Anda di halaman 1dari 9

STUDI KARAKTER MORFOLOGI, POLA DISTRIBUSI, DAN

PREFERENSI MIKROHABITAT KATAK POHON EMAS (Philautus


aurifasciatus) DI TAMAN HUTAN RAYA RADEN SOERJO

Hana Putra Wicesa1, Ibrohim2, dan Sofia Ery Rahayu2


Program Studi Biologi, FMIPA, Universitas Negeri Malang
2
Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Negeri Malang
e-mail: 1wicesa@gmail.com

ABSTRAK: Taman Hutan Raya Raden Soerjo merupakan kawasan konservasi di Provinsi Jawa
Timur yang memiliki beranekaragam biota, salah satunya katak pohon emas (Philautus
aurifasciatus). Tujuan penelitian ini untuk mengetahui karakter morfologi, pola distribusi, dan
preferensi mikrohabitat katak pohon emas. Pengambilan spesimen dilakukan mulai pukul 19.0024.00 WIB di dua tempat, yaitu Hutan Cangar dan Hutan Lemahbang dengan metode Visual
Encountering Surveys (VES) pada Sampling Kuadrat dalam Transek. Karakter morfologi
menunjukkan lima variasi corak warna, pola distribusi populasinya cenderung mengelompok, dan
preferensi mikrohabitat dengan vegetasi Paku, Pandan, dan Palem.
Kata kunci: Morfologi, Distribusi, Mikrohabitat, Katak Pohon Emas, Taman Hutan Raya Raden
Soerjo

PENDAHULUAN
Taman Hutan Raya Raden Soerjo (Tahura R. Soerjo) merupakan salah satu
kawasan konservasi Indonesia yang terletak di Provinsi Jawa Timur dan menjadi
taman hutan raya terbesar di Pulau Jawa selain Taman Hutan Raya Ir. Juanda di
Lembang, Jawa Barat. Tahura R. Soerjo meliputi wilayah Kota Batu, Kabupaten
Mojokerto, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Malang, dan Kabupaten Jombang.
Tahura R. Soerjo memiliki 163 mata air dan beberapa Obyek Wisata Alam
(OWA), namun dari jumlah tersebut beberapa kawasan yang mudah untuk diakses
adalah OWA Cangar, Watu Ondo, dan hutan lindung Lemahbang (UPT Tahura R.
Soerjo, 2010).
Tahura R. Soerjo pernah menjadi tempat penelitian untuk mengkaji
keanekaragaman hayatinya pada tahun 2012 oleh Organisasi Foto Biodiversitas
Indonesia (FOBI). Penelitian yang dilakukan selama seminggu ini masih terpusat
di kawasan Cangar dan Watu Ondo. Hasil penelitian ini diantaranya dari kelas
Amfibi yang menemukan katak serasah (Leptobrachium haseltii), katak bertanduk
(Megophrys montana), kongkang jeram (Huia masonii), katak pohon emas
(Philautus aurifasciatus), dan katak pohon bergaris (Polypedates leucomystax),
tetapi hanya katak pohon emas yang ditemukan di dua kawasan, yaitu Cangar dan
Watu Ondo (Taufiqurrahman, 2012).
Katak pohon emas (Philautus aurifasciatus) merupakan salah satu spesies
dari genus Philautus (Famili Rhacophoridae) yang merupakan jenis umum di
Pulau Jawa. Genus Philautus merupakan salah satu jenis katak pohon yang
berukuran kecil dibandingkan genus lainnya (Iskandar, 1998). Habitat katak

pohon emas menurut Iskandar dan Mumpuni (2004), yaitu tumbuhan bawah dan
beberapa pohon dengan medan yang cukup landai.
Populasi katak pohon emas yang berada di hutan sepanjang aliran sungai
Kromong di Cangar dan Lemahbang tentunya memilih mikrohabitat yang
mendukung daya adaptasi untuk tetap eksis dengan peran ekologisnya. Merujuk
dari hasil penelitian sebelumnya di Tahura R. Soerjo sehingga dianggap perlu
untuk mengetahui karakter morfologi, pola distribusi, preferensi mikrohabitat
serta pengaruh faktor abiotik terhadap kelimpahan katak pohon emas agar dapat
dijadikan sebagai rujukan dalam menentukan perannya dalam penilaian tingkat
status konservasi di kawasan Tahura R. Soerjo.
METODE
Penelitian ini bersifat deskriptif eksploratif bertujuan untuk
mengungkapkan karakter morfologi, pola distribusi, dan preferensi mikrohabitat
katak pohon emas di Tahura R. Soerjo. Penelitian ini akan dilaksanakan selama
bulan Maret-Mei 2013 di hutan sekitar sungai Kromong yang berada di Cangar
dan Lemahbang, Tahura R. Soerjo. Obyek penelitian ini adalah seluruh individu
katak pohon emas yang teramati dan diambil di hutan sekitar sungai Kromong
yang berada di Cangar dan Lemahbang, Tahura R. Soerjo.
Penentuan lokasi berdasarkan hasil penelitian oleh FOBI tahun 2012 dan
informasi dari petugas setempat yang berada di hutan dengan vegetasi yang masih
alami, yaitu hutan sekitar sungai Kromong di kawasan Cangar dan Lemahbang.
Penentuan titik sampling dimodifikasi dari penjelasan Kusrini (2009) bahwa
metode sampling kuadrat dalam transek ini biasa digunakan untuk mempelajari
amfibi yang berada di lantai hutan atau dekat badan sungai. Panjang transek yaitu
100 m dengan lima plot berukuran 20 x 20 m. Plot diletakkan dari tepi sungai
menuju hutan secara tegak lurus tanpa adanya jarak antara setiap plot (belt
transect). Transek yang diletakkan di Cangar dan Lemahbang menunjukkan
gradien lingkungan, yaitu dari tepi sungai menuju daerah hutan.
Pengambilan data dengan menggunakan metode Visual Encounter Surveys
(VES) pada 5 plot selama 6 hari di setiap lokasi. Pada malam hari pertama
menjelajahi semua titik yang sudah ditentukan kemudian menangkap sampel yang
terlihat menggunakan tangan, kemudian memasukkan sampel ke dalam kotak
berisi air untuk disimpan. Data pendukung diambil dengan mengukur ketinggian
titik ditemukannya sampel dari tanah, jarak titik dari badan sungai terdekat, suhu
udara, pH tanah, suhu tanah, dan mengidentifikasi vegetasi ditemukannya sampel.
Pengukuran morfometri berdasarkan parameter yang sudah ditentukan serta
pendeskripsian morfologi melalui pengamatan langsung yang dicocokkan dengan
deskripsi dari literatur dan mengawetkannya.
Data kelimpahan katak pohon emas untuk menentukan korelasi perbedaan
tempat terhadap karakter morfologi katak pohon emas dianalisis menggunakan uji
statistik Anava Tunggal. Pola distribusi dianalisis menggunakan rumus indeks
dispersi Morisita (Brower dalam Ridho dkk., 2012) sebagai berikut.
Id =
Id

= Indeks distribusi Morisita

N
n
xi2

= Jumlah seluruh individu dalam total n


= Jumlah seluruh plot pengambilan sampel
= Kuadrat jumlah katak pohon emas per plot untuk total n plot

Nilai indeks Morisita yang diperoleh diinterpretasikan sebagai berikut.


Id < 1, pemencaran individu cenderung acak
Id = 1, pemencaran individu bersifat seragam
Id > 1, pemencaran individu cenderung berkelompok

Preferensi mikrohabitat dan korelasi parameter abiotik terhadap


kelimpahan katak pohon emas dianalisis menggunakan uji statistik Regresi Linier.
Pengaruh tempat yang berbeda terhadap kelimpahan individu katak pohon emas
dianalisis menggunakan uji statistik, yaitu Uji Beda. Semua uji statistik yang
digunakan dalam analisis data dilakukan menggunakan program SPSS 16.0 for
Windows.
HASIL PENELITIAN
1. Karakter Morfologi Katak Pohon Emas
Katak pohon emas yang ditemukan di daerah Cangar memiliki ukuran
kepala besar dengan moncong yang pendek, jari tangannya hanya berselaput di
bagian dasar sedangkan jari kaki berselaput setengahnya saja. Kulit bagian dorsal
memiliki sedikit tuberkel kecil dan granular pada sisi tenggorokan, perut, serta sisi
bawah paha, jarak lubang hidung sejauh jarak kedua matanya, dan tumit mencapai
ujung moncong. Corak warna tubuhnya cokelat kekuningan, cokelat, hijau, dan
merah gelap, sedangkan di daerah Lemahbang memiliki corak berwarna cokelat
kehitaman dan kehijauan. Hasil pengukuran morfometri pada setiap sampel yang
diperoleh di daerah Cangar dan Lemahbang disajikan pada Tabel 1 sedangkan
variasi corak warna pada sampel disajikan pada Tabel 2 dan 3 sebagai berikut.
Tabel 1 Rerata Morfometri Sampel yang Diperoleh dari Cangar dan
Lemahbang
No
(1)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Parameter
(2)
SVL (Panjang Tubuh)
NN (Jarak Lubang Hidung)
IO (Jarak Terdekat Mata)
EW (Jarak Terjauh Mata)
HW (Lebar Kepala)
THL (Panjang Paha)
TFL (Panjang Tibia-Fibula)
ED (Diameter Mata)
SL (Panjang Moncong)
TD (Diameter Membran Timphani)
HND (Panjang Tangan)
WD (Lebar Piringan Kaki)
FOT (Panjang Kaki)

Cangar
(3)
2,10 cm
0,26 cm
0,47 cm
0,77 cm
0,81 cm
1,13 cm
1,14 cm
0,24 cm
0,38 cm
0,14 cm
0,60 cm
0,19 cm
0,84 cm

Lemahbang
(4)
1,63 cm
0,20 cm
0,33 cm
0,56 cm
0,64 cm
0,93 cm
0,90 cm
0,19 cm
0,26 cm
0,11 cm
0,45 cm
0,08 cm
0,57 cm

Tabel 2 Deskripsi Morfologi Katak Pohon Emas di Cangar


No.
(1)
1

Gambar
(2)

Deskripsi
(3)
Corak warna kulit bagian dorsal
cokelat keabu-abuan.

Corak warna kulit bagian dorsal


cokelat tua bergaris kuning kehijauan.

Corak warna kulit bagian dorsal kuning


kehijauan bergaris cokelat.

Corak warna kulit bagian dorsal


cokelat muda dengan sisi lateral bercak
kuning.

Corak warna kulit bagian dorsal


cokelat kemerahan bergaris kuning
kehijauan.

Corak warna kulit bagian dorsal hijau


terang bergaris hitam.

Tabel 3 Deskripsi Katak Pohon Emas di Lemahbang

No.
(1)
7

Gambar
(2)

Deskripsi
(3)
Corak warna kulit bagian dorsal merah
bergaris kuning pada ekstremitas
belakang.

Corak warna kulit bagian dorsal hijau


gelap bergaris cokelat.

Corak warna kulit bagian dorsal hijau


pudar bergaris keabu-abuan.

10

Corak warna kulit bagian dorsal cokelat


gelap bergaris keabu-abuan pada
ekstremitas belakang.

2.

Pola Distribusi Katak Pohon Emas


Jumlah katak pohon emas atau kelimpahan individu yang diperoleh di
daerah Cangar selama penelitian sebanyak 13 individu, sedangkan di daerah
Lemahbang sebanyak 10 individu. Hasil analisis pola distribusi dari daerah
Cangar dan Lemahbang pada Tabel 4 berikut ini.
Tabel 4 Pola Distribusi Katak Pohon Emas Berdasarkan Indeks Dispersi
Morisita di Daerah Cangar dan Lemahbang
Standarisasi
Indeks Morisita
(5)
Mc > Id > 1,0
Mc > Id > 1,0

Lokasi

Id

Mu

Mc

(1)
Cangar
Lemahbang

(2)
1,68
1,44

(3)
0,71
0,61

(4)
1,79
1,79

Keterangan: Id
Ip

= Indeks dispersi Morisita


= Standarisasi indeks dispersi Morisita

3.

Mu
Mc

Ip

Pola Sebaran

(6)
0,43
0,28

(7)
Mengelompok
Mengelompok

= Indeks keseragaman
= Indeks pengelompokan

Preferensi Mikrohabitat
Preferensi mikrohabitat yang dilakukan katak pohon emas di daerah
Cangar dan Lemahbang wilayah Tahura R. Soerjo diketahui melalui pengukuran
parameter abiotik dan vegetasi. Rerata parameter di daerah Cangar, yaitu jarak
individu terhadap sungai sebesar 4,38 m, ketinggian individu saat melekat pada

vegetasi terhadap permukaan tanah sebesar 0,44 m, suhu udara sebesar 19,03 oC,
kelembaban udara sebesar 75,68%, suhu tanah sebesar 14,26oC, dan pH tanah
sebesar 6,97. Rerata parameter di daerah Lemahbang, yaitu jarak individu
terhadap sungai sebesar 9,79 m, ketinggian individu saat melekat pada vegetasi
terhadap permukaan tanah sebesar 0,45 m, suhu udara sebesar 18,66oC,
kelembaban udara sebesar 69,06%, suhu tanah sebesar 14,59oC, dan pH tanah
sebesar 6,95. Vegetasi yang dominan digunakan katak pohon emas di kedua
daerah adalah tumbuhan Paku dan Pandan.
PEMBAHASAN
Karakter morfologi katak pohon emas berupa tekstur kulit, corak warna
kulit, bentuk kepala, dan bentuk tubuh yang diperoleh dari daerah Cangar dan
Lemahbang menunjukkan hasil yang tidak berbeda secara signifikan. Hasil
penelitian tentang karakter morfologi katak pohon emas yang telah dilakukan di
Cangar dan Lemahbang ini didukung dengan penelitian terdahulu pada genus
Philautus, yaitu pernyataan Dehling (2010) bahwa karakter kelompok Philautus
aurifasciatus memiliki bentuk moncong bulat jika dilihat dari dorsal, bantalan
nuptial (terlihat saat masa kawin) yang lembut, corak warna bagian dorsal kuning
kecokelatan dengan garis samar saat malam hari dan saat siang hari berwarna
cokelat muda dengan tanda berwarna gelap, terdapat corak kuning cerah di sisi
anterolateral paha, pangkal paha, dan panggul, serta iris berwarna cokelat
keemasan saat hidup.
Hasil pengukuran parameter morfometri pada setiap sampel katak pohon
emas di daerah Cangar dan Lemahbang menunjukkan bahwa parameter SVL
memiliki perbedaan secara signifikan dan parameter TD menunjukkan tidak ada
perbedaan secara nyata berdasarkan uji Anova Univarian (Anava Tunggal).
Ukuran SVL dari daerah Cangar sebesar 2,10 cm dan daerah Lemahbang sebesar
1,63 cm menunjukkan perbedaan dengan signifikasi sebesar 0,000. Ukuran TD
dari daerah Cangar sebesar 0,14 cm dan daerah Lemahbang sebesar 0,11 cm
menunjukkan tidak berbeda nyata. Dehling (2010) menyatakan bahwa holotype
Philautus juliandringi di daerah Taman Nasional Gunung Mulu, Serawak,
Malaysia memiliki ukuran SVL sebesar 0,33 mm sedangkan pada paratype di
daerah yang sama memiliki ukuran SVL sebesar 19,7 mm. Lebih lanjut Dehling
menjelaskan bahwa spesies yang termasuk dalam kelompok Philautus
aurifasciatus (kekerabatan genetiknya dekat) ukuran SVL jantan dewasa berkisar
kurang dari 20,1 mm. Meegaskumbura dan Manamendra-Arachci (2005)
menyatakan bahwa jantan dewasa Philautus frankenbergi di Taman Nasional
Horton Plains, Sri Lanka, memiliki ukuran SVL berkisar 26,7-29,3 mm,
sedangkan Philautus mittermeieri di hutan Beraliya, Sri Lanka, pada jantan
memiliki ukuran SVL berkisar 16,3-18,4 mm.
Kelimpahan mempengaruhi pola distribusi populasi katak pohon emas di
kedua daerah seperti yang dijelaskan oleh Krebs dalam Basiri, dkk. (2011) bahwa
pola distribusi diketahui melalui perhitungan indeks terhadap kelimpahannya.
Pola distribusi katak pohon emas di daerah Cangar dengan nilai Id sebesar 1,68
dan Ip sebesar 0,43 sedangkan di daerah Lemahbang dengan nilai Id 1,44 sebesar
dan Ip sebesar 0,28. Nilai indeks dispersi Morisita dari kedua daerah yang tidak
berbeda secara signifikan menunjukkan kecenderungan untuk mengelompok.

Kecenderungan ini diduga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan seperti jenis


vegetasi, suhu udara, kelembaban udara, suhu tanah, pH tanah dan lokasi
pengambilan sampel (jarak terhadap sungai berair panas atau dingin). Hasil
penelitian pola distribusi di daerah Cangar dan Lemahbang diasumsikan sesuai
dengan penelitian sebelumnya oleh Heyer (1998) menyatakan bahwa spesies
Amfibi di hutan Boraceia memiliki distribusi yang terbatas dibandingkan spesies
di luar hutan (kawasan terbuka) yang distribusinya lebih luas, selain itu usia relatif
setiap individu dan variasi geografis menimbulkan fluktuasi pada populasinya.
Johnson dalam Graeter (2005) menjelaskan bahwa intuisi pergerakan yang
dilakukan individu merupakan reaksi terhadap kondisi bentang alam habitatnya.
Effendie dalam Martanti (2001) menyatakan bahwa pola distribusi merupakan
ekspresi dari perilaku individu-individu (penyusun kelimpahan) di dalam populasi
terhadap kondisi lingkungan di sekitarnya. Lebih lanjut kondisi lingkungan,
seperti suhu udara, kelembaban udara, suhu tanah, dan pH tanah berfluktuasi akan
membuat populasi tersebut mengelompok.
Preferensi mikrohabitat katak pohon emas terhadap jenis vegetasi di
daerah Cangar, menunjukkan bahwa pada Dypsis lutescens menjadi vegetasi
dengan frekuensi kemunculan katak terbanyak, yaitu sebanyak lima kali
perjumpaan disusul Pandanus furcatus dan Psychotria viridis yang masingmasing sebanyak dua kali perjumpaan. Preferensi mikrohabitat katak pohon emas
terhadap jenis vegetasi di daerah Lemahbang, menunjukkan bahwa pada Pteris
sp.2, Pteris excelsa, dan Pandanus furcatus menjadi vegetasi dengan frekuensi
kemunculan katak yang sama, yaitu sebanyak dua kali perjumpaan. Bawa, dkk.
(2007) menyatakan bahwa hutan daerah Sahyadri-Konkan di Sri Lanka yang
terdapat spesies Philautus merupakan hutan lembab dan evergren dengan tingkat
fragmentasi habitat yang cukup tinggi. Alcala, dkk. dalam Bahir, dkk. (2005)
menyatakan bahwa anggota genus Philautus yang ada di Sri Lanka menggunakan
daun dari vegetasi jenis Pandanus sp., Asplenium sp., dan Musa sp sebagai
sarang. Hasil penelitian yang dilakukan Bawa, dkk. (2007) dan Alcala, dkk. dalam
Bahir dkk. (2005) menunjukkan kemiripan dengan hasil penelitian di Cangar dan
Lemahbang. Kemiripan ini diduga karena kondisi lingkungan yang sesuai untuk
hidup katak genus Philautus memiliki vegetasi penyusun dengan karateristik
berdaun agak tebal dan licin tidak memiliki trikoma.
Hubungan antara parameter abiotik terhadap kelimpahan katak pohon
emas di daerah Cangar dan Lemahbang dikaji melalui parameter suhu udara,
kelembaban udara, suhu tanah, dan pH tanah. Semua parameter abiotik di kedua
daerah menunjukkan pengaruh secara tidak signifikan terhadap kelimpahan katak
pohon emas berdasarkan uji analisis Regresi. Pengaruh yang tidak signifikan ini
berarti semua parameter abiotik yang diukur hanya memberikan sumbangan
sedikit sekali dalam menentukan nilai kelimpahan katak pohon emas yang
diperoleh di Cangar maupun Lemahbang. Touchon dan Warkentin (2011)
menjelaskan bahwa perkembangan ekologis dan plastisitas fenotipik Katak Pohon
Neotropis (Dendropsophus ebraccatus) dipengaruhi secara kompleks oleh variasi
lingkungan (faktor abiotik dan biotik) dalam pengaturan metabolismenya. Jones,
dkk. (2006) menyatakan bahwa salah satu spesies Amfibi, yaitu Aschapus
montanus di Pegunungan Rocky, Amerika habitatnya berada di sekitar DAS
namun karakteristik habitat fisik inherennya (parameter abiotik dan kimia)
berbeda. Jones selanjutnya menjelaskan bahwa perbedaan karakteristik ini dapat

membatasi distribusi dan kelimpahan berudu yang berhubungan dengan fluktuasi


ketersediaan makanan. Morey (1990) menjelaskan bahwa adanya variasi
morfologi dari spesies yang sama menjadi alasan dalam melakukan pemilihan
terhadap mikrohabitat tertentu.
KESIMPULAN
Karakter morfologi yaitu corak warna kulit bagian dorsal katak pohon
emas dari daerah Cangar dan Lemahbang berwarna hijau, cokelat, merah tua, dan
kekuningan. Parameter SVL memiliki perbedaan secara signifikan dan parameter
TD menunjukkan tidak ada perbedaan secara nyata. Pola distribusi populasi katak
pohon emas di daerah Cangar dan Lemahbang berdasarkan nilai Id (indeks
dispersi Morisita) dan Ip (standarisasi indeks dispersi Morisita) cenderung untuk
mengelompok. Preferensi mikrohabitat katak pohon emas berdasarkan jenis
vegetasi di daerah Cangar adalah Dypsis lutescens, Pandanus furcatus, dan genus
Psychotria, sedangkan di daerah Lemahbang adalah Pteris sp., Pandanus
furcatus, genus Ficus, dan famili Rubiaceae. Setiap parameter abiotik
memberikan sumbangan yang kecil terhadap kelimpahan. Faktor lain yang diduga
berpengaruh terhadap kelimpahan Katak Pohon Emas di Taman Hutan Raya
Raden Soerjo adalah iklim.
SARAN
Pada penelitian selanjutnya disarankan untuk menggunakan uji biologi
molekuler untuk menentukan keabsahan klasifikasi taksonomi katak pohon emas
di Tahura R. Soerjo. Mengupayakan juga untuk melakukan penelitian serupa di
lokasi lain dalam wilayah Tahura R. Soerjo.
DAFTAR RUJUKAN
Bahir, Mohomed M.; Meegaskumbura, Madhava; Manamendra-Arachchi, Kelum;
Schneider, Christopher J.; Pethiyagoda, Rohan. 2005. Reproduction and
Terrestrial Direct Development in Sri Lankan Shrub Frogs (Ranidae:
Rhacophorinae: Philautus). The Raffles Bulletin of Zoology No. 12: 339350.
Basiri, Reza; Tabatabaee, Seyyed Abdolhosein; dan Bina, Hamid. 2011. Satiacal
Analysis of Spatial Distribution Pattern for Five Trees Species in
Kurdestan Region. World Journal of Science and Technology 2011, 1(5):
36-42.
Bawa, Kamal S; Das, Arundhati; Krishnaswamy, Jagdish; Karanth, K. Ullas;
Kumar, N. Samba; dan Rao, Manu. 2007. Ecosystem Profile: Western
Ghats and Sri Lanka Biodiversity Hotspot, Western Ghats Region.
Arlington:
Critical
Ecosystem
Partnership
Fund-Conservation
International.
Dehling, Jonas Maximilian. 2010. A new bush frog (Anura: Rhacophoridae:
Philautus) from Gunung Mulu National Park, East Malaysia (Borneo).
Salamandra 46(2): 63-72.
Graeter, Gabrielle Joy. 2005. Habitat Selection and Movement Patterns of
Amphibians in Alteres Forest Habitats. Tesis tidak diterbitkan. Athens:
The University of Georgia.

Heyer, William Ronald. 1998. On Frog Distribution Patterns East of The Andes.
Proceedings of a Workshop on Neotropical Distribution Patterns. Rio de
Janeiro: Academia Brasileira de Ciencias.
Iskandar, Djoko Tjahjono dan Mumpuni. 2004. Philautus aurifasciatus. IUCN
2012. IUCN Red List of Threatened Species. Version 2012.2. (Online),
(www.iucnredlist.org), diakses 22 Januari 2013.
Iskandar, Djoko Tjahjono. 1998. Amfibi Jawa dan Bali. Bogor: Puslitbang Biologi
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Jones, Jason L.; Peterson, Charles R.; dan Baxter, Colden V. 2005. Factors
Influencing Rocky Mountain Tailed Frog (Ascaphus montanus)
Distribution and Abundance. Pocatello: Idaho State University.
Kusrini, Mirza Dikari. 2009. Pedoman Penelitian dan Survei Amfibi di Alam.
Bogor: Fakultas Kehutanan IPB.
Martanti, Dini. 2001. Pola Distribusi dan Struktur Populasi Keong Macan
(Babylonia spirata L.) di Teluk Pelabuhan Ratu Pada Musim Timur.
Skripsi tidak diterbitkan. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Meegaskumbura, Madhava dan Manamendra-Arachchi, Kelum. 2005. Description
of Eight New Species of Shrub Frogs (Ranidae: Rhacophorinae: Philautus)
from Sri Lanka. The Raffles Bulletin of Zoology No. 12: 305-338.
Morey, Steven R. 1990. Microhabitat Selection and Predation in The Pacific
Treefrog, Pseudacris regilla. Journal of Herpetology, Vol. 24, No. 3. Pp.
292-296.
Ridho, Afdhal; Siregar, Yusni Ikhwan; dan Nasution, Syafruddin. 2012. Habitat
dan Sebaran Populasi Kerang Darah (A. granosa) di Muara Sungai
Indragiri Kabupaten Indragiri Hilir.Pekanbaru: Universitas Riau.
Taufiqurrahman, Imam. 2012. Terlalu Banyak Flora dan Fauna. Biodiversitas
Indonesia, Vol. 02.
Touchon, Justin Charles dan Warkentin, Karen Michelle. 2011. Thermally
Contingent Plasticity: Temperature Alters Expression of Predator-Induced
Colour and Morphology in a Neotropical Treefrog Tadpole. Journal of
Animal Ecology Vol. 80: 79-88.
UPT Taman Hutan Raya Raden Soerjo. 2010. Profil Taman Hutan Raya R. Soerjo.
Malang: Pemerintah Provinsi Jawa Timur, Dinas Kehutanan.

Anda mungkin juga menyukai