ABSTRAK
kieserite fertilizer on growth and yield of potato plant. This research used a
factorial arranged in Randomized Block Design (RBD) with 3x4 factor in 3 levels
of treatment. First factor are guano fertilizer with different dose consist of 0
ton/ha (without using guano fertilizer), 5 ton/ha, and 10 ton/ha. The second factor
are kieserite fertilizer consist of 0 kg/ha (without kieserite fertilizer), 100 kg/ha,
200 kg/ha, and 300 kg/ha. The result showed that there is no interaction between
guano fertilizer and kieserite fertilizer on growth of potato plant but affected
plant yield. The best dose of guano fertilizer was 10 ton/ha and kieserite fertilizer
was 200 kg/ha which significantly affected the number of tuber, tuber weight for
each plant, tuber weight for each plot, and tuber weight in hectare.
Keywords: Solanum tuberosum L., dose, guano, kieserite, production
PENDAHULUAN
Tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan tanaman hortikultura
dunia yang banyak dibudidayakan oleh petani Indonesia. Tanaman kentang juga
merupakan tanaman pangan keempat di dunia setelah gandum, beras, dan jagung
serta sayuran yang memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai sumber
karbohidrat dalam rangka mendukung diversifikasi pangan. Tanaman kentang
juga dapat dijadikan sebagai pengganti beras karena memiliki kandungan
karbohidrat yang tinggi. Tanaman kentang juga dapat meningkatkan pendapatan
petani dan juga dapat disimpan lebih lama dibandingkan dengan sayuran lainnya.
Menurut FAO (2008) budidaya kentang dilakukan di dataran tinggi berkisar
antara 700 sampai dengan 1200 m dpl oleh petani skala kecil. Data BPS (2019),
pada tahun 2018 produksi kentang di Sumatera Barat semakin menurun
dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Penurunan produksi tersebut yaitu dari
40.398,0 ton menjadi 40.210 ton. Hal ini dapat kita lihat dari ketersediaan lahan di
dataran tinggi yang semakin sedikit akibat pertambahan penduduk yang semakin
meningkat di daerah tersebut. Penurunan produksi kentang di dataran tinggi
menurun juga disebabkan oleh lahan di dataran tinggi yang sempit dibandingkan
dengan dataran rendah serta lahannya miring. Tanaman di Sumatera Barat pada 3
tahun terakhir banyak di produksi di Alahan Panjang. Kota Padang Panjang dalam
3 tahun terakhir belum ada data produksi kentang. Penelitian ini dilakukan di
Padang Panjang untuk melihat potensi pertumbuhan tanaman kentang. upaya yang
dilakukan untuk meningkatkan produksi tanaman kentang di Padang Panjang
yaitu memperbaiki struktur tanah dengan penambahan pupuk organik dan
pemilihan bibit kentang yang baik.
Salah satu kendala yang dihadapi di Indonesia adalah produktivitas kentang
masih kurang dibandingkan dengan negara penghasil kentang lainnya. Rendahnya
produktivitas kentang disebabkan oleh rendahnya bahan organik yang ada dalam
tanah. Salah satu upaya untuk mencapai hasil tanaman kentang yang optimal
adalah dengan tidak menimbulkan dampak negatif dalam jangka panjang terhadap
kualitas tanah akibat penggunaan pupuk anorganik yaitu dengan pemberian pupuk
organik.
Penambahan bahan organik dapat meningkatkan hara dalam tanah secara
lengkap seperti N, P, K, S dan hara lainnya. Selama proses dekomposisi bahan
organik akan dihasilkan humus yang dapat menahan unsur hara dan air sehingga
dapat meningkatkan daya simpan pupuk dan air dalam tanah. Pupuk organik juga
3
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Penelitian ini telah dilakukan di Kampung Sago, Kelurahan Ngalau,
Kecamatan Padang Panjang Timur, Kota Padang Panjang, Sumatera Barat yang
terletak di ketinggian 735 m dpl. Pelaksanaan dimulai pada bulan Maret sampai
Agustus 2020.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah kentang varietas granola
L generasi 3 (G3) yang didapat dari Alahan Panjang, pupuk guano, pupuk kiserit,
pupuk urea, pupuk TSP, pupuk KCl dan fungisida dengan bahan aktf klorotalonil
75%. Alat yang digunakan yaitu cangkul, pisau, gunting, alat tulis, meteran/alat
ukur, kertas label, timbangan, dan alat dokumentasi.
4
Rancangan Percobaan
Percobaan ini menggunakan rancangan Faktorial disusun secara Rancangan
Acak Kelompok (RAK) dengan pola faktorial 3 x 4 dengan 3 ulangan, dengan
faktor pertama yaitu pupuk guano dan faktor kedua yaitu pupuk kieserit. Sehingga
seluruh percobaan terdiri dari 36 satuan percobaan. Tanaman sampel yang diambil
sebanyak 3 tanaman pada setiap satuan percobaan. Perlakuan yang digunakan
adalah sebagai berikut :
Faktor A (pupuk guano) dengan 3 taraf :
Tanpa pupuk guano (G1)
5 ton/ha (G2)
10 ton/ha (G3)
Faktor B (pupuk kieserit) dengan 4 taraf :
Tanpa pupuk kieserit (K1)
100 kg/ha (K2)
200 kg/ha (K3)
300 kg/ha (K4)
Jika F hitung lebih dari F tabel maka dilakukan uji lanjut, uji lanjut yang
digunakan adalah Duncan’s New Multiple Range Test (DNMRT) pada taraf 5%.
Dibuat tabel kesimpulan dengan menyusun nilai rata-rata perlakuan dari yang
tertinggi ke yang terendah. Angka-angka pada lajur yang sama diikuti oleh huruf
kecil yang sama pada taraf nyata 5% menurut DNMRT.
Prosedur Penelitian
Pemberian Perlakuan
Pupuk kieserit diaplikasikan ke bedengan sesuai dengan perlakuan yaitu 100
kg/ha, 200 kg/ha, dan 300 kg/ha serta tanpa pemberian pupuk kieserit
Pengaplikasiannya dilakukan dengan cara pupuk yang disiapkan dihomogenkan
dengan tanah secara merata. Kemudian didiamkan selama 1 minggu.
Kemudian, 1 minggu setelah pemberian pupuk kieserit, pupuk guano
diaplikasikan pada petakan sesuai dosis pupuk pada setiap satuan percobaan.
Pemberian pupuk guano sesuai dengan dosis perlakuan pertama tanpa pupuk
guano, 5 ton/ha, dan 10 ton/ha. Pengaplikasian dilakukan hampir sama dengan
perlakuan pada pupuk kieserit. Selanjutnya tanah dihomogenkan dan didiamkan
selama 1 minggu sebelum penanaman.
Pemberian Label dan Pemasangan Tiang Standar
Label diberikan pada tiap perlakuan sebelum pemberian perlakuan agar
tidak terjadi kesalahan dalam pemberian perlakuan dan pengamatan. Label
dipasang pada setiap plot sesuai perlakuan dan denah percobaan dengan
menggunakan tiang bambu atau kayu sebagai penanda untuk setiap perlakuan.
Pemasangan tiang standar dilakukan setelah penanaman bibit. Panjang tiang
standar yaitu 15 cm, dimana 10 cm panjangnya di atas permukaan dan 5 cm yang
ditancapkan ke dalam tanah. Penggunaan tiang standar ini bertujuan untuk
mempermudah dalam pengukuran tinggi tanaman.
Penanaman
Bibit kentang ditanam seminggu setelah lahan disiapkan. Lubang tanam
disiapkan dengan kedalaman seukuran bibit. Setelah itu bibit ditanam dengan
jarak tanam 70 cm x 30 cm. Bibit yang ditanam harus tumbuh tunasnya sekitar 2-
3 cm. Kemudian bibit ditimbun hingga batas mata tunas.
Pemeliharaan Tanaman
a. Penyiangan
Penyiangan dan pembersihan gulma dilakukan pada saat tanaman berumur
14 HST dan dilakukan setiap 2 minggu sekali karena pertumbuhan gulma yang
cepat. Penyiangan tidak hanya memberantas gulma tetapi juga membetulkan
saluran air agar kelembaban tanah tetap terjaga. Penyiangan dilakukan dengan
cara mencabut gulma dan menumpuknya pada suatu tempat. Penyiangan
dilakukan untuk mencegah tanaman diserang hama dan penyakit sejak awal yang
dapat menghambat pertumbuhan kentang.
b. Pembumbunan
Pembumbunan dilakukan bersamaan dengan penyiangan. Pembumbunan
dilakukan dengan meninggikan permukaan tanah di sekitar tanaman agar lebih
tinggi dari tanah di sekelilingnya. Hal ini bertujuan agar perakaran tanaman
menjadi lebih baik dan menghindarkan umbi kentang terkena cahaya matahari
sehingga racun sosalin yang ada dalam umbi kentang tidak akan muncul. Racun
ini akan muncul bila umbi terkena cahaya matahari. Selain itu pembumbunan
dilakukan untuk meningkatkan produksi tanaman dan kualitas umbi karena
6
c. Penyulaman
Penyulaman dilakukan jika ada tanaman yang mati atau tumbuh tidak
normal, cara ini dilakukan 15 HST. Penyulaman dilakukan dengan menggunakan
umbi yang telah ditanam secara bersamaan.
d. Pengendalian Organisme Penyakit Tanaman (OPT)
Pengendalian OPT dilakukan dengan cara mekanik, jika tidak bisa
dilakukan lagi secara mekanik maka akan digunakan zat kimia yang mendukung
untuk mengendalikan OPT tersebut. Pengendalian secara mekanik dengan
mencabut atau membuang bagian tanaman yang terserang OPT seperti daun yang
bintik-bintik, daun yang menguning atau rusak. Selain itu, pengendalian OPT juga
dilakukan dengan pemberian zat kimia seperti pestisida.
Pemupukan
Untuk memaksimalkan pertumbuhan tanaman agar mendapatkan unsur hara
secara penuh maka dilakukan pemberian pupuk tambahan yang diberikan 20 hari
setelah tanam. Menurut balai pengkajian Teknologi Pertanian Sukarami (2010)
selama pertumbuhannya kentang membutuhkan pupuk Nitrogen/urea 300 kg/ha,
TSP 400 kg/ha, KCl 200 kg/ha. Pupuk yang diberikan pada tanaman yaitu 1/2
rekomendasi dari pupuk tersebut. Sebelumnya pengaplikasian, pupuk
dihomogenkan terlebih dahulu.
Panen
Proses pemanenan dilakukan setelah tanaman kentang berumur 110 hari
setelah tanam, ditandai dengan telah terjadinya perubahan warna daun dari hijau
segar menjadi kekuningan. Pemanenan dilakukan dengan cara mencabut tanaman
tersebut dengan hati-hati agar tidak merusak umbi. Kemudian umbi dibersihkan
dari tanah dan sisa-sisa tanaman.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembahasan Umum
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2020.
Penelitian ini berlokasi di Kampung Sago, Kelurahan Ngalau, Kecamatan Padang
Panjang Timur, Kota Padang Panjang. Padang Panjang merupakan daerah dataran
tinggi dengan kelembaban udara yang cukup tinggi. Padang Panjang terletak pada
ketinggian antara 650 sampai dengan 850 m dpl. Pada batas-batas tertentu
kelembaban udaranya masih cocok untuk penanaman tanaman kentang, namun
jika kelembaban sudah di ambang batas seperti curah hujan yang tinggi di wilayah
tersebut akan menyebabkan pertumbuhan kentang tidak optimal. Penelitian yang
telah dilakukan mendapatkan hasil yang kurang optimal dikarenakan pada saat
pelaksanaan penelitian tanah terlalu lembab dan hujan hampir setiap hari.
Kota Padang Panjang berada di kawasan pegunungan yang sejuk dengan
suhu udara maksimum 26 oC dan suhu minimum 18,6 oC, dengan rata-rata curah
hujan pada bulan Maret-Agustus 2020 yaitu 5-18 mm/bulan. Kelembabab udara
7
pada saat penelitian cukup tinggi yaitu dengan rata-rata 86-89 % per bulan. Pada
awal penanaman terdapat beberapa umbi yang tidak tumbuh akibat serangan
jamur pada umbi. Hal ini berhubungan dengan setelah penanaman terjadi hujan
yang hampir setiap hari yang mengakibatkan tanah terlalu lembab. Mengatasi
kekurangan hasil panen dilakukan penyulaman.
Pada saat penelitian terdapat hama yang menyerang tanaman kentang. Jenis
hama yang menyerang tanaman kentang diantaranya yaitu ulat tanah (Agrotis
ipsilon) yang menyerang batang tanaman dan umbi tanaman sedangkan penyakit
yang menyerang adalah layu bakteri yang ditandai dengan daun layu dan batang
kentang berwarna coklat disebabkan oleh bakteri Ralstonia solanacearum
(Pseudomonas solanacearum). Tindakan yang dilakukan yaitu dengan mencabut
bagian tanaman yang terserang kemudian dipisahkan dan dimusnahkan dengan
cara dibakar. Untuk meminimalkan kekurangan hasil akibat serangan hama dan
penyakit dilakukan dengan pengendalian secara mekanik dan kimia. Pengendalian
secara kimia yaitu dengan pengaplikasian fungisida dengan bahan aktif
klorolatonil 75% dengan dosis 1,5 gram pada setiap lubang tanam.
Tinggi Tanaman
Pemberian pupuk guano dan pupuk kieserit pada pertumbuham tanaman
kentang sama saja pengaruhnya. Tinggi tanaman disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Tinggi tanaman kentang umur 9 MST pada pemberian berbagai dosis
pupuk guano dan kieserit
Kieserit Guano (ton/Ha)
Rata-rata
(kg/Ha) 0 5 10
--------------------------- cm --------------------------
0 33,01 40,72 41,50 38,41
100 31,83 40,52 37,72 36,69
200 36,99 40,09 37,43 38,17
300 34,84 31,90 33,92 33,55
Rata-rata 34,17 38,31 37,64
KK = 17,77
Keterangan : angka-angka pada baris dan kolom yang sama berbeda tidak nyata menurut uji F taraf
5%
Pada Tabel 1 dapat dilihat pada tinggi tanaman umur 9 MST, pemberian
pupuk guano memberikan pengaruh yang sama terhadap tinggi tanaman. Hal ini
dapat disebabkan karena pada pertumbuhan tanaman yang berlangsung pada fase
vegetatif berkaitan dengan 3 proses fisiologi utama (penting) yaitu pembelahan
sel, pertambahan panjang sel dan permulaan proses diferensiasi sel. Pada proses
ini tanaman membutuhkan unsur hara yang banyak terutama unsur hara N dan P.
Ketiga proses tersebut membutuhkan karbohidrat yang akan bergabung menjadi
satu dengan persenyawaan-persenyawaan nitrogen untuk membentuk
protoplasma, dimana ketersediaan karbohidrat dipengaruhi oleh ketersediaan
unsur hara bagi tanaman (Jumaidi dan Suhaili, 2020).
Pertumbuhan tinggi tanaman juga dipengaruhi oleh faktor luar seperti curah
hujan, kelembaban, suhu, dan lama penyinaran cahaya matahari. Matahari
merupakan faktor penting dalam proses fotosintesis dan faktor utama dalam
mendukung proses metabolisme tanaman termasuk tinggi tanaman. Lama
8
Keterangan : angka-angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf kecil yang sama dan angka-
angka pada baris yang sama diikuti oleh huruf besar yang sama berbeda tidak nyata
menurut uji lanjut DNMRT taraf 5%.
Menurut Haris (2010) bahwa diameter umbi sangat dipengaruhi oleh unsur
hara dalam tanah dan keseimbangan hara tanah akan mempengaruhi hasil
tanaman. Hal ini berbanding terbalik dengn penelitian yang telah dilakukan
dengan pemberian pupuk guano belum mampu meningkatkan hasil unsur hara
dalam tanah. Dapat dilihat dari ketersediaan unsur hara dalam tanah yang
cenderung sangat rendah sampai sedang/netral. Pupuk guano mengandung unsur P
yang tinggi yang merupakan unsur hara essensial yang dibutuhkan tanaman untuk
pertumbuhan dan hasil optimum (He et al, 2004). Selain dipengaruhi oleh
ketersediaan unsur hara dalam tanah, pembentukkan umbi juga dipengaruhi
tekstur tanah yang kurang gembur dan terlalu lembab. Jadi, dalam budidaya
kentang perlu diperhatikan juga pemilihan lahan dan pengolahan lahannya.
Tabel 5. Bobot umbi per tanaman tanaman kentang pada pemberian berbagai
dosis pupuk guano dan kieserit
Kieserit Guano (ton/Ha)
(kg/Ha) 0 5 10
---------------------------- gram --------------------------
100,78 a 103,22 b 118,44 b
0
A A A
66,33 a 159,67 a 124,89 ab
100
B A A
98,22 a 113,67 ab 170,89 a
200
B B A
103,89 a 101 b 102,44 b
300
A A A
KK = 24,47
Keterangan : angka-angka pada kolom yang sama diikuti huruf kecil yang sama dan angka-angka
pada baris diikuti oleh huruf besar yang sama berbeda tidak nyata menurut uji
DNMRT taraf 5%.
12
Dosis pemberian pupuk guano dan pupuk kieserit pada tanaman kentang
mendapatkan hasil tertinggi yaitu 170,89 gram yaitu dengan dosis 10 ton/Ha
Guano dan 200 kg/Ha kieserit. Hal ini diperjelas dari hasil penelitian Sari (2019)
pemberian pupuk guano dapat mempengaruhi bobot umbi. Pemberian pupuk
dapat mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman kentang. Tanaman dapat
berproduksi dengan baik jika unsur hara yang dibutuhkan tersedia dalam jumlah
cukup (Nurhayati, 2006).
Pada pembentukkan biji sangat dibutuhkan unsur makro N dan P, N berguna
untuk proses fotosintesis dan P dapat mempengaruhi, perolehan hasil, dan berat
buah segar. Produksi umbi juga dipengaruhi juga oleh keadaan iklim. Penelitian
yang telah dilakukan Mailangkay (2012) menunjukkan bahwa produksi umbi
tidak dipengaruhi oleh varietas tetapi oleh ketinggian tempat yang berkaitan
dengan keadaan iklim seperti suhu, kelembaban tanah, curah hujan dan radiasi
matahari. Keadaan iklim pada saat pembentukkan umbi mempengaruhi hasil
tanaman kentang akibat kelembaban yang cukup tinggi.
Pemberian pupuk kieserit dengan dosis 200 kg/Ha dapat meningkatkan
bobot umbi per tanaman. Menurut Gerendas dan Fuhrs (2013) menunjukan bahwa
Mg dan S berperan penting pada aktivitas fisiologi tanaman seperti fotosintesis
dan sintesis hormon, enzim, dan protein sehingga mampu memacu proses
generatif tanaman. Ketersedian unsur Mg pada tanah dapat membantu
pertumbuhan tanaman dari fase vegetatif dan generatif.
Bobot umbi per tanaman yang paling rendah yaitu 66,33 g dengan
pemberian pupuk kieserit 100 kg/Ha dan tanpa pemberian pupuk guano.
Pemberian pupuk kieserit dapat meningkatkan pH tanah sehingga dapat
memperbaiki pertumbuhan dan hasil tanaman kentang. Menurut Hanafiah (2005)
unsur hara Mg mampu meningkatkan pH pada tanah yang berpengaruh terhadap
perbaikan sifat fisik tanah sehingga mampu meningkatkan hasil tanaman. Namun,
dari hasil analisis tersebut dosis pupuk kieserit 100 kg/Ha belum dapat
memperbaiki hasil produksi tanaman kentang.
Bobot Umbi Per Petak
Pemberian dosis pupuk guano dan pupuk kieserit memberikan pengaruh
terhadap bobot umbi per petak (Tabel 6 ).
Tabel 6. Bobot umbi per petak tanaman kentang pada pemberian berbagai dosis
pupuk guano dan kieserit
Kieserit Guano (ton/Ha)
(kg/Ha) 0 5 10
-------------------------------- kg -------------------------------
2,48 ab 2,45 b 2,75 b
0
A A A
1,7 b 4,1 a 3,00 b
100
C A B
2,36 ab 2,6 b 4,71 a
200
B B A
3,07 a 2,46 b 2,33 b
300
A A A
KK = 20,57
13
Keterangan : angka-angka pada kolom dengan huruf kecil yang sama dan angka-angka pada baris
diikuti oleh huruf besar yang sama berbeda tidak nyata menurut uji lanjut DNMRT
taraf 5%.
Pemberian dosis pupuk guano 10 ton/Ha dan pupuk kieserit 200 kg/Ha
mendapatkan nilai bobot umbi per hektar tertinggi. Dari hasil tersebut dapat kita
lihat bahwa semakin tinggi dosis pupuk guano, bobot umbi yang dihasilkan
semakin tinggi pula. Seiring dengan meningkatnya fase vegetatif tanaman maka
semakin meningkat pula fase generatifnya. Jika semakin tinggi dosis pupuk guano
yang diberikan akan berdampak positif pada hasil tanaman kentang yang dihitung
dengan bobot umbi per hektar. Menurut Dewani (2000) jumlah organ yang sedikit
dapat menurunkan bobot tanaman sedangkan bobot umbi sendiri dipengaruhi oleh
tinggi tanaman dan jumlah cabang.
Interaksi pemberian pupuk guano dan pupuk kieserit memberikan pengaruh
yang sama terhadap tanaman kentang. Interaksi pupuk guano dan pupuk kieserit
yang menghasilkan rata-rata bobot umbi tertinggi yaitu 8,96 dengan dosis 10
ton/Ha pupuk guano dan 200 kg/Ha pupuk kieserit. Namun hasil analisis pada
Tabel 7 dapat dilihat juga bahwa pemberian pupuk guano 5 ton/Ha dan pupuk
kieserit 100 kg/Ha berpengaruh terhadap bobot umbi per hektar yaitu 7,81 ton.
Pemberian pupuk guano 5 ton/Ha dan pupuk kieserit 100 kg/Ha telah mampu
meningkatkatkan hasil tanaman kentang untuk meminimalisir biaya yang
dikeluarkan dalam budidaya tanaman kentang.
Bobot umbi yang dihasilkan dari penelitian ini lebih kecil dibandingkan
dengan deskripsi kentang karena jumlah umbi yang dihasilkan banyak namun
ukuran umbinya kecil. Menurut Kusmana (2012) banyaknya jumlah umbi yang
dihasilkan menjadi kurang berarti apabila umbi yang dihasilkan berukuran kecil,
karena umbi yang kecil memiliki nilai jual yang rendah. Menurut Haris (2010)
unsur hara yang tersedia dalam tanah dan keseimbangan hara dalam tanah akan
mempengaruhi bobot hasil dan hasil tanaman kentang. Jika dalam fase atau
tahapan pembentukkan dan pengisian umbi terjadi kekurangan unsur hara maka
akan mempengaruhi hasil yang diperoleh. Bila tanaman kekurangan unsur hara
yang diperlukan maka hasilnya juga akan menurun.
Klasifikasi Umbi
ton/Ha, dan untuk klasifikasi umbi dengan berat 90-120 gram hanya terdapat 1
yaitu pada pemberian pupuk guano 10 ton/Ha dan pupuk kieserit 100 kg/Ha.
Tabel 8. Persentase kelas umbi (%) pada pemberian pupuk guano dan kieserit
Perlakuan Persentase Kelas Umbi (%)
DAFTAR PUSTAKA
Aulia, A. L. 2014. Uji Daya Hasil Tujuh Klon Tanaman Kentang (Solanum
tuberosum L.). Jurnal Produksi Tanaman 1 (6) : 519
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2019. Provinsi Sumatera Barat dalam Angka 2019
[internet]. http:/sumbar.bps.go. id.
Dewani. M. 2000. Pengaruh Pemangkasan terhadap pertumbuhan dan Hasil
Tanaman Kacang Hijau (Vigna radiata L.) Varietas Walet dan Wongsorejo.
Agrista. 12(1) : 18-23
Fahlevi, R. O, 2010. Pengaruh Konsentrasi Hormon Giberelin terhadap Produksi
Bibit Kentang (Solanum tuberosum L.Granola). www.fahlevi.co.id. Akses
tanggal 12 Juli 2021)
[FAO] Foods and Agriculture Organisation. 2008. International year of the potato
[internet]. http://www.potato2008.org/en /potato/index.html.
Gerendas, J & Fuhrs, H. 2013. The significance of Magnesium For Crop Quality.
Plant Soil. No. 368, pp. 17-24
Hanafiah, K. A. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jakarta: PT. Raja Garfindo
Persada.
Haris, 2010. Pertumbuhan dan Produksi Kentang Pada Berbagai Dosis
Pemupukan. Jurnal Agrisystem. 6(1) : 15-22
He, Z. T, S. Griffin dan W. Honney Cuth. 2004. Evaluation of Soil Phosphoru
Transformation by Sequential Frachtion and Phosphorus Hydrolysis. Soil
sci vol 169,pp 515-527
17