Pengertian
Dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara
umum dan terus-menerus (kontinu), akibat tidak seimbangnya arus barang dan arus
uang. Inflasi dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi
masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi
atau bahkan spekulasi, atau adanya ketidak lancaran distribusi barang. Dengan kata
lain, inflasi merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu.
Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga.
Artinya, tingkat harga yang tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Kenaikan harga
dari satu atau dua barang saja belum dapat disebut inflasi, kecuali bila kenaikan itu
berlangsung secara terus-menerus, meluas, dan saling mempengaruhi (atau
mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lainnya. Sebagai contoh, kenaikkan
harga minyak, biasanya selalu diikuti kenaikkan harga barang-barang lainnya. Inflasi
adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan. Kebalikan dari inflasi
disebut deflasi.
Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang
kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga.
Indikator yang sering digunakan untuk mengukur tingkat inflasi adalah Indeks Harga
Konsumen (IHK).Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan
harga dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. Ada banyak cara
untuk mengukur tingkat inflasi, dua yang paling sering digunakan
adalah CPI dan GDP Deflator.
Pada suatu negara yang sedang mengalami inflasi akan dapat dijumpai hal-hal
sebagai berikut:
dunia usaha dan investasi akan sulit berkembang. Karena, untuk berkembang dunia
usaha membutuhkan dana dari bank yang diperoleh dari tabungan masyarakat.
Bagi orang yang meminjam uang dari bank (debitur), inflasi menguntungkan, karena
pada saat pembayaran utang kepada kreditur, nilai uang lebih rendah dibandingkan
pada saat meminjam. Sebaliknya, kreditur atau pihak yang meminjamkan uang akan
mengalami kerugian, karena nilai uang pengembalian lebih rendah, jika
dibandingkan pada saat peminjaman.
Di
lain
pihak
ada
yang
diuntungkan
dengan
adanya
inflasi:
Keterangan Gambar:
Kurva philip adalah kurva yang menggambarkan hubungan negatif antara inflasi dan
pengangguran.
semakin tinggi tingkat inflasi, maka tingkat pengangguran semakin rendah
semakin rendah tingkat inflasi, maka tingkat pengangguran semakin tinggi
Pada titik E, tingkat inflasi nol dan pengangguran ada tingkat pengguna tenaga kerja
penuh (full employment)
pada titik A, tingkat inflasi negatif (deflationary gap), tingkat pengangguran
lebih tinggi
pada titik B, tingkat inflasi positif (inflationary gap), tingkat pengangguran lebih
rendah.
Penyebab Inflasi
Inflasi dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu tarikan permintaan (kelebihan likuiditas
/ uang / alat tukar) dan yang kedua adalah desakan (tekanan) biaya produksi dan /
atau distribusi (kurangnya produksi (product or service) dan / atau kurangnya
distribusi), dan dari ekspektasi inflasi.
Untuk sebab pertama lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan moneter
(Bank Sentral), sedangkan untuk sebab kedua lebih dipengaruhi dari peran negara
dalam kebijakan eksekutor yang dalam hal ini dipegang oleh Pemerintah
(Goverment) seperti fiscal perpajakan / pungutan / insentif / disinsentif, kebijakan
pembangunan infrastruktur, regulasi, dll.
Demand pull inflation
Inflasi tarikan permintaan (Ingg: demand pull inflation) terjadi akibat adanya
permintaan total akan barang dan jasa yang berlebihan. Hal ini biasanya dipicu oleh
membanjirnya likuiditas di pasar, sehingga terjadi permintaan yang tinggi dan
memicu perubahan pada tingkat harga. Bertambahnya volume alat tukar atau
likuiditas yang terkait dengan permintaan terhadap barang dan jasa, akan
mengakibatkan bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor produksi tersebut.
Dalam konteks makroekonomi, kondisi ini digambarkan oleh output riil yang
melebihi output potensialnya atau permintaan total (agregate demand) lebih besar
dari pada kapasitas perekonomian. Misalnya, karena bertambahnya pengeluaran
pemerintah yang dibiayai dengan pencetakan uang baru, atau kenaikan permintaan
luar negeri akan barang-barang ekspor, atau bertambahnya pengeluaran investasi
swasta karena kemudahan untuk mendapatkan kredit atau kredit yang murah.
Meningkatnya permintaan terhadap faktor produksi itu kemudian menyebabkan
harga faktor produksi meningkat. Jadi, inflasi ini terjadi karena adanya kenaikan
permintaan total, sewaktu perekonomian yang bersangkutan dalam situasi full
employment, dimana biasanya lebih disebabkan oleh rangsangan volume likuiditas
di pasar yang berlebihan. Membanjirnya likuiditas di pasar juga disebabkan oleh
banyak faktor selain yang utama tentunya kemampuan bank sentral dalam mengatur
peredaran jumlah uang, kebijakan suku bunga bank sentral, sampai dengan aksi
spekulasi yang terjadi di sektor industri keuangan.
Cost push inflation
Inflasi desakan biaya (Ingg: cost push inflation) terjadi akibat adanya kelangkaan
produksi dan / atau juga termasuk adanya kelangkaan distribusi, walau permintaan
secara umum tidak mengalami peningkatan secara signifikan. Adanya ketidaklancaran aliran distribusi ini atau berkurangnya produksi yang tersedia dari rata-rata
permintaan normal, dapat memicu kenaikan harga sesuai dengan berlakunya hukum
permintaan-penawaran, atau juga karena terbentuknya posisi nilai keekonomian
yang baru terhadap produk tersebut akibat pola atau skala distribusi yang baru.
Berkurangnya produksi sendiri bisa terjadi akibat berbagai hal seperti meningkatnya
biaya produksi, adanya masalah teknis di sumber produksi (pabrik, perkebunan, dll),
bencana alam, huru-hara, cuaca, atau kelangkaan bahan baku untuk menghasilkan
baru dan gagalnya panen yang berakibat harga bahan makanan menjadi mahal atau
gagalnya pasar yang berakibat harga kebutuhan pokok menjadi mahal.
Inflasi berasal dari luar negeri (imported inflation) adalah inflasi yang
terjadi sebagai akibat naiknya harga barang impor. Hal ini bisa terjadi akibat biaya
produksi barang di luar negeri tinggi atau adanya kenaikan tarif impor barang.
Penularan inflasi dari luar negeri ke dalam negeri bisa pula terjadi melalui kenaikan
harga barang-barang ekspor dan saluran-salurannya, hanya sedikit berbeda dengan
penularan lewat kenaikan harga barang-barang impor.
Inflasi juga dapat dibagi berdasarkan besarnya cakupan pengaruh terhadap harga.
Jika kenaikan harga yang terjadi hanya berkaitan dengan satu atau dua barang
tertentu, inflasi itu disebut inflasi tertutup (Closed Inflation). Namun, apabila
kenaikan harga terjadi pada semua barang secara umum, maka inflasi itu disebut
sebagai inflasi terbuka (Open Inflation). Sedangkan apabila serangan inflasi
demikian hebatnya sehingga setiap saat harga-harga terus berubah dan meningkat
sehingga orang tidak dapat menahan uang lebih lama disebabkan nilai uang terus
merosot disebut inflasi yang tidak terkendali (Hiperinflasi).
Pengelompokan Inflasi
Inflasi yang diukur dengan IHK di Indonesia, dikelompokan ke dalam 7 kelompok
pengeluaran (berdasarkanthe Classification of individual consumption by
purpose - COICOP), yaitu :
1.
Kelompok Bahan Makanan
2.
Kelompok Makanan Jadi, Minuman, dan Tembakau
3.
Kelompok Perumahan
4.
Kelompok Sandang
5.
Kelompok Kesehatan
6.
Kelompok Pendidikan dan Olah Raga
7.
Kelompok Transportasi dan Komunikasi.
Disagregasi Inflasi
Disamping pengelompokan berdasarkan COICOP tersebut, BPS saat ini juga
mempublikasikan inflasi berdasarkan pengelompokan yang lainnya yang
dinamakan disagregasi inflasi. Disagregasi inflasi tersebut dilakukan untuk
menghasilkan suatu indikator inflasi yang lebih menggambarkan pengaruh dari
faktor yang bersifat fundamental.
Di Indonesia, disagregasi inflasi IHK tersebut dikelompokan menjadi:
1.
Inflasi Inti, yaitu komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten
(persistent component) di dalam pergerakan inflasi dan dipengaruhi oleh faktor
fundamental, seperti:
Interaksi permintaan-penawaran
2.
Inflasi non Inti, yaitu komponen inflasi yang cenderung tinggi volatilitasnya
karena dipengaruhi oleh selain faktor fundamental. Komponen inflasi non inti terdiri
dari :
Inflasi
Komponen
Bergejolak (Volatile
Food)
:
Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam kelompok
bahan makanan seperti panen, gangguan alam, atau faktor perkembangan
harga komoditas pangan domestik maupun perkembangan harga komoditas
pangan internasional.
Bank sentral umumnya mengandalkan jumlah uang beredar dan/atau tingkat suku
bunga sebagai instrumen dalam mengendalikan harga. Selain itu, bank sentral juga
berkewajiban mengendalikan tingkat nilai tukar mata uang domestik. Hal ini
disebabkan karena nilai sebuah mata uang dapat bersifat internal (dicerminkan oleh
tingkat inflasi) maupun eksternal (kurs). Saat ini pola inflation targeting banyak
diterapkan oleh bank sentral di seluruh dunia, termasuk oleh Bank Indonesia.
Cara mengendalikan Inflasi:
Usaha untuk mengatasi terjadinya inflasi harus dimulai dari penyebab terjadinya
inflasi supaya dapat dicari jalan keluarnya. Secara teoritis untuk mengatasi inflasi
relatif mudah, yaitu dengan cara mengatasi pokok pangkalnya, mengurangi jumlah
uang yang beredar.
1. Kebijakan Moneter.
Kebijakan moneter adalah kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan
pendapatan nasional dengan cara mengubah jumlah uang yang beredar. Penyebab
inflasi diantaranya adalah jumlah uang yang beredar terlalu banyak, sehingga
dengan kebijakan ini diharapkan jumlah uang yang beredar dapat dikurangi menuju
kondisi normal.
Kebijakan ini adalah kebijakan Bank Sentral untuk mengurangi jumlah uang beredar,
salah satunya adalah dengan cara mengendalikan pemberian kredit oleh Bank
Umum
kepada
masyarakat.
Kebijakan moneter dapat dilakukan melalui instrument-instrumen berikut:
a. Politik diskonto (Discount Policy = Politik uang ketat): adalah kebijakan Bank
Sentral untuk mempengaruhi peredaran uang dengan jalan menaikkan suku bunga,
agar masyarakat tertarik untuk menabung atau menyimpan uangnya, dengan
harapan jumlah uang yang beredar dan permintaan kredit dapat dikurangi. Kenaikan
suku bunga simpanan, pada akhirnya juga dapat mengurangi keinginan badanbadan pemberi kredit untuk mengeluarkan pinjaman guna memenuhi permintaan
pinjaman dari masyarakat. Akibatnya, jumlah kredit yang dikeluarkan oleh badanbadan kredit akan berkurang, yang pada akhirnya mengurangi tekanan inflasi.
b. Politik pasar terbuka (Open Market Policy): bank sentral menjual obligasi atau
surat berharga ke pasar modal untuk menyerap uang dari masyarakat dan dengan
menjual surat berharga bank sentral dapat menekan perkembangan jumlah uang
beredar, sehingga jumlah uang beredar dapat dikurangi dan laju inflasi dapat lebih
rendah. Operasi pasar terbuka (open market operation), biasa disebut dengan
kebijakan uang ketat (tight money policy), dilakukan dengan menjual surat-surat
berharga, seperti obligasi negara, kepada masyarakat dan bank-bank. Akibatnya,
jumlah uang beredar di masyarakat dan pemberian kredit oleh badan-badan kredit
(bank) berkurang, yang pada akhirnya dapat mengurangi tekanan inflasi
jumblah
=
=
uang
%
alat
yang
diedarkan
cadangan
likuiditas
/
oleh
Bank
minimum
cadangan
Umum
kas
kas
d. Kredit selektif, politik bank sentral untuk mengurangi jumlah uang yang beredar
dengan cara memperketat pemberian kredit
e. Politik sanering, ini dilakukan bila sudah terjadi hiper inflasi, ini pernah dilakukan
BI pada tanggal 13 Desember 1965 yang melakukan pemotongan uang dari
Rp.1.000 menjadi Rp.1
2. Kebijakan Fiskal
Deflasi, daya beli uang yang mengalami peningkatan, karena jumlah uang
yang beredar relatif lebih sedikit dari jumlah barang dan jasa yang tersedia. Tujuan
dari devaluasi adalah untuk
meningkatkan ekspor barang, neraca pembayaran
menjadi surplus.
Defresiasi, penurunan nilai tukar mata uang terhadap mata uang asing yang
terjadi di pasar uang.
Apresiasi, kenaikan nilai tukar suatu mata uang terhadap mata uang asing
yang terjadi di pasar uang.
Inflasi Terbuka, keadaan dimana harga-harga bergerak tak terkendali, serta
terdapat kelebihan permintaan terhadap barang.
Sanering, pemotongan nilai mata uang yang dilakukan oleh pemerintah.
Revaluasi, kebijakkan pemerintah untuk menaikkan nilai mata uang dalam
negeri terhadap valuta asing.
Devaluasi, kebijakkan pemerintah untuk menurunkan nilai mata uang dalam
negeri terhadap valuta asing dengan sengaja. Deflasi dapat di atasi dengan cara
pemerintah menambah pembelanjaan masyarakat, menambah pengeluaran.
Pengertian
Dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara
umum dan terus-menerus (kontinu), akibat tidak seimbangnya arus barang dan arus
uang. Inflasi dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi
masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi
atau bahkan spekulasi, atau adanya ketidak lancaran distribusi barang. Dengan kata
lain, inflasi merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu.
Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga.
Artinya, tingkat harga yang tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Kenaikan harga
dari satu atau dua barang saja belum dapat disebut inflasi, kecuali bila kenaikan itu
berlangsung secara terus-menerus, meluas, dan saling mempengaruhi (atau
mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lainnya. Sebagai contoh, kenaikkan
harga minyak, biasanya selalu diikuti kenaikkan harga barang-barang lainnya. Inflasi
adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan. Kebalikan dari inflasi
disebut deflasi.
Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang
kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga.
Indikator yang sering digunakan untuk mengukur tingkat inflasi adalah Indeks Harga
Konsumen (IHK).Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan
harga dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. Ada banyak cara
untuk mengukur tingkat inflasi, dua yang paling sering digunakan
adalah CPI dan GDP Deflator.
Pada suatu negara yang sedang mengalami inflasi akan dapat dijumpai hal-hal
sebagai berikut:
1. harga barang pada umumnya akan naik terus-menerus
2. jumlah uang yang beredar melebihi kebutuhan
3. nilai uang mengalami penurunan
Inflasi menyebabkan daya beli masyarakat rendah terhadap barang sehingga hasil
produksi banyak yang tidak sampai ke masyarakat akibatnya masyarakai tidak bisa
sejahtera dan tidak bagus buat ekonomi negara.
Jenis
pada saat meminjam. Sebaliknya, kreditur atau pihak yang meminjamkan uang akan
mengalami kerugian, karena nilai uang pengembalian lebih rendah, jika
dibandingkan pada saat peminjaman.
Di
lain
pihak
ada
yang
diuntungkan
dengan
adanya
inflasi:
Keterangan Gambar:
Kurva philip adalah kurva yang menggambarkan hubungan negatif antara inflasi dan
pengangguran.
semakin tinggi tingkat inflasi, maka tingkat pengangguran semakin rendah
semakin rendah tingkat inflasi, maka tingkat pengangguran semakin tinggi
Pada titik E, tingkat inflasi nol dan pengangguran ada tingkat pengguna tenaga kerja
penuh (full employment)
pada titik A, tingkat inflasi negatif (deflationary gap), tingkat pengangguran
lebih tinggi
pada titik B, tingkat inflasi positif (inflationary gap), tingkat pengangguran lebih
rendah.
Penyebab Inflasi
Inflasi dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu tarikan permintaan (kelebihan likuiditas
/ uang / alat tukar) dan yang kedua adalah desakan (tekanan) biaya produksi dan /
atau distribusi (kurangnya produksi (product or service) dan / atau kurangnya
distribusi), dan dari ekspektasi inflasi.
Untuk sebab pertama lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan moneter
(Bank Sentral), sedangkan untuk sebab kedua lebih dipengaruhi dari peran negara
dalam kebijakan eksekutor yang dalam hal ini dipegang oleh Pemerintah
(Goverment) seperti fiscal perpajakan / pungutan / insentif / disinsentif, kebijakan
pembangunan infrastruktur, regulasi, dll.
Demand pull inflation
Inflasi tarikan permintaan (Ingg: demand pull inflation) terjadi akibat adanya
permintaan total akan barang dan jasa yang berlebihan. Hal ini biasanya dipicu oleh
membanjirnya likuiditas di pasar, sehingga terjadi permintaan yang tinggi dan
memicu perubahan pada tingkat harga. Bertambahnya volume alat tukar atau
likuiditas yang terkait dengan permintaan terhadap barang dan jasa, akan
mengakibatkan bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor produksi tersebut.
Dalam konteks makroekonomi, kondisi ini digambarkan oleh output riil yang
melebihi output potensialnya atau permintaan total (agregate demand) lebih besar
dari pada kapasitas perekonomian. Misalnya, karena bertambahnya pengeluaran
pemerintah yang dibiayai dengan pencetakan uang baru, atau kenaikan permintaan
luar negeri akan barang-barang ekspor, atau bertambahnya pengeluaran investasi
swasta karena kemudahan untuk mendapatkan kredit atau kredit yang murah.
Meningkatnya permintaan terhadap faktor produksi itu kemudian menyebabkan
harga faktor produksi meningkat. Jadi, inflasi ini terjadi karena adanya kenaikan
permintaan total, sewaktu perekonomian yang bersangkutan dalam situasi full
employment, dimana biasanya lebih disebabkan oleh rangsangan volume likuiditas
di pasar yang berlebihan. Membanjirnya likuiditas di pasar juga disebabkan oleh
banyak faktor selain yang utama tentunya kemampuan bank sentral dalam mengatur
peredaran jumlah uang, kebijakan suku bunga bank sentral, sampai dengan aksi
spekulasi yang terjadi di sektor industri keuangan.
Cost push inflation
Inflasi desakan biaya (Ingg: cost push inflation) terjadi akibat adanya kelangkaan
produksi dan / atau juga termasuk adanya kelangkaan distribusi, walau permintaan
secara umum tidak mengalami peningkatan secara signifikan. Adanya ketidaklancaran aliran distribusi ini atau berkurangnya produksi yang tersedia dari rata-rata
permintaan normal, dapat memicu kenaikan harga sesuai dengan berlakunya hukum
permintaan-penawaran, atau juga karena terbentuknya posisi nilai keekonomian
yang baru terhadap produk tersebut akibat pola atau skala distribusi yang baru.
Berkurangnya produksi sendiri bisa terjadi akibat berbagai hal seperti meningkatnya
biaya produksi, adanya masalah teknis di sumber produksi (pabrik, perkebunan, dll),
bencana alam, huru-hara, cuaca, atau kelangkaan bahan baku untuk menghasilkan
baru dan gagalnya panen yang berakibat harga bahan makanan menjadi mahal atau
gagalnya pasar yang berakibat harga kebutuhan pokok menjadi mahal.
Inflasi berasal dari luar negeri (imported inflation) adalah inflasi yang
terjadi sebagai akibat naiknya harga barang impor. Hal ini bisa terjadi akibat biaya
produksi barang di luar negeri tinggi atau adanya kenaikan tarif impor barang.
Penularan inflasi dari luar negeri ke dalam negeri bisa pula terjadi melalui kenaikan
harga barang-barang ekspor dan saluran-salurannya, hanya sedikit berbeda dengan
penularan lewat kenaikan harga barang-barang impor.
Inflasi juga dapat dibagi berdasarkan besarnya cakupan pengaruh terhadap harga.
Jika kenaikan harga yang terjadi hanya berkaitan dengan satu atau dua barang
tertentu, inflasi itu disebut inflasi tertutup (Closed Inflation). Namun, apabila
kenaikan harga terjadi pada semua barang secara umum, maka inflasi itu disebut
sebagai inflasi terbuka (Open Inflation). Sedangkan apabila serangan inflasi
demikian hebatnya sehingga setiap saat harga-harga terus berubah dan meningkat
sehingga orang tidak dapat menahan uang lebih lama disebabkan nilai uang terus
merosot disebut inflasi yang tidak terkendali (Hiperinflasi).
Pengelompokan Inflasi
Inflasi yang diukur dengan IHK di Indonesia, dikelompokan ke dalam 7 kelompok
pengeluaran (berdasarkanthe Classification of individual consumption by
purpose - COICOP), yaitu :
1.
Kelompok Bahan Makanan
2.
Kelompok Makanan Jadi, Minuman, dan Tembakau
3.
Kelompok Perumahan
4.
Kelompok Sandang
5.
Kelompok Kesehatan
6.
Kelompok Pendidikan dan Olah Raga
7.
Kelompok Transportasi dan Komunikasi.
Disagregasi Inflasi
Disamping pengelompokan berdasarkan COICOP tersebut, BPS saat ini juga
mempublikasikan inflasi berdasarkan pengelompokan yang lainnya yang
dinamakan disagregasi inflasi. Disagregasi inflasi tersebut dilakukan untuk
menghasilkan suatu indikator inflasi yang lebih menggambarkan pengaruh dari
faktor yang bersifat fundamental.
Di Indonesia, disagregasi inflasi IHK tersebut dikelompokan menjadi:
1.
Inflasi Inti, yaitu komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten
(persistent component) di dalam pergerakan inflasi dan dipengaruhi oleh faktor
fundamental, seperti:
Interaksi permintaan-penawaran
2.
Inflasi non Inti, yaitu komponen inflasi yang cenderung tinggi volatilitasnya
karena dipengaruhi oleh selain faktor fundamental. Komponen inflasi non inti terdiri
dari :
Inflasi
Komponen
Bergejolak (Volatile
Food)
:
Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam kelompok
bahan makanan seperti panen, gangguan alam, atau faktor perkembangan
harga komoditas pangan domestik maupun perkembangan harga komoditas
pangan internasional.
Bank sentral umumnya mengandalkan jumlah uang beredar dan/atau tingkat suku
bunga sebagai instrumen dalam mengendalikan harga. Selain itu, bank sentral juga
berkewajiban mengendalikan tingkat nilai tukar mata uang domestik. Hal ini
disebabkan karena nilai sebuah mata uang dapat bersifat internal (dicerminkan oleh
tingkat inflasi) maupun eksternal (kurs). Saat ini pola inflation targeting banyak
diterapkan oleh bank sentral di seluruh dunia, termasuk oleh Bank Indonesia.
Cara mengendalikan Inflasi:
Usaha untuk mengatasi terjadinya inflasi harus dimulai dari penyebab terjadinya
inflasi supaya dapat dicari jalan keluarnya. Secara teoritis untuk mengatasi inflasi
relatif mudah, yaitu dengan cara mengatasi pokok pangkalnya, mengurangi jumlah
uang yang beredar.
1. Kebijakan Moneter.
Kebijakan moneter adalah kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan
pendapatan nasional dengan cara mengubah jumlah uang yang beredar. Penyebab
inflasi diantaranya adalah jumlah uang yang beredar terlalu banyak, sehingga
dengan kebijakan ini diharapkan jumlah uang yang beredar dapat dikurangi menuju
kondisi normal.
Kebijakan ini adalah kebijakan Bank Sentral untuk mengurangi jumlah uang beredar,
salah satunya adalah dengan cara mengendalikan pemberian kredit oleh Bank
Umum
kepada
masyarakat.
Kebijakan moneter dapat dilakukan melalui instrument-instrumen berikut:
a. Politik diskonto (Discount Policy = Politik uang ketat): adalah kebijakan Bank
Sentral untuk mempengaruhi peredaran uang dengan jalan menaikkan suku bunga,
agar masyarakat tertarik untuk menabung atau menyimpan uangnya, dengan
harapan jumlah uang yang beredar dan permintaan kredit dapat dikurangi. Kenaikan
suku bunga simpanan, pada akhirnya juga dapat mengurangi keinginan badanbadan pemberi kredit untuk mengeluarkan pinjaman guna memenuhi permintaan
pinjaman dari masyarakat. Akibatnya, jumlah kredit yang dikeluarkan oleh badanbadan kredit akan berkurang, yang pada akhirnya mengurangi tekanan inflasi.
b. Politik pasar terbuka (Open Market Policy): bank sentral menjual obligasi atau
surat berharga ke pasar modal untuk menyerap uang dari masyarakat dan dengan
menjual surat berharga bank sentral dapat menekan perkembangan jumlah uang
beredar, sehingga jumlah uang beredar dapat dikurangi dan laju inflasi dapat lebih
rendah. Operasi pasar terbuka (open market operation), biasa disebut dengan
kebijakan uang ketat (tight money policy), dilakukan dengan menjual surat-surat
berharga, seperti obligasi negara, kepada masyarakat dan bank-bank. Akibatnya,
jumlah uang beredar di masyarakat dan pemberian kredit oleh badan-badan kredit
(bank) berkurang, yang pada akhirnya dapat mengurangi tekanan inflasi
jumblah
=
=
uang
%
alat
yang
diedarkan
cadangan
likuiditas
/
oleh
Bank
minimum
cadangan
Umum
kas
kas
d. Kredit selektif, politik bank sentral untuk mengurangi jumlah uang yang beredar
dengan cara memperketat pemberian kredit
e. Politik sanering, ini dilakukan bila sudah terjadi hiper inflasi, ini pernah dilakukan
BI pada tanggal 13 Desember 1965 yang melakukan pemotongan uang dari
Rp.1.000 menjadi Rp.1
2. Kebijakan Fiskal
Deflasi, daya beli uang yang mengalami peningkatan, karena jumlah uang
yang beredar relatif lebih sedikit dari jumlah barang dan jasa yang tersedia. Tujuan
dari devaluasi adalah untuk
meningkatkan ekspor barang, neraca pembayaran
menjadi surplus.
Defresiasi, penurunan nilai tukar mata uang terhadap mata uang asing yang
terjadi di pasar uang.
Apresiasi, kenaikan nilai tukar suatu mata uang terhadap mata uang asing
yang terjadi di pasar uang.
Inflasi Terbuka, keadaan dimana harga-harga bergerak tak terkendali, serta
terdapat kelebihan permintaan terhadap barang.
Sanering, pemotongan nilai mata uang yang dilakukan oleh pemerintah.
Revaluasi, kebijakkan pemerintah untuk menaikkan nilai mata uang dalam
negeri terhadap valuta asing.
Devaluasi, kebijakkan pemerintah untuk menurunkan nilai mata uang dalam
negeri terhadap valuta asing dengan sengaja. Deflasi dapat di atasi dengan cara
pemerintah menambah pembelanjaan masyarakat, menambah pengeluaran.
http://nurulfatimah-helend.blogspot.com/2011/10/inflasi-dan-deflasi.html
Selasa, 16 Juli 2013 - 08:22 WIB
Bulan yang lalu tepatnya pada tanggal 22 Juni 2013 Pemerintah melalui
Keputusan Menteri Energi Sumber Daya Mineral Nomor: 07.PM/12/MPM/2013
telah menaikkan harga BBM bersubsidi. Kenaikan BBM ini diperkirakan akan
memberikan dampak yang cukup signifikan pada pembentukan laju inflasi tahun
2013. Hal ini tentu saja menjadi tantangan tersendiri dalam pengendaliannya
agar inflasi tetap berada pada rentang target yang telah ditetapkan. Bank
Indonesia memprediksi laju inflasi pasca kenaikan harga BBM berada pada level
7,8 persen dengan perkiraan kenaikan harga BBM bersubsidi menyumbang
inflasi sebesar 2,46 persen. Pemerintah sendiri di dalam APBN-P 2013 mematok
target inflasi pada kisaran 7,2 persen.
Berkaca pada sejarah, kenaikan harga BBM bersubsidi biasanya memberikan
sumbangan kenaikan inflasi yang cukup besar. Pada tahun 2005 lalu, kenaikan
harga BBM bersubsidi memberikan sumbangan kenaikan inflasi sebesar 3,74
persen (Bank Indonesia, 2005). Ini disebabkan oleh besaran kenaikan yang cukup
tinggi, dimana cakupan komoditi BBM bersubsidi meliputi premium, solar dan
minyak tanah, serta bobot komponen inflasi.
Secara historis, Bank Indonesia juga mencatat bahwa second round effect lebih
tinggi daripada first round effect. Pada waktu itu, first round effect untuk tiap
kenaikan 10 persen pada premium, solar, dan minyak tanah sebesar 0,37
melalui
kenaikan
biaya
transportasi.
Dengan
kondisi
ini,
BPS
Untuk meredam kenaikan laju inflasi Juli 2013, langkah yang diperlukan adalah
pengamanan pasokan bahan makanan menjadi faktor yang sangat krusial.
Koordinasi antara Pemerintah dan Bank Indonesia melalui Tim Pengendali Inflasi
di tingkat daerah (TPID) serta Pokjanas TPID diharapkan dapat berkontribusi
dalam meredam gejolak kenaikan harga harga bahan kebutuhan pokok.
Pelaksanaan operasi pasar bahan bahan kebutuhan pokok yang mempunyai
bobot cukup tinggi dalam inflasi perlu ditingkatkan frekuensi dan cakupannya.
Kelancaran distribusi barang dan jasa juga hendaknya menjadi prioritas.
Kedua, inflasi administered price atau harga komoditi yang ditentukan oleh
pemerintah. Inflasi kelompok ini masih berpotensi terjadi, terutama berkaitan
dengan kenaikan listrik tahap kedua dan kelangkaan LPG, khususnya LPG 3 KG.
Selain itu, kenaikan harga BBM juga berimbas pada kenaikan tarif angkutan
berdasarkan keputusan dari masing-masing Kepala Daerah.
Sebagai
upaya
untuk
meredam
kenaikan
inflasi administered
price, perlu
subsidi
maupun
insentif
untuk
mendorong
pengembangan
transportasi publik yang nyaman dan terjangkau, serta terlindung dari gejolak
kenaikan harga BBM bersubsidi, misalnya dengan penyediaan infrastruktur BBG
bersubsidi untuk transportasi publik.
Ketiga, stabilitas nilai tukar rupiah. Kenaikan harga BBM diperkirakan akan
membantu mengurangi defisit perdagangan akibat berkurangnya impor BBM,
mendorong
apresiasi
rupiah,
yang
pada
akhirnya
akan
mengurangi
dampak imported inflation akibat depresiasi nilai tukar rupiah. Namun dalam
perkembangannya, kenaikan harga BBM tidak serta merta akan memperbaiki
nilai tukar rupiah mengingat perkembangan pasar yang cukup dinamis.
Salah satunya adalah pergerakan respon pasar terhadap rencana Bank Sentral
Amerika Serikat (The Fed) yang akan menghentikan kebijakan quantitative
easing seiring dengan
mulai
membaiknya
perekonomian
Amerika
Serikat.
Implikasinya, suku bunga acuan The Fed diperkirakan akan dinaikkan sehingga
kemudian mendorong meningkatnya arus modal keluar dari negara-negara
emerging market, termasuk Indonesia, sehingga akan memperlemah rupiah.
Ekspektasi pasar akibat rencana perubahan ini terbukti telah membuat rupiah
sudah berada pada posisi tertekan pada saat kebijakan kenaikan harga BBM
bersubsidi mulai diterapkan oleh pemerintah. Ke depan pergerakan respons
pasar harus disikapi dan diantisipasi dengan baik oleh Pemerintah dan Bank
Indonesia melalui bauran kebijakan fiscal dan moneter.
Selain situasi eksternal, depresiasi nilai tukar rupiah juga akan dipengaruhi oleh
perubahan perilaku konsumsi BBM masyarakat. Bila kenaikan harga BBM
bersubsidi tidak berdampak banyak pada perubahan perilaku konsumsi BBM
bersubsidi, asumsi perbaikan fiskal dalam bentuk perbaikan keseimbangan
primer, serta pengurangan defisit perdagangan yang akan mendukung apresiasi
rupiah
sulit untuk
pengawasan
untuk
terpenuhi.
Oleh
meminimalisasi
karena itu,
upaya-upaya pengetatan
penyelundupan
BBM
bersubsidi
perlu
melalui
penerapan
RFID (Radio
Frequency
Identification)pada
kendaraan dinas dan pribadi dapat memberikan dampak yang cukup besar
dalam menurunkan konsumsi BBM bersubsidi.
Dengan serangkaian langkah-langkah pengamanan pasokan bahan makanan,
pengelolaanadministered price, dan antisipasi terhadap gejolak situasi eksternal
melalui bauran kebijakan fiskal dan moneter, serta pengendalian konsumsi BBM
bersubsidi, diharapkan realisasi inflasi 2013 dapat berada pada kisaran yang
ditetapkan dalam APBN-P 2013. Diharapkan memasuki tahun 2014 inflasi yang
meninggi sebagai dampak kenaikan BBM ini mulai menunjukkan kestabilan.
Perekonomian Indonesia yang stabil kembali, yang tumbuh, berkembang dan
membawa kesejahteraan bersama. Semoga.
*) Penulis adalah staf pada kedeputian bidang perekonomian
http://www.setkab.go.id/artikel-9493-.html
BERITA INDUSTRI
2013, Kenaikan BBM Tak Terelakan
rakyat miskin dan hampir miskin bisa diberikan secara langsung berupa
bahan pangan dan bantuan lainnya.
"Kalau harga BBM tetap disubsidi seperti sekarang, pembangunan
infrastruktur dan sektor vital akan terus tertinggal, anggaran negara
terbebani, dan rakyat akan hidup tidak realistis," ujar Ketua Umum Kadin
Indonesia Suryo Bambang Sulisto kepada Investor Daily di Vladivostok,
Rusia, Senin (10/9).
Menteri Perindustrian MS Hidayat mengatakan, apa pun alasannya, harga
BBM tahun depan harus dinaikkan kalau subsidi meningkat melampaui
kuota. Sedangkan Wakil Menkeu Mahendra Siregar tidak berani
menyebutkan sikap pemerintah. "Semuanya itu tergantung hasil
pembahasan dengan DPR Oktober ini," kilah Mahendra.
Di tengah ketidakpastian ekonomi dunia, Gubernur Bank Indonesia (BI)
Darmin Nasution mengatakan, kenaikan harga BBM kemungkinan tidak
dapat dihindari. Meski begitu, pemerintah hendaknya menaikkan harga
BBM secara bertahap dan konsisten.
BI menyarankan kenaikan harga BBM berlangsung selama tiga kali agar
dampaknya tidak terlalu memberatkan masyarakat "Setiap kenaikan Rp
1.000 per liter, maka akan ada tambahan inflasi 0,3V ujar dia dalam rapat
kerja dengan Komisi XI DPR, Senin (10/9).
Darmin memprediksi, asumsi inflasi 2013 yang ditetapkan pemerintah
sebesar 4,9% akan meleset karena belum memasukkan dampak kenaikan
tarif listrik. "Kenaikan tarif listrik sebesar 15% akan menyebabkan
tambahan inflasi sebesar 0,25% hingga 0,3%," jelas Gubernur BI.
Selama ini, rencana kenaikan harga BBM selalu digagalkan oleh DPR RI.
Pemerintah hingga kini juga belum memiliki tekad yang bulat untuk
menaikkan harga BBM.
Wacana kenaikan harga BBM -yang selalu muncul saat harga minyak
mentah dunia meroket- acapkali memicu pro kontra. Atas nama inflasi dan
rakyat miskin, sejumlah kalangan, termasuk mayoritas anggota DPR,
menolak keras kenaikan harga BBM.
Mereka khawatir, kenaikan harga BBM akan memicu inflasi tinggi dan
inflasi tinggi akan menyengsarakan rakyat miskin, melahirkan orang
miskin baru, mendorong pemutusan hubungan kerja (PHK), dan
mengganggu stabilitas ekonomi makro. Kenaikan harga BBM kerap
mendorong aksi demonstrasi yang biasanya disusupi oleh berbagai
kepentingan politik.
Menghadapi gerakan penolakan ini, pemerintah diimbau lebih gencar
melakukan sosialisasi, termasuk meningkatkan lobi dengan DPR. Selama
ada alasan kuat dan sosialisasi yang baik, dukungan terhadap kenaikan
atau mandatori, yang telah ditetapkan UU. Akibatnya, sisa uang yang bisa
dialokasikan untuk kegiatan produktif sangat terbatas. "80% dari total
dana APBN habis untuk anggaran yang sifatnya wajib tersebut Dengan
demikian, hanya tinggal tersisa sekitar 20% dari anggaran kita yang tidak
mengikat yang dapat kita manfaatkan bagi kegiatan-kegiatan yang lebih
produktif," ujar Agus.
Dukungan dan Penolakan
Ekonom dari Universitas Indonesia Ninasapti Triaswati mengingatkan,
subsidi BBM dan listrik yang diberikan pemerintah kepada masyarakat
masih belum adil dan tepat sasaran. "Subsidi BBM hanya dinikmati oleh
pemilik kendaraan dan pengguna kendaraan umum saja. Sementara
masih banyak warga masyarakat yang tidak memiliki kendaraan atau
menggunakan kendaraan umum," kata dia.
Dia menjelaskan, masyarakat di perdesaan dan pegunungan masih
banyak yang tidak memiliki dan menggunakan kendaraan. "Masih ada
sepertiga dari masyarakat yang belum bisa niengakses listrik PLN. Dengan
begitu, pemerintah hanya menyubsidi masyarakat dari golongan ekonomi
ke atas saja. Sebab, golongan itulah yang bisa memiliki banyak mobil dan
menggunakan banyak listrik," jelas Nina.
Oleh karena itu, Nina Sapti menyarankan agar subsidi BBM yang
mencapai Rp 250 triliun bisa dievaluasi, dikurangi, dan lebih diarahkan
untuk pembangunan infrastruktur di perdesaan yang lebih tepat sasaran.
Wakil Direktur ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengakui,
Indonesia menghadapi persoalan yang cukup pellk di sektor energi. Selain
terbebani subsidi, impor BBM memberikan kontribusi besar terhadap
defisit perdagangan. Saat ini, 40% kebutuhan BBM dan minyak mentah
nasional diperoleh melalui impor. "Upaya jangka pendek yang paling
rasional agar neraca perdagangan Indonesia tetap surplus tahun depan
adalah menaikkan harga BBM subsidi di awal tahun," jelas dia.
Komaidi menjelaskan, penaikan harga BBM merupakan keputusan politis
antara pemerintah, dan parlemen. "Kalau pemerintah bisa memberikan
alasan yang masuk akal, kami kira parlemen tidak keberatan ada
kenaikan harga BBM tahun depan," ungkap dia.
Menurut Komaidi, kenaikan harga BBM bersubsidi menjadi Rp 6.000 per
liter tidak akan mampu menekan impor BBM secara signifikan. Sebaliknya,
bila pemerintah berani menaikkan harga BBM hingga di atas Rp 10 ribu
atau bahkan sampai mendekati level keekonomian, pengurangan impor
BBM bisa memadai.
Direktur Center for Petroleum and Energy Economics Studies (CPEES)
Kurtubi mencatat, nilai impor BBM dan minyak mentah Indonesia setiap
tahunnya bisa mencapai US$ 35 miliar atau Rp 1 triliun per hari. Dengan
nilai yang demikian besar, bukan hanya menyedot devisa negara yang
pada akhirnya juga membuat neraca perdagangan Indonesia menjadi
defisit.
"Daripada pemerintah mewajibkan masyarakat menggunakan BBM
nonsubsidi jenis pertamax atau membiarkan masyarakat mengantre BBM
di SPBU sebagai dampak tidak adanya penambahan kuota BBM, kenapa
tidak dinaikkan saja harga BBM subsidi. Untuk tahun depan kami kira bisa
dilakukan karena kalau tahun ini terganjal UU APBN 2012 yang
menyebutkan harga minyak harus 15% harga. patokan," kata Kurtubi.
Pandangan berbeda disampaikan anggota Komisi VII DPR dari Fraksi
Golkar Bobby Rizaldi dan anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PDIP
Ismayatun. Keduanya justru mempertanyakan alasan pemerintah untuk
menaikkan harga BBM bersubsidi. Terlebih lagi, asumsi Indonesia Crude
Price (ICP) tahun depan justru dipatok lebih rendah, yakni hanya US$ 100
per barel dari sebelumnya US$ 105/barel. "Jadi kenapa harus dinaikkan.
Tim ekonomi pemerintah yang harus diganti karena inkompeten," kata
Bobby.
Ismayatun juga tidak menyetujui adanya kenaikan harga BBM bersubsidi
tahun depan. "Penuhi duhi kebutuhan transportasi. Jangan salahkan
masyarakat menggunakan BBM subsidi karena tidak ada alternatif," kilah
dia.
Untuk mengurangi subsisi BBM, Badan Pengatur HiHr Minyak dan Gas
Bumi (BPH Migas) mengusulkan pembatasan penggunaan BBM bersubsidi
oleh mobil mewah di wilayah DKI Jakarta. BPH Migas menargetkan aturan
pelarangan itu dapat segera keluar pada bulan ini. "Itu akan dibahas di
sidang komite. Drafnya sudah disiapkan oleh mereka, tapi belum
ditetapkan," kata Kepala BPH Migas Andy Noorsaman Someng di Jakarta,
Senin (10/9).
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Rudi Rubiandini,
mendukung rencana BPH Migas tersebut "BPH tidak perlu memerinci,
namun mereka berhak, karena mempunyai kreativitas dan punya ide,"
kilah dia.
sumber : Investor Daily
http://www.kemenperin.go.id/artikel/4349/2013,-Kenaikan-BBM-TakTerelakan