Anda di halaman 1dari 51

DIKTAT KULIAH

KIMIA DASAR

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA

1
BAB I
STOIKIOMETRI

STOIKIOMETRI adalah cabang ilmu kimia yang mempelajari hubungan


kuantitatif dari komposisi zat-zat kimia dan reaksi-reaksinya.

A. HUKUM-HUKUM DASAR ILMU KIMIA

1. HUKUM KEKEKALAN MASSA = HUKUM LAVOISIER


"Massa zat-zat sebelum dan sesudah reaksi adalah tetap".

Contoh:
hidrogen  + oksigen     hidrogen oksida 
   (4g)         (32g)               (36g)

2. HUKUM PERBANDINGAN TETAP = HUKUM PROUST


"Perbandingan massa unsur-unsur dalam tiap-tiap senyawa adalah tetap"

Contoh:
a. Pada senyawa NH3 : massa N : massa H
= 1 Ar . N : 3 Ar . H
= 1 (14)  : 3 (1) = 14 : 3
b. Pada senyawa SO3 : massa S : massa 0
= 1 Ar . S : 3 Ar . O
= 1 (32) : 3 (16) = 32 : 48 = 2 : 3

Keuntungan dari hukum Proust:


bila diketahui massa suatu senyawa atau massa salah satu unsur yang
membentuk senyawa tersebut make massa unsur lainnya dapat diketahui.

Contoh:
Berapa kadar C dalam 50 gram CaCO3 ? (Ar: C = 12; 0 = 16; Ca=40)
Massa C = (Ar C / Mr CaCO3) x massa CaCO3
= 12/100 x 50 gram = 6 gram
massa C
Kadar C = massa C / massa CaCO3 x 100%
= 6/50 x 100 % = 12%

3. HUKUM PERBANDINGAN BERGANDA = HUKUM DALTON


"Bila dua buah unsur dapat membentuk dua atau lebih senyawa untuk massa
salah satu unsur yang sama banyaknya maka perbandingan massa unsur
kedua akan berbanding sebagai bilangan bulat dan sederhana".

Contoh:
Bila unsur Nitrogen den oksigen disenyawakan dapat terbentuk,

2
NO dimana massa N : 0 = 14 : 16 = 7 : 8

NO2 dimana massa N : 0 = 14 : 32 = 7 : 16

Untuk massa Nitrogen yang same banyaknya maka perbandingan massa


Oksigen pada senyawa NO : NO2 = 8 :16 = 1 : 2

4. HUKUM-HUKUM GAS
Untuk gas ideal berlaku persamaan : PV = nRT

dimana:
P = tekanan gas (atmosfir)
V = volume gas (liter)
n = mol gas
R = tetapan gas universal = 0.082 lt.atm/mol Kelvin
T = suhu mutlak (Kelvin)

Perubahan-perubahan dari P, V dan T dari keadaan 1 ke keadaan 2 dengan


kondisi-kondisi tertentu dicerminkan dengan hukum-hukum berikut:

a. HUKUM BOYLE

Hukum ini diturunkan dari persamaan keadaan gas ideal dengan


n1 = n2 dan T1 = T2 ; sehingga diperoleh : P1 V1 = P2 V2

Contoh:
Berapa tekanan dari 0 5 mol O2 dengan volume 10 liter jika pada
temperatur tersebut 0.5 mol NH3 mempunyai volume 5 liter den tekanan
2 atmosfir ?

Jawab:
P1 V1 = P2 V2

2.5 = P2 . 10  sehingga  P2 = 1 atmosfir

b. HUKUM GAY-LUSSAC

"Volume gas-gas yang bereaksi den volume gas-gas hasil reaksi bila
diukur pada suhu dan tekanan yang sama, akan berbanding sebagai
bilangan bulat den sederhana".

Jadi untuk: P1 = P2 dan T1 = T2 berlaku : V1 / V2 = n1 / n2

Contoh:
Hitunglah massa dari 10 liter gas nitrogen (N 2) jika pada kondisi tersebut

3
1 liter gas hidrogen (H2) massanya 0.1 g.

Diketahui: Ar untuk H = 1 dan N = 14

Jawab:

V1/V2 = n1/n2 10/1 = (x/28) / (0.1/2)   x = 14 gram

Jadi massa gas nitrogen = 14 gram.

c. HUKUM BOYLE-GAY LUSSAC

Hukum ini merupakan perluasan hukum terdahulu dan diturukan dengan


keadaan harga n = n2 sehingga diperoleh persamaan:

P1 . V1 / T1 = P2 . V2 / T2

d. HUKUM AVOGADRO
"Pada suhu dan tekanan yang sama, gas-gas yang volumenya sama
mengandung jumlah mol yang sama. Dari pernyataan ini ditentukan
bahwa pada keadaan STP (0o C 1 atm) 1 mol setiap gas volumenya 22.4
liter volume ini disebut sebagai volume molar gas.

Contoh:
Berapa volume 8.5 gram amoniak (NH 3) pada suhu 27o C dan tekanan 1
atm ?
(Ar: H = 1 ; N = 14)

Jawab:
85 g amoniak = 17 mol = 0.5 mol
Volume amoniak (STP) = 0.5 x 22.4 = 11.2 liter
Berdasarkan persamaan Boyle-Gay Lussac:
P1 . V1 / T1 = P2 . V2 / T2
1 x 112.1 / 273 = 1 x V2 / (273 + 27)   V2 = 12.31 liter

B. MASSA ATOM DAN MASSA RUMUS

1. Massa Atom Relatif (Ar)


merupakan perbandingan antara massa 1 atom dengan 1/12 massa 1 atom
karbon 12

2. Massa Molekul Relatif (Mr)


merupakan perbandingan antara massa 1 molekul senyawa dengan 1/12
massa 1 atom karbon 12.
Massa molekul relatif (Mr) suatu senyawa merupakan penjumlahan dari
massa atom unsur-unsur penyusunnya.

4
Contoh:

Jika Ar untuk X = 10 dan Y = 50 berapakah Mr senyawa X2Y4 ?

Jawab:

Mr X2Y4 = 2 x Ar . X + 4 x Ar . Y = (2 x 10) + (4 x 50) = 220

C. KONSEP MOL

1 mol adalah satuan bilangan kimia yang jumlah atom-atomnya atau molekul-
molekulnya sebesar bilangan Avogadro dan massanya = Mr senyawa itu.

Jika bilangan Avogadro = L maka :

L = 6.023 x 1023

1 mol atom = L buah atom, massanya = Ar atom tersebut.


1 mol molekul = L buah molekul massanya = Mr molekul tersebut.

Massa 1 mol zat disebut sebagai massa molar zat

Contoh:

Berapa molekul yang terdapat dalam 20 gram NaOH ?

Jawab:

Mr NaOH = 23 + 16 + 1 = 40

mol NaOH = massa / Mr = 20 / 40 = 0.5 mol

Banyaknya molekul NaOH = 0.5 L = 0.5 x 6.023 x 1023 = 3.01 x 1023 molekul.

D. PERSAMAAN REAKSI

PERSAMAAN REAKSI MEMPUNYAI SIFAT

1.
Jenis unsur-unsur sebelum dan sesudah reaksi selalu sama

5
Jumlah masing-masing atom sebelum dan sesudah reaksi selalu sama
2.
3. Perbandingan koefisien reaksi menyatakan perbandingan mol (khusus yang
berwujud gas perbandingan koefisien juga menyatakan perbandingan
volume asalkan suhu den tekanannya sama)

Contoh: Tentukanlah koefisien reaksi dari

HNO3 (aq) + H2S (g) NO (g) + S (s) + H2O (l)

Cara yang termudah untuk menentukan koefisien reaksinya adalah dengan


memisalkan koefisiennya masing-masing a, b, c, d dan e sehingga:

a HNO3 + b H2S c NO + d S + e H2O

Berdasarkan reaksi di atas maka

atom N : a = c (sebelum dan sesudah reaksi)


atom O : 3a = c + e 3a = a + e e = 2a
atom H : a + 2b = 2e = 2(2a) = 4a ;  2b = 3a ; b = 3/2 a
atom S : b = d = 3/2 a

Maka agar terselesaikan kita ambil sembarang harga misalnya a = 2 berarti: b = d


= 3, dan e = 4 sehingga persamaan reaksinya :

2 HNO3 + 3 H2S 2 NO + 3 S + 4 H2O

6
BAB II
HITUNGAN KIMIA

Hitungan kimia adalah cara-cara perhitungan yang berorientasi pada hukum-


hukum dasar ilmu kimia.

Dalam hal ini akan diberikan bermacam-macam contoh soal hitungan kimia
beserta pembahasanya.

Contoh-contoh soal :

1. Berapa persen kadar kalsium (Ca) dalam kalsium karbonat ? (Ar: C = 12 ; O=


16 ; Ca=40)

Jawab :

1 mol CaCO, mengandung 1 mol Ca + 1 mol C + 3 mol O


Mr CaCO3 = 40 + 12 + 48 = 100
Jadi kadar kalsium dalam CaCO3 = 40/100 x 100% = 40%

 
2. Sebanyak 5.4 gram logam alumunium (Ar = 27) direaksikan dengan asam
klorida encer berlebih sesuai reaksi :

2 Al (s) + 6 HCl (aq)  2 AlCl3 (aq) + 3 H2 (g)

Berapa gram aluminium klorida dan berapa liter gas hidrogen yang dihasilkan
pada kondisi standar ?

Jawab:

Dari persamaan reaksi dapat dinyatakan


2 mol Al x 2 mol AlCl3 3 mol H2
5.4 gram Al = 5.4/27 = 0.2 mol

Jadi:

AlCl3 yang terbentuk = 0.2 x Mr AlCl3 = 0.2 x 133.5 = 26.7 gram


Volume gas H2 yang dihasilkan (0o C, 1 atm) = 3/2 x 0.2 x 22.4 = 6.72 liter

7
3. Suatu bijih besi mengandung 80% Fe2O3 (Ar: Fe=56; O=16). Oksida ini
direduksi dengan gas CO sehingga dihasilkan besi.

Berapa ton bijih besi diperlukan untuk membuat 224 ton besi ?

Jawab:

1 mol Fe2O3 mengandung 2 mol Fe


maka : massa Fe2O3 = ( Mr Fe2O3/2 Ar Fe ) x massa Fe = (160/112) x 224 =
320 ton
Jadi bijih besi yang diperlukan = (100 / 80) x 320 ton = 400 ton

 
4. Untuk menentukan air kristal tembaga sulfat 24.95 gram garam tersebut
dipanaskan sampai semua air kristalnya menguap. Setelah pemanasan massa
garam tersebut menjadi 15.95 gram. Berapa banyak air kristal yang
terkandung dalam garam tersebut ?

Jawab :

misalkan rumus garamnya adalah CuSO4 . xH2O

CuSO4 . xH2O CuSO4 + xH2O

24.95 gram CuSO4 . xH2O = 159.5 + 18x mol

15.95 gram CuSO4 = 159.5 mol = 0.1 mol

menurut persamaan reaksi di atas dapat dinyatakan bahwa:


banyaknya mol CuS04 . xH2O = mol CuSO4; sehingga persamaannya

24.95/ (159.5 + 18x) = 0.1  x=5

Jadi rumus garamnya adalah CuS04 . 5H2O

Rumus Empiris dan Rumus Molekul

Rumus empiris adalah rumus yang paling sederhana dari suatu senyawa.
Rumus ini hanya menyatakan perbandingan jumlah atom-atom yang terdapat
dalam molekul.

Rumus empiris suatu senyawa dapat ditentukan apabila diketahui salah satu:
- massa dan Ar masing-masing unsurnya

- % massa dan Ar masing-masing unsurnya

8
- perbandingan massa dan Ar masing-masing unsurnya

Rumus molekul: bila rumus empirisnya sudah diketahui dan Mr juga diketahui
maka rumus molekulnya dapat ditentukan.

Contoh: Suatu senyawa C den H mengandung 6 gram C dan 1 gram H.


Tentukanlah rumus empiris dan rumus molekul senyawa tersebut bila
diketahui Mr nya = 28 !
Jawab: mol C : mol H = 6/12 : 1/1 = 1/2 : 1 = 1 : 2
Jadi rumus empirisnya: (CH2)n

Bila Mr senyawa tersebut = 28 maka: 12n + 2n = 28   14n = 28   

n=2

Jadi rumus molekulnya : (CH2)2 = C2H4

Contoh: Untuk mengoksidasi 20 ml suatu hidrokarbon (CxHy) dalam keadaan gas


diperlukan oksigen sebanyak 100 ml dan dihasilkan CO2 sebanyak 60
ml. Tentukan rumus molekul hidrokarbon tersebut !
Jawab: Persamaan reaksi pembakaran hidrokarbon secara umum

CxHy (g) + (x + 1/4 y) O2 (g) x CO2 (g) + 1/2 y H2O (l)


Koefisien reaksi menunjukkan perbandingan mol zat-zat yang terlibat
dalam reaksi.
Menurut Gay Lussac gas-gas pada p, t yang sama, jumlah mol
berbanding lurus dengan volumenya

Maka:

mol CxHy : mol O2 : mol CO2 =1 : (x + 1/4y) :x


20 : 100 : 60 =1 : (x + 1/4y) :x
1 :5 :3 =1 : (x + 1/4y) :x

atau:

1:3=1:x x=3
1 : 5 = 1 : (x + 1/4y) y=8
Jadi rumus hidrokarbon tersebut adalah : C3H8

9
BAB III
TERMOKIMIA

A. Reaksi Eksoterm Dan Endoterm

1. Reaksi Eksoterm
Pada reaksi eksoterm terjadi perpindahan kalor dari sistem ke lingkungan atau
pada reaksi tersebut dikeluarkan panas.
Pada reaksi eksoterm harga ΔH = ( - )
Contoh : C(s) + O2(g)  CO2(g) + 393.5 kJ ; ΔH = -393.5 kJ

2. Reaksi Endoterm
Pada reaksi endoterm terjadi perpindahan kalor dari lingkungan ke sistem atau
pada reaksi tersebut dibutuhkan panas.
Pada reaksi endoterm harga ΔH = ( + )
Contoh : CaCO3(s) CaO(s) + CO2(g) - 178.5 kJ ; ΔH = +178.5 kJ

B. Perubahan Entalpi

Entalpi = H = Kalor reaksi pada tekanan tetap = Qp


Perubahan entalpi adalah perubahan energi yang menyertai peristiwa perubahan
kimia pada tekanan tetap.

a. Pemutusan ikatan membutuhkan energi (= endoterm)


Contoh: H2    2H - a kJ ; ΔH= +akJ
b. Pembentukan ikatan memberikan energi (= eksoterm)
Contoh: 2H    H2 + a kJ ; ΔH = -a kJ

Istilah yang digunakan pada perubahan entalpi:

1. Entalpi Pembentakan Standar (ΔHf ):


ΔH untak membentuk 1 mol persenyawaan langsung dari unsur-unsurnya
yang diukur pada 298 K dan tekanan 1 atm.

Contoh: H2(g) + 1/2 O2(g)    H20 (l) ; ΔHf = -285.85 kJ


2. Entalpi Penguraian:
ΔH dari penguraian 1 mol persenyawaan langsung menjadi unsur-
unsurnya (= Kebalikan dari ΔH pembentukan).

Contoh: H2O (l)    H2(g) + 1/2 O2(g) ; ΔH = +285.85 kJ


3. Entalpi Pembakaran Standar ( ΔHc ):
ΔH untuk membakar 1 mol persenyawaan dengan O2 dari udara yang
diukur pada 298 K dan tekanan 1 atm.

Contoh: CH4(g) + 2O2(g) CO2(g) + 2H2O(l) ; ΔHc = -802 kJ

10
4. Entalpi Reaksi:
ΔH dari suatu persamaan reaksi di mana zat-zat yang terdapat dalam
persamaan reaksi dinyatakan dalam satuan mol dan koefisien-koefisien
persamaan reaksi bulat sederhana.

Contoh: 2Al + 3H2SO4    Al2(SO4)3 + 3H2 ; ΔH = -1468 kJ


5. Entalpi Netralisasi:
ΔH yang dihasilkan (selalu eksoterm) pada reaksi penetralan asam atau
basa.

Contoh: NaOH(aq) + HCl(aq)    NaCl(aq) + H2O(l) ; ΔH = -890.4


kJ/mol
6. Hukum Lavoisier-Laplace
"Jumlah kalor yang dilepaskan pada pembentukan 1 mol zat dari unsur-
unsurya = jumlah kalor yang diperlukan untuk menguraikan zat tersebut
menjadi unsur-unsur pembentuknya."
Artinya : Apabila reaksi dibalik maka tanda kalor yang terbentuk juga
dibalik dari positif menjadi negatif atau sebaliknya

Contoh:
N2(g) + 3H2(g)    2NH3(g) ; ΔH = - 112 kJ
2NH3(g)   N2(g) + 3H2(g) ; ΔH = + 112 kJ

C. Penentuan Perubahan Entalpi Dan Hukum Hess

PENENTUAN PERUBAHAN ENTALPI

Untuk menentukan perubahan entalpi pada suatu reaksi kimia biasanya digunakan
alat seperti kalorimeter, termometer dan sebagainya yang mungkin lebih sensitif.

Perhitungan : ΔH reaksi =Δ ; ΔHfo produk - Δ = ΔHfo reaktan

 HUKUM HESS

"Jumlah panas yang dibutuhkan atau dilepaskan pada suatu reaksi kimia tidak
tergantung pada jalannya reaksi tetapi ditentukan oleh keadaan awal dan akhir."

Contoh:

C(s) + O2(g) Δ   CO2(g) ; ΔH = x kJ Δ   1 tahap


C(s) + 1/2 02(g) Δ  CO(g) ; ΔH = y kJ
Δ   2 tahap
CO(g) + 1/2 O2(g) Δ  CO2(g) ; ΔH = z kJ
+
C(s) + O2(g) Δ   CO2(g) ; ΔH = y + z kJ  

11
Menurut Hukum Hess : x = y + z

D. Energi-Energi Dan Ikatan Kimia

Reaksi kimia merupakan proses pemutusan dan pembentukan ikatan. Proses ini
selalu disertai perubahan energi. Energi yang dibutuhkan untuk memutuskan
ikatan kimia, sehingga membentuk radikal-radikal bebas disebut energi ikatan.
Untuk molekul kompleks, energi yang dibutuhkan untuk memecah molekul itu
sehingga membentuk atom-atom bebas disebut energi atomisasi.

Harga energi atomisasi ini merupakan jumlah energi ikatan atom-atom dalam
molekul tersebut. Untuk molekul kovalen yang terdiri dari dua atom seperti H 2, 02,
N2 atau HI yang mempunyai satu ikatan maka energi atomisasi sama dengan
energi ikatan Energi atomisasi suatu senyawa dapat ditentukan dengan cara
pertolongan entalpi pembentukan senyawa tersebut. Secara matematis hal tersebut
dapat dijabarkan dengan persamaan :

ΔH reaksi = Δ energi pemutusan ikatan - Δ energi pembentukan ikatan


  = Δ energi ikatan di kiri - Δ energi ikatan di kanan

Contoh:

Diketahui : 

energi ikatan

C - H = 414,5 kJ/Mol
C = C = 612,4 kJ/mol
C - C = 346,9 kJ/mol
H - H = 436,8 kJ/mol

Ditanya: 

ΔH reaksi = C2H4(g) + H2(g)    C2H6(g)

= Jumlah energi pemutusan ikatan - Jumlah energi pembentukan


ΔH reaksi 
ikatan
= (4(C-H) + (C=C) + (H-H)) - (6(C-H) + (C-C))
= ((C=C) + (H-H)) - (2(C-H) + (C-C))

12
= (612.4 + 436.8) - (2 x 414.5 + 346.9)
= - 126,7 kJ

13
BAB IV
SISTEM KOLOID

A. Sistem Dispers Dan Sistem Koloid

SISTEM DISPERS

A. : partikel zat yang didispersikan berukuran lebih


Dispersi kasar besar dari 100 nm.
(suspensi)
B. : partikel zat yang didispersikan berukuran antara
Dispersi koloid 1 nm - 100 nm.
C. Dispersi molekuler : partikel zat yang didispersikan berukuran lebih
(larutan sejati) kecil dari 1 nm.

Sistem koloid pada hakekatnya terdiri atas dua fase, yaitu fase terdispersi dan
medium pendispersi. Zat yang didispersikan disebut fase terdispersi sedangkan
medium yang digunakan untuk mendispersikan disebut medium pendispersi.

 JENIS KOLOID

 Sistem koloid digolongkan berdasarkan pada jenis fase terdispersi dan


medium pendispersinya.
 koloid yang mengandung fase terdispersi padat disebut sol.

 koloid yang mengandung fase terdispersi cair disebut emulsi.

 koloid yang mengandung fase terdispersi gas disebut buih.

14
B. Sifat-Sifat Koloid

Sifat-sifat khas koloid meliputi:

a. Efek Tyndall
Efek Tyndall adalah efek penghamburan cahaya oleh partikel koloid.

b. Gerak Brown
Gerak Brown adalah gerak acak, gerak tidak beraturan dari partikel koloid.

Koloid Fe(OH)3 bermuatan positif karena Koloid As2S3 bermuatan negatif karena
permukaannya menyerap ion H+ permukaannya menyerap ion S2-
   
c. Adsorbsi
Beberapa partikel koloid mempunyai sifat adsorbsi (penyerapan) terhadap
partikel atau ion atau senyawa yang lain. Penyerapan pada permukaan ini
disebut adsorbsi (harus dibedakan dari absorbsi yang artinya penyerapan
sampai ke bawah permukaan).

Contoh :
(i) Koloid Fe(OH)3 bermuatan positif karena permukaannya menyerap ion
H+.
(ii) Koloid As2S3 bermuatan negatit karena permukaannya menyerap ion
S2.

d. Koagulasi
Koagulasi adalah penggumpalan partikel koloid dan membentuk endapan.
Dengan terjadinya koagulasi, berarti zat terdispersi tidak lagi membentuk
koloid. Koagulasi dapat terjadi secara fisik seperti pemanasan, pendinginan
dan pengadukan atau secara kimia seperti penambahan elektrolit,
pencampuran koloid yang berbeda muatan.

e. Koloid Liofil dan Koloid Liofob


Koloid ini terjadi pada sol yaitu fase terdispersinya padatan dan medium
pendispersinya cairan.

Koloid Liofil: sistem koloid yang affinitas fase terdispersinya


besar terhadap medium pendispersinya.
Contoh: sol kanji, agar-agar, lem, cat

15
Koloid Liofob: sistem koloid yang affinitas fase terdispersinya
kecil terhadap medium pendispersinya.
Contoh: sol belerang, sol emas.

C. Elektroferisis Dan Dialisis

ELEKTROFERESIS
Elektroferesis adalah peristiwa pergerakan partikel koloid yang bermuatan ke
salah satu elektroda. Elektrotoresis dapat digunakan untuk mendeteksi muatan
partikel koloid. Jika partikel koloid berkumpul di elektroda positif berarti koloid
bermuatan negatif dan jika partikel koloid berkumpul di elektroda negatif berarti
koloid bermuatan positif. Prinsip elektroforesis digunakan untuk membersihkan
asap dalam suatu industri dengan alat Cottrell.

 DIALISIS
Dialisis adalah proses pemurnian partikel koloid dari muatan-muatan yang
menempel pada permukaannya. Pada proses dialisis ini digunakan selaput
semipermeabel.

D. Pembuatan Koloid

1. Cara Kondensasi

Cara kondensasi termasuk cara kimia.

kondensasi
Prinsip Partikel Molekular --------------> Partikel
: Koloid

Reaksi kimia untuk menghasilkan koloid meliputi :

a. Reaksi Redoks
2 H2S(g) + SO2(aq)     3 S(s) + 2 H2O(l)

b. Reaksi Hidrolisis
FeCl3(aq) + 3 H2O(l)     Fe(OH)3(s) + 3 HCl(aq)

c. Reaksi Substitusi
2 H3AsO3(aq) + 3 H2S(g)    As2S3(s) + 6 H2O(l)

d.
Reaksi Penggaraman
Beberapa sol garam yang sukar larut seperti AgCl, AgBr, PbI2, BaSO4 dapat
membentuk partikel koloid dengan pereaksi yang encer.
AgNO3(aq) (encer) + NaCl(aq) (encer)    AgCl(s) + NaNO3(aq) (encer)

16
2. Cara Dispersi

Prinsip : Partikel Besar ----------------> Partikel Koloid

Cara dispersi dapat dilakukan dengan cara mekanik atau cara kimia:

a. Cara Mekanik
Cara ini dilakukan dari gumpalan partikel yang besar kemudian
dihaluskan dengan cara penggerusan atau penggilingan.

b. Cara Busur Bredig


Cara ini digunakan untak membuat sol-sol logam.

c. Cara Peptisasi
Cara peptisasi adalah pembuatan koloid dari butir-butir kasar atau dari
suatu endapan dengan bantuan suatu zat pemeptisasi (pemecah).
Contoh:
- Agar-agar dipeptisasi oleh air ; karet oleh bensin.
- Endapan NiS dipeptisasi oleh H2S ; endapan Al(OH)3 oleh AlCl3

BAB V
KECEPATAN REAKSI

17
A. KONSENTRASI DAN KECEPATAN REAKSI

Kecepatan reaksi adalah banyaknya mol/liter suatu zat yang dapat berubah
menjadi zat lain dalam setiap satuan waktu.

Untuk reaksi: aA + bB     mM + nN
maka kecepatan reaksinya adalah:

1 (dA) 1 d(B) 1 d(M) 1 d(N)


V= - - = + +
a dt b dt m dt n dt

dimana:

= kecepatan reaksi zat A = pengurangan konsentrasi zat A


- 1/a . d(A) /dt = rA
per satuan wakru.
= kecepatan reaksi zat B = pengurangan konsentrasi zat B
- 1/b . d(B) /dt = rB
per satuan waktu.
= kecepatan reaksi zat M = penambahan konsentrasi zat M
- 1/m . d(M) /dt = rM
per satuan waktu.
= kecepatan reaksi zat N = penambahan konsentrasi zat N
- 1/n . d(N) /dt = rN
per satuan waktu.

Pada umumnya kecepatan reaksi akan besar bila konsentrasi pereaksi cukup besar.
Dengan berkurangnya konsentrasi pereaksi sebagai akibat reaksi, maka akan
berkurang pula kecepatannya.

Secara umum kecepatan reaksi dapat dirumuskan sebagai berikut:

V = k(A) x (B) y

dimana:

V = kecepatan reaksi
k = tetapan laju reaksi
x = orde reaksi terhadap zat A
y = orde reaksi terhadap zat B
(x + y) adalah orde reaksi keseluruhan
(A) dan (B) adalah konsentrasi zat pereaksi.

B. Orde Reaksi

18
Orde reaksi adalah banyaknya faktor konsentrasi zat reaktan yang mempengaruhi
kecepatan reaksi.
Penentuan orde reaksi tidak dapat diturunkan dari persamaan reaksi tetapi hanya
dapat ditentukan berdasarkan percobaan.

Suatu reaksi yang diturunkan secara eksperimen dinyatakan dengan rumus


kecepatan reaksi:

v = k (A) (B) 2

persamaan tersebut mengandung pengertian reaksi orde 1 terhadap zat A dan


merupakan reaksi orde 2 terhadap zat B. Secara keselurahan reaksi tersebut adalah
reaksi orde 3.

Contoh soal:

Dari reaksi 2NO(g) + Br2(g)    2NOBr(g)

dibuat percobaan dan diperoleh data sebagai berikut:

Kecepatan Reaksi
No. (NO) mol/l (Br2) mol/l
mol / 1 / detik
1. 0.1 0.1 12
2. 0.1 0.2 24
3. 0.1 0.3 36
4. 0.2 0.1 48
5. 0.3 0.1 108

Pertanyaan:

a. Tentukan orde reaksinya !


b. Tentukan harga k (tetapan laju reaksi) !

Jawab:

a. Pertama-tama kita misalkan rumus kecepatan reaksinya adalah V =


k(NO)x(Br2)y : jadi kita harus mencari nilai x dan y.
Untuk menentukan nilai x maka kita ambil data dimana konsentrasi terhadap
Br2 tidak berubah, yaitu data (1) dan (4).
Dari data ini terlihat konsentrasi NO naik 2 kali sedangkan kecepatan
reaksinya naik 4 kali maka:

2x = 4    x = 2 (reaksi orde 2 terhadap NO)

Untuk menentukan nilai y maka kita ambil data dimana konsentrasi terhadap
NO tidak berubah yaitu data (1) dan (2). Dari data ini terlihat konsentrasi Br2

19
naik 2 kali, sedangkan kecepatan reaksinya naik 2 kali, maka :

2y = 2    y = 1 (reaksi orde 1 terhadap Br2)

Jadi rumus kecepatan reaksinya : V = k(NO)2(Br2) (reaksi orde 3)

b. Untuk menentukan nilai k cukup kita ambil salah satu data percobaan saja
misalnya data (1), maka:

V = k(NO)2(Br2)
12 = k(0.1)2(0.1)

k = 12 x 103 mol-212det-1

C. Teori Tumbukan Dan Teori Keadaan Transisi

Teori tumbukan didasarkan atas teori kinetik gas yang mengamati tentang
bagaimana suatu reaksi kimia dapat terjadi. Menurut teori tersebut kecepatan
reaksi antara dua jenis molekul A dan B sama dengan jumiah tumbukan yang
terjadi per satuan waktu antara kedua jenis molekul tersebut. Jumlah tumbukan
yang terjadi persatuan waktu sebanding dengan konsentrasi A dan konsentrasi B.
Jadi makin besar konsentrasi A dan konsentrasi B akan semakin besar pula jumlah
tumbukan yang terjadi.

TEORI TUMBUKAN INI TERNYATA MEMILIKI BEBERAPA


KELEMAHAN, ANTARA LAIN :

- tidak semua tumbukan menghasilkan reaksi sebab ada energi tertentu yang
harus dilewati (disebut energi aktivasi = energi pengaktifan) untak dapat
menghasilkan reaksi. Reaksi hanya akan terjadi bila energi tumbukannya
lebih besar atau sama dengan energi pengaktifan (Ea).

 
- molekul yang lebih rumit struktur ruangnya menghasilkan tumbukan yang
tidak sama jumlahnya dibandingkan dengan molekul yang sederhana
struktur ruangnya.

Teori tumbukan di atas diperbaiki oleh tcori keadaan transisi atau teori laju
reaksi absolut. Dalam teori ini diandaikan bahwa ada suatu keadaan yang harus
dilewati oleh molekul-molekul yang bereaksi dalam tujuannya menuju ke keadaan
akhir (produk). Keadaan tersebut dinamakan keadaan transisi. Mekanisme reaksi
keadaan transisi dapat ditulis sebagai berikut:

A + B ;   T* --> C + D

20
dimana:

- A dan B adalah molekul-molekul pereaksi


- T* adalah molekul dalam keadaan transisi
- C dan D adalah molekul-molekul hasil reaksi

SECARA DIAGRAM KEADAAN TRANSISI INI DAPAT DINYATAKAN


SESUAI KURVA BERIKUT

Dari diagram terlibat bahwa energi pengaktifan (Ea) merupakan energi keadaan
awal sampai dengan energi keadaan transisi. Hal tersebut berarti bahwa molekul-
molekul pereaksi harus memiliki energi paling sedikit sebesar energi pengaktifan
(Ea) agar dapat mencapai keadaan transisi (T *) dan kemudian menjadi hasil reaksi
(C + D).

Catatan :
energi pengaktifan (= energi aktivasi) adalah jumlah energi minimum yang
dibutuhkan oleh molekul-molekul pereaksi agar dapat melangsungkan reaksi.

D. Tahap Menuju Kecepatan Reaksi

Dalam suatu reaksi kimia berlangsungnya suatu reaksi dari keadaan semula (awal)
sampai keadaan akhir diperkirakan melalui beberapa tahap reaksi.

Contoh: 4 HBr(g) + O2(g)   2 H2O(g) + 2 Br2(g)

Dari persamaan reaksi di atas terlihat bahwa tiap 1 molekul O2 bereaksi dengan 4
molekul HBr. Suatu reaksi baru dapat berlangsung apabila ada tumbukan yang
berhasil antara molekul-molekul yang bereaksi. Tumbukan sekaligus antara 4
molekul HBr dengan 1 molekul O2 kecil sekali kemungkinannya untuk berhasil.
Tumbukan yang mungkin berhasil adalah tumbukan antara 2 molekul yaitu 1
molekul HBr dengan 1 molekul O2. Hal ini berarti reaksi di atas harus berlangsung
dalam beberapa tahap dan diperkirakan tahap-tahapnya adalah:

21
Tahap 1: HBr + O2 Δ HOOBr (lambat)
Tahap 2: HBr + HOOBr Δ  2HOBr (cepat)
Tahap 3: (HBr + HOBr Δ   H2O + Br2) x 2 (cepat)
  ------------------------------------------------------ +  
  4 HBr + O2 --> 2H2O + 2 Br2  

Dari contoh di atas ternyata secara eksperimen kecepatan berlangsungnya reaksi


tersebut ditentukan oleh kecepatan reaksi pembentukan HOOBr yaitu reaksi yang
berlangsungnya paling lambat.

Rangkaian tahap-tahap reaksi dalam suatu reaksi disebut "mekanisme reaksi" dan
kecepatan berlangsungnya reaksi keselurahan ditentukan oleh reaksi yang paling
lambat dalam mekanisme reaksi. Oleh karena itu, tahap ini disebut tahap penentu
kecepatan reaksi.

E. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KECEPATAN REAKSI

Beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi antara lain konsentrasi,


sifat zat yang bereaksi, suhu dan katalisator.

1. KONSENTRASI

Dari berbagai percobaan menunjukkan bahwa makin besar konsentrasi zat-zat


yang bereaksi makin cepat reaksinya berlangsung. Makin besar konsentrasi makin
banyak zat-zat yang bereaksi sehingga makinbesar kemungkinan terjadinya
tumbukan dengan demikian makin besar pula kemungkinan terjadinya reaksi.

2. SIFAT ZAT YANG BEREAKSI

Sifat mudah sukarnya suatu zat bereaksi akan menentukan kecepatan


``berlangsungnya reaksi.

Secara umum dinyatakan bahwa:

- Reaksi antara senyawa ion umumnya berlangsung cepat.


Hal ini disebabkan oleh adanya gaya tarik menarik antara ion-ion yang
muatannya berlawanan.

Contoh: Ca2+(aq) + CO32+(aq)   CaCO3(s)


Reaksi ini berlangsung dengan cepat.

 
- Reaksi antara senyawa kovalen umumnya berlangsung lambat.

22
Hal ini disebabkan karena untuk berlangsungnya reaksi tersebut
dibutuhkan energi untuk memutuskan ikatan-ikatan kovalen yang terdapat
dalam molekul zat yang bereaksi.

Contoh: CH4(g) + Cl2(g)    CH3Cl(g) + HCl(g)


Reaksi ini berjalan lambat reaksinya dapat dipercepat apabila diberi energi
misalnya cahaya matahari.

3. SUHU

Pada umumnya reaksi akan berlangsung lebih cepat bila suhu dinaikkan. Dengan
menaikkan suhu maka energi kinetik molekul-molekul zat yang bereaksi akan
bertambah sehingga akan lebih banyak molekul yang memiliki energi sama atau
lebih besar dari Ea. Dengan demikian lebih banyak molekul yang dapat mencapai
keadaan transisi atau dengan kata lain kecepatan reaksi menjadi lebih besar.
Secara matematis hubungan antara nilai tetapan laju reaksi (k) terhadap suhu
dinyatakan oleh formulasi ARRHENIUS:

k = A . e-E/RT

dimana:

k : tetapan laju reaksi


A : tetapan Arrhenius yang harganya khas untuk setiap reaksi
E : energi pengaktifan
R : tetapan gas universal = 0.0821.atm/moloK = 8.314 joule/moloK
T : suhu reaksi (oK)

4. KATALISATOR

Katalisator adalah zat yang ditambahkan ke dalam suatu reaksi dengan maksud
memperbesar kecepatan reaksi. Katalis terkadang ikut terlibat dalam reaksi tetapi
tidak mengalami perubahan kimiawi yang permanen, dengan kata lain pada akhir
reaksi katalis akan dijumpai kembali dalam bentuk dan jumlah yang sama seperti
sebelum reaksi.

Fungsi katalis adalah memperbesar kecepatan reaksinya (mempercepat reaksi)


dengan jalan memperkecil energi pengaktifan suatu reaksi dan dibentuknya tahap-
tahap reaksi yang baru. Dengan menurunnya energi pengaktifan maka pada suhu
yang sama reaksi dapat berlangsung lebih cepat.

BAB VI
KESETIMBANGAN KIMIA

23
A. Keadaan Kesetimbangan

Reaksi yang dapat berlangsung dalam dua arah disebut reaksi dapat balik. Apabila
dalam suatu reaksi kimia, kecepatan reaksi ke kanan sama dengan kecepatan
reaksi ke kiri maka, reaksi dikatakan dalam keadaan setimbang. Secara umum
reaksi kesetimbangan dapat dinyatakan sebagai:

A  +  B     C  +  D

 ADA DUA MACAM SISTEM KESETIMBANGAN, YAITU :

1. Kesetimbangan dalam sistem homogen


a. Kesetimbangan dalam sistem gas-gas
Contoh: 2SO2(g) + O2(g)     2SO3(g)

b. Kesetimbangan dalam sistem larutan-larutan


Contoh: NH4OH(aq)     NH4+(aq) + OH- (aq)

2. Kesetimbangan dalam sistem heterogen


a. Kesetimbangan dalam sistem padat gas
Contoh: CaCO3(s)     CaO(s) + CO2(g)

b. Kesetimbangan sistem padat larutan


Contoh: BaSO4(s)     Ba2+(aq) + SO42- (aq)

c. Kesetimbangan dalam sistem larutan padat gas


Contoh: Ca(HCO3)2(aq)      CaCO3(s) + H2O(l) + CO2(g)

B. Hukum Kesetimbangan
Hukum Guldberg dan Dalam keadaan kesetimbangan pada suhu tetap, maka
Wange: hasil kali konsentrasi zat-zat hasil reaksi dibagi dengan
hasil kali konsentrasi pereaksi yang sisa dimana masing-
masing konsentrasi itu dipangkatkan dengan koefisien
reaksinya adalah tetap.

Pernyataan tersebut juga dikenal sebagai hukum kesetimbangan.


Untuk reaksi kesetimbangan: a A + b B     c C + d D maka:

Kc = (C)c x (D)d / (A)a x (B)b

24
Kc adalah konstanta kesetimbangan yang harganya tetap selama suhu tetap.

BEBERAPA HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN

- Jika zat-zat terdapat dalam kesetimbangan berbentuk padat dan gas yang
dimasukkan dalam, persamaan kesetimbangan hanya zat-zat yang berbentuk
gas saja sebab konsentrasi zat padat adalah tetap den nilainya telah terhitung
dalam harga Kc itu.

Contoh: C(s) + CO2(g)     2CO(g)


Kc = (CO)2 / (CO2)

- Jika kesetimbangan antara zat padat dan larutan yang dimasukkan dalam
perhitungan Kc hanya konsentrasi zat-zat yang larut saja.

Contoh: Zn(s) + Cu2+(aq)     Zn2+(aq) + Cu(s)


Kc = (Zn2+) / (CO2+)

- Untuk kesetimbangan antara zat-zat dalam larutan jika pelarutnya tergolong


salah satu reaktan atau hasil reaksinya maka konsentrasi dari pelarut itu
tidak dimasukkan dalam perhitungan Kc.

Contoh: CH3COO-(aq) + H2O(l)     CH3COOH(aq) + OH-(aq)


Kc = (CH3COOH) x (OH-) / (CH3COO-)

 Contoh soal:

1. Satu mol AB direaksikan dengan satu mol CD menurut persamaan reaksi:

AB(g) + CD(g)     AD(g) + BC(g)

Setelah kesetimbangan tercapai ternyata 3/4 mol senyawa CD berubah menjadi


AD dan BC. Kalau volume ruangan 1 liter, tentukan tetapan kesetimbangan untuk
reaksi ini !

Jawab:

Perhatikan reaksi kesetimbangan di atas jika ternyata CD berubah (bereaksi)


sebanyak 3/4 mol maka AB yang bereaksi juga 3/4 mol (karena koefsiennya
sama).
Dalam keadaan kesetimbangan:

(AD) = (BC) = 3/4 mol/l


(AB) sisa = (CD) sisa = 1 - 3/4 = 1/4 n mol/l

Kc = [(AD) x (BC)]/[(AB) x (CD)] = [(3/4) x (3/4)]/[(1/4) x (1/4)] = 9

25
2. Jika tetapan kesetimbangan untuk reaksi:

A(g) + 2B(g)     4C(g)

sama dengan 0.25, maka berapakah besarnya tetapan kesetimbangan bagi reaksi:
2C(g)     1/2A(g) + B(g)

Jawab:

- Untuk reaksi pertama: K1 = (C)4/[(A) x (B)2] = 0.25


- Untuk reaksi kedua : K2 = [(A)1/2 x (B)]/(C)2
- Hubungan antara K1 dan K2 dapat dinyatakan sebagai:
   K1 = 1 / (K2)2    K2 = 2

C. Pergeseran Kesetimbangan

Azas Le Chatelier menyatakan: Bila pada sistem kesetimbangan diadakan aksi,


maka sistem akan mengadakan reaksi sedemikian rupa sehingga pengaruh aksi itu
menjadi sekecil-kecilnya.

Perubahan dari keadaan kesetimbangan semula ke keadaan kesetimbangan yang


baru akibat adanya aksi atau pengaruh dari luar itu dikenal dengan pergeseran
kesetimbangan.

Bagi reaksi: 

A  +  B       C  +  D

 KEMUNGKINAN TERJADINYA PERGESERAN

1.  Dari kiri ke kanan, berarti A bereaksi dengan B memhentuk C dan D,


sehingga jumlah mol A dan Bherkurang, sedangkan C dan D bertambah.

2. Dari kanan ke kiri, berarti C dan D bereaksi membentuk A dan B. sehingga


jumlah mol C dan Dherkurang, sedangkan A dan B bertambah.

FAKTOR-FAKTOR YANG DAPAT MENGGESER LETAK


KESETIMBANGAN ADALAH :

a. Perubahan konsentrasi salah satu zat


b. Perubahan volume atau tekanan
c. Perubahan suhu

1. PERUBAHAN KONSENTRASI SALAH SATU ZAT

Apabila dalam sistem kesetimbangan homogen, konsentrasi salah satu zat


diperbesar, maka kesetimbangan akan bergeser ke arah yang berlawanan dari zat

26
tersebut. Sebaliknya, jika konsentrasi salah satu zat diperkecil, maka
kesetimbangan akan bergeser ke pihak zat tersebut.

Contoh: 2SO2(g) + O2(g)     2SO3(g)

- Bila pada sistem kesetimbangan ini ditambahkan gas SO2, maka


kesetimbangan akan bergeser ke kanan.
- Bila pada sistem kesetimbangan ini dikurangi gas O2, maka kesetimbangan
akan bergeser ke kiri.

2. PERUBAHAN VOLUME ATAU TEKANAN

Jika dalam suatu sistem kesetimbangan dilakukan aksi yang menyebabkan


perubahan volume (bersamaan dengan perubahan tekanan), maka dalam sistem
akan mengadakan berupa pergeseran kesetimbangan.

Jika tekanan diperbesar = volume diperkecil, kesetimbangan akan


bergeser ke arah jumlah Koefisien Reaksi Kecil.

Jika tekanan diperkecil = volume diperbesar, kesetimbangan akan


bergeser ke arah jumlah Koefisien reaksi besar.

Pada sistem kesetimbangan dimana jumlah koefisien reaksi


sebelah kiri = jumlah koefisien sebelah kanan, maka perubahan
tekanan/volume tidak menggeser letak kesetimbangan.

Contoh: 

N2(g) + 3H2(g)     2NH3(g)

Koefisien reaksi di kanan = 2


Koefisien reaksi di kiri = 4

- Bila pada sistem kesetimbangan tekanan diperbesar (= volume diperkecil),


maka kesetimbangan akan bergeser ke kanan.
- Bila pada sistem kesetimbangan tekanan diperkecil (= volume diperbesar),
maka kesetimbangan akan bergeser ke kiri.

C. PERUBAHAN SUHU

Menurut Van't Hoff:

- Bila pada sistem kesetimbangan subu dinaikkan, maka kesetimbangan reaksi

27
akan bergeser ke arah yang membutuhkan kalor (ke arah reaksi endoterm).

-  Bila pada sistem kesetimbangan suhu diturunkan, maka kesetimbangan reaksi


akan bergeser ke arah yang membebaskan kalor (ke arah reaksi eksoterm).

Contoh:

2NO(g) + O2(g)   2NO2(g) ; ΔH = -216 kJ

- Jika suhu dinaikkan, maka kesetimbangan akan bergeser ke kiri.

- Jika suhu diturunkan, maka kesetimbangan akan bergeser ke kanan.

D. Pengaruh Katalisator Terhadap Kesetimbangan Dan Hubungan Antara


Harga Kc Dan Kp

PENGARUH KATALISATOR TERHADAP KESETIMBANGAN

Fungsi katalisator dalam reaksi kesetimbangan adalah mempercepat tercapainya


kesetimbangan dan tidak merubah letak kesetimbangan (harga tetapan
kesetimbangan Kc tetap), hal ini disebabkan katalisator mempercepat reaksi ke
kanan dan ke kiri sama besar.

 HUBUNGAN ANTARA HARGA Kc DENGAN Kp

Untuk reaksi umum:

a A(g) + b B(g)    c C(g) + d D(g)

Harga tetapan kesetimbangan:

Kc = [(C)c . (D)d] / [(A)a . (B)b]

Kp = (PCc x PDd) / (PAa x PBb)

dimana: PA, PB, PC dan PD merupakan tekanan parsial masing-masing gas A, B. C


dan D.

Secara matematis, hubungan antara Kc dan Kp dapat diturunkan sebagai:

Kp = Kc (RT)n

dimana n adalah selisih (jumlah koefisien gas kanan) dan (jumlah koefisien gas
kiri).

28
Contoh:

Jika diketahui reaksi kesetimbangan:

CO2(g) + C(s)     2CO(g)

Pada suhu 300o C, harga Kp= 16. Hitunglah tekanan parsial CO2, jika tekanan total
dalaun ruang 5 atm!

Jawab:

Misalkan tekanan parsial gas CO = x atm, maka tekanan parsial gas CO2 = (5 - x)
atm.

Kp = (PCO)2 / PCO2 = x2 / (5 - x) = 16 ; x = 4

Jadi tekanan parsial gas CO2 = (5 - 4) = 1 atm

E. Kesetimbangan Disosiasi

Disosiasi adalah penguraian suatu zat menjadi beberapa zat lain yang lebih
sederhana.

Derajat disosiasi adalah perbandingan antara jumlah mol yang terurai dengan
jumlah mol mula-mula.

Contoh:

2NH3(g)     N2(g) + 3H2(g)

besarnya nilai derajat disosiasi (µ):

µ = mol NH3 yang terurai / mol NH3 mula-mula

Harga derajat disosiasi terletak antara 0 dan 1, jika:

a = 0 berarti tidak terjadi penguraian


a = 1 berarti terjadi penguraian sempurna
0 < µ < 1 berarti disosiasi pada reaksi setimbang (disosiasi sebagian).

Contoh:

Dalam reaksi disosiasi N2O4 berdasarkan persamaan

      N2O4(g)   2NO2(g)

29
banyaknya mol N2O4 dan NO2 pada keadaan setimbang adalah sama.

Pada keadaan ini berapakah harga derajat disosiasinya ?

Jawab:

Misalkan mol N2O4 mula-mula = a mol


mol N2O4 yang terurai = a mol ;  mol N2O4 sisa = a (1 - µ) mol
mol NO2 yang terbentuk = 2 x mol N2O4 yang terurai = 2 a mol

Pada keadaan setimbang:

mol N2O4 sisa = mol NO2 yang terbentuk

a(1 - µ) = 2a ;  1 - µ = 2 ; µ = 1/3

BAB VII
LARUTAN

A. Pendahuluan

30
LARUTAN adalah campuran homogen dua zat atau lebih yang saling melarutkan
dan masing-masing zat penyusunnya tidak dapat dibedakan lagi secara fisik.

Larutan terdiri atas zat terlarut dan pelarut. Berdasarkan daya hantar listriknya
(daya ionisasinya), larutan dibedakan dalam dua macam, yaitu larutan elektrolit
dan larutan non elektrolit.

Larutan elektrolit adalah larutan yang dapat menghantarkan arus listrik.

Larutan ini dibedakan atas:

1. ELEKTROLIT KUAT

Larutan elektrolit kuat adalah larutan yang mempunyai daya hantar listrik
yang kuat, karena zat terlarutnya didalam pelarut (umumnya air),
seluruhnya berubah menjadi ion-ion (alpha = 1).

Yang tergolong elektrolit kuat adalah:

a.Asam-asam kuat, seperti : HCl, HCl03, H2SO4, HNO3 dan lain-lain.


b.Basa-basa kuat, yaitu basa-basa golongan alkali dan alkali tanah, seperti:
NaOH, KOH, Ca(OH)2, Ba(OH)2 dan lain-lain.
c.Garam-garam yang mudah larut, seperti: NaCl, KI, Al2(SO4)3 dan lain-
lain

 
2. ELEKTROLIT LEMAH

Larutan elektrolit lemah adalah larutan yang daya hantar listriknya lemah
dengan harga derajat ionisasi sebesar: O < alpha < 1.

Yang tergolong elektrolit lemah:

a. Asam-asam lemah, seperti : CH3COOH, HCN, H2CO3, H2S dan lain-lain


b. Basa-basa lemah seperti : NH4OH, Ni(OH)2 dan lain-lain
c. Garam-garam yang sukar larut, seperti : AgCl, CaCrO4, PbI2 dan lain-
lain

Larutan non elektrolit adalah larutan yang tidak dapat menghantarkan arus
listrik, karena zat terlarutnya di dalam pelarut tidak dapat menghasilkan ion-ion
(tidak mengion).

Tergolong ke dalam jenis ini misalnya:

- Larutan urea
- Larutan sukrosa
- Larutan glukosa
- Larutan alkohol dan lain-lain

31
B. Konsentrasi Larutan
Konsentrasi merupakan cara untuk menyatakan hubungan kuantitatif antara zat
terlarut dan pelarut.
Menyatakan konsentrasi larutan ada beberapa macam, di antaranya:

1. FRAKSI MOL

Fraksi mol adalah perbandingan antara jumiah mol suatu komponen


dengan jumlah mol seluruh komponen yang terdapat dalam larutan.

Fraksi mol dilambangkan dengan X.

Contoh:
Suatu larutan terdiri dari 3 mol zat terlarut A den 7 mol zat terlarut B.
maka:

XA = nA / (nA + nB) = 3 / (3 + 7) = 0.3

XB = nB /(nA + nB) = 7 / (3 + 7) = 0.7

* XA + XB = 1

2. PERSEN BERAT

Persen berat menyatakan gram berat zat terlarut dalam 100 gram larutan.

Contoh:
Larutan gula 5% dalam air, artinya: dalam 100 gram larutan terdapat:

- gula = 5/100 x 100 = 5 gram

- air = 100 - 5 = 95 gram

3. MOLALITAS (m)

Molalitas menyatakan mol zat terlarut dalam 1000 gram pelarut.

Contoh:
Hitunglah molalitas 4 gram NaOH (Mr = 40) dalam 500 gram air !

- molalitas NaOH = (4/40) / 500 gram air = (0.1 x 2 mol) / 1000 gram air =
0,2 m

4. MOLARITAS (M)

Molaritas menyatakan jumlah mol zat terlarut dalam 1 liter larutan.

Contoh:

32
Berapakah molaritas 9.8 gram H2SO4 (Mr= 98) dalam 250 ml larutan ?

- molaritas H2SO4 = (9.8/98) mol / 0.25 liter = (0.1 x 4) mol / liter = 0.4 M

5. NORMALITAS (N)

Normalitas menyatakan jumlah mol ekivalen zat terlarut dalam 1 liter


larutan.
Untuk asam, 1 mol ekivalennya sebanding dengan 1 mol ion H+.
Untuk basa, 1 mol ekivalennya sebanding dengan 1 mol ion OH-.

Antara Normalitas dan Molaritas terdapat hubungan:

N = M x valensi

BAB VIII
EKSPONEN HIDROGEN

A. Pendahuluan

33
Besarnya konsentrasi ion H+ dalam larutan disebut derajat keasaman.
Untuk menyatakan derajat keasaman suatu larutan dipakai pengertian pH.

pH = - log [H+]

Untuk air murni (25oC): [H+] = [OH-] = 10-7 mol/l

pH = - log 10-7 = 7

Atas dasar pengertian ini, ditentukan:

- Jika nilai pH = pOH = 7, maka larutan bersifat netral

- Jika nilai pH < 7, maka larutan bersifat asam

- Jika nilai pH > 7, maka larutan bersifat basa

- Pada suhu kamar: pKw = pH + pOH = 14

B. Menyatakan pH Larutan Asam

Untuk menyatakan nilai pH suatu larutan asam, maka yang paling awal harus
ditentukan (dibedakan) antara asam kuat dengan asam lemah.

1. pH Asam Kuat

Bagi asam-asam kuat ( = 1), maka menyatakan nilai pH larutannya dapat


dihitung langsung dari konsentrasi asamnya (dengan melihat valensinya).

Contoh: 

1. Hitunglah pH dari 100 ml larutan 0.01 M HCl !

Jawab:

HCl(aq)   H+(aq) + Cl-(aq)


[H+] = [HCl] = 0.01 = 10-2 M
pH = - log 10-2 = 2

2. Hitunglah pH dari 2 liter larutan 0.1 mol asam sulfat !

Jawab:

H2SO4(aq)   2 H+(aq) + SO42-(aq)

[H+] = 2[H2SO4] = 2 x 0.1 mol/2.0 liter = 2 x 0.05 = 10-1 M

34
pH = - log 10-1 = 1

 
2. pH Asam Lemah

Bagi asam-asam lemah, karena harga derajat ionisasinya 1 (0 <  < 1) maka
besarnya konsentrasi ion H+ tidak dapat dinyatakan secara langsung dari
konsentrasi asamnya (seperti halnya asam kuat). Langkah awal yang harus
ditempuh adalah menghitung besarnya [H+] dengan rumus

[H+] = Ca . Ka)

dimana:

Ca = konsentrasi asam lemah


Ka = tetapan ionisasi asam lemah

Contoh:

Hitunglah pH dari 0.025 mol CH 3COOH dalam 250 ml larutannya, jika


diketahui Ka = 10-5

Jawab:

Ca = 0.025 mol/0.025 liter = 0.1 M = 10-1 M


[H+] = Ca . Ka) = 10-1 . 10-5 = 10-3 M
pH = -log 10-3 = 3

C. Menyatakan pH Larutan Basa

Prinsip penentuan pH suatu larutan basa sama dengan penentuan pH larutam


asam, yaitu dibedakan untuk basa kuat dan basa lemah.

1. pH Basa Kuat

Untuk menentukan pH basa-basa kuat ( = 1), maka terlebih dahulu dihitung


nilai pOH larutan dari konsentrasi basanya.

Contoh:

a. Tentukan pH dari 100 ml larutan KOH 0.1 M !


b. Hitunglah pH dari 500 ml larutan Ca(OH)2 0.01 M !

35
Jawab:

a. KOH(aq)   K+(aq) + OH-(aq)


[OH-] = [KOH] = 0.1 = 10-1 M
pOH = - log 10-1 = 1
pH = 14 - pOH = 14 - 1 = 13

b. Ca(OH)2(aq)   Ca2+(aq) + 2 OH-(aq)


[OH-1] = 2[Ca(OH)2] = 2 x 0.01 = 2.10-2 M
pOH = - log 2.10-2 = 2 - log 2
pH = 14 - pOH = 14 - (2 - log 2) = 12 + log 2

 
2. pH Basa Lemah

Bagi basa-basa lemah, karena harga derajat ionisasinya 1, maka untuk


menyatakan konsentrasi ion OH- digunakan rumus:

[OH-] = Cb . Kb)

dimana:

Cb = konsentrasi basa lemah


Kb = tetapan ionisasi basa lemah

Contoh:

Hitunglah pH dari 100 ml 0.001 M larutan NH4OH, jika diketahui tetapan


ionisasinya = 10-5 !

Jawab:

[OH-] = Cb . Kb) = 10-3 . 10-5 = 10-4 M


pOH = - log 10-4 = 4
pH = 14 - pOH = 14 - 4 = 10

D. Larutan Buffer

Larutan buffer adalah:

a. Campuran asam lemah dengan garam dari asam lemah tersebut.


Contoh:
- CH3COOH dengan CH3COONa
- H3PO4 dengan NaH2PO4
b. Campuran basa lemah dengan garam dari basa lemah tersebut.

36
Contoh:
- NH4OH dengan NH4Cl

Sifat larutan buffer:


- pH larutan tidak berubah jika diencerkan.
- pH larutan tidak berubah jika ditambahkan ke dalamnya sedikit asam atau basa.

CARA MENGHITUNG LARUTAN BUFFER

1. Untuk larutan buffer yang terdiri atas campuran asam lemah dengan garamnya
(larutannya akan selalu mempunyai pH < 7) digunakan rumus:

[H+] = Ka. Ca/Cg

pH = pKa + log Ca/Cg

dimana:
Ca = konsentrasi asam lemah
Cg = konsentrasi garamnya
Ka = tetapan ionisasi asam lemah

Contoh:

Hitunglah pH larutan yang terdiri atas campuran 0.01 mol asam asetat dengan
0.1 mol natrium Asetat dalam 1 1iter larutan !
Ka bagi asam asetat = 10-5

Jawab:

Ca = 0.01 mol/liter = 10-2 M


Cg = 0.10 mol/liter = 10-1 M

pH= pKa + log Cg/Ca = -log 10-5 + log-1/log-2 = 5 + 1 = 6

 
2. Untuk larutan buffer yang terdiri atas campuran basa lemah dengan garamnya
(larutannya akan selalu mempunyai pH > 7), digunakan rumus:

[OH-] = Kb . Cb/Cg

pOH = pKb + log Cg/Cb

dimana:
Cb = konsentrasi basa lemah
Cg = konsentrasi garamnya
Kb = tetapan ionisasi basa lemah

37
Contoh:

Hitunglah pH campuran 1 liter larutan yang terdiri atas 0.2 mol NH4OH
dengan 0.1 mol HCl ! (Kb= 10-5)

Jawab:

NH4OH(aq) + HCl(aq)  NH4Cl(aq) + H2O(l)

mol NH4OH yang bereaksi = mol HCl yang tersedia = 0.1 mol
mol NH4OH sisa = 0.2 - 0.1 = 0.1 mol
mol NH4Cl yang terbentuk = mol NH40H yang bereaksi = 0.1 mol
Karena basa lemahnya bersisa dan terbentuk garam (NH4Cl) maka
campurannya akan membentuk
Larutan buffer.

Cb (sisa) = 0.1 mol/liter = 10-1 M


Cg (yang terbentuk) = 0.1 mol/liter = 10-1 M
pOH = pKb + log Cg/Cb = -log 10-5 + log 10-1/10-1 = 5 + log 1 = 5

pH = 14 - p0H = 14 - 5 = 9

E. Hidrolisis

Hidrolisis adalah terurainya garam dalam air yang menghasilkan asam atau basa.

ADA EMPAT JENIS GARAM, YAITU :

1. Garam yang terbentuk dari reaksi asam kuat dengan basa kuat (misalnya
NaCl, K2SO4 dan lain-lain) tidak mengalami hidrolisis. Untuk jenis garam
yang demikian nilai pH = 7 (bersifat netral).

2. Garam yang terbentuk dari reaksi asam kuat dengan basa lemah
(misalnya NH4Cl, AgNO3 dan lain-lain) hanya kationnya yang
terhidrolisis (mengalami hidrolisis parsial). Untuk jenis garam yang
demikian nilai pH < 7 (bersifat asam).

3. Garam yang terbentuk dari reaksi asam lemah dengan basa kuat
(misalnya CH3COOK, NaCN dan lain-lain) hanya anionnya yang
terhidrolisis (mengalami hidrolisis parsial). Untuk jenis garam yang
demikian nilai pH > 7 (bersifat basa).

4. Garam yang terbentuk dari reaksi asam lemah dengan basa lemah
(misalnya CH3COONH4, Al2S3 dan lain-lain) mengalami hidrolisis total
(sempurna). Untuk jenis garam yang demikian nilai pH-nya tergantung
harga Ka den Kb.

38
F. Garam Yang Terbentuk Dari Asam Kuat Dan Basa Lemah

Karena untuk jenis ini garamnya selalu bersifat asam (pH < 7) digunakan
persamaan:

[H+] = Kh . Cg

dimana :

Kh = Kw/Kb

Kh = konstanta hidrolisis

Jika kita ingin mencari nilai pH-nya secara langsung, dipergunakan persamaan:

pH = 1/2 (pKW - pKb - log Cg)

Contoh:

Hitunglah pH dari 100 ml larutan 0.1 M NH4Cl ! (Kb = 10-5)

Jawab:

NH4Cl adalah garam yang bersifat asam, sehingga pH-nya kita hitung secara
langsung.

pH = 1/2 (pKw - pKb - log Cg)


= 1/2 (-log 10-14 + log 10-5 - log 10-1)
= 1/2 (14 - 5 + 1)
= 1/2 x 10
=5

G. Garam Yang Terbentuk Dari Asam Lemah Dan Basa Lemah

Untuk jenis garam ini larutannya selalu bersifat basa (pH > 7), dan dalam
perhitungan digunakan persamaan:

39
[OH-] = Kh . Cg

dimana:

Kh = Kw/Ka

Kh = konstanta hidrolisis

Jika kita ingin mencari nilai pH-nya secara langsung, dipergunakan persamaan:

pH = 1/2 (pKw + pKa + log Cg)

Contoh:

Hitunglah pH larutan dari 100 ml 0.02 M NaOH dengan 100 ml 0.02 M asam
asetat ! (Ka = 10-5).

Jawab:

NaOH + CH3COOH CH3COONa + H2O

- mol NaOH = 100/1000 x 0.02 = 0.002 mol

- mol CH3COOH = 100/1000 x 0.02 = 0.002 mol

Karena mol basa yang direaksikannya sama dengan mol asam yang direaksikan,
maka tidak ada yang tersisa, yang ada hanya mol garam (CH 3COONa) yang
terbentuk.

- mol CH3COONa = 0.002 mol (lihat reaksi)


- Cg = 0.002 mol/200 ml = 0.002 mol/0.2 liter = 0.01 M = 10-2 M
- Nilai pH-nya akan bersifat basa (karena garamnya terbentuk dari asam lemah
dengan basa kuat), besarnya:

pH = 1/2 (pKw + pKa + log Cg)


= 1/2 (14 + 5 + log 10-2)
= 1/2 (19 - 2)
= 8.5

40
BAB IX
TEORI ASAM BASA DAN STOKIOMETRI LARUTAN

A. Teori Asam Basa


1. MENURUT ARRHENIUS

Asam ialah senyawa yang dalam larutannya dapat menghasilkan ion H+.

Basa ialah senyawa yang dalam larutannya dapat menghasilkan ion OH-.

Contoh:

1) HCl(aq)      H+(aq) + Cl-(aq)


2) NaOH(aq)   Na+(aq) + OH-(aq)

2. MENURUT BRONSTED-LOWRY

Asam ialah proton donor, sedangkan basa adalah proton akseptor.

Contoh:

1) HAc(aq) + H2O(l)   H3O+(aq) + Ac-(aq)


    asam-1    basa-2        asam-2       basa-1

HAc dengan Ac- merupakan pasangan asam-basa konyugasi.


H3O+ dengan H2O merupakan pasangan asam-basa konyugasi.

2) H2O(l) + NH3(aq)   NH4+(aq) + OH-(aq)


    asam-1   basa-2          asam-2     basa-1

H2O dengan OH- merupakan pasangan asam-basa konyugasi.


NH4+ dengan NH3 merupakan pasangan asam-basa konyugasi.

Pada contoh di atas terlihat bahwa air dapat bersifat sebagai asam (proton donor)
dan sebagai basa (proton akseptor). Zat atau ion atau spesi seperti ini bersifat
ampiprotik (amfoter).

B. Stokiometri Larutan

Pada stoikiometri larutan, di antara zat-zat yang terlibat reaksi, sebagian atau
seluruhnya berada dalam bentuk larutan.

41
1. Stoikiometri dengan Hitungan Kimia Sederhana

Soal-soal yang menyangkut bagian ini dapat diselesaikan dengan cara


hitungan kimia sederhana yang menyangkut hubungan kuantitas antara suatu
komponen dengan komponen lain dalam suatu reaksi.

Langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah:


a. menulis persamann reaksi
b. menyetarakan koefisien reaksi
c. memahami bahwa perbandingan koefisien reaksi menyatakan perbandingan
mol

Karena zat yang terlibat dalam reaksi berada dalam bentuk larutan, maka mol
larutan dapat dinyatakan sebagai:

n=V.M

dimana:

n = jumlah mol
V = volume (liter)
M = molaritas larutan

Contoh:

Hitunglah volume larutan 0.05 M HCl yang diperlukan untuk melarutkan 2.4
gram logam magnesium (Ar = 24).

Jawab:

Mg(s) + 2HCl(aq) MgCl2(aq) + H2(g)


24 gram Mg = 2.4/24 = 0.1 mol
mol HCl = 2 x mol Mg = 0.2 mol
volume HCl = n/M = 0.2/0.25 = 0.8 liter

 
2. Titrasi

Titrasi adalah cara penetapan kadar suatu larutan dengan menggunakan


larutan standar yang sudah diketahui konsentrasinya. Motode ini banyak
dilakukan di laboratorium. Beberapa jenis titrasi, yaitu:
1. titrasi asam-basa
2. titrasi redoks
3. titrasi pengendapan

Contoh:

1. Untuk menetralkan 50 mL larutan NaOH diperlukan 20 mL larutan 0.25 M

42
HCl.
Tentukan kemolaran larutan NaOH !

Jawab:

NaOH(aq) + HCl(aq) NaCl(aq) + H2O(l)


mol HCl = 20 x 0.25 = 5 m mol
Berdasarkan koefisien reaksi di atas.
mol NaOH = mol HCl = 5 m mol
M = n/V = 5 m mol/50mL = 0.1 M

2. Sebanyak 0.56 gram kalsium oksida tak murni dilarutkan ke dalam air.
Larutan ini tepat dapat dinetralkan dengan 20 mL larutan 0.30 M
HCl.Tentukan kemurnian kalsium oksida (Ar: O=16; Ca=56)!

Jawab:

CaO(s) + H2O(l) Ca(OH)2(aq)


Ca(OH)2(aq) + 2 HCl(aq) CaCl2(aq) + 2 H2O(l)
mol HCl = 20 x 0.30 = 6 m mol
mol Ca(OH)2 = mol CaO = 1/2 x mol HCl = 1/2 x 6 = 3 m mol
massa CaO = 3 x 56 = 168 mg = 0.168 gram
Kadar kemurnian CaO = 0.168/0.56 x 100% = 30%

43
BAB X
ZAT RADIOAKTIF

A. Keradioaktifan Alam

Definisi : Bagian dari ilmu kimia yang mempelajari unsur-unsur yang bersifat radiokatif

MACAMNYA

KERADIOAKTIFAN ALAM

- Terjadi secara spontan

Misalnya: 92238 U   90
224
Th + 24 He

1. Jenis peluruhan

a. Radiasi Alfa
    - terdiri dari inti 24 He
    - merupakan partikel yang massif
    - kecepatan 0.1 C
    - di udara hanya berjalan beberapa cm sebelum menumbuk
      molekul udara

b. Radiasi Beta
    - terdiri dari elektron -10 e atau -10 beta
    - terjadi karena perubahan neutron 01 n 1
1
p + -10 e
    - di udara kering bergerak sejauh 300 cm

c. Radiasi Gamma
    - merupakan radiasi elektromagnetik yang berenergi tinggi
    - berasal dari inti
    - merupakan gejala spontan dari isotop radioaktif

d. Emisi Positron
     - terdiri dari partikel yang bermuatan positif dan hampir sama
      dengan elektron
    - terjadi dari proton yang berubah menjadi neutron 1 1 p 1 0
0 n + +1 e

e. Emisi Neutron
     - tidak menghasilkan isotop unsur lain

 
2. Kestabilan inti

44
- Pada umumnya unsur dengan nomor atom lebih besar dari 83
  adalah radioaktif.
- Kestabilan inti dipengaruhi oleh perbandingan antara neutron dan
  proton di dalam inti.

    * isotop dengan n/p di atas pita kestabilan menjadi stabil dengan
       memancarkan partikel beta.
    * isotop dengan n/p di bawah pita kestabilan menjadi stabil
       dengan menangkap elektron.
    * emisi positron terjadi pada inti ringan.
    * penangkapan elektron terjadi pada inti berat.

 
3. Deret keradioaktifan

Deret radioaktif ialah suatu kumpulan unsur-unsur hasil peluruhan suatu


radioaktif yang berakhir dengan terbentuknya unsur yang stabil.

a. Deret Uranium-Radium

    Dimulai dengan  92 238 U dan berakhir dengan  82 206 Pb

b. Deret Thorium

    Dimulai oleh peluruhan  90 232 Th dan berakhir dengan  82 208 Pb

c. Deret Aktinium

    Dimulai dengan peluruhan 92 235 U dan berakhir dengan  82 207 Pb

d. Deret Neptunium

    Dimulai dengan peluruhan  93 237 Np dan berakhir dengan  83 209 


    Bi

B. Keradioaktifan Buatan, Rumus Dan Ringkasan

KERADIOAKTIFAN BUATAN

Perubahan inti yang terjadi karena ditembak oleh partikel.

Prinsip penembakan:

o Jumlah nomor atom sebelum penembakan = jumlah nomor atom setelah


penembakan.

45
o Jumlah nomor massa sebelum penembakan = jumlah nomor massa setelah
penembakan.

Misalnya:  714 N +  24 He   8
17
O + 11 p

RUMUS

k = (2.3/t) log (No/Nt)

k = 0.693/t1/2

t = 3.32 . t1/2 . log No/Nt

k = tetapan laju peluruhan


t = waktu peluruhan
No = jumlah bahan radioaktif mula-mula
Nt = jumlah bahan radioaktif pada saat t
t1/2 = waktu paruh

RINGKASAN

1. Kestabilan inti: umumnya suatu isotop dikatakan tidak stabil bila:


a. n/p > (1-1.6)  
b. e > 83 

e = elektron
n = neutron
p = proton

2. Peluruhan radioaktif:
a. Nt = No . e-1
b. 2.303 log No/Nt = k . t
c. k . t1/2 = 0.693
d. (1/2)n = Nt/No
    t1/2 x n = t

No = jumiah zat radioaktif mula-mula (sebelum meluruh)


Nt = jumiah zat radioaktif sisa (setelah meluruh)
k = tetapan peluruhan
t = waktu peluruhan

46
t1/2 = waktu paruh 
n = faktor peluruhan

Contoh:

1. Suatu unsur radioaktif mempunyai waktu paruh 4 jam. Dari sejumlah No unsur
tersebut setelah 1 hari berapa yang masih tersisa ?

Jawab:

t1/2 = 4 jam ; t= 1 hari = 24 jam


t1/2 x n = t n = t/t1/2 = 24/4 = 6
(1/2)n = Nt/No (1/2)6 = Nt/No Nt = 1/64 No

2. 400 gram suatu zat radioaktif setelah disimpan selama 72 tahun ternyata masih
tersisa sebanyak 6.25 gram. Berapakah waktu paruh unsur radioaktif tersebut ?

Jawab:

No = 400 gram
Nt = 6.25 gram
t = 72 tahun

(1/2)n = Nt/No = 6.25/400 = 1/64 = (1/2)6

n = 6 (n adalah faktor peluruhan)

t = t1/2 x n  t1/2 = t/n = 72/6 = 12 tahun

47
BAB XI
KIMIA LINGKUNGAN

DEFINISI
Bagian dari ilmu kimia yang mempelajari pengaruh dari bahan kimia terhadap
lingkungan.

KETENTUAN
Kimia lingkungan mempelajari zat-zat kimia yang penggunaannya dapat
menguntungkan dibidang kemajuan teknologi tetapi hasil-hasil sampingannya
merugikan, serta cara pencegahannya.

MACAMNYA
1. Pencemaran udara
2. Pencemaran air
3. Pencemaran tanah

1. Pencemaran udara
a.
Karbon monoksida (CO)
- tidak berwarna dan tidak barbau
  - bersifat racun karena dapat berikatan dengan hemoglobin CO+Hb
COHb
- kemampuan Hb untuk mengikat CO jauh lebih besar dan O2, 
  akibatnya darah kurang berfungsi sebagai pengangkut 02
b.
Belerangdioksida (SO2)
- berasal dari: gunung api, industri pulp dengan proses sulfit dan 
    hasil pembakaran bahan bakar yang mengandung belerang (S)
- warna gas : coklat
- bersifat racun bagi pernafasan karena dapat mengeringkan 
  udara
c.
Oksida nitrogen (NO dan NO2)
- pada pembakaran nitrogen, pembakaran bahan industri dan 
 
  kendaraan bermotor
- di lingkungan yang lembab, oksida nitrogen dapat membentuk 
  asam nitrat yang bersifat korosif

48
d. Senyawa karbon
- dengan adanya penggunaan dari beberapa senyawa karbon di 
     bidang pertanian, kesehatan dan peternakan, misalnya 
   kelompok organoklor
- organoklor tersebut: insektisida, fungisida dan herbisida
2. Pencemaran air
  a. Menurunnya pH air memperbesar sifat korosi air pada Fe dan dapat
mengakibatkan terganggunya kehidupan organisme air.
  b. Kenaikan suhu air mengakibatkan kelarutan O2 berkurang.
  c. Adanya pembusukan zat-zat organik yang mengubah warna, bau dan rasa
air.
Syarat air sehat:
- tidak berbau dan berasa
- harga DO tinggi dan BOD rendah
3. Pencemaran tanah
  - Adanya bahan-bahan sintetik yang tidak dapat dihancurkan oleh 
  mikroorganisme seperti plastik.
- Adanya buangan kimia yang dapat merusak tanah.
4. Dampak polusi
  JENIS
DAMPAK
POLUTAN
CO Racun sebab afinitasnya terhadap Hb besar
Peningkatan radiasi ultra violet sebab NO menurunkan
NO
kadar O3 (filter ultra violet)
Freon sda
NO2 Racun paru
Minyak Ikan mati sebab BOD naik
Limbah industri Ikan mati sebab BOD naik
Pestisida Racun sebab pestisida adalah organoklor
Pupuk Tumbuhan mati kering sebab terjadi plasmolisis cairan sel

49
DAFTAR PUSTAKA

Achmad, Peter dan Tupamahu, M. S. 2001. Penuntun Belajar Kimia Stoikiometri


dan Energitika. Bandung :: PT. Cipta Aditya.

Athur, Godman. 2002. KamusSainsBergambar. Purwokerto: PT. Mandiri.

Atkins, Peter & Jones, Loretta . 1997 .  Chemistry Molekules Matters and Change
3rd Edition . New York   U.S.A :  W. H Freeman and Company.

Brady, James E . 2000. Kimia Universitas Asas dan Struktur. Jakarta : Binarupa
Aksara.

Day, R.A dan Underwood, A.L.2001. Analisis Kimia Kuantitas. Jakarta :


Erlangga.

Day, R.A.2001. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga.

Gebelin, Charles G. 2003. Cemistry and Our World. Dubugue. I. A. U.S.A : Wm.
C Brown Publishers.

Keenan, UK, Kleinfester DC, Demwood JA. 1989. Kimia untuk Universitas.
Jakarta : Erlangga.

Koenan, dkk.1989.Kimia UntukUniversitas. Jakarta Erlangga.

Petruci, Ralp H dan Suminar. 1987. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern.
Jakarta : Erlangga.

Purwoko, Agus Abhr.2006. Kimia DasarJilid 1.Mataram: Mataram University


Press.

Rivai, Harrizul.1994.Asas Pemeriksaan Kimia. Padang: UI Press.

Suhendra, dkk. 2006. Penuntun Praktikum Kimia Dasar I. Mataram : Universitas


Mataram.

50
Sukardjo, Drs. 1985. Kimia Koordinasi. Jakarta : PT. Bina Aksara.

Syukri, S. 1999. Kimia Dasar I. Bandung : ITB.

Syukri.1999. Kimia Dasar Jilid 2.Bandung: UI Press.

Timberlake, Karen C. 2004. Chemistry Stroctores Of Life.

San Francisco, U.S.A : Pearson Benjamin Comnings.

Utami, Budi dan Nugroho, Agung. 2009. Kimia Dasar Universitas. Jakarta :
Erlangga.

Vogel. 1985. Kimia Dasar. Bandung : Remaja Karya.

51

Anda mungkin juga menyukai