume larutan 0.05 M HCl yang diperlukan untuk melarutkan 2.4
gram logam magnesium (Ar = 24).
Jawab:
Mg(s) + 2HCl(aq)

MgCl2(aq) + H2(g)

24 gram Mg = 2.4/24 = 0.1 mol


mol HCl = 2 x mol Mg = 0.2 mol
volume HCl = n/M = 0.2/0.25 = 0.8 liter

2. Titrasi
Titrasi adalah cara penetapan kadar suatu larutan dengan menggunakan
larutan standar yang sudah diketahui konsentrasinya. Motode ini banyak
dilakukan di laboratorium. Beberapa jenis titrasi, yaitu:
a. titrasi asam-basa
b. titrasi redoks
c. titrasi pengendapan
Contoh:
1. Untuk menetralkan 50 mL larutan NaOH diperlukan 20 mL larutan 0.25 M
HCl. Tentukan kemolaran larutan NaOH !
Jawab:
NaOH(aq) + HCl(aq)
NaCl(aq) + H2O(l)
mol HCl = 20 x 0.25 = 5 m mol
Berdasarkan koefisien reaksi di atas.
mol NaOH = mol HCl = 5 m mol
M = n/V = 5 m mol/50mL = 0.1 M

2. Sebanyak 0.56 gram kalsium oksida tak murni dilarutkan ke dalam air.
Larutan ini tepat dapat dinetralkan dengan 20 mL larutan 0.30 M HCl.
Tentukan kemurnian kalsium oksida (Ar: O=16; Ca=56)!
Jawab:
CaO(s) + H2O(l)
Ca(OH)2(aq)
Ca(OH)2(aq) + 2 HCl(aq)
CaCl2(aq) + 2 H2O(l)
mol HCl = 20 x 0.30 = 6 m mol
mol Ca(OH)2 = mol CaO = 1/2 x mol HCl = 1/2 x 6 = 3 m mol
massa CaO = 3 x 56 = 168 mg = 0.168 gram
Kadar kemurnian CaO = 0.168/0.56 x 100% = 30%

BAB X
ZAT RADIOAKTIF
A.Keradioaktifan Alam
Definisi : Bagian dari ilmu kimia yang mempelajari unsur-unsur yang bersifat
radiokatif
MACAMNYA :
KERADIOAKTIFAN ALAM
- Terjadi secara spontan
Misalnya: 92238 U

90

224

Th + 24 He

1. Jenis peluruhan
a. Radiasi Alfa
- terdiri dari inti 24 He
- merupakan partikel yang massif
- kecepatan 0.1 C
- di udara hanya berjalan beberapa cm sebelum menumbuk
molekul udara
b. Radiasi Beta
- terdiri dari elektron -10 e atau -10 beta
1
0
- terjadi karena perubahan neutron 01 n
1 p + -1 e
- di udara kering bergerak sejauh 300 cm
c. Radiasi Gamma
- merupakan radiasi elektromagnetik yang berenergi tinggi
- berasal dari inti
- merupakan gejala spontan dari isotop radioaktif
d. Emisi Positron
- terdiri dari partikel yang bermuatan positif dan hampir sama
dengan elektron
- terjadi dari proton yang berubah menjadi neutron 1 1 p
e. Emisi Neutron
- tidak menghasilkan isotop unsur lain

n + +10 e

2. Kestabilan inti
-Pada umumnya unsur dengan nomor atom lebih besar dari 83
adalah radioaktif.
- Kestabilan inti dipengaruhi oleh perbandingan antara neutron
dan proton di dalam inti.
* isotop dengan n/p di atas pita kestabilan menjadi stabil
dengan memancarkan partikel beta.
* isotop dengan n/p di bawah pita kestabilan menjadi stabil
dengan menangkap elektron.
* emisi positron terjadi pada inti ringan.
* penangkapan elektron terjadi pada inti berat.

3. Deret keradioaktifan
Deret radioaktif ialah suatu kumpulan unsur-unsur hasil peluruhan
suatu radioaktif yang berakhir dengan terbentuknya unsur yang
stabil.
a. Deret Uranium-Radium
Dimulai dengan 92 238 U dan berakhir dengan 82 206 Pb
b. Deret Thorium
Dimulai oleh peluruhan 90 232 Th dan berakhir dengan 82 208 Pb
c. Deret Aktinium
Dimulai dengan peluruhan 92 235 U dan berakhir dengan 82 207 Pb
d. Deret Neptunium
Dimulai dengan peluruhan 93 237 Np dan berakhir
dengan 83 209 Bi

B. Keradioaktifan Buatan, Rumus Dan Ringkasan


KERADIOAKTIFAN BUATAN
Perubahan inti yang terjadi karena ditembak oleh partikel.
Prinsip penembakan:

Jumlah nomor atom sebelum penembakan = jumlah nomor


atom setelah penembakan.
Jumlah nomor massa sebelum penembakan = jumlah nomor
massa setelah penembakan.

Misalnya:

14

N+

RUMUS
k = (2.3/t) log (No/Nt)
k = 0.693/t1/2
t = 3.32 . t1/2 . log No/Nt

He

17

O+

k = tetapan laju peluruhan


t = waktu peluruhan
No = jumlah bahan radioaktif mulamula
Nt = jumlah bahan radioaktif pada
saat t
t1/2 = waktu paruh

RINGKASAN :
1.

Kestabilan inti: umumnya suatu


isotop dikatakan tidak stabil
bila:
a. n/p > (1-1.6)
b. e > 83
e = elektron
n = neutron
p = proton

2.Peluruhan radioaktif:
a.
b.
c.
d.
e.

Nt = No . e-1
2.303 log No/Nt = k . t
k . t1/2 = 0.693
(1/2)n = Nt/No
t1/2 x n = t

No = jumiah zat radioaktif


mula-mula (sebelum
meluruh)
Nt = jumiah zat radioaktif
sisa (setelah meluruh)
k = tetapan peluruhan
t = waktu peluruhan
t1/2 = waktu paruh
n = faktor peluruhan

Contoh:
1.Suatu unsur radioaktif mempunyai waktu paruh 4 jam. Dari
sejumlah No unsur tersebut setelah 1 hari berapa yang masih
tersisa ?
Jawab:
t1/2 = 4 jam ; t = 1 hari = 24 jam
t1/2 x n = t
n = t/t 1/2 = 24/4 = 6
(1/2)n = Nt/No
(1/2)6 = Nt/No
Nt = 1/64 No
2. 400 gram suatu zat radioaktif setelah disimpan selama 72
tahun ternyata masih tersisa sebanyak 6.25 gram. Berapakah
waktu paruh unsur radioaktif tersebut ?
Jawab:
No = 400 gram
Nt = 6.25 gram
t = 72 tahun
(1/2)n = Nt/No = 6.25/400 = 1/64 = (1/2)6
n = 6 (n adalah faktor peluruhan)
t = t1/2 x n
t1/2 = t/n = 72/6 = 12 tahun

BAB XI
KIMIA LINGKUNGAN
DEFINISI
Bagian dari ilmu kimia yang mempelajari pengaruh dari bahan
kimia terhadap lingkungan.
KETENTUAN
Kimia lingkungan mempelajari zat-zat kimia yang penggunaannya
dapat menguntungkan dibidang kemajuan teknologi tetapi hasilhasil sampingannya merugikan, serta cara pencegahannya.
MACAMNYA
1. Pencemaran udara
2. Pencemaran air
3. Pencemaran tanah

1. Pencemaran udara
a. Karbon monoksida (CO)
- tidak berwarna dan tidak barbau
- bersifat racun karena dapat berikatan dengan hemoglobin CO + Hb
COHb
- kemampuan Hb untuk mengikat CO jauh lebih besar dan O 2,
akibatnya darah kurang berfungsi sebagai pengangkut 0 2
b. Belerangdioksida (SO2)
- berasal dari: gunung api, industri pulp dengan proses sulfit dan
hasil pembakaran bahan bakar yang mengandung belerang (S)
- warna gas : coklat
- bersifat racun bagi pernafasan karena dapat mengeringkan udara
c. Oksida nitrogen (NO dan NO2)
- pada pembakaran nitrogen, pembakaran bahan industri dan
kendaraan bermotor
- di lingkungan yang lembab, oksida nitrogen dapat membentuk
asam nitrat yang bersifat korosif
d. Senyawa karbon
- dengan adanya penggunaan dari beberapa senyawa karbon di bidang
pertanian, kesehatan dan peternakan, misalnya kelompok organoklor
- organoklor tersebut: insektisida, fungisida dan herbisida

2. Pencemaran air
a. Menurunnya pH air memperbesar sifat korosi air pada Fe dan dapat
mengakibatkan terganggunya
kehidupan organisme air.
b. Kenaikan suhu air mengakibatkan kelarutan O 2 berkurang.
c. Adanya pembusukan zat-zat organik yang mengubah warna, bau dan rasa air.
Syarat air sehat:
- tidak berbau dan berasa
- harga DO tinggi dan BOD rendah
3. Pencemaran tanah
- Adanya bahan-bahan sintetik yang tidak dapat dihancurkan oleh
mikroorganisme seperti plastik.
- Adanya buangan kimia yang dapat merusak tanah.

4.

Dampak polusi

JENIS
D AM PAK
POLUTAN
CO
Racun sebab afinitasnya terhadap Hb besar
NO
Peningkatan radiasi ultra violet sebab NO menurunkan
kadar O3 (filter ultra violet)
Freon
NO2
Minyak
Limbah
industri
Pestisida
Pupuk

sda
Racun paru
Ikan mati sebab BOD naik
Ikan mati sebab BOD naik
Racun sebab pestisida adalah organoklor
Tumbuhan mati kering sebab terjadi plasmolisis cairan
sel

BAB XII
KIMIA TERAPAN DAN TERPAKAI
DEFINISI
Bagian dari ilmu kimia yang mempelajari reaksi-reaksi kimia yang
dapat dimanfaatkan dalam proses industri untuk mengolah bahan
asal menjadi bahan jadi atau bahan setengah jadi.
A. Sabun
1. PENGERTIAN
Garam dari asam lemak dengan KOH/NaOH
2. JENIS

Anda mungkin juga menyukai