Anda di halaman 1dari 61

PENGARUH PEMBERIAN PUPUK LIMBAH PT.

SASA INTI YANG


DIPERKAYA DENGAN PENAMBAHAN SUMBER FOSFOR
YANG BERBEDA PADA DOSIS TERTENTU TERHADAP
PRODUKTIVITAS TANAMAN KANGKUNG
(Ipomoea reptans Poir 1)DAN JAGUNG (Zea mays)

SKRIPSI
NINDA NURFATILLAH

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010

ii

RINGKASAN
NINDA NURFATILLAH. D24060059. 2010. Pengaruh Pemberian Pupuk
Limbah PT. Sasa Inti yang Diperkaya dengan Penambahan Sumber Fosfor
yang Berbeda pada Dosis Tertentu terhadap Produktivitas Tanaman Kangkung
(Ipomoea reptans Poir 1) dan Jagung (Zea mays). Skripsi. Departemen Ilmu
Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Dr. Ir. Panca Dewi M.H.K.S., M. Si.
Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc. Agr.
Pabrik pembuatan Monosodium Gluamat (MSG) yaitu PT. Sasa Inti dalam
kegiatan produksinya menghasilkan limbah yang disebut Sipramin. Sipramin adalah
sisa proses asam amino yang merupakan hasil sisa fermentasi asam amino (glutamate
dan L-lysine) merupakan bahan organik cair yang berasal dari hasil samping
pembuatan penyedap masakan (MSG), dari bahan baku tetes tebu. Sipramin dapat
digunakan sebagai pupuk cair karena mengandung unsur hara makro N, P, K, Ca,
Mg, dan beberapa unsur mikro seperti Cu, dan Zn selain unsur lainnya (Mulyadi dan
Lestari, 1993; Tim Ahli Bimas Jawa Timur, 1995). Sipramin terdiri dari dua jenis
yaitu GM (Glutamat Monosodium) dan Saritana. Limbah yang belum mengalami
pengolahan disebut GM, sedangkan saritana adalah limbah yang sudah mengalami
pengolahan. Limbah ini (GM) digunakan sebagai pupuk dengan penambahan sumber
unsur hara N, P, dan K. Selain kandungan N, P, dan K juga memperhatikan pH
pupuk tersebut. Dengan pengaturan kandungan hara pupuk ini diharapkan dapat
memenuhi kebutuhan tanaman kangkung dan jagung sehingga produktivitasnya
tinggi.
Penelitian ini menggunakan dua macam tanaman yaitu kangkung dan jagung.
Penelitian pada kangkung menggunakan dua faktor yaitu faktor A adalah jenis pupuk
antara lain GMA (pupuk GM+asam phospat), GMG (pupuk GM+Guano), GMT
(pupuk GM+tepung tulang), GMS (pupuk GM+SP18), GMF (pupuk GM+guano+isi
rumen), GMR (pupuk GM+tepung tulang+isi rumen), K-1 (kontrol positif) sebagai
pembanding, K-2 (kontrol negatif) dan faktor B adalah dosis dari pupuk tersebut
yaitu Dosis 1, 2, dan 3ml/lubang tanam, sedangkan pada jagung hanya menggunakan
tiga jenis pupuk yaitu GMA, GMG, dan GMF dengan masing-masing terdiri dari dua
dosis yaitu 30 dan 60 ml. Faktor B pada jagung adalah jenis media tanam, P1 adalah
media tanam dengan penambahan pupuk kompos dan P0 adalah media tanam tanpa
penambahan pupuk kompos. Rancangan yang digunakan dalam peneliian ini adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial. Peubah yang diamati pada tanaman
kangkung antara lain pertambahan tinggi vertikal, pertambahan jumlah daun,
produksi akar kering, dan produksi tajuk kering, sedangkan pada tanaman jagung
peubah yang diamati antara lain pertambahan tinggi tanaman, pertambahan jumlah
daun, pertambahan diameter batang, produksi akar kering, produksi tajuk kering,
jumlah tongkol dan produksi klobot. Berdasarkan hasil sidik ragam, pengaruh
pemberian pupuk GM dengan penambahan sumber fosfor yang berbeda terhadap
pertambahan tinggi tanaman kangkung (Ipomoea reptans Poir 1) menunjukkan hasil
yang sangat nyata (P<0,01). Tanaman kangkung yang mendapat pemberian pupuk
GMA memiliki nilai tertinggi dibandingkan pupuk yang lainnya. Dosis tidak
memberikan pengaruh dan tidak terjadi interaksi. Berbeda pada variabel yang lain.

iii

Hasil perlakuan terhadap pertambahan jumlah daun dan produksi akar kering tidak
berbeda nyata. Pemberian dosis pupuk memberikan pengaruh yang nyata (p<0,05)
terhadap produksi tajuk kering kangkung dimana dosis terbaik adalah dosis 3 ml. K1 memiliki nilai yang paling tinggi dibandingkan perlakuan yang lainnya. K-1
merupakan perlakuan dengan pemberian pupuk ponska yang memiliki kandungan N,
P, dan K berturut-turut 15, 15, dan 15%. Pupuk GM yang terbaik adalah GMA.
Terlihat pada semua vaiabel yang diamati kangkung dengan perlakuan GMA
memiliki nilai rataan tertinggi dibandingkan dengan pupuk GM lainnya. Hal ini
disebabkan oleh kandungan NPK pada GMA lebih tinggi dibandingkan dengan
pupuk GM lainnya. Namun hasil ini belum menunjukkan adanya peningkatan
produktivitas terhadap tanaman kangkung.
Penelitian pada tanaman jagung berbeda dengan tanaman kangkung.
Perlakuan pada tanaman jagung hanya menggunakan tiga macam pupuk hasil terbaik
pada penelitian kangkung yaitu GMA, GMG, dan GMF. Hasil sidik ragam perlakuan
terhadap tanaman jagung memberikan hasil yang sangat nyata (P<0.01) untuk semua
variabel yang diamati. Pemberian pupuk kompos memberikan hasil yang nyata pula
dan terjadi interaksi pada perlakuan ini kecuali pada variabel pertambahan diameter
batang dan produksi klobot. Jika dilihat secara keseluruhan kombinasi pupuk GM
dengan penambahan pupuk kompos dapat meningkatkan produktivitas jagung. Pupuk
GMA tanpa pupuk kompos memberikan hasil yang cukup baik, setara dengan
penggunaan kompos.
Kata-kata kunci : limbah monosodium glutamat, kangkung, jagung, pemupukan,
pupuk kompos.

iv

ABSTRACT
Influence of Added Fertilizer of Pabrik Sasa Waste (GM) Which Giving
Phospor Sources That Different at Certain Dosage for Kangkong
(Ipomae reptans Poir 1) and Corn (Zea mays) Productivity
Nurfatillah, N., P. D. Manu Hara Karti, L. Abdullah
Monosodium Glutamat (MSG) industry-by-product was used as organic fertilizer to
improve productivity of Ipomoea and Corn. The study was conducted to investigate
the effect of different organic fertilizer combination on Ipomoea and Corn
production. The organic fertilizer combinations consisted of GMA (GM + phosphat
acid), GMG (GM + Guano), GMT (GM + bone meal), (GM + SP18), GMF (GM +
Guano + rumens content), and GMR (GM + bone meal + rumens content) were
combined with 3 levels of fertilizer applications. Factorial Completely Randomized
Design with 3 replications was used. Growth and production of experimental plants
consisting of vertical height, production of leaf, shoot dry weight and root dry weight
were observed the results revealed that all of GM fertilizer combination had no effect
on growth of Ipomoea and resulted slower growth and lower shoot production of
Ipomoea than inorganic commercial fertilizer (ponzka). However, GMA resulted
higher (P<0.05) biomass production of Ipomoea. Experiment involving Corn with 3
fertilizers (GMA, GMG, and GMF) and compost as additive fertilizer. Treatment
that given significantly effected (P<0.01) Corn productivity. There were significant
interaction effect in this treatment. Combination of GM with compost resulted can
increased biomass production of Corrn. GMA without compost addition showed
same result as the other treatment with compost addition.
Keywords : fertilization, monosodium glutamat waste, productivity, ipomoea reptans,
zea mays, compost.

PENGARUH PEMBERIAN PUPUK LIMBAH PT. SASA INTI YANG


DIPERKAYA DENGAN PENAMBAHAN SUMBER FOSFOR
YANG BERBEDA PADA DOSIS TERTENTU TERHADAP
PRODUKTIVITAS TANAMAN KANGKUNG
(Ipomoea reptans Poir 1)DAN JAGUNG (Zea mays)

NINDA NURFATILLAH
D24060059

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk


memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010

vi

Judul

: Pengaruh Pemberian Pupuk Limbah PT. Sasa Inti yang Diperkaya


dengan Penambahan Sumber Fosfor yang Berbeda pada Dosis
Tertentu Terhadap Produktivitas Tanaman Kangkung (Ipomoea
reptans Poir 1) dan Jagung (Zea mays).

Nama

: Ninda Nurfatillah

NIM

: D24060059

Menyetujui,

Pembimbing Utama,

Pembimbing Anggota,

(Dr. Ir. Panca Dewi M.H.K.S., M. Si)


NIP : 19611025 198703 2 002

(Dr. Ir. Luki Abdullah M. Sc. Agr)


NIP :19670107 199103 1 003

Mengetahui:
Ketua Departemen,

(Dr. Ir. Idat G. Permana, M.Sc.Agr)


NIP. 19670506 199103 1 001

Tanggal Ujian : 27 Agustus 2010

Tanggal Lulus :

vii

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada 7 Februari 1989 di Brebes. Penulis merupakan anak
pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Khaerudin, S. Ag dan Ibu Sri
Rahayu.
Studi pertama Penulis di SDN 03 Pamulihan Kecamatan Larangan Kabupaten
Brebes. Setelah lulus, Penulis melanjutkan studinya di Madrasah Tsanawiyah (MTs)
Negeri Model Babakan Lebaksiu Tegal dari tahun 2000 sampai 2003 dan pada tahun
2006 Penulis menyelesaikan studinya di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Model
Babakan Ciwaringin Cirebon. Penulis diterima di IPB pada tahun 2006 melalui jalur
Ujian Saringan Masuk IPB (USMI). Setelah melewati Tingkat Persiapan Berasama
selama satu tahun, Penulis dinyatakan diterima di Departemen Ilmu Nutrisi dan
Teknologi Pakan Fakultas Peternakan pada tahun 2007.
Selama menjalankan studinya di IPB, Penulis aktif di Himpunan Mahasiswa
Nutrisi dan Makanan Ternak (HIMASITER). Tahun pertama di Himasiter Penulis
menjadi Sekretaris Biro Informasi dan Teknologi dan pada tahun kedua (2008)
Penulis menjadi Ketua Biro Khusus Magang. Selain di Himasiter, Penulis juga sering
mengikuti acara-acara yang dilaksanakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas
Peternakan sebagai panitia. Penulis juga aktif di Organisasi Mahasiswa Daerah
(OMDA) Cirebon sebagai anggota.

viii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrohim.
Penulis panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan
nikmat iman, islam, kesehatan serta karunia-Nya kepada Penulis sehingga Penulis
dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan lancar. Shalawat serta salam
Penulis curahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan
pengikutnya yang senantiasa istiqomah menjalankan sunnahnya.
Skripsi yang berjudul Pengaruh Pemberian Pupuk Limbah PT. Sasa Inti
yang Diperkaya dengan Penambahan Sumber Phospor yang Berbeda pada Dosis
Tertentu Terhadap Produktivitas Tanaman Kangkung (Ipomoea reptans Poir 1) dan
Jagung (Zea mays) merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana
peternakan di Fakulas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Penulis berharap semoga
penulisan skripsi ini dapat memberikan tambahan ilmu bagi para pembaca khususnya
yang bergerak dibidang peternakan sehingga akan lebih berpengalaman. Limbah
Monosodium Glutamat (MSG) yang disebut sipramin masih memiliki unsur N, P,
dan K yang dibutuhkan oleh tanaman dalam pertumbuhannya. Namun saat ini limbah
tersebut belum termanfaatkan dengan baik. Kandungan unsur N, P, dan K yang
masih rendah pada limbah MSG perlu adanya peningkatan kualitas. Peningkatan
kualitas dilakukan dengan penambahan sumber phosphor yang tidak menutup
kemungkinan juga akan meningkatkan kandungan N dan K. Peningkatan kandungan
phosphor diharapkan akan meningkatkan produktivitas tanaman yang diberi
perlakuan tersebut sehingga dapat menjadi alternatif para peternak atau petani untuk
menggunakan pupuk limbah MSG ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini,
namun Penulis berharap tulisan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca yang ingin
mengetahui tentang hal yang terkait dengan judul skripsi ini.

Bogor, Agustus 2010

Penulis

ix

DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN..............................................................................................

ii

ABSTRACT.................................................................................................

iv

LEMBAR PERNYATAAN.........................................................................

LEMBAR PENGESAHAN .. ..

vi

RIWAYAT HIDUP.................................................................................... .

vii

KATA PENGANTAR................................................................ .................

viii

DAFTAR ISI................................................................................................

ix

DAFTAR TABEL........................................................................................

xi

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................

xii

DAFTAR LAMPIRAN................................................................................

xiii

PENDAHULUAN........................................................... ............................

Latar Belakang.................................................................... ............


Tujuan..............................................................................................

1
2

TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................................

Sipramin Sebagai Pupuk ..................................................................


Unsur Nitrogen.................................................................................
Unsur Fosfor
Unsur Kalium...................................................................................
Pupuk Majemuk PHONSKA ...........................................................
Guano ...............................................................................................
Tepung Tulang.................................................................................
Asam Fosfat .....................................................................................
SP 18 ................................................................................................
Isi Rumen .........................................................................................
Kompos ............................................................................................
Tanah Latosol...................................................................................
Kangkung.........................................................................................
Jagung ..............................................................................................
Pupuk dan Pemupukan.....................................................................

3
3
4
5
6
7
7
8
8
9
9
10
11
12
13

MATERI DAN METODE...........................................................................

15

Lokasi dan Waktu ............................................................................


Materi...............................................................................................
Prosedur ...........................................................................................
Kangkung ............................................................................
Jagung .
Analisis Data ....................................................................................

15
15
15
15
16
17

Peneliian Kangkung.............................................................
Penelitian Jagung...

17
18

HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................

21

Pupuk Cair GM ................................................................................


Kangkung
Pertambahan Tinggi Tanaman .............................................
Perambahan Jumlah Daun.....................................................
Produksi Akar ...
Produksi Tajuk .
Jagung ..............................................................................................
Pertambahan Tinggi Tanaman .............................................
Pertambahan Jumlah Daun....................................................
Diameter Batang ...................................................................
Produksi Akar ...
Produksi Tajuk .
Jumlah Tongkol ....................................................................
Produksi Klobot ....................................................................

21
21
21
23
25
26
27
27
29
31
32
33
34
34

KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................

36

Kesimpulan ......................................................................................
Saran.................................................................................................

36
36

UCAPAN TERIMA KASIH .......................................................................

37

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................

39

LAMPIRAN.................................................................................................

43

xi

DAFTAR TABEL
Nomor

Halaman

1. Hasil Analisis Komposisi Pupuk GM Murni dan GM yang Sudah


Ditambahkan Sumber Fosfor ...........................................................

21

2. Pertambahan Tinggi Tanaman Kangkung (cm/minggu) ................

22

3. Pertambahan Jumlah Daun Kangkung (helai/minggu)....................

24

4. Produksi Akar Kering Kangkung (g/lubang tanam) ........................

26

5. Produksi Tajuk Kering Kangkung (g/lubang tanam).......................

27

6. Pertambahan Tinggi Tanaman Jagung (cm/minggu).......................

28

7. Pertambahan Jumlah Daun Jagung (helai/minggu) .........................

30

8. Pertambahan Diameter Batang Jagung (cm/2 minggu) ...................

31

9. Produksi Akar Kering Jagung (g/lubang tanam) .............................

32

10. Produksi Tajuk Kering Jagung (g/lubang tanam) ............................

33

11. Jumlah Tongkol Tanaman Jagung (buah/tanaman) .........................

34

12. Produksi Klobot Jagung (g/lubang tanam) ......................................

35

xii

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Halaman

1. Tanaman Jagung Penelitian..................................................................

13

2. Tanaman Kangkung Penelitian ............................................................

23

13

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor

Halaman

3. Data pH Tanah......................................................................................

44

4. Hasil Sidik Ragam Tinggi Tanaman Kangkung...................................

44

5. Hasil Sidik Ragam Pertambahan Jumlah Daun Kangkung ..................

44

6. Hasil Sidik Ragam Produksi Akar Tanaman Kangkung .....................

44

7. Hasil Sidik Ragam Produksi Tajuk Tanaman Kangkung.....................

45

8. Hasil Sidik Ragam Tinggi Tanaman Jagung ........................................

45

9. Hasil Sidik Ragam Jumlah Daun Tanamn Jagung ...............................

45

10. Hasil Sidik Ragam Pertambahan Diameter Batang Tanaman Jagung..

45

11. Hasil Sidik Ragam Produksi Akar Tanaman Jagung ...........................

46

12. Hasil Sidik Ragam Produksi Tajuk Tanaman Jagung ..........................

46

13. Hasil Sidik Ragam Produksi Klobot Tanaman Jagung ........................

46

14. Gambar Bahan Penelitian

46

15. Gambar Tanaman Penelitian ...

47

14

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pupuk adalah suatu bahan yang ditambahkan kedalam tanah untuk
menyediakan unsur-unsur esensial bagi pertumbuhan tanaman (Hakim et al., 1986).
Leiwakabessy dan Sutandi (1988) menyatakan pemupukan bertujuan untuk
meningkatkan ketersediaan unsur hara dalam tanah. Pemupukan yang tepat
diharapkan dapat meningkatkan produktivitas hijauan dimana hijauan merupakan
sumber pakan yang sangat penting bagi ternak ruminansia, hal ini karena hijauan
memegang peran sebagai pakan yang mengandung sumber serat yang dibutuhkan
oleh ternak sehingga ketersediaan hijauan harus selalu ada sepanjang tahun.
Kendala dalam peningkatan produktivitas hijauan makanan ternak terdapat
pada inovasi yang harus diterapkan dalam peningkatan produksi hijauan, misal
pemberian pupuk untuk pemenuhan kebutuhan unsur hara pada tanaman. Pemupukan
merupakan salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas hijauan. Namun, pupuk
komersial dianggap kurang ekonomis. Pupuk yang dibutuhkan adalah yang mampu
meningkatkan produksi dengan biaya yang murah.
Limbah pembuatan monosodium glutamat atau biasa dikenal dengan nama
pupuk sipramin (sisa proses asam amino) Saritana yang diproduksi oleh PT. Sasa Inti
merupakan salah satu pupuk yang bisa memenuhi kekurangan unsur N, P, K serta
dapat meningkatkan kandungan bahan organik dalam tanah. Menurut Sofyan et al.
(1997), sipramin mengandung bahan organik cukup tinggi (8,112,7%) sehingga
dapat dimanfaatkan untuk menambah bahan organik tanah. Sipramin terdiri dari dua
jenis yaitu GM dan Saratani. GM adalah limbah yang belum mengalami pengolahan,
sedangkan saritana adalah limbah yang sudah mengalami pengolahan. GM merupakan
limbah cair pada pembuatan monosodium glutamat setelah proses kristalisasi dan kemudian
melewati separator. Hasil yang diperoleh adalah Sasa dan limbah cair. Limbah cair ini yang
disebut dengan GM. GM akan diformulasikan sebagai pupuk yang diperkaya dengan
pemberian sumber fosfor. Selain kandungan N, P, dan K juga memperhatikan pH pupuk
tersebut. Produksi GM dari PT. Sasa Inti sebanyak 900 kilo liter/hari dan dijual dengan harga
Rp. 14,-/liter.

Kangkung merupakan salah satu tanaman yang memiliki umur panen yang
pendek. Penelitian ini menggunakan kangkung karena ingin mengetahui pengaruh
pupuk yang diberikan dalam jangka waktu yang cepat. Jagung merupakan hijauan
15

makanan ternak yang dapat dimanfaatkan bijinya untuk pakan unggas dan manusia
sedangkan limbahnya dapat digunakan untuk pakan ternak ruminansia. Jagung
merupakan tanaman yang mudah didapatkan dan memiliki palatabilitas yang cukup
tinggi.
Penggunaan pupuk cair organik yang berasal dari limbah Sasa dengan
peningkatan kualitas diharapkan akan meningkatkan produktivitas kangkung dan
jagung. Pupuk akan diformulasikan dengan penambahan sumber fosfor diharapkan
dapat memenuhi kebutuhan tanaman sehingga tidak terjadi hambatan berupa
kekurangan unsur hara pada tanaman selama pertumbuhan.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk menguji beberapa formulasi GM dengan
penambahan asam fosfat, tepung tulang, guano, SP18, serta isi rumen terhadap
produktivitas kangkung dan jagung.

16

TINJAUAN PUSTAKA
Sipramin Sebagai Pupuk
Sipramin singkatan dari sisa proses asam amino yang merupakan hasil sisa
fermentasi asam amino (glutamate dan L-lysine) yang merupakan bahan organik cair
yang berasal dari hasil samping pembuatan penyedap masakan (monosodium
glutamate atau MSG), dari bahan baku tetes tebu. Sipramin dapat digunakan sebagai
salah satu pupuk karena mengandung unsur hara makro N, P, K, Ca, Mg, dan
beberapa unsur mikro seperti Cu, dan Zn selain unsur lainnya (Mulyadi dan Lestari,
1993). Selain itu sipramin mengandung bahan organik cukup tinggi (8,112,7%)
sehingga dapat dimanfaatkan untuk menambah bahan organik tanah (Sofyan et al.,
1997).
Unsur hara dalam sipramin yang paling penting adalah nitrogen (N) karena
unsur ini sangat diperlukan oleh tanaman. Sipramin mengandung N cukup tinggi
yaitu berkisar antara 4,926,12% (Soeparmono et al., 1998) dan 5,046,92% (Arifin
et al., 1998). Dalam proses pembuatan sipramin, sisa pengolahan proses fermentasi
dinetralkan sampai pH 67, diperkaya dengan unsur N, dan dipasarkan sebagai
pupuk cair.
Unsur Nitrogen
Setiawan (1996) menyebutkan bahwa unsur nitrogen

terutama berfungsi

untuk merangsang pertumbuhan tanaman secara keseluruhan, terutama batang,


cabang, dan daun serta pembentukan hijau daun. Selain itu, unsur ini cukup
berpengaruh dalam pembentukan protein, lemak, dan berbagai persenyawaan
organik. Menurut Soepardi (1983), nitrogen berpengaruh terhadap tanaman terutama
merangsang pertumbuhan dibagian atas tanah dan memberikan warna hijau pada
daun. Selain itu, hampir pada seluruh tanaman nitrogen merupakan pengatur dari
penggunaan kalium, fosfor, serta penyusun lainnya.
Menurut Suriatna (1987), kekurangan nitrogen dapat menyebabkan seluruh
tanaman berwarna pucat kekuningan, pertumbuhan lambat dan kerdil, apabila dalam
keadaan parah bagian bawah pada daun menjadi kering lalu terus merambat sampai
kebagian atas. Menurut Leiwakabessy dan Sutandi (1988), kekurangan nitrogen pada
tanaman menyebabkan seluruh tanaman menjadi berwarna kekuningan, pertumbuhan

17

lambat dan kerdil, dan dalam keadaan parah membuat daun bagian bawah mengering
dan terus merambat sampai kebagian atas.
Selain kekurangan nitrogen, kelebihan nitrogen juga kurang baik. Menurut
Ismunadji (2003), kelebihan nitrogen pada jagung dapat terlihat dari banyaknya
rambut jagung saat tanaman masak akibat dari tidak seimbang dengan unsur hara lain
pada tanaman. Penggunaan nitrogen yang baik untuk tanaman jagung menurut Reid
(1981) secara umum antara 30200 kg/ha.
Pemberian pupuk nitrogen dengan dosis tinggi kerapkali dilakukan pada
padang pengembalaan tropika jika rumput yang ditanam tanpa leguminosa (McIlroy,
1976). Menurut Buckman dan Brady (1982) diantara tiga unsur pupuk (nitrogen,
fosfat, dan kalium) nitrogen merupakan unsur yang bila diberikan agak berlebihan
akan mengakibatkan kerusakan pada tanaman tertentu. Daun berwarna hijau tua,
lunak, dan banyak berair.
Hakim et al. (1986) dan Foth (1988) menyatakan bahwa kekurangan nitrogen
akan menyebabkan tanaman menjadi kerdil, pertumbuhan akar terbatas dan daundaun kering kemudian gugur. Hal ini didukung oleh Whiteman (1974) yang
menyatakan pertumbuhan tanaman kemungkinan besar dipengaruhi oleh defisiensi
nitrogen dibandingkan nutrisi lain. Nitrogen penting bagi biokimia tanaman,
berpengaruh pada sintesa protein dan pertumbuhan.
Unsur Fosfor
Fosfor didalam tanah berada dalam bentuk fosfat anorganik dan organik.
Bentuk anorganik adalah fosfor yang membentuk ikatan dengan senyawa-senyawa
yang mengandung Ca, Fe, Al, dan F, sedangkan fosfor organik berupa senyawasenyawa yang berasal dari tanaman dan mikroorganisme serta tersusun dari asam
nukleat, fosfolipid, dan fitin (Rao, 1994).
Ketersediaan fosfor dalam tanah penting bagi tanaman karena berpengaruh
terhadap pembelahan sel dan pembentukan lemak serta albumin, pembangunan dan
pembuahan (termasuk pembentukan biji), perkembangan akar (khususnya akar
lateral dan akar halus berserabut), kekuatan batang pada tanaman serealia (membantu
menghindari tumbangnya tanaman), mutu tanaman (khususnya rumput makanan
ternak dan sayuran), dan kekebalan terhadap penyakit tertentu (Buckman dan Brady,
1982). Selain itu, menurut Tisdale et al. (1985), fungsi esensial P bagi kehidupan

18

tanaman adalah peranannya dalam transfer dan penyimpanan energi. Energi yang
diperoleh dari fotosintesis dan metabolisme karbohidrat disimpan dalam komponen
fosfor untuk digunakan dalam proses pertumbuhan dan reproduksi.
Menurut Setiawan (1996), unsur fosfor lebih banyak berfungsi untuk
merangsang pertumbuhan akar, khususnya akar pada tanaman muda. Fosfor juga
berfungsi

dalam

proses

asimilasi

dan

pernafasan

sekaligus

mempercepat

pembungaan, pemasakan biji dan buah. Menurut Soepardi (1983), fosfor mempunyai
peranan penting dalam metabolisme energi yang diinkorporasikan dalam bentuk
Adenin Triphospat (ATP).
Ketersediaan fosfor dalam tanah berhubungan dengan beberapa faktor antara
lain komponen ilmiah tanah, pH tanah, kation dan anion dalam tanah, kejenuhan
kompleks pengikat, bahan organik, temperatur, dan waktu reaksi (Tisdale et al.,
1985). Menurut Ahn (1993), ketersediaan fosfor dalam tanah juga dipengaruhi oleh
iklim, keseimbangan antar elemen dan interaksi unsur hara serta penggenangan.
Buckman dan Brady (1982) menambahkan bahwa ketersediaan P dipengaruhi juga
oleh besi (Fe), alumunium (Al), dan mangan (Mn) yang dapat larut; mineral yang
mengandung Fe, Al, dan Mn; jumlah dan dekomposisi bahan organik dan kegiatan
mikroorganisme tanah.
Kekurangan unsur fosfor akan menyebabkan perakaran tidak berkembang
dan dalam keadaan yang parah, daun, cabang, dan batang berwarna ungu serta
tangkai daun menjadi lancip. Pada jagung, kekurangan unsur fosfor dapat
menyebabkan daun pada jagung berwarna ungu kemerah-merahan terutama pada
tanaman yang masih muda. Selain itu, kekurangan fosfor dapat menyebabkan
tanaman jagung mempunyai batang yang kecil, terkadang tidak membentuk tongkol,
tongkol berukuran kecil dan bengkok serta pembentukan biji yang tidak sempurna
(Ismunadji, 2003). Menurut Ahn (1993), kekurangan unsur P pada jagung
menyebabkan daun jagung berwarna keunguan, perakaran dangkal, batang lemah,
tongkol jagung kecil, biji jarang dan tidak beraturan.
Unsur Kalium
Schulte dan Kelling (1996) menyebutkan bahwa tanah mengandung 2000
ppm kalium total. Hampir semua merupakan komponen struktur dari tanah mineral
yang tidak tersedia bagi tanaman. Schulte dan Kelling (1996) juga menyebutkan ada

19

tiga bentuk kalium dalam tanah yaitu kalium tidak tersedia, lambat tersedia, dan
tersedia. Menurut Setiawan (1996), unsur kalium berguna untuk membantu dalam
pembentukan protein dan karbohidrat, pemberian unsur ini akan memperkuat
tanaman sehingga daun, bunga, dan buah tidak mudah gugur. Selain itu, kalium juga
membuat tanaman tahan terhadap kekeringan dan penyakit. Kekurangan unsur
kalium dapat menyebabkan tanaman mudah patah dan rebah, pertumbuhan lambat,
daun berwarna kekuningan, dan menjalar diantara tulang daun. Menurut Ismunadji
(2003), tanaman jagung yang kekurangan kalium memiliki ciri-ciri ujung daunnya
berwarna kekuningan atau mengering serta terdapat warna coklat pada bagian buku
dan biji pada bagian ujung tongkol tidak berisi penuh, bijinya jarang, dan tidak
sempurna.
Pupuk Majemuk Phonska
Pupuk phonska merupakan jenis pupuk majemuk yang memiliki kandungan
unsur hara N 15%, P2O5 15% dan K2O 15% yang diperkaya dengan kandungan
unsur hara belerang (S) dalam bentuk larut air sehingga mudah diserap akar tanaman.
Keunggulan dari pupuk phonska yaitu dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi
pemupukan, mudah dalam aplikasi serta memiliki sifat-sifat agronomis yang
menguntungkan. Selain itu pupuk phonska dapat digunakan untuk semua jenis
tanaman serta pada berbagai kondisi lahan, iklim dan lingkungan (PT.Petrokimia
Gresik. 2002).
Penggunaan pupuk majemuk phonska di Indonesia telah dilakukan di 25
kabupaten pada enam propinsi semenjak musim tanam tahun 1999 hingga tahun
2001 dan ternyata dapat meningkatkan produksi gabah sebesar 2,45 ton/ha. Jika pada
tahun 2005 sebanyak 45% dari luas lahan tanam menggunakan pupuk majemuk
phonska, maka produksi beras sebesar 30,25 juta ton atau di Indonesia pada tahun
2005 akan mengalami surplus produksi beras 0,45 juta ton. Apabila penggunaan
phonska diperluas menjadi 65%, maka pada tahun 2010 produksi beras hanya 32,75
juta ton maka pada tahun 2010 Indonesia akan memiliki kelebihan produksi beras
sebesar 0,63 juta ton. Penggunaan pupuk majemuk dapat meningkatkan produksi,
berarti bisa meningkatkan pendapat petani. Secara nasional peningkatan produksi
padi akan mengurangi ketergantungan dari impor yang berarti penghematan devisa.

20

Guano
Pupuk guano merupakan salah satu jenis pupuk organik yang banyak
mengandung

nitrogen dan fosfat. Pupuk guano berasal dari kotoran/ limbah

kelelawar yang ditemukan disekitar gua-gua pegunungan,biasanya petani di daerah


tersebut telah memanfaatkan pupuk guano tersebut tetapi dosis yang digunakan
belum tepat (Sediyarso, 1999). Guano merupakan deposit atau sedimen yang terdiri
dari kototran binatang, terutama kotoran burung laut dan kelelawar yang telah
mengalami pengaruh alam dalam waktu relatif lama dan telah mengalami perubahanperubahan. Unsur hara yang terdapat didalamnya adalah N dan P, dan ada juga guano
yang mengandung kalium. Kandungan hara yang paling tinggi adalah fosfor yang
berasosiasi dengan kalsium, yaitu dalam bentuk Ca-P, sehingga dengan adanya
kandungan fosfor yang tinggi guano biasa disebut fosforit (Hakim et al., 1986)
Pupuk ini pertama sekali diperdagangkan pada tahun 1824. Banyak terdapat
di Peru, dengan kandungan 46 % N dan 2024 % asam fosfat. Guano yang
diperdagangkan dipasaran mempunyai kadar hara yang beragam, tetapi biasanya
mengandung 812 % asam fosfat dan 1116 % N serta 23 % kalium (Hakim et al.,
1986).
Tepung Tulang
Tulang dapat diperoleh dari Rumah Pemotongan Hewan (RPH), rumah
makan, industri daging, atau dari rumah tangga. Menurut Tilman et al. (1989) bahwa
komposisi tulang bervariasi tergantung pada umur hewan, status dan kondisi
makanannya, dimana tulang yang normal mengandung kadar air (45%), lemak
(10%), protein (20%), dan abu (25%). Rasyaf (1990) menyatakan

tepung tulang

memiliki kandungan 12-15 % fosfor dan 24-30% kalsium.


Tepung tulang diproduksi dari tulang berkualitas baik yang dimasak dengan
tekanan rendah, sari yang mempunyai kelebihan protein dan lemak dapat digunakan
untuk tujuan lain, sedangkan sisanya ditekan, dikeringkan dan digiling untuk
dijadikan tepung tulang. Kalsium dan fosfor adalah dua unsur utama dalam tepung
tulang.

21

Asam Fosfat
Asam fosfat diproduksi dengan dua metode komersial yaitu proses basah dan proses
panas. Proses basah asam fosfat tersebut digunakan dalam produksi pupuk. Proses
termal asam fosfat kemurniannya lebih tinggi dan banyak digunakan dalam
pembuatan bahan kimia kelas tinggi, farmasi, deterjen, produk makanan, minuman,
dan produk nonpupuk lainnya. Pada tahun 1987, lebih dari 9.000.000 megagrams
(Mg) (9,9 juta ton) dari proses basah asam fosfat diproduksi dalam bentuk dari
pentoksida fosfor (P2O5). Hanya sekitar 363.000 Mg (400.000 ton) P2O5 diproduksi
dari proses termal. Permintaan asam fosfat telah meningkat sekitar 2,3-2,5 % per
tahun (Becker, 1989).
Produksi proses basah asam fosfat menghasilkan sejumlah besar asam
pendingin air dengan konsentrasi tinggi fosfor dan fluoride. Kelebihan air ini
dikumpulkan di kolam pendinginan yang digunakan untuk menyimpan sementara,
kelebihan curah hujan untuk penguapan berikutnya dan memungkinkan resirkulasi
air proses pabrik untuk digunakan kembali. Namun, pendingin air dapat diobati ke
tingkat yang dapat diterima fosfor dan fluoride jika debit diperlukan (Becker, 1989).
SP 18
Fosfor merupakan unsur penyusun inti sel, berperan dalam pembelahan sel
dan perkembangan jaringan meristem. Fosfor berperan dalam pembagian sel,
pembentukan lemak dan albumin, mempengaruhi kematangan tanaman, melawan
pengaruh buruk nitrogen, perkembangan akar halus dan akar rambut, meningkatkan
kualitas tanaman dan ketahanan terhadap penyakit.
Tanaman mengabsorbsi fosfor dalam bentuk ion orthofosfat primer (H2P04-)
dan sebagian kecil dalam bentuk ion orthofosfat sekunder (HPO42-). Absorbsi kedua
ion ini dipengaruhi oleh pH tanah, bila tanah bereaksi basa maka ion H2PO4- dan
HPO42- banyak dijumpai dalam tanah dengan menurunnya pH tanah. Semakin
masam tanah bentuk HPO42- semakin dominan dan akhirnya hanya ion ini yang
dijumpai di dalam tanah.
Gejala kekurangan P pada tanaman biasanya tampak pada fase awal
pertumbuhan. Tanaman yang kekurangan P daunnya berwarna keunguan,
pertumbuhannya lambat, kerdil dan perakarannya dangkal dan penyebarannya
sempit, serta batangnya lemah (Soepardi, 1983).

22

Beberapa jenis pupuk fosfor yang diproduksi dan digunakan di Indonesia


adalah DSP atau TSP. Namun peredaran pupuk TSP di pasar sangat sedikit sehingga
dapat digantikan dengan pupuk SP18. Pupuk ini merupakan pupuk superfosfat yang
mengandung P2O5 sebesar 18%. Bentuk SP18 adalah butiran dan berwarna abu-abu.,
sifat agak bereaksi lambat dan tergantung dari kandungan P2O5. Pupuk ini bersifat
netral sehingga dapat disimpan dalam waktu yang cukup lama dalam kondisi
penyimpanan yang baik serta dapat dicampur dengan pupuk lain sesuai dengan
penggunaannya.
Isi Rumen
Isi rumen merupakan salah satu limbah Rumah Pemotongan Hewan (RPH)
yang belum dimanfaatkan secara optimal bahkan ada yang dibuang begitu saja
sehingga menimbulkan pencemaran lingkungan. Kandungan zat makanan yang
terdapat pada isi rumen sapi meliputi: air (8,8%), protein kasar (9,63%), lemak
(1,81%), serat kasar (24,60%), BETN (38,40%), abu (16,76%), kalsium (1,22%) dan
fosfor (0,29%) dan isi rumen pada domba meliputi: air (8,28%), protein kasar
(14,41%), lemak (3,59%), serat kasar (24,38%), abu (16,37%), kalsium (0,68%) dan
fosfor (1,08%) (Suhermiyati, 1984). Widodo (2002) menyatakan zat makanan yang
terkandung dalam rumen meliputi 8,86% protein, 2,60% lemak, 28,78% serat kasar,
0,55% fosfor, 18,54% abu dan 10,92% air.
Kompos
Kompos adalah bahan-bahan organik (sampah organik) yang telah
mengalami proses pelapukan karena adanya interaksi antara mikroorganisme (bakteri
pembusuk) yang bekerja didalamnya. Bahan-bahan organik tersebut seperti
dedaunan, rumput, jerami, sisa-sisa ranting dan dahan, air kencing dan kotoran
hewan, rerontokan kembang, dan lain-lain. Kompos dapat terjadi dengan sendirinya
di lingkungan alam, tetapi memerlukan waktu yang lama. Proses tersebut dapat
dipercepat dengan perlakuan, hingga menghasilkan kompos yang berkualitas baik
dalam waktu yang tidak terlalu lama (Murbandono, 2000).
Bahan organik tanah adalah bahan penyusun tanah yang dihasilkan dari
hancuran atau dekomposisi bahan organik seperti sisa-sisa tanaman dan hewan.
Bahan organik tanah akan mempengaruhi sifat fisik tanah, kimia, dan biologi tanah.

23

Sumber asli bahan organik adalah jaringan tumbuhan. Senyawa-senyawa yang


ditemukan dalam jaringan tumbuhan dapat diklasifikasikan menurut mudah tidaknya
senyawa tersebut dilapuk. Pembagian tersebut yaitu : (1) Gula, zat pati dan protein
sederhana, (2) Protein kasar, (3) Hemiselulosa, (4) Selulosa, (5) Lignin, lemak, waks
(Soepardi, 1983).
Pengaruh bahan organik terhadap pertumbuhan tanaman adalah sebagai
granulator yaitu untuk memperbaiki struktur dan tekstur tanah, sumber unsur hara N,
P, S, unsur mikro, menambah kemampuan tanah untuk menahan unsur-unsur hara
(Kapasitas Tukar Kation tanah menjadi tinggi), mempertinggi kemampuan tanah
menyerap air dan menyediakannya untuk kepentingan tanaman, mempertinggi daya
ikat tanah terhadap hara sehingga tidak mudah larut oleh air hujan atau pengairan,
sumber energi bagi mikroba, meningkatkan porositas, aerasi dan menggemburkan
tanah. Bahan organik berfungsi sebagai sumber energi bagi mikroba tanah, oleh
karena itu kekurangan bahan organik akan menyebabkan dinamika biologis dalam
tanah terganggu sehingga dapat menurunkan dinamika hara tanaman (Hardjowigeno,
1992; Murbandono, 2000).
Tanah yang miskin bahan organik akan berkurang kemampuan daya
menyangga pupuk anorganik, sehingga efisiensinya menurun karena sebagian besar
pupuk akan hilang melalui pencucian, fiksasi atau penguapan (Soepardi, 1983).
Penggunann bahan organik pada tanah marginal atau yang diusahakan secara intensif
dapat menghindari kekurangan unsur mikro yang biasanya terlupakan didalam
pemberian pupuk anorganik. Peranan bahan organik yang cukup penting yaitu dapat
meningkatkan KTK dan anion tanah, kedua hal ini sangat penting dalam peningkatan
efisiensi penggunaan pupuk.
Tanah Latosol
Tanah latosol memiliki lapisan solum tanah yang tebal sampai sangat tebal
yaitu 130500 cm bahkan lebih, sedangkan batas horizon tidak begitu jelas.
Warnanya merah, coklat sampai kekuningan dengan kandungan bahan organik
berkisar antara 39 %, tapi biasanya 5 % dengan pH agak masam. Tekstur seluruh
solum umumnya liat (Hardjowigeno, 1995).
Tanah latosol merupakan jenis tanah dengan kadar liat lebih besar dicirikan
oleh terjadinya penimbunan liat maksimum, berbentuk remah hingga gumpal namun

24

gembur, warna tanah seragam dengan batas horizon kabur, umumnya memiliki
epipedon umbrik. Tanah latosol mempunyai sifat fisik yang kurang baik, miskin
unsur hara dan dengan derajat keasaman yang relatif rendah. Ciri-ciri tersebut
merupakan faktor pembatas paling utama bagi pertumbuhan tanaman karena dapat
mempengaruhi aktivitas mikroorganisme pengurai, meningkatkan senyawa beracun
dan mengganggu keseimbangan unsure hara dalam tanah (Fatchullah, 1995).
Kemasaman tanah dapat menimbulkan sejumlah permasalahan diantaranya 1)
unsur P kurang tersedia, 2) kekurangan unsur kalsium, magnesium, dan molibdenum,
3) fiksasi N terhambat, 4) kandungan mangan dan besi sering berlebihan sehingga
dapat meracuni tanaman, 5) kelarutan alumunium sangat tinggi sehingga
menghambat pertumbuhan (Hakim et al., 1986). Selain itu, menurut Uexkull dan
Bosshart (1989) kekurangan tanah masam antara lain : 1) kapasitas fiksasi P tinggi,
2) bahan organik tanah rendah, 3) aktivitas mikroba terhambat, 4) sensitif terhadap
erosi, 5) daya tangkap air rendah, 6) permeabilitas udara, air, dan akar rendah karena
ketegangan tanah yang tinggi, 7) tingkat infiltrasi air lambat, dan 8) sensitif terhadap
pemadatan dengan mesin berat.
Kemasaman tanah menentukan tingkat fiksasi mineral dalam tanah. Pada
tanah yang terlalu masam (pH < 6,0) ketersediaan P menurun karena adanya Fe dan
Al. Sedangkan pada pH 7,28,5, P akan diikat oleh mineral Ca. Kemasaman tanah
yang ideal untuk ketersediaan P antara 6,57,0 (Penas dan Sander, 1993).
Kangkung
Tanaman Kangkung diduga berasal dari daerah Asia tropic dan terdapat luas
di India, Asia Tenggara, aiwan, dan Cina yang kemudian menyebar ke Fiji, Hawai,
dan Florida. Tanaman Kangkung darat (Ipomoea reptans poir) termasuk suku
Convolvulaceae, dan berumur lebih dari setahun (Naional Academy of Science, 1976
dalam Indirayuvi, 1995).
Kangkung adalah jenis sayuran merambat yang batangnya banyak
mengandung air, dan merupakan tanaman yang tumbuh cepat, serta tidak
memerlukan perawatan khusus misalnya pemupukan aau pencegahan penyakit.
Kangkung sebenarnya merupakan tumbuhan darat, tetapi bersifat semi akuatik,
terbukti dari bijinya yang tidak tumbuh di tempat tergenang. Kangkung dapat
tumbuh di daerah dataran rendah sampai pegunungan. Setelah tiga bulan ditanam,

25

daun dan batang kangkung mulai dapat dipetik. Kangkung banyak diperdagangkan,
karena harganya relative murah. Daun dan tangkainya yang masih muda dikonsumsi
sebagai sayuran setelah direbus dan ditumis (Muchtadi, 2000 dalam Johantika 2002).
Ada dua jenis Kangkung yang dikenal dan banyak dikonsumsi masyarakat
yaitu Kangkung air (Ipomoea aquatika forsk) dan Kangkung darat (Ipomoea reptans
poir). Kangkung air mempunyai daun panjang dengan ujung agak tumpul berwarna
hijau kelam, bunganya berwarna putih keungu-unguan dan ditanam dipinggir kolamkolam, rawa-rawa atau tempat berlumpur, sedangkan kangkung darat daunnya
panjang, ujungnya meruncing, warnanya hijau keputihan, bunganya putih dan
ditanam di tempat agak kering, mempunyai tekstur yang lunak serta lebih bersih
dibandingkan dengan kangkung air (Bimas, 1997 dalam Indirayuvi, 1995).
Kangkung darat dapat dipanen pad umur 2530 hari setelah ditanam. Dalam masa
pertumbuhannya kangkung darat tidak terlalu membuuhkan banyak air tetapi harus
diberi pupuk (Muchtadi, 2000 dalam Johantika 2002).
Kandungan nutrien kangkung darat menurut Johantika (2002) adalah 91,8 %
(BB) kadar air, 13,74% (BK) abu, 7,3 % (BK) lemak, 25,99 % (BK) protein, 63,23 %
serat.
Jagung
Jagung dengan nama latin Zea mays L. termasuk kedalam sub famili
Panicodeae dalam famili Poaceae pada ordo Tripsaceae (Fisher dan Palmer, 1992).
Jagung merupakan tanaman C4 yang mempunyai sel-sel seludang pembuluh yang
mengandung klorofil. Sebagai tanaman C4 , jagung mempunyai aktivitas fotosintesis
yang relatif tinggi pada keadaan normal, fotorespirasi sangat rendah, transpirasi
rendah serta efisien dalam penggunaan air (Muhadjir, 1988). Selain itu, jagung dapat
beradaptasi baik dengan kondisi intensitas cahaya radiasi surya tinggi, curah hujan
rendah dengan cahaya musiman tinggi disertai suhu tinggi serta kesuburan tanah
yang relatif rendah.
Tanaman jagung tersebar luas di daerah tropis dan subtropis. Tanaman jagung
di Indonesia sebagian besar ditanam pada daerah dataran rendah. Pertumbuhan
jagung akan terhambat pada suhu minimum 3oC dan suhu maksimum 45oC. Suhu
yang ideal untuk untuk pertumbuhan tanaman jagung berkisar antara 23-27oC
(Aditya, 2000). Tinggi tanaman jagung bervariasi dan umumnya berkisar antara 1-3

26

meter. Akar jagung tergolong kedalam akar serabut yang sebagian besar berada pada
kisaran 2 meter.

Gambar 1. Tanaman Jagung Penelitian


Jagung dapat tumbuh dengan baik pada berbagai jenis tanah jika
mendapatkan pengelolaan yang baik. Kondisi yang ideal untuk tanaman ini adalah
tanah gembur dan subur dengan tekstur lempung berdebu karena jagung memerlukan
aerasi dan drainase yang baik (Sutoro et al., 1988). Tingkat kemasaman tanah yang
ideal bagi tanaman jagung berkisar antara 5,57,5 (Foth, 1988). Penambahan pupuk
mineral ke dalam tanah akan memperbaiki kondisi tanah dan meningkatkan
kandungan unsur hara tersebut kedalam tanaman. Waktu pemupukan selama
pertumbuhan tanaman dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk.
Jagung sebagai bahan pakan digunakan untuk membuat konsentrat dan
hijauannya sebagai pakan ruminansia yang berkualitas baik terutama tanaman muda
(Rosegrant et al., 1987). Menurut Abdullah (1990), kualitas hijauan yang baik dapat
diperoleh dari tanaman jagung yang dipupuk dengan taraf 225 kg N/ha pada umur
penjarangan 3040 hari setelah tanam.
Menurut Gohl (1981), semua varietas jagung dapat dijadikan sebagai
tanaman makanan ternak, tetapi varietas hibrida bisa menghasilkan produksi yang
lebih tinggi. Menurut Skerman dan Riveros (1990), tanaman jagung menghasilkan
1050 ton bahan segar per hektar, dengan kandungan nutrien hijauan jagung pada
umur 10 minggu yaitu 18,1 % bahan kering, 8,8 % protein kasar, 30,9 % serat kasar,
10,5 % abu, 2,2 % ether ekstrak, dan 47,6 % bahan organik tanpa nitrogen.

27

Pupuk dan Pemupukan


Pertambahan tinggi vertikal rumput sangat dipengaruhi oleh pemupukan
nitrogen. Hal ini karena nitrogen mempunyai efek paling cepat dalam meningkatkan
pertumbuhan tanaman (Buckman dan Brady, 1982). Hasil penelitian Sujatmiko
(1997) menyatakan bahwa perlakuan pemupukan nitrogen menunjukkan perbedaan
yang sangat nyata dibandingkan tanpa pemupukan nitrogen. Namun apabila
dilakukan penambahan pupuk nitrogen lebih dari dosis 225 kg N/ha akan
mengakibatkan terjadi penurunan rataan pertumbuhan tinggi vertikal.

28

MATERI DAN METODE


Lokasi dan Waktu
Penelitian ini berlangsung selama tujuh bulan dari bulan Oktober 2009
sampai bulan April 2010 di Laboratorium Lapang Agrostologi Ilmu Nutrisi dan
Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Materi
Tanaman Percobaan
Penelitian ini menggunakan tanaman kangkung dan jagung untuk diamati
pertumbuhan dan produksinya sampai dengan umur panen tanaman.
Lahan dan Peralatan
Kangkung ditanam di lahan terbuka dengan luasan tanah 14 m2 yang dibagi
secara berpetak, sedangkan jagung ditanam didalam rumah kaca dengan
menggunakan polybag. Peralatan yang diperlukan antara lain cangkul, tali rafia, tali
meteran, kayu potongan sebagai patok dan pelubang tanah, penggaris, jangka sorong
dan polybag.
Pupuk
Pupuk yang digunakan adalah pupuk cair GM hasil limbah industri PT. Sasa
Inti yang sudah

diperkaya dengan bahan-bahan sumber N, P, dan K untuk

meningkatkan kandungan hara pada pupuk. Selain itu digunakan pupuk kompos
untuk tanaman jagung. Adapun sebagai kontrol, digunakan dua jenis kontrol selama
penelitian yaitu kontrol positif dengan pemberian pupuk NPK komersial merek
Phonska dan kontrol negatif yaitu tanpa pemberian pupuk. Kontrol ini berlaku untuk
tanaman kangkung,dan tidak dengan tanaman jagung. Terdapat dua macam kontrol
yaitu kontrol positif dengan pemberian pupuk kompos dan kontrol negatif yaitu tanpa
pemberian pupuk sama sekali.
Prosedur
Kangkung
a. Persiapan Lahan. Penelitian ini memerlukan lahan yang cukup luas. Pertama kali
yang dilakukan adalah pengukuran lahan. Lahan yang akan digunakan diukur sesuai

29

dengan kebutuhan. Tanah diberi patok sesuai dengan desain lahan yang sudah dibuat.
Setelah itu, tanah diolah dengan traktor dan manual (tenaga manusia) kemudian
diberikan dolomit secukupnya dan diolah kembali agar dolomit tersebut bercampur
secara homogen dengan tanah. Lahan didiamkan selama satu minggu.
b.

Pembuatan Lubang Tanam. Sebelum penanaman, dibuat lubang tanam pada

tanah yang sudah diolah sedalam 3 cm. Satu petak terdiri dari empat baris dan setiap
baris terdiri dari 10 lubang tanam. Jarak antar lubang tanam sepanjang 10 cm. Setiap
baris merupakan perlakuan yang berbeda, berlaku untuk kangkung dan jagung.
c.

Persiapan Pupuk. Pupuk cair yang akan digunakan dibagi menjadi tiga dosis.

Dosis pertama mengandung 1 ml pupuk cair, dosis kedua 2 ml, dan dosis ketiga 3 ml.
Masing-masing dosis ditempatkan dalam tempat yang berbeda.
d.

Penanaman dan Pemupukan. Setelah pupuk dan lubang tanam sudah siap

maka benih kangkung siap untuk ditanam. Pupuk yang sudah dibuat dituangkan
kedalam lubang tanah kemudian ditambahkan sedikit tanah, setelah itu benih
kangkung dibenamkan dan kemudian ditutup dengan tanah.
e.

Pemeliharaan. Pupuk yang diberikan pada saat penanaman hanya 50 % dari

dosis keseluruhan. Selebihnya pupuk diberikan pada saat pemeliharaan. Selama


pemeliharaan dilakukan penyiangan terhadap gulma yang mengganggu tanaman uji
dan dilakukan penyiraman serta dilakukan pengamatan tinggi tanaman dan jumlah
daun.
f.

Pemanenan. Kangkung dipanen dengan bantuan sekop dan garpu. Kangkung

yang sudah tercabut dibersihkan, tanah yang menempel dihilangkan. Setelah itu tajuk
dan akar dipisahkan, ditimbang, kemudian dikeringkan dan dimasukkan kedalam
oven 600C selama 24 jam, kemudian ditimbang kembali.
Jagung
a. Persiapan Lahan. Tanah yang akan digunakan disaring terlebih dahulu. Setelah
disaring, disiapkan tanah sebanyak 480 kg. Tanah tersebut dimasukan kedalam 48
polybag sehingga masing-masing polybag berisikan tanah sebanyak 10 kg. Setelah
siap, 21 polybag diberikan pupuk kompos sebanyak 1 kg sedangkan yang lain tidak
diberi pupuk kompos.
a.

Pembuatan Lubang Tanam. Tanah yang sudah ditempatkan kedalam polybag

kemudian dilubangi dengan pelubang tanah (kayu) sedalam 3 cm.

30

b.

Persiapan pupuk. Pupuk untuk tanaman jagung terdiri dari dua dosis yaitu 30

ml dan 60 ml. Masing- masing dosis ditempatkan pada tempat yang berbeda.
c.

Penanaman dan Pemupukan. Sebelum jagung dibenamkan, polybag yang

sudah berisi tanah diberi pupuk terlebih dahulu. Pupuk dimasukkan kedalam lubang
sedalam 3 cm, kemudian diberi sedikit tanah, setelah itu jagung dimasukkan kedalam
lubang tersebut dan ditutup rapat dengan tanah.
d.

Pemeliharaan. Pupuk yang diberikan pada saat penanaman hanya 50 % dari

dosis keseluruhan. Selebihnya pupuk diberikan pada saat pemeliharaan. Selama


pemeliharaan dilakukan penyiangan terhadap gulma yang mengganggu tanaman uji
dan dilakukan penyiraman serta dilakukan pengamatan tinggi tanaman dan jumlah
daun.
e.

Pemanenan. Jagung dilepaskan dari polybag, kemudian tanah yang menempel

dibersihkan. Setelah itu daun, batang, tongkol, dan akar dipisahkan. Togkol dikupas
sehingga terpisah dari klobotnya. Masing-masing ditimbang kemudian dikeringkan
dan dimasukan kedalan oven 600C selama 24 jam, kemudian ditimbang kembali.
Rancangan dan Analisis Data
Penelitian Kangkung
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan
Acak Lengkap (RAL) pola faktorial. Faktor pertama adalah jenis pupuk sedangkan
faktor yang kedua adalah dosis dari pupuk masing-masing dengan tiga kali ulangan.
Enam macam jenis pupuk yaitu GMA = pupuk GM dengan penambahan asam
posfat, GMS = pupuk GM dengan penambahan SP 18, GMT = pupuk GM dengan
penambahan tepung tulang, GMG = pupuk GM dengan penambahan guano, GMR =
pupuk GM dengan penambahan tepung tulang + isi rumen, dan GMF = pupuk GM
dengan penambahan guano + isi rumen. Adapun perlakuan dosis yang diberikan
antara lain X1 = dosis 1 yaitu 1 ml pupuk, X2 = dosis 2 yaitu 2 ml pupuk, dan X3 =
dosis 3 yaitu 3 ml pupuk. Kedua jenis faktor perlakuan ini diberikan secara acak.
Model matematis yang digunakan berdasarkan Steel dan Torrie (1995):
Yijk = + i + j + ()ij + ijk
Keterangan :
Yijk

= Hasil pengamatan pengaruh jenis pupuk GM terhadap tanaman kangkung

31

= Rataan umum kualitas tanaman dengan penambahan pupuk GM yang


diperkaya dengan sumber fosfor yang berbeda dan dosisnya.

= Pengaruh jenis pupuk formulasi GM (SP18, Asam fosfat, Tepung tulang,


Guano,

tepung tulang+Isi rumen, Guano+Isi rumen) dan phonska.

= Pengaruh dosis pemberian (j = 1, 2, dan 3 ml)

ij

= Pengaruh interaksi jenis pupuk dengan dosis pemberiannya.

ijk

= Galat akibat pengaruh pemberian jenis pupuk dengan dosis yang berbeda
terhadap tanaman, k = 1, 2, dan 3 ml
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan sidik ragam mengikuti prosedur

Steel dan Torrie (1993), dan apabila hasilnya menunjukkan berbeda nyata maka
dilanjutkan dengan uji kontras orthogonal.
Penelitian Jagung
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan
Acak Lengkap (RAL) pola faktorial. Faktor pertama adalah jenis pupuk dengan
masing-masing dua dosis, sedangkan faktor yang kedua adalah jenis media tanam
masing-masing dengan tiga kali ulangan. Tiga macam jenis pupuk yang digunakan
yaitu GMA = pupuk GM dengan penambahan asam posfat, GMG = pupuk GM
dengan penambahan guano, dan GMF = pupuk GM dengan penambahan guano + isi
rumen. Masing-masing pupuk terdiri dari dua dosis yaitu dosis 1 (30 ml pupuk) dan
dosis 2 (60 ml pupuk). Media tanam adalah tanah dengan penambahan pupuk
kompos (P1) dan tanpa pupuk kompos (P0). Kedua jenis pemupukan ini diberikan
secara acak.
Model matematis yang digunakan berdasarkan Steel dan Torrie (1995):
Yijk = + i + j + ()ij + ijk
Keterangan :
Yijk

= Hasil pengamatan pengaruh pupuk cair anorganik GM dan dosisnya


terhadap tanaman Jagung

= Rataan umum

kualitas tanaman dengan penambahan jenis pupuk GM

dengan dosisnya.
i

= Pengaruh adanya jenis pupuk GM (Asam fosfat, Guano,

dan Guano+Isi

rumen)
j

= Pengaruh jenis media tanam, j = P1 dan P0

32

ij

= Pengaruh interaksi jenis pupuk dengan jenis media tanam

ijk

= Galat akibat pengaruh pemberian pupuk dengan

jenis media tanam

terhadap tanaman.
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan sidik ragam SAS dan apabila
hasilnya menunjukkan berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji Duncan.
Peubah yang Diamati
Kangkung
1. Pertambahan tinggi tanaman (cm/minggu)
Pertambahan tinggi tanaman per minggu dihitung berdasarkan selisih
tinggi tanaman setiap minggu dengan tinggi minggu sebelumnya untuk setiap
perlakuan dan ulangan.
2. Pertambahan jumlah daun tanaman (helai/minggu)
Pertambahan jumlah daun tanaman per minggu dihitung berdasarkan
selisih jumlah daun tanaman setiap minggu dengan jumlah minggu sebelumnya
untuk setiap perlakuan dan ulangan.
3. Produksi kering akar tanaman (g/lubang tanam)
Produksi kering akar tanaman diperoleh dari pengovenan 600 produksi
akar segar dari tiap perlakuan dan ulangan.
4. Produksi kering tajuk tanaman (g/lubang tanam)
Produksi kering tajuk tanaman diperoleh dari pengovenan 600 produksi
akar segar dari tiap perlakuan dan ulangan.
Jagung
1. Pertambahan tinggi tanaman (cm/minggu)
Pertambahan tinggi tanaman per minggu dihitung berdasarkan selisih
tinggi tanaman setiap minggu dengan tinggi minggu sebelumnya untuk setiap
perlakuan dan ulangan.
2. Pertambahan jumlah daun tanaman (helai/minggu)
Pertambahan jumlah daun tanaman per minggu dihitung berdasarkan
selisih jumlah daun tanaman setiap minggu dengan jumlah minggu sebelumnya
untuk setiap perlakuan dan ulangan.
3. Pertambahan diameter batang (cm/2 minggu)
33

Pertambahan diameter batang dilakuakan setiap dua minggu. Diameter


batang diukur dengan jangka sorong. Pengamatan peubah ini hanya dilakukan
pada tanaman jagung.
4. Produksi kering akar tanaman (g/lubang tanam)
Produksi kering akar tanaman diperoleh dari pengovenan 600 produksi
akar segar dari tiap perlakuan dan ulangan.
5. Produksi kering tajuk tanaman (g/lubang tanam)
Produksi kering tajuk tanaman diperoleh dari pengovenan 600 produksi
akar segar dari tiap perlakuan dan ulangan.
6. Jumlah Tongkol (buah/tanaman)
Jumlah tongkol dihitung pada masa akhir pertumbuhan atau pada saat
panen. Jumlah tongkol dihitung dari setiap tanaman.
7. Berat Klobot (g/tanaman)
Berat klobot dihitung setelah tongkol jagung dikupas dan diperoleh
klobot. Klobot yang dihitung merupakan jumlah dari tongkol yang terdapat pada
satu tanaman jagung.

34

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pupuk Cair GM
Kandungan phospor meningkat setelah mengalami peningkatan kualitas pada
pupuk GM, data yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 1. Data pada Tabel 1
menggambarkan unsur yang terkandung dalam pupuk cair GM yang telah
ditambahkan sumber phospor. Berdasarkan Tabel 1, pupuk yang digunakan dalam
penelitian ini bersifat basa, hal ini terlihat dari kandungan pH yang cukup tinggi.
Tabel 1. Hasil Analisis Komposisi GM Murni dan GM yang Sudah Ditambahkan
Sumber Fosfor.
Nama
pH
C-Organik (%)
N Total (%)
PO (%)
KO (%)
Pupuk
GM
3,5
5,47
3,23
0,10
1,12
GMA

8,3

2,63

2,97

1,26

1,7

GMG

8,2

2,89

3,35

0,45

1,9

GMT

8,7

3,39

2,04

0,44

1,71

GMS

8,6

4,04

2,05

0,78

1,56

GMR

8,5

3,58

2,38

0,66

0,9

GMF

8,6

3,02

2,25

0,52

0,91

Sumber : Balai Penelitian Tanah 2009.


Keterangan : GM (GM murni/tanpa pemberian apapun), GMA (pupuk GM+asam fosfat), GMG
(pupuk GM+Guano), GMT (pupuk GM+tepung tulang), GMS (pupuk GM+SP18), GMF
(pupuk GM+guano+isi rumen), GMR (pupuk GM+tepung tulang+isi rumen).

Kangkung
Pertambahan Tinggi Tanaman
Pengaruh penggunaan pupuk GM terhadap tanaman kangkung dan jagung
memberikan hasil yang bervariasi. Kandungan masing-masing pupuk yang berbeda
memberikan hasil yang berbeda pula. Tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah
hingga ujung daun yang tertinggi. Berdasarkan sidik ragam, pengaruh pemberian
pupuk formulasi GM terhadap tinggi tanaman kangkung memberikan hasil yang
nyata (P<0,05), namun dosis pada kangkung tidak memberikan hasil yang nyata serta
tidak terjadi ineraksi. Hasil yang nyata dilanjutkan dengan uji lanjut. Data pengaruh
perlakuan pemberian pupuk GM terhadap tinggi tanaman kangkung dapat dilihat
pada Tabel 2.

35

Tabel 2. Pertambahan Tinggi Tanaman Kangkung (cm/minggu)

GMA

Dosis (ml/lubang tanam)


1
2
3
4,83 0,42
5,93 1,50
6,63 0,75

5,80 0,89a

GMG

3,93 0,64

4,33 1,19

4,90 1,06

4,30 0,96c

GMT

3,67 1,06

4,10 0,17

3,53 1,10

3,77 0,78d

GMS

5,57 2,00

4,00 0,35

4,03 0,91

4,53 1,09c

GMF

3,40 0,62

4,30 1,05

4,43 1,53

4,04 1,07d

GMR

5,00 0,70

3,93 0,42

5,23 0,42

4,72 0,62b

Rata-rata

4,40 0,91

4,43 0,78

4,79 0,96

4,53 0,90

Jenis Pupuk

Rata-rata

Keterangan : superskrip pada kolom rataan menunjukan adanya perbedaan yang sangat nyata
(P<0,01) antar jenis pupuk. GMA (upuk GM+asam phospat), GMG (pupuk
GM+Guano), GMT (pupuk GM+tepung tulang), GMS (pupuk GM+SP18), GMF (pupuk
GM+guano+isi rumen), GMR (pupuk GM+tepung tulang+isi rumen).

Berdasarkan hasil uji lanjut, GMA memiliki nilai tertinggi (5,80 cm)
dibandingkan dengan yang lainnya. Terlihat pada superskrip yang tertera pada Tabel
2. Urutan pupuk terbaik berdasarkan perambahan tinggi tanaman adalah
GMA>GMR>GMG dan GMS>GMT dan GMF. Buckman dan Brady (1982)
mengungkapkan bahwa pertambahan tinggi vertikal rumput sangat dipengaruhi oleh
pemupukan nitrogen. Hal ini karena nitrogen mempunyai efek paling cepat dalam
meningkatkan pertumbuhan tanaman. Pupuk GM dengan penambahan sumber
phospor asam phospat (GMA) memiliki kandungan nitrogen (2,97 %) yang cukup
tinggi. Namun pada Tabel 1 terlihat bahwa kandungan nitrogen tertinggi (3,35 %)
dimiliki oleh pupuk GM dengan penambahan guano (GMG). Hal ini tidak menjadi
patokan untuk mengukur pertambahan tinggi tanaman. Selain memiliki kandungan
nitrogen yang cukup tinggi, GMA memiliki kandungan unsur lain yaitu P, dam K
lebih tinggi dibandingkan dengan GMG. Selain itu, asam fosfat memiliki sifat mudah
tersedia, sehingga pupuk GMA memiliki pertambahan tinggi vertikal yang lebih baik
dibandingkan dengan pupuk GM dengan kandungan sumber phospor lainnya. Secara
umum dapat dikatakan bahwa semakin tinggi kandungan nitrogen maka
pertumbuhan semakin baik, begitu juga sebaliknya. Hal ini terlihat pada tanaman
kangkung dengan perlakuan GMT yang memiliki nilai rataan pertambahan tinggi
tanaman terendah (3,77 cm) karena memiliki kandungan nitrogen paling rendah
(2,04 cm). Kontrol pada penelitian ini menggunakan pupuk komersial yaitu pupuk

36

Ponska sebagai kontrol positif dan kontrol negatif yaitu tanpa pemberian pupuk.
Berdasarkan hasil rataan yang diperoleh, kontrol positif memiliki nilai rataan
pertambahan tinggi tanaman sebesar 15,27 cm sedangkan kontrol negatif memiliki
nilai rataan sebesar 4,52 cm. Pupuk Ponska memiliki kandungan N, P, K yang jauh
lebih tinggi dibandingkan dengan pupuk formulasi GM sehingga memiliki nilai
rataan yang lebih tinggi dibandingkan pupuk GM. Selain itu, pupuk ponska
merupakan pupuk anorganik dimana lebih cepat memberikan ketersediaan unsur hara
yang dibutuhkan oleh tanaman. Berikut gambar kangkung penelitian.

Gambar 2. Tanaman Kangkung Penelitian


Hasil yang tidak nyata pada dosis mungkin disebabkan oleh dosis yang
kurang tinggi. Jika dilihat dari nilai rataan dosis, semakin tinggi dosis semakin baik
pertambahan tinggi tanaman.
Pertambahan Jumlah Daun
Jumlah daun merupakan salah satu variabel untuk mengukur produktivitas
tanaman. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan terhadap
pertambahan jumlah daun kangkung tidak memberikan pengaruh yang nyata
(P>0,05) begitupun pada pemberian dosisnya, tidak memberikan pengaruh yang
nyata serta tidak terjadi interaksi. Namun dosis 2 ml memiliki nilai yang lebih tinggi
dibandingkan dengan dosis 1 ml dan 3 ml. Hal ini diperlihatkan pada Tabel 3, yaitu
data hasil perlakuan yang diberikan terhadap pertambahan jumlah daun tanaman
kangkung.

37

Tabel 3. Pertambahan Jumlah Daun Kangkung (helai/minggu)

GMA

Dosis (ml/lubang tanam)


1
2
3
2,170,28
2,77 0,51
2,31 0,15

2,41 0,31

GMG

1,78 0,54

2,03 0,50

2,18 0,66

2,00 0,56

GMT

2,02 0,47

2,00 0,35

1,99 0,49

2,00 0,44

GMS

2,37 0,40

2,21 0,07

2,21 0,37

2,26 0,28

GMF

1,78 0,66

2,01 0,17

2,03 0,56

1,94 0,46

GMR

2,09 0,02

2,40 0,06

2,27 0,06

2,25 0,04

Rata-rata

2,04 0,40

2,24 0,28

2,17 0,38

2,14 0,35

Jenis Pupuk

Rata-rata

Keterangan : GMA (upuk GM+asam phospat), GMG (pupuk GM+Guano), GMT (pupuk
GM+tepung tulang), GMS (pupuk GM+SP18), GMF (pupuk GM+guano+isi rumen),
GMR (pupuk GM+tepung tulang+isi rumen).

Berdasarkan data yang tertera pada Tabel 3, nilai antar perlakuan memang
tidak begitu berbeda. Nilai yang perlakuan yang satu dengan yang lainnya saling
berdekatan. Pada saat penelitian, ada beberapa daun yang gugur sehingga
menyebabkan pertambahan jumlah daun yang rendah. Pengaruh yang tidak berbeda
nyata berarti dari enam macam pupuk yang digunakan memberikan hasil yang sama,
sehingga petani atau masyarakat lain yang ingin menggunakan pupuk ini dapat bebas
menggunakan salah satu dari keenam pupuk tersebut. Namun, jika dilihat dari nilai
rataan masing-masing perlakuan, tanaman kangkung dengan perlakuan GMA
memiliki nilai yang lebih tinggi (2, 41 helai) dibandingkan dengan perlakuan lainnya.
Setiawan (1996) mengungkapkan bahwa unsur kalium berguna untuk membantu
dalam pembentukan protein dan karbohidrat, pemberian unsur ini akan memperkuat
tanaman sehingga daun, bunga, dan buah tidak mudah gugur. Selain itu, kalium juga
membuat tanaman tahan terhadap kekeringan dan penyaki. Pupuk GMF dan pupuk
GMR memiliki pertambahan jumlah daun yang rendah. Hal ini terjadi karena
kandungan kalium pada kedua pupuk tersebut rendah. Jika dibandingkan dengan
kontrol negatif, pengaruh pemberian pupuk GM menghasilkan nilai yang lebih
tinggi. Konrol negatif memiliki nilai rataan pertambahan jumlah daun sebebsar 1,02
helai. Namun tidak pada kontrol positif. Pupuk ponska memiliki kandungan N, P,
dan K jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pupuk GM sehingga nilainya juga lebih

38

tinggi. Kontrol positif memiliki nilai rataan pertambahan jumlah daun sebesar 4,56
helai.
Produksi Akar
Berdasarkan hasil sidik ragam, pengaruh pemberian jenis pupuk tidak
memberikan hasil yang nyata (P>0,05) terhadap produksi akar tanaman kangkung,
begitupun dosis pemberian pupuk tersebut, tidak memberikan hasil yang nyata serta
tidak terdapat interaksi dari kedua faktor. Hasil yang lebih jelas dapat dilihat pada
Tabel 4. Data pada Tabel 4 merupakan hasil perlakuan pupuk GM terhadap produksi
akar tanaman kangkung. Hasil yang tidak nyata mungkin disebabkan oleh akar-akar
yang ikut lepas bersama tanah saat pembersihan sehingga tidak terhitung saat
penimbangan. Jika diliha dari nilai rataan, GMA memiliki nilai rataan yang tertinggi
(11,40 g) dibandingkan dengan pupuk GM yang lainnya. Hal ini karena pupuk GMA
memiliki kandungan P yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang lainnya.
Sebagaimana diungkapkan oleh Setiawan (1996) bahwa unsur fosfor lebih banyak
berfungsi untuk merangsang pertumbuhan akar, khususnya akar pada tanaman muda.
Sebaliknya tanaman kangkung dengan perlakuan pupuk yang kandungan fosfornya
rendah memiliki nilai rataan yang rendah pula. Jika dibandingkan dengan kontrol
positif (pupuk ponska), pupuk GM tidal lebih baik. Tanaman kangkung dengan
pemberian pupuk ponska memiliki nilai rataan produksi akar sebesar 27,07 g,
sedangkan pada kontrol negatif memiliki nilai 7,01 g. Jadi, pupuk GM lebih baik
dibandingkan dengan konrol negatif.
Dosis yang tidak nyata mungkin disebabkan oleh kurang tingginya dosis yang
diberikan. Meskipun tidak berbeda nyata, jika dilihat dari nilainya semakin tinggi
dosis maka produksi akar tanaman kangkung semakin tinggi pula.
Penelitian ini menggunakan tanah latosol atau tanah masam. Kemasaman
tanah menentukan tingkat fiksasi mineral dalam tanah. Pada tanah yang terlalu
masam (pH<6,0) ketersediaan P akan menurun karena adanya Fe dan Al. Sedangkan
pada pH 7,28,5 unsur P akan diikat oleh mineral Ca. Kemasaman tanah yang ideal
untuk ketersediaan P adalah antara 6,57,0 (Penas dan Sander, 1993). Jadi tanah
pada penelitian ini memberikan pengaruh terhadap produksi akar tanaman kangkung.

39

Tabel 4. Produksi Akar Kering Kangkung (g/lubang tanam)

GMA

Dosis (ml/lubang Tanam)


1
2
3
8,17 2,21
8,77 0,76
17,27 12,55

11,40 5,18

GMG

5,23 0,61

12,70 11,79

11,53 2,20

9,82 4,87

GMT

5,77 0,61

7,60 4,32

7,10 2,87

6,82 2,60

GMS

10,03 4,55

5,57 0,90

7,07 0,40

7,56 1,95

GMF

4,50 1,73

5,27 1,50

7,13 2,45

5,63 1,90

GMR

8,63 2,70

6,17 2,38

7,40 1,25

7,40 2,11

Rata-rata

7,06 2,07

7,68 3,61

9,58 3,62

8,11 3,10

Jenis Pupuk

Rata-rata

Keterangan : GMA (upuk GM+asam phospat), GMG (pupuk GM+Guano), GMT (pupuk
GM+tepung tulang), GMS (pupuk GM+SP18), GMF (pupuk GM+guano+isi rumen),
GMR (pupuk GM+tepung tulang+isi rumen), K (kontrol/ponska).

Produksi Tajuk
Tajuk adalah bagian tanaman yang dipotong dari bagian pangkal akarnya.
Tajuk terdiri dari batang dan daun. Hasil sidik ragam nenunjukkan bahwa pengaruh
pemberian jenis pupuk terhadap produksi tajuk tanaman kangkung tidak berbeda
nyata (P>0,05). Namun, dosis yang diberikan memberikan hasil yang nyata (P<0,05).
Hasil yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 5 . Dosis terbaik pada produksi tajuk
kering kangkung adalah dosis 3. Data pada Tabel 5 memperlihatkan dosis terbaik
adalah dosis 3 ml (16,66 g), sedangkan dosis 1 ml (11,71 g) dan 2 ml (12,30 g) tidak
berbeda nyata yang ditunjukkan oleh superskrip dengan huruf yang sama. Dosis 3
memiliki konsentrasi 3 ml pupuk formulasi GM untuk setiap jenis pupuk. Jika
dilihat dari nilai rataan untuk setiap jenis pupuk, GMA memiliki nilai tertinggi
(16,23 g) dibandingkan dengan pupuk GM lainnya. Namun jika dibandingkan
dengan kontrol positif yang memiliki nilai rataan 109,61 g, pupuk GM tidak lebih
baik. Hal ini karena kontrol positif menggunakan pupuk ponska yang memiliki
kandungan N, P, dan K yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pupuk GM.
Tetapi pada kontrol negatif memiliki produksi tajuk kering sebesar 14,93 g. Pupuk
GMA memliki nilai lebih tinggi dibandingkan kontrol negatif.
Faktor yang menentukan pertumbuhan tanaman tingkat tinggi adalah cahaya,
batuan mekanik, panas, udara, air, dan unsur hara. Percepatan tumbuh dan
produktivitas tanaman dipengaruhi oleh ketersediaan unsur hara dalam tanah yang
40

akan memenuhi kebutuhan suatu tanaman. Diantara tiga unsur yang biasanya
diberikan pada pupuk buatan, nitrogen mempunyai efek paling cepat dan paling
menonjol. Nitrogen cenderung meningkatkan pertumbuhan diatas tanah dan
memberikan warna hijau pada daun. Pada semua tanaman, nitrogen merupakan
pengatur yang sangat menguasai penggunaan kalium, phospor dan unsur yang
lainnya (Buckman dan Brady, 1982). Pupuk GMA memiliki total NPK tertinggi
dibandingkan dengan yang lainnya. Selain kandungan NPK yang tinggi pupuk GM
dengan penambahan asam phospat juga memiliki sifat fast release sehingga respon
terhadap tanaman lebih cepat. Kangkung ditanam saat musim hujan sehingga tidak
kekurangan air dalam pertumbuhannya.
Tabel 5. Produksi Tajuk Kering Kangkung (g/lubang tanam)

GMA

Dosis (ml/lubang tanam)


1
2
3
14,33 3,77
10,97 7,62
23,40 8,51

16,23 6,64

GMG

9,73 1,03

14,17 10,30

18,50 1,57

14,13 4,30

GMT

11,30 3,03

11,83 6,01

12,27 3,33

11,80 4,12

GMS

14,33 6,55

11,67 1,15

14,53 3,36

13,51 3,69

GMF

7,53 2,61

11,97 3,25

15,60 5,50

11,70 3,79

GMR

13,03 2,63

13,20 4,35

15,63 1,07

13,96 2,68

Rata-rata

11,71 3,27b

12,30 5,45b

16,66 3,89a

13,56 4,20

Jenis Pupuk

Rata-rata

Keterangan : GMA (upuk GM+asam phospat), GMG (pupuk GM+Guano), GMT (pupuk
GM+tepung tulang), GMS (pupuk GM+SP18), GMF (pupuk GM+guano+isi rumen),
GMR (pupuk GM+tepung tulang+isi rumen), K (kontrol/ponska).

Jagung
Pertambahan Tinggi Tanaman
Pengaruh jenis pupuk terhadap tinggi tanaman jagung memberikan hasil yang
sangat nyata (P<0,01), terlihat pada Tabel 6. Berdasarkan hasil uji lanjut, pengaruh
pupuk GM yang diberikan sumber fosfor guano dan isi rumen (GMF) dengan
menambahkan pupuk kompos pada media tanamnya memiliki nilai tertinggi
dibandingkan dengan yang lainnya, hal ini ditunjukKan oleh superskrip yang tertera
pada Tabel 6. Isi rumen merupakan bahan organik yang berasal dari ternak
ruminansia yang dapat diperoleh dari Rumah Pemotongan Hewan (RPH) yang

41

menyumbangkan bahan organik pada pupuk GM. Isi rumen juga masih mengandung
fosfor. Pupuk GMF merupakan pupuk yang mengandung bahan organik lebih banyak
dibandingkan dengan pupuk GM lainnya. Pengaruh bahan organik terhadap
pertumbuhan tanaman adalah sebagai granulator yaitu untuk memperbaiki struktur
dan tekstur tanah, sumber unsur hara N, P, S, unsur mikro, menambah kemampuan
tanah untuk menahan unsur-unsur hara (Kapasitas Tukar Kation atau KTK tanah
menjadi tinggi), mempertinggi kemampuan tanah menyerap air dan menyediakannya
untuk kepentingan tanaman, mempertinggi daya ikat tanah terhadap hara sehingga
tidak mudah larut oleh air hujan atau pengairan, sumber energi bagi mikroba,
meningkatkan porositas, aerasi dan menggemburkan tanah. Bahan organik berfungsi
sebagai sumber energi bagi mikroba tanah, oleh karena itu kekurangan bahan organik
akan menyebabkab dinamika biologis dalam tanah terganggu sehingga dapat
menurunkan dinamika hara tanaman (Hardjowigeno, 1992; Murbandono, 2000).
Tabel 6. Pertambahan Tinggi Tanaman Jagung (cm/minggu)
Jenis pupuk

Jenis Media Tanam

Rata-rata

P0
0,86 0,24D

P1
20,07 2,79AB

10,47 1,52C

GMA1

20,17 2,91AB

24,50 4,67AB

22,33 3,80AB

GMA2

23,53 2,85AB

27,53 9,02A

25,53 5,93A

GMG1

12,50 2,29C

23,23 4,50AB

17,87 3,40B

GMG2

17,47 1,21BC

23,97 4,46AB

20,72 2,84B

GMF1

10,10 0,50C

26,33 6,99A

18,22 3,74B

GMF2
Rataan

11,10 2,17C
13,68 1,74B

26,33 2,80A
24,57 5,03A

18,72 2,48B
19,12 3,39

Keterangan : superskrip pada setiap kolom menunjukan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01).
GMA (upuk GM+asam phospat), GMG (pupuk GM+Guano), GMF (pupuk
GM+guano+isi rumen), K (kontrol). P0 (tanpa kompos), P1 (dengan pemberian
kompos).

Pemberian pupuk kompos memberikan hasil yang sanga nyata (P<0,01)


terhadap pertumbuhan tanaman jagung. Dapat dilihat antara P0 dan P1 terdapat
superskrip yang berbeda hal ini menunjukkan bahwa tanaman jagung yang diberi
perlakuan pupuk kompos (P1) pada media tanamnya memiliki laju pertumbuhan
yang lebih cepat dibandingkan tanpa pemberian pupuk kompos (P0). Namun pada

42

tanaman dengan perlakuan penambahan asam fosfat pada pupuk GM tidak


berpengaruh antara dengan dan tanpa pemberian pupuk kompos. Hal ini disebabkan
oleh sifat asam fosfat yang cepat larut sehingga lebih cepat tersedia dan memberikan
respon cepat terhadap pertumbuhan sehingga pemberian pupuk kompos tidak terlalu
berpengaruh.
Pada kangkung, pengaruh perlakuan pupuk GM

yang memberikan hasil

terbaik adalah tanaman kangkung dengan perlakuan pupuk GMA, berbeda dengan
tanaman jagung pupuk yang memberikan hasil yang terbaik adalah pupuk GMF.
Pernyataan tersebut menunjukan bahwa terdapat interaksi antara pemberian pupuk
GM yang diberi pupuk kompos dengan yang tidak diberi pupuk kompos.
Penambahan pupuk kompos memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan
tanpa pemberian pupuk kompos, dapat diliha dari superskrip yang terlihat pada tabel.
Unsur hara yang penting dalam pertumbuhan tanaman adalah N, P, dan K.
Pupuk GM dengan penambahan guano dan isi rumen memiliki kandungan NPK yang
tidak lebih tinggi dari pupuk lainnya, namun memiliki kandungan bahan organik
yang lebih tinggi.
Hakim et al. (1986)

menyatakan bahwa kemasaman tanah dapat

menimbulkan sejumlah permasalahan diantaranya 1) unsur P kurang tersedia, 2)


kekurangan unsur kalsium, magnesium, dan molibdenum, 3) fiksasi N terhambat, 4)
kandungan mangan dan besi sering berlebihan sehingga dapat meracuni tanaman, 5)
kelarutan alumunium sangat tinggi sehingga menghambat pertumbuhan. Dengan kata
lain pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh pH tanah. Tanah yang menggunakan
pupuk kompos memiliki nilai pH berkisar antara 66.8, sedangkan tanah yang tidak
menggunakan pupuk kompos memiliki pH berkisar antara 3.95.9. Terlihat bahwa
pH tanah yang tidak menggunakan pupuk kompos kurang baik unuk pertumbuhan
tanaman karena pH yang terlalu rendah akan mengurangi ketersediaan unsur P.
Pertambahan Jumlah Daun
Berdasarkan hasil sidik ragam, jenis pupuk yang diberikan terhadap tanaman
jagung memberikan hasil yang sangat nyata (P<0,01) yang diperlihatkan oleh Tabel
7. Pemberian pupuk kompos memberikan hasil yang sangat nyata (P<0,01) terhadap
pertambahan jumlah daun Jagung. Pertambahan jumlah daun Jagung pada media
tanam yang mendapat penambahan pupuk kompos memiliki nilai yang lebih tinggi

43

dibandingkan dengan Jagung tanpa pemberian pupuk kompos. Terjadi interaksi pada
variabel ini.
Tanaman jagung dengan pemberian pupuk GMA2 baik pada media tanam P0
maupun P1 memiliki nilai pertambahan jumlah daun terbanyak, diikuti dengan jenis
pupuk GMA1 dan GMG2, namun penambahan pupuk kompos tidak lebih baik
dibandingkan dengan tanpa pemberian pupuk kompos. Pupuk GMA1 pada media
tanam yang tidak menggunakan pupuk kompos (GMA1P0) memiliki nilai yang lebih
tinggi dibandingkan dengan perlakuan pemberian pupuk kompos (GMA1P1) pada
media tanam, namun tidak begitu berarti perbedaannya. Hal ini mungkin disebabkan
adanya reaksi antara pupuk GMA1 dengan pupuk kompos sehingga tanaman jagung
dengan pemberian pupuk GMA1P1 mengalami keracunan dan menyebabkan
pertambahan jumlah daunnya rendah. Hal yang sama terjadi pada GMA2 dan
GMG2.
Tabel 7. Pertambahan Jumlah Daun Jagung (helai/minggu)
Jenis
pupuk

Jenis Media Tanam

Rata-rata

P0
00E

P1
0,45 0,05D

0,20 0,12C

GMA1

0,93 0,23BC

0,80 0,20CD

0.87 0,22B

GMA2

1,47 0,31A

1,40 0,20A

1,43 0,25A

GMG1

0,73 0,12CD

1,13 0,31ABC

0,93 0,21B

GMG2

1,27 0,31AB

0,93 0,12BC

1,10 0,21B

GMF1

0,73 0,32CD

1,00 0,20BC

0,87 0,26B

GMF2
Rata-rata

0,80 0,20CD
0,84 0,24B

1,13 0,12ABC
0,98 0,17A

0,97 0,16B
0,91 0,20

Keterangan : superskrip pada setiap kolom menunjkukan adanya perbedaan yang sangat nyata
(P<0,01) antar perlakuan. GMA (upuk GM+asam phospat), GMG (pupuk GM+Guano),
GMF (pupuk GM+guano+isi rumen), K (kontrol). P0 (tanpa kompos), P1 (dengan
kompos).

Setiawan (1996) mengungkapkan bahwa unsur kalium berguna untuk


membantu dalam pembentukan protein dan karbohidrat, pemberian unsur ini akan
memperkuat tanaman sehingga daun, bunga, dan buah tidak mudah gugur. Jika
dilihat dari kandungan kalium masing-masing pupuk, GMG memiliki kandungan
kalium lebih tinggi daripada pupuk GMA dan GMF. Namun dari hasil yang

44

diperoleh pertambahan jumlah daun terbanyak adalah pada tanaman jagung yang
mendapat pemberian pupuk GMA baik pada media tanam P0 maupun P1. Hal ini
menunjukkan bahwa ada pengaruh dari pemberian pupuk kompos.
Diameter Batang
Diameter batang diukur satu kali dalam dua minggu. Berdasarkan hasil sidik
ragam, pengaruh pemberian jenis pupuk terhadap diameter batang sangat berbeda
nyata (P<0,01). Namun pemberian pupuk kompos tidak memberikan pengaruh yang
nyata dan tidak terjadi interaksi. Pertambahan diameter batang hasil perlakuan dapat
dilihat pada Tabel 8, berdasarkan hasil pada Tabel 8 kontrol memiliki nilai rataan
tertinggi dibandingkan dengan yang lainnya. Kontrol adalah tanaman jagung tanpa
pemberian pupuk dan dengan pemberian pupuk kompos pada media tanamnya. Jika
dilihat dari hasil yang diperoleh masing-masing P0 dan P1, kontrol dengan P0 tidak
lebih baik dari pengaruh pemberian pupuk GMA2. Pupuk GM dengan penambahan
asam fosfat dosis 2 (GMA2) memiliki nilai pertambahan diameter batang yang cukup
tinggi, lebih tinggi dibandingkan dengan jenis pupuk GM lainnya. Pupuk GMA2
mendekati kontrol. Pupuk GMA memiliki lebih banyak kelebihan dibandingkan
dengan pupuk GM lainnya. GMA memiliki NPK total lebih tinggi dibandingkan
GMG dan GMF serta memiliki sifat fast release sehingga memiliki pengaruh
pertumbuhan yang lebih baik.
Tabel 8. Pertambahan Diameter Batang Jagung (cm/2 minggu)
Jenis Media Tanam
P0
P1
0,098 0,012
0,153 0,028

0,126 0,020A

GMA1

0,037 0,012

00

0,019 0,006C

GMA2

0,127 0,029

0,110 0,075

0,119 0,052AB

GMG1

0,015 0,021

0,043 0,055

0,029 0,038C

GMG2

0,079 0,056

0,070 0,036

0,075 0,046ABC

GMF1

0,002 0,017

0,057 0,068

0,030 0,043C

GMF2
Rata-rata

0,013 0,027
0,053 0,025

0,090 0,036
0,075 0,043

0,052 0,032BC
0,064 0,034

Jenis Pupuk
K

Rata-rata

Keterangan : superskrip pada setiap kolom menunjukan adanya perbedaan yang sangat nyata
(P<0,01) antar perlakuan. GMA (upuk GM+asam phospat), GMG (pupuk GM+guano),
GMF (pupuk GM+guano+isi rumen), K (kontrol). P0 (tanpa kompos), P1 (dengan
kompos).

45

Produksi Akar
Hasil sidik ragam pengaruh pemberian pupuk GM terhadap produksi akar
tanaman jagung memberikan hasil yang sangat nyata (P<0,01), begitupun jenis
media tanam berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap produksi akar kering
Jagung serta terjadi interaksi, seperti diperlihatkan pada Tabel 9. Pupuk GMA1
dengan media tanam tanpa pemberian pupuk kompos (P0) menghasilkan produksi
akar paling tinggi dibandingkan dengan yang lainnya. Namun untuk perlakuan yang
lain tanpa pemberian pupuk kompos tidak lebih baik daripada hasil perlakuan dengan
menggunakan pupuk kompos kecuali GMA2. Sifat asam fosfat yang merupakan
salah satu jenis pupuk fast release mempercepat pertumbuhan tanaman karena lebih
cepat memberikan respon. Interaksi yang terjadi pada pupuk GMA1 dengan P1
mengakibatkan pemberian pupuk kompos tidak memberikan pengaruh yang baik.
Selain memiliki sifat fast release GMA juga memiliki kandungan P yang lebih tinggi
sehingga produksi akarnyapun lebih tinggi. Seperti yang telah diungkapkan oleh
Setiawan (1996) bahwa unsur fosfor lebih banyak berfungsi untuk merangsang
pertumbuhan akar, khususnya akar pada tanaman muda.
Tabel 9. Produksi Akar Kering Jagung (g/lubang tanam)
Jenis Pupuk

Jenis Media Tanam

Rata-rata

P0
0,69 0,41F

P1
12,03 0,52BCDE

6,36 0,465C

GMA1

32,94 7,66A

13,75 2,14BCD

23,35 4,90A

GMA2

16,39 13,45BC

12,61 1,35BCDE

14,50 7,40B

GMG1

5,89 2,24DEF

17,50 6,33B

11,70 4,29BC

GMG2

8,09 2,95CDEF

14,81 1,89BC

11,45 2,42BC

GMF1

5,97 2,15DEF

17,05 7,03B

11,51 4,59BC

GMF2

5,20 1,50EF

13,74 3,47BCD

9,47 2,48BC

Rata-rata

10,739 4,34B

14,50 3,25A

12,62 3,79

Keterangan : superskrip pada setiap kolom menunjukan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) antar
perlakuan. GMA (upuk GM+asam phospat), GMG (pupuk GM+Guano), GMF (pupuk
GM+guano+isi rumen), K (kontrol). P0 (tanpa kompos), P1 (dengan kompos).

Media tanam yang tidak mendapatkan penambahan pupuk kompos (P0)


mempunyai pH yang rendah karena tanah yang digunakan adalah tanah latosol
dimana tanah ini bersifat masam. Media tanam yang mendapat penambahan pupuk
46

kompos (P1) mengalami peningkatan pH sehingga produksi akar jagung lebih tinggi.
Jagung dengan jenis pupuk kontrol (tanpa pemberian pupuk) memiliki nilai produksi
akar terendah. Kandungan unsur hara yang sangat sedikit dan tanah yang sangat
asam menyebabkan tanaman sulit untuk tumbuh.
Produksi Tajuk
Berdasarkan hasil sidik ragam, pengaruh perlakuan terhadap produksi tajuk
tanaman jagung sangat nyata (P<0,01), begitupun jenis media tanam berpengaruh
sangat nyata (P<0,01) terhadap produksi tajuk kering Jagung serta terjadi interaksi,
seperti tersaji pada Tabel 10. Dilihat dari hasil pada Tabel 10. GMG1, GMG2, dan
GMF1 ketiganya dengan penambahan pupuk kompos (P1) masing-masing perlakuan
memiliki produksi tajuk kering yang lebih tinggi dibandingkan pupuk GM lainnya.
Dalam penelitian ini terjadi interaksi antara faktor jenis pupuk dan fakor jenis media
tanam (kompos dan non kompos). Produksi tajuk kering jagung pada media tanam
yang menggunakan pupuk kompos (P1) memiliki produksi tajuk kering lebih tinggi
dibandingkan dengan perlakuan tanpa pemberian pupuk kompos (P0).
Tabel 10. Produksi Tajuk Kering Jagung (g/lubang tanam)
Jenis pupuk
K

Jenis Media Tanam


P0
P1
F
0,53 0,22
45,97 6,38BCD

Rata-rata
23,25 3.30C

GMA1

37,29 9,02CD

57,73 1,17AB

47,51 5,10A

GMA2

33.83 13.75D

51,07 7,76ABC

42,45 10,77AB

GMG1

11.25 5,35EF

64,24 13,97A

37,75 9,66B

GMG2

17,74 5,64E

66,40 9,06A

42,07 7,35AB

GMF1

8,08 1,69EF

62.89 13,06A

35,47 7,38B

GMF2

11,27 3,43EF

54,32 6,43AB

32,79 4,93BC

Rata-rata

17,14 5,59B

57,52 8,26A

37,33 6,93

Keterangan : superskrip pada setiap kolom menunjukan adanya perbedaan yang sangat nyata
(P<0,01) antar perlakuan. GMA (upuk GM+asam phospat), GMG (pupuk GM+guano),
GMF (pupuk GM+guano+isi rumen), K (kontrol). P0 (tanpa kompos), P1 (dengan
kompos).

Hal ini disebabkan oleh kondisi tanah yang sangat masam pada tanah yang tidak
diberikan pupuk kompos (P0) sehingga tanaman tidak tumbuh dengan baik. Derajat

47

kemasaman atau pH yang baik untuk tanaman berkisar antara 6,57,0 (Penas dan
Sander, 1993) dan ideal untuk ketersediaan P.
Jumlah Tongkol
Jumlah tongkol dihitung pada tiap tanaman. Berdasarkan Tabel 11, jumlah
tongkol pada tanaman jagung yang diberikan pupuk kompos pada media tanamnya
(P1) lebih banyak dibandingkan dengan tanpa pemberian pupuk kompos (P0). Hasil
yang ditunjukan oleh tabel 10 terlihat bahwa tongkol terbanyak terdapat pada jagung
dengan perlakuan GMA1 baik pada media tanam P0 maupun P1. Pupuk GMA1
memiliki kandungan NPK total tertinggi dibandingkan dengan yang lainnya. Jumlah
tongkol pada perlakuan GMA1 adalah sama antara P1 dan P0 yaitu 2,33 tongkol
jagung. Kualitas tongkol pada penelitian ini tidak begitu baik karena banyak tongkol
yang berukuran kecil dan biji jagung yang tidak merata. Banyak juga yang klobotnya
mengelupas saat tongkol masih berada pada tanaman jagung. Kualitas tongkol ini
berkaitan dengan perlakuan yang diberikan. Tanaman jagung yang tumbuh kerdil
memiliki tongkol yang kerdil pula, begitu juga sebaliknya, tanaman jagung yang
tinggi dan pertumbuhannya baik memiliki tongkol yang besar dan berisi.
Tabel 11. Jumlah Tongkol Tanaman Jagung (buah/tanaman)
Jenis Pupuk

Jenis Media Tanam


P0
0,00
2,33
1,33
1,33
1,33
0,33
1,67
1,19

P1
2,00
2,33
1,33
2,67
2,00
2,67
1,67
2,10

Rata-rata

K
1,00
GMA1
2,33
GMA2
1,33
GMG1
2,00
GMG2
1,67
GMF1
1,50
GMF2
1,67
Rata-rata
1,64
Keterangan : GMA (pupuk GM+asam phospat), GMG (pupuk GM+guano), GMF (pupuk
GM+guano+isi rumen), K (kontrol). Angka pada perlakuan menunjukkan dosis (1 :
dosis 1 ml dan 2 : dosis 2ml)

Produksi Klobot
Klobot merupakan kulit atau pembungkus tongkol yang telah dipisahkan dari
tongkolnya. Klobot dapat digunakan sebagai pakan ternak sehingga produksinya

48

penting untuk diketahui. Produksi klobot berkaitan dengan jumlah tongkol yang
dihasilkan pada masing-masing tanaman. Perlakuan yang diberikan berpengruh
sangat nyata (P<0,01) terhadap produksi klobot begitupun pada jenis media tanam,
berpengaruh sangat nyata terhadap produksi klobot, namun tidak terjadi interaksi.
Berdasarkan Tabel 12, produksi klobot tertinggi adalah pada jagung yang mendapat
pupuk GMA1 karena jumlah tongkolnya juga lebih tinggi. Pertumbuhan dan
produksi tongkol yang baik juga menghasilkan produksi klobot yang baik. Jenis
pupuk GMA1 yang diberikan menghasilkan produksi tongkol yang baik sehingga
produksi klobotnyapun lebih baik diantara jagung dengan pemberian pupuk yang
lainnya. Tanaman jagung yang tumbuh dengan baik akan menghasilkan buah dalam
hal ini tongkol yang baik pula, namun pada saat penelitian berlangsung jagung
terserang hama sehingga produksi tongkol kurang begitu baik. Produksi klobot
terendah terdapat pada tanaman jagung yang tidak mendapat pemberian pupuk GM
dan pupuk kompos (KP0). Pemberian pupuk GMA2, GMG1, GMG2, GMF1 tidak
memberikan perbedaan yang nyata, namun GMF 2 berbeda dengan pupuk lainnya.
Tabel 12. Produksi Klobot jagung (g/tanaman)
Jenis pupuk

Jenis Media Tanam

Rata-Rata

P0

P1

00

2,70 1,28

1,35 0,64C

GMA1

3,28 0,22

6,50 0,95

4,89 0,58A

GMA2

2,30 0,82

5,39 2,27

3,84 1,54AB

GMG1

0,70 0,25

5,93 1,74

3,31 0,99AB

GMG2

1,49 0,80

4,93 1,21

3,21 1,00AB

GMF1

0,83 0,42

6,67 3,59

3,75 2,01AB

GMF2

0,96 0,53

4,12 2,07

2,54 1,30BC

Rata-Rata

1,37 0,43B

5,18 1,87A

3,27 1,15

Keterangan : superskrip pada setiap kolom menunjukan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01).
GMA (upuk GM+asam fosfat), GMG (pupuk GM+guano), GMF (pupuk
GM+guano+isi rumen), K (kontrol). P0 (tanpa kompos), P1 (dengan kompos).

49

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Penggunaan pupuk GM pada tanaman kangkung belum dapat meningkatkan
produktivitas. Pupuk GM hanya dapat menggantikan sebagian kecil saja pupuk
ponska. Penggunaan pupuk GM yang dikombinasikan dengan pupuk kandang pada
tanaman tanaman jagung dapat meingkatkan produktivitas dan GMA tanpa
pemberian pupuk kompos memberikan hasil yang cukup baik setara dengan
penggunaan pupuk kompos.
Saran
Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui kualitas nutrisi dari kangkung
dan jagung yang diberikan perlakuan pupuk limbah pabrik Sasa tersebut, analisis
tanah pada tanah yang digunakan untuk tanaman kangkung dan kontrol lingkungan
yang lebih baik.

50

UCAPAN TERIMAKASIH
Puji Syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah
memberikan banyak kenikmatan dan karunia terutama kesehatan sehingga Penulis
dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat serta salam Penulis curahkan
kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa manusia dari zaman kegelapan
ke zaman yang terang benderang ini dengan adanya iman dan Islam.
Penulis menyampaikan banyak terimakasih kepada Dr. Ir Panca Dewi,
M.H.K.S, M.Si selaku pembimbing utama yang telah memberikan semangat dan
motivasi serta masukan-masukan yang sangat bermanfaat dalam penulisan skripsi
ini. Penulis juga mengucapkan banyak terimakasih kepada Dr. Ir. Luki Abdullah,
M.Sc.Agr. selaku pembimbing anggota sekaligus pembimbing akademik yang telah
membantu Penulis melewati masa studi di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi
Pakan serta memberikan saran-saran yang membangun Penulis sehingga Penulis
dapat menyelesaikan studinya. Ucapan terimakasih juga Penulis sampaikan kepada
staf Laboratorium Lapang Agrostologi yang sudah membantu penelitian ini. Tak lupa
ucapan terimakasih Penulis sampaikan kepada seluruh dosen yang telah
mengamalkan ilmunya kepada Penulis serta staf Departemen Ilmu Nutrisi dan
Teknologi Pakan terutama Ibu Widya Hermana, Ibu Nurrochmah Kumalasari
sekaligus sebagai dosen penguji pada seminar penulis, dan Ibu Lilis Khotijah yang
sudah meluangkan banyak waktunya untuk membantu para mahasiswa dalam
penyelesaian tugas akhirnya serta kepada Dr. Ir. Didid Diapari, M.Si dan Prof. Dr. Ir.
Pollung H. Siagian, M.S sebagai penguji sidang penulis.
Penulis tak lupa menyampaikan terimakasih yang tak terkira kepada Bapak
Khaerudin, S.Ag dan Ibu Sri Rahayu selaku orang tua serta Casto Uripto, S. Kom
selaku suami penulis yang telah memberikan motivasi baik materi maupun non
materi kepada Penulis hingga Penulis dapat menyelesaikan studinya di Departemen
Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Kepada mbah H. Sugiharto dan Hj. Suharti yang membantu membiayai penulis
dalam menyelesaikan studinya serta keluarga besar penulis yang telah memberikan
motivasi untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Tak lupa Penulis sampaikan terimakasih kepada seluruh mahasiswa Ilmu
Nutrisi dan Teknologi Pakan yang telah menemani penulis selama studi di

51

Departemen tercinta ini terutama kepada Demak Simbolon, Nurhuda Irianti


Sundartina, dan Bayang Dwi Kusumadhito yang telah bersama-sama berjuang dalam
penelitian yang penulis lakukan, serta kak Fuad, kak Dedy, Eva, dan Risma yang
telah menyiapkan salah satu bahan unuk penelitian ini. Kepada Tatik Hidayati, Anne
Puspitasari, Evi Pujiastuti, Meydina, dan Maisaroh yang telah memberikan motivasi
dan menemani penulis dalam penulisan skripsi ini penulis ucapkan terimakasih.

Bogor, Agustus 2010

52

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, L. 1990. Pengaruh taraf pemupukan nitrogen dan waktu penjarangan
terhadap produksi dan kualitas hijauan jagung (Zea mays L.) hasil
penjarangan. Karya Ilmiah. Jurusan Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak.
Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.
Aditya, N. L. 2000. Pengaruh dosis pemupukan dan ketersediaan unsur fosfor dalam
tanah terhadap produksi jagung (Zea mays L.) varietas pioneer pada tanah
latosol (Oxic Dystropept) di Darmaga. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Ahn, P. M. 1993. Tropical Soils and Fertilizer Use. Longman Group UK Limited.
London.
Arifin, S., Sumaryono, dan A. Bachtiar. 1998. Pengujian amonium sulfat oleh
sipramin terhadap produksi tebu tanaman pertama di lahan sawah bertekstur
halus, Pasuruan. Hlm. 22-32 dalam Prosiding Seminar Pengujian Sipramin
terhadap Produksi Hasil Pengolahan Tebu dan Sifat-sifat Tanah. P3GI.
Becker, P. 1989. Phosphates and Phosphoric Acid, Raw Materials, Technology, and
Economics of the Wet Process. 2nd Edition, Marcel Dekker, Inc., New York.
Buckman, H. D. & N. C. Brady. 1982. Ilmu Tanah. Terjemahan. Bharata Karya
Aksara. Jakarta.
Fatchullah, D. 1995. Pengaruh dosis dan waktu pemberian kapur terhadap
pertumbuhan serta hasil anaman tomat pada tanah latosol. Subang. Dalam
Prosiding Seminar Ilmiah Nasional Komoditi Sayuran. Balai Pengembangan
dan Penelitian Tanaman Sayuran. Bandung.
Fischer, K.S. & A. F. E. Palmer. 1992. Jagung tropik. Dalam : Goldsworthy, P. R.
Dan N. M. Fisher (Ed.). Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. Terjemahan.
Tohari. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Hal: 281 315
Foth, H. D. 1988. Dasar Dasar Ilmu Tanah. Terjemahan. Gajah Mada University
Press. Yogyakarta.
Gohl, B. 1981. Tropical Feeds. Feed Information Summaries and Nutritive Values.
Food and Agriculture Organization of United Nations (FAO-UN), Rome.
Hakim, N., M. Y. Nyakpa, A. M. Lubis., Sutopo., N. Nugroho., M. A. Dina., G.B.
Hong, & H. H Baley. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Cetakan Pertama.
Penerbit Universitas Lampung. Lampung.
Hardjowigeno, S. 1992. Ilmu Tanah. PT Mediatama Sarana Perkasa. Jakarta.
Hardjowigeno, S. 1995. Ilmu Tanah. Edisi Keempat. Akademi Pressindo. Jakarta.
Indirayuvi, N. 1995. Pengaruh media tanam terhadap kadar timah hitam (Pb) dalam
sayuran bayam (Amaranthus tricolor), kangkung darat (Ipomoea reptans

53

poir), dan Caisin (Brassica chinensis). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian.


Institut Peranian Bogor. Bogor
Ismunadji, M. 2003. Jadilah dokter bagi tanaman jagungmu. http/www.ppifar.org/ppiweb/seasia.nsf/$webindex/aeticle=733E1A4C48256BE5001 [ 7
November 2009].
Johantika, E. 2002. Pemanfaatan kangkung darat (Ipomoea reptans poir) dalam
pembuatan biskuit tinggi serat makanan. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Leiwakabessy, F. M. & A. Sutandi. 1988. Pupuk dan Pemupukan. Jurusan Tanah.
Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
McIlroy, R. J 1976. Pengantar Budidaya Padang Rumput Tropika. Terjemahan.
Pradnya Paramita. Jakarta.
Muhadjir. 1988. Karakteristik tanaman jagung. Dalam : Subandi, M. Syam dan A.
Widodo (Ed.). Jagung. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Puslitbang Tanaman Pangan. Bogor. Hal: 33 48.
Mulyadi, M & H. Lestari.1993. Komposisi Kimia Pupuk Cair Dari Limbah MSG di
Lampung. Berita No.10. Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia,
Pasuruan.
Murbandono, L.HS. 2000. Membuat Kompos. Penebar Swadaya. Jakarta.
Penas, E. J & D. H. Sander. 1993. Using phosphorus fertilizer effectively.
http//www.ianr.unl.edu./pubs/soil/9601.html.[7 11 Novembe 2009].
PT

Petrokimia Gresik. 2002. Pupuk Phonska/ Pupuk majemuk


http://www.petrokimia-gresik.com/za.asp. [11 November 2009].

NPK

Rao, S. N. S. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Universitas


Indonesia Press. Jakarta.
Rasyaf, M. 1990. Bahan Makanan Unggas di Indonesia. Penerbit Kanisius. Jakarta
Reid, R. L. 1981. A Manual of Australian
Australia Pty Ltd, Melbourne.

Agriculture.William Heinemann.

Rosegrant, M. W., F. Kasryno, L. A. Gonzales, C. Rasahan & Y. Saefudin. 1987.


Price and Invesment Policies in the Indonesia Food Crop Sector. International
Food Policy Research Institute. Washington D.C. and Center for
Agroeconomic Research. Bogor.
Sanchez, P. A. 1992. Sifat dan Pengelolaan Tanah Tropika. Terjemahan. Penerbit
ITB. Bandung.
Schulte, E. E. & K. A. Kelling. 1996. Soil and applied potassium.
http://www.uwex.edu/ces/pubs/pdf/A2521.pdf. [11 November 2009]

54

Sediyarso, M. 1999. Fosfat Alam sebagai Bahan Baku dan Pupuk Fosfat. Pusat
Penelitian Tanah dan Agroklimat Bogor. Bogor.
Setiawan, A., 1996. Memanfaatkan Kotoran Ternak. Penebar Swadaya, Jakarta.
Skerman, P. J. & F. Riveros. 1990. Tropical Grasses. Food and Agriculture
Organization of the United Nations, Rome.
Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Departemen Ilmu Ilmu Tanah. Fakultas
Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Soeparmono. O. Soedjardo & S. Efendy.1998. Pengujian substitusi amonium sulfat
oleh sipramin terhadap produksi tebu tanaman pertama dilahan kering
bertekstur kasar, Kediri. Dalam Prosiding Seminar Pengujian Sipramin
terhadap Produksi Hasil Pengolahan Tebu dan Sifat-sifat Tanah. Malang 2526 November 1997
Sofyan, A., D. Setyorini, dan J. Sri Adiningsih. 1997. Dampak penggunaan pupuk
cair sipramin terhadap sifat kimia tanah. Hlm 23-53. Dalam Prosiding
Seminar Dampak Penggunaan Pupuk Cair Sipramin terhadap Sifat Kimia,
Fisika dan Mikroorganisme Tanah. Malang, 10 April 1997.
Steel, R. G. D & J. H. Torrie. 1995. Prinsip dan Prosedur Satistik. Terjemahan : B.
Sumantri. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Suhermiyati, S. 1984. Pengujian cobaan bahan limbah RPH dan ragi makanan ternak
serta kombinasinya dalam ransum ayam pedaging. Tesis. Fakultas Peternakan
IPB, Bogor.
Sujatmiko, S. K. 1997. Pengaruh Pupuk N dan interval pemotongan terhadap
produktifitas rumput Pennisetum polystachion. Skripsi. Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Suriatna, S. 1987. Pupuk dan Pemupukan. PT. Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta.
Sutoro, Y. Soelaeman dan Iskandar. 1988. Budidaya tanaman jagung. Dalam :
Subandi, M. Syam dan A. Widodo (Ed.). Jagung. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Puslitbang Tanaman Pangan. Bogor. Hal 49 66.
Tillman, A.D., H. Hartadi., Soedomo S., Soeharto P., & Soekanto L. 1989. Ilmu
Makanan Ternak Dasar. Fakultas Peternakan UGM. Gadjah Mada Press.
Yogyakarta.
Tisdale, S. L., Nelson & J. D. Beaton. 1985. Soil Fertility and Fertilizers. 4th Edition.
Macmillan Publishing Company. New York.

Uexkull, H. R. V. & R. P. Bosshart. 1989. Management of acid upland soils in Asia.


In : Craswell, E. T. and E. Pusparajah (Ed.). Management of Acid Soils in the

55

Humid Tropics of Asia. Australian Centre for International Agricultural


Research. Canberra.
Whiteman, P. C. 1974. Tropical Pasture Science. Watson Ferguson and Co. Ltd,
Brisbane.
Widodo, W. 2002. Nutrisi dan Pakan Unggas Kontekstual. Fakultas PeternakanPerikanan Universitas Muhammadiyah, Malang.

56

LAMPIRAN

57

Lampiran 1. Data pH tanah


Nilai pH

Perlakuan

P0
6.3
6.53
6.47
6.5
6.43
6.43
6.4

K
GMA1
GMA2
GMG1
GMG2
GMF1
GMF2

P1
5.63
5.43
5.57
5.3
5.27
5.23
5.13

Lampiran 2. Hasil Sidik Ragam Pertambahan Tinggi Tanaman Kangkung


SK
Perlakuan
Faktor A
Faktor B
A*B
Galat
Total

Db
17
5
2
10
36
53

JK
38.85204
22.38537
1.722593
14.74407
36.64
75.49204

KT
2.285414
4.477074
0.861296
1.474407
1.017778
1.424378

Fhit
2.245494
4.398872
0.846252
1.448654

F 0.05
1.9153209
2.4771687
3.2594463
2.1060539

F 0.01
2.509708
3.574399
5.247894
2.858945

1.399498 1.6861195

2.106825

Lampiran 3. Hasil Sidik Ragam Pertambahan Jumlah Daun Kangkung


SK
Perlakuan
Faktor A
Faktor B
A*B
Galat
Total

Db
17
5
2
10
36
53

JK
2.80051
1.650963
0.381946
0.767601
5.983609
8.784119

KT
0.164736
0.330193
0.190973
0.07676
0.166211
0.165738

Fhit
0.991123
1.986582
1.148978
0.461822

F 0.05
1.9153209
2.4771687
3.2594463
2.1060539

F 0.01
2.509708
3.574399
5.247894
2.858945

0.997153

1.6861195

2.106825

Lampiran 4. Hasil Sidik Ragam Produksi Akar Kering Kangkung


SK
Perlakuan
Faktor A
Faktor B
A*B
Galat
Total

Db
17
5
2
10
36
53

JK
509.9817
201.235
62.44778
246.2989
764.0867
1274.068

KT
29.99892
40.247
31.22389
24.62989
21.22463
24.03903

Fhit
1.413401
1.89624
1.471116
1.160439
1.1326

F 0.05
1.9153209
2.4771687
3.2594463
2.1060539

F 0.01
2.509708
3.574399
5.247894
2.858945

1.6861195 2.106825

58

Lampiran 5. Hasil Sidik Ragam Produksi Tajuk Kering Kangkung


SK
Perlakuan
Faktor A
Faktor B
A*B
Galat
Total

Db
17
5
2
10
36
53

JK
618.5467
127.7222
262.5911
228.2333
881.5667
1500.113

KT
36.3851
25.54444
131.2956
22.82333
24.48796
28.30403

Fhit
1.485836
1.043143
5.361636
0.932023

F 0.05
1.9153209
2.4771687
3.2594463
2.1060539

F 0.01
2.509708
3.574399
5.247894
2.858945

1.155834

1.6861195

2.106825

Lampiran 6. Hasil Sidik Ragam Pertambahan Tinggi Tanaman Jagung


SK
Perlakuan
Faktor A
Faktor B
A*B
Galat
Total

db
17
8
1
8
36
53

JK
4,180,039
1,488,008
2,191,089
500,943
503,457
4,683,496

KT
245,885
186,001
2,191,089
62,617
13,985

F hit
17,58
13,30
156,68
4,48

Pr> F
<,0001
<,0001
<,0001
0,0008

Lampiran 7. Hasil Sidik Ragam Pertambahan Jumlah Daun Tanaman Jagung


SK
Perlakuan
Faktor A
Faktor B
A*B
Galat
Total

db
17
8
1
8
36
53

JK
11,568
9,731
0,644
1,193
1,413
12,981

KT
0,680
1,216
0,644
0,149
0,039

F hit
17,34
30,99
16,41
3,80

Pr> F
<,0001
<,0001
0,0003
0,0025

Lampiran 8. Hasil Sidik Ragam Pertambahan Diameter Batang Jagung


SK
Perlakuan
Faktor A
Faktor B
A*B
Galat
Total

db
17
8
1
8
36
53

JK
0,127
0,101
0,003
0,023
0,112
0,240

KT
0,007
0,013
0,003
0,003
0,003

F hit
2,40
4,05
0,93
0,93

Pr> F
0,0135
0,0016
0,3413
0,5004

Lampiran 9. Hasil Sidik Ragam Produksi Akar Kering Jagung

59

SK
Perlakuan
Faktor A
Faktor B
A*B
Galat
Total

db
17
8
1
8
36
53

JK
3,109,265
1,392,603
400,493
1,316,169
746,177
3,855,442

KT
182,898
174,075
400,493
164,521
20,727

F hit
8,82
8,40
19,32
7,94

Pr> F
<,0001
<,0001
<,0001
<,0001

Lampiran 10. Hasil Sidik Ragam Produksi Tajuk Kering Jagung


SK
Perlakuan
Faktor A
Faktor B
A*B
Galat
Total

db
17
8
1
8
36
53

JK
29,513,882
4,097,933
23,253,736
2,162,213
2,037,878
31,552,761

KT
1,736,110
512,242
23,253,736
270,277
56,698

F hit
30,67
9,05
410,79
4,77

Pr> F
<,0001
<,0001
<,0001
0,0005

Lampiran 11. Hasil Sidik Ragam Produksi Klobot Jagung


SK
Perlakuan
Faktor A
Faktor B
A*B
Galat
Total

db
17
8
1
8
36
53

JK
266,533
79,011
171,425
16,098
68,939
335,473

KT
15,678
9,876
171,425
2,012
1,915

F hit
8,19
5,16
89,52
1,05

Pr> F
<,0001
0,0002
<,0001
0,418

Lampiran 12. Gambar Bahan Penelitian

Pupuk Cair Anorganik (GM)

Tanaman Kangkung

60

Polybag Berisi Tanah

Benih Jagung

Lahan Penelitian
Lampiran 13. Gambar Tanaman Penelitian

Tanaman Kangkung Hasil Perlakuan

Tanaman Kangkung Kontrol (Phonska)

61

Gambar Tanaman Kangkung Setelah Panen

Gambar Tanaman Jagung Menjelang Panen

62

Anda mungkin juga menyukai