Anda di halaman 1dari 15

PASAR DAN EKSTERNALITAS

(Tugas Responsi Mata Kuliah Ekonomi Sumber Daya Alam)

Oleh

Aisyah Nur Citra Dewi 1314131008


Destika Maulidiawati 1314131027
Elyus Setiawan 1314131036

JURUSAN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2016
1. Eksternalitas

Menurut Pyndick dan Rubinfeld (2001) dan Fauzi (2004), eksternalitas


didefinisikan sebagai dampak positif atau negatif dari tindakan suatu pihak
terhadap pihak lain. Eksternalitas dibagi menjadi dua tipe yaitu eksternalitas
positif dan eksternalitas negatif. Eksternalitas positif terjadi apabila pengaruh
sampingan sifatnya membangun. Sedangkan eksternalitas negatif akan terjadi
apabila pengaruh sampingannya bersifat menganggu dapat berupa gangguan kecil
hingga ancaman besar.

Contoh eksternalitas positif :


a. Dampak dari produsen ke produsen lain
Suatu produsen menghasilkan produk dimana produk tersebut membutuhkan input
dari produsen lain. Contohnya printer dari produk cannon untuk menghasilkan
output berupa handout. Printer membutuhkan kertas dan tinta yang dihasilkan
oleh perusahaan kertas misalnya sinar dunia, dan tinta misalnya dari blueprint,
data print, e-print.
b. Dampak dari produsen terhadap konsumen
Kepuasan konsumen bertambah karena adanya perbaikan atau penambahan
infrastruktur akibat dari adanya pembangunan agroindustri disuatu wilayah.
c. Dampak dari konsumen terhadap konsumen lain
Penggunaan pengeras suara di masjid saat adzan berdampak positif bagi
masyarakat sekitar yang beragama islam, sebagai pengingat waktu sholat.
d. Dampak dari konsumen terhadap produsen
Ketika petani disuatu wilayah akan berusaha tani petani tersebut membutuhkan
input, salah satunya adalah pupuk yang dihasilkan oleh PT. Pupuk Indonesia
(BUMN). Pupuk yang diproduksi oleh BUMN tersebut memerlukan perusahaan
distributor seperti PT. Pupuk Sriwijaya dan PT. PetroKimia Gresik untuk
memasarkannya kepada konsumen (petani).

Contoh eksternalitas negatif :


a. Dampak dari produsen ke produsen lain
Suatu proses produksi (misalnya perusahaan pulp) menghasilkan limbah-residu-
produk sisa yang beracun dan masuk ke aliran sungai, danau, atau semacamnya,
sehingga produksi ikan terganggu dan akhirnya merugikan produsen lain yakni
para penangkap ikan (nelayan). Dalam hal ini, kegiatan produksi pulp tersebut
mempunyai dampak negatif terhadap produksi lain (ikan) atau nelayan, dan inilah
yang dimaksud dengan efek suatu kegiatan produksi terhadap produksi komoditi
lain.
b. Dampak dari produsen ke konsumen
Kepuasan konsumen terhadap pemanfaatan daerah-daerah rekreasi akan
berkurang dengan adanya polusi udara.
c. Dampak dari konsumen ke konsumen lain
Bisingnya suara alat pemotong rumput tetangga, kebisingan bunyi radio atau
musik dari tetangga, asap rokok seseorang terhadap orang sekitarnya dan
sebagainya.
d. Dampak dari konsumen ke produsen
Ketika limbah rumah tangga terbuang ke aliran sungai dan mencemarinya
sehingga menganggu perusahaan tertentu yang memanfaatkan air baik oleh ikan
(nelayan) atau perusahaan yang memanfaatkan air bersih.

2. Solusi terhadap eksternalitas

Adanya eksternalitas negatif mengakibatkan sumber daya yang dilakukan pasar


tidak efisien, di sinilah diperlukan peranan dari pemerintah. Harapannya masalah-
masalah yang di timbulkan dengan adanya eksternalitas dapat teratasi. Beberapa
hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Regulasi

Regulasi adalah tindakan mengendalikan perilaku manusia atau masyarakat


dengan aturan atau pembatasan. Dengan regulasi, pemerintah dapat melarang atau
mewajibkan perilaku atau tindakan mana yang boleh dan tidak boleh untuk
dilakukan pihak-pihak tertentu dalam rangka mengatasi eksternalitas. Dengan
adanya regulasi memaksa penghasil polusi untuk mengurangi polusi yang
dihasilkan industri karena polusi tersebut merupakan tanggung jawab pihak yang
menghasilkan polusi.

Contohnya pemerintah membuat aturan bahwa membuang limbah pabrik ke


dalam sungai merupakan tindakan kriminal dan akan dikenakan sanksi yang tegas
bagi pelakunya, karena kita tahu biaya sosial membuang limbah pabrik ke dalam
sungai lebih besar daripada keuntungan yang didapatkan pihak-pihak
melakukannya. Tetapi dalam kenyataannya regulasi ini sulit untuk diterapakan
karena pada kenyataannya masalah polusi yang terjadi tidaklah selalu sederhana.
Karena polusi merupakan efek sampingan yang tak terelakkan dari kegiatan
produksi industri. Kita tidak dapat menghapus polusi secara total. Kita hanya bisa
membatasi jumlah polusi hingga ambang tertentu. Sehingga tidak terlalu merusak
lingkungan namun tidak juga menghalangi kegiatan produksi. Kita ambil saja
contohnya kendaraan bermotor. Seperti kita ketahui gas yang dikeluarkan
kendaraaan bermotor merupakan salah satu bentuk polusi. Jika kita ingin
menghapus polusi secara total maka tidak boleh menggunakan kendaraan
bermotor. Dan itu tidak mungkin untuk dilakukan, karena kendaraan bermotor
sedikit dapat membantu memperlancar proses produksi.

Regulasi ini memiliki kelemahan yaitu mewajibkan semua pabrik mengurangi


polusinya dalam jumlah yang sama, padahal penurunan sama rata, bukan
merupakan cara termurah menurunkan polusi. Ini dikarenakan kapasitas dan
keperluan setiap pabrik untuk berpolusi berbeda-beda. Besar kemungkinan salah
satu pabrik misalkan pabrik kertas, lebih mampu karena biayanya lebih murah
untuk menurunkan polusi dibanding pabrik lain seperti pabrik baja. Jika keduanya
dipaksa menurunkan polusi sama rata, maka operasi pabrik baja akan terganggu.
Peraturan memaksa penghasil polusi untuk mengurangi polusi dengan
menggunakan metode yang sama seperti yang mereka gunakan dan mereka harus
membayar harga untuk biaya eksternalitas yang mereka hasilkan sebagai tanggung
jawab mereka.

b. Pajak pigouvian
Pajak pigouvian merupakan salah satu solusi yang dapat dilakukan untuk
mengatasi eksternalitas. Konsumen atau perusahaan yang menyebabkan
eksternalitas harus membayar pajak sama dengan dampak marjinal dari
eksternalitas yang dibuat. Dengan itu membuat konsumen atau perusahaan
memperhitungkan berapa banyak manfaat dan dampak dari jumlah barang yang
diproduksi atau dikonsumsi perusahaan ataupun konsumen. Artinya dengan
diterapakannya pajak akan memberikan insentif kepada para pemilik pabrik untuk
sebanyak-banyaknya mengurangi polusinya. Semakin tinggi tingkat pajak yang
dikenakan maka semakin banyak penurunan polusi yang terjadi.

Eksternalitas menyebabkan perbedaan antara manfaat privat dan biaya sosial yang
menyebabkan tidak tercapainya kondisi pareto optimal. Pemerintah harus campur
tangan untuk mengatasi eksternalitas negatif. Ekonom Pigou menyarankan
metode untuk mengatasi eksternalitas yaitu pajak pigovian. Ketika biaya marginal
social melebihi biaya marginal pribadi pajak harus dikenakan kepada produsen.
Dengan diwajibkannya pajak maka menyebabkan peningkatan harga dari
komoditi yang diproduksi sehingga jumlah komoditi yang diminta menjadi
berkurang. Sehinggaa produsen mengalami kerugian sehingga biaya marjinal
social samadengan biaya marginal privat.

Dalam beberapa kasus pemberlakuan pajak tidak tepat karena sulitnya


menghitung biaya eksternalitas. Hal ini dikarenakan dibutuhkan waktu yang lama
untuk mempelajari biaya akibat eksternalitas. Sementara keadaan sudah berubah
sehingga diperlukan studi lagi dan tentu akan memerlukan waktu yang lama lagi.
Value

PMC

t PMC
PMB
SMB

Xo X* Quantity
Sumber : Intermediate Public Economics
Jean Hindriks & Gareth D Myles
Keterangan : Pajak pigovian

Penjelasan:
Kurva diatas menunjukkan hubungan antara harga dan output yang di produksi
perusahaan. Kurva PMC menunjukkan jumlah output yang
ditawarkan dan kurva PMB menunjukkan jumlah output yang diminta
konsumen. Dan jumlah barang yang diminta sebesar x* karena adanya
pajak maka jumlah barang yang ditawarkan semakin rendah yaitu sebesar
PMC dan harga semakin tinggi sehingga jumlah output yang diminta
semakin sedikit yaitu menjadi x.

c. Subsidi

Ketika manfaat sosial melebihi manfaat pribadi maka subsidi harus diberikan
kepada konsumen atau produsen. Subsidi mengarah pada penurunan dalam harga
komoditi. Pemerintah dapat mensubsidi produsen untuk mengurangi dampak
eksternalitas.
Keuntungan produsen didapat dari subsidi pemerintah dan keuntungan masyarakat
dalam hal pengurangan kerusakan dari dampak eksternalitas yang ditimbulkan
perusahaan. Kelemahan dari subsidi adalah perusahaan-perusahaan condong
untuk melakukan eksternalitas karena dengan melakukan eksternalitas mereka
akan mendapat subsidi dari pemerintah.

d. Internalisasi

Untuk mengontrol eksternalitas pertama kali dibahas oleh David dan Whinston.
David dan Whinston menganjurkan internalisasi untuk mengatasi eksternalitas
sehingga biaya privat sama dengan biaya sosialnya. Inti dari internalisasi adalah
misalnya jika ada perusahaan A menyebabkan eksternalitas negatif hanya kepada
perusahaan B maka perusahaan A dan perusahaan B bersama-sama menghitung
dampak dari eksternalitas. Dengan ini, efisiensi tidak akan muncul. Melakukan
internalisasi merupakan hal yang sulit. Ambil saja contoh suatu industri suatu
perusahaan menyebabkan eksternalitas bagi industri perusahaan lain. Dalam
situasi ini internalisasi menyarankan perusahaan menjadi monopoli tunggal. Jika
hal ini terjadi maka akan menyebabkan kesejahteraan menjadi berkurang atau
mungkin hilang. Internalisasi biasanya secara tidak langsung membangun agen
ekonomi yang lebih besar dan konsekuensi bertambahnya kekuatan pasar.

Singkatnya internalisasi akan menghilangkan konsekuensi dari eksternalitas


dengan cara memastikan bahwa biaya pribadi dengan biaya sosial disamakan.
Masalah internalisasi bukanlah solusi yang praktis ketika konstribusi agen
ekonomi secara terpisah ke dalam eksternalitas total dan memiliki kelemahan
yang mengarah ke kuatan pasar meningkat.

Dampak eksternalitas terhadap keseimbangan pasar

Kurva penawaran dan kurva permintaan mengandung informasi-informasi penting


tentang biaya dan keuntungan (cost and benefit). Untuk memperjelas
gambarannya, kita perlu mengambil sebuah pasar tertentu, sebagai contoh kasus.
Kita ambil saja pasar aluminium, permintaan dan penawaran pasar aluminium
dapat dilihat pada gambar 1.

Harga
Alumunium
Penawaran (S)

Ekuilibrium

Permintaan (D)

0 Qpasar Kuantitas Alumunium

Gambar 1. Kurva permintaan dan penawaran alumunium

Gambar 1 menunjukkan kurva permintaan dan penawaran dipasar aluminium


tersebut. Kurva permintaan aluminium mencerminkan nilai aluminium bagi para
pembelinya, dan nilai itu dihitung berdasarkan harga yang mau mereka bayarkan.
Setiap kuantitas, ketinggian kurva permintaan menunjukkan kesediaan membayar
para konsumen marginal. Dengan kata lain, kurva-kurva tersebut menunjukkan
biaya yang dipikul produsen marginal dan menunjukkan nilai atas unit terakhir
aluminium yang dijual. Jika sama sekali tidak ada intervensi pemerintah, maka
harga aluminium akan bergerak secara bebas menyesuaikan diri dalam rangka
menyeimbangkan permintaan dan penawarannya. Kuantitas yang diproduksi dan
dikonsumsi pada ekuilibrium pasar (diperlihatkan sebagai Qpasar pada Gambar 1)
dapat dikatakan efisien, karena kuantitas tersebut memaksimalkan surplus
produsen dan surplus konsumen. Dalam kondisi tersebut, pasar mampu
mengalokasikan segenap sumber daya sedemikian rupa, sehingga memaksimalkan
nilai total konsumen yang membeli dan memakai aluminium minus biaya total
produsen yang membuat dan menjual aluminium tersebut.
Perhatikanlah, bahwa dalam melangsungkan kegiatan produksinya, pabrik-pabrik
aluminium itu menimbulkan polusi. Untuk setiap aluminium yang mereka
produksi, sejumlah asap kotor yang mengotori atmosfer tersembur dari tanur
pabrik-pabrik tersebut. Karena asap itu membahayakan kesehatan siapa saja yang
menghirupnya, maka asap itu merupakan eksternalitas negatif dalam produksi
aluminium.

Harga Biaya sosial


Alumunium
Penawaran (S)

Ekuilibrium

Permintaan (D)

0 Qoptimum Qpasar Kuantitas Alumunium


Gambar 2. Perubahan keseimbangan pasar

Akibat adanya eksternalitas tersebut, biaya yang harus dipikul masyrakat yang
bersangkutan secara keseluruhan dalam memproduksi aluminium lebih tinggi dari
pada biaya yang dipikul oleh produsennya. Biaya sosial (social sost) untuk setiap
unit aluminium yang diproduksikan, mencakup biaya produksi yang dipikul
produsen biasa disebut biaya pribadi (private cost) dan biaya yang harus
ditanggung oleh pihak lain yang ikut mengalami kerugian akibat polusi.

Gambar 2 menunjukkan besarnya biaya sosial produksi aluminium. Kurva biaya


sosial itu berada diatas kurva penawaran, karena di dalamnya tercakup pula biaya-
biaya eksternal yang ditimpakan ke pundak masyarakat oleh para produsen
aluminium. Nilai atas selisih atau jarak antara kedua kurva itulah yang
mencerminkan biaya atau jumlah kerugian akibat polusi dari proses produksi
aluminium.
Berapa banyak aluminium yang harus diproduksi (agar mencukupi kebutuhan
aluminium, sekaligus tidak terlalu banyak menimbulkan polusi) ?. Untuk
menjawab pertanyaan ini, sekali lagi kita perlu membayangkan apa yang akan
dilakukan oleh pejabat pemerintah. Pejabat ini ingin memaksimalkan surplus total
yang dimunculkan pasar yakni nilai bagi konsumen aluminium dikurangi biaya
produksi aluminium. Namun ia juga mengetahui bahwa biaya produksi aluminium
juga mencakup biaya-biaya eksternal seperti halnya polusi.

Perencana untuk mencapai tingkat produksi aluminium yang dilambangkan oleh


titik perpotongan antara kurva permintaan dan kurva biaya sosial. Titik
perpotongan inilah yang melambangkan jumlah produksi aluminium yang
optimum bagi masyarakat secara keseluruhan. Pejabat memang harus mencapai
tingkat produksi itu, karena jika produksi ternyata dibawah tingkat itu, maka nilai
aluminium bagi konsumennya (diukur oleh ketinggian kurva permintaan) akan
melampaui biaya sosial produksinya (diukur oleh ketinggian kurva biaya sosial).
Seandainya saja hal ini benar-benar terjadi, maka toleransi terhadap kelebihan
produksi seperti polusi itu akan lebih besar sehingga polusi akan cenderung
meningkat atau bahkan tidak terkendali. Sebaliknya, jika produksi melebihi
tingkat optimum tersebut, maka biaya sosial produksi aluminium akan melebihi
nilainya bagi konsumen. Andaikan hal ini yang terjadi, maka permintaan akan
melemah, dan harga akan turun sehingga biaya produksi aluminium menjadi
terlalu berat bagi produsen.

Perhatikanlah bahwa kuantitas produksi aluminium pada kondisi ekuilibrium,


yakni Qpasar lebih besar dari pada kuantitas produksi yang secara sosial optimum
atau Qoptimum ini merupakan inefisiensi, dan penyebabnya adalah kuantitas produksi
dalam kondisi ekuilibrium pasar itu hanya mencerminkan biaya produksi pribadi
(yang hanya ditanggung produsen). Dalam ekuilibrium pasar tersebut, nilai
aluminium bagi konsumen marginal lebih rendah dari pada biaya sosial
produksinya. Artinya, pada Qpasar kurva permintaan terletak dibawah biaya kurva
sosial. Pada situasi ini, penurunan konsumsi dan produksi aluminium hingga
dibawah tingkat ekuilibriumnya, justru akan menaikkan kesejahteraan ekonomi
total (baik bagi konsumen maupun produsen).

Tingkat produksi optimum dapat dicapai dengan mengenakan pajak kepada para
produsen, atas setiap ton aluminium yang mereka jual. Pajak ini akan menggeser
kurva penawaran aluminium ke atas, sebanyak besaran pajaknya. Jika pajak itu
sesuai dengan nilai kerugian akibat asap, maka posisi kurva penawaran itu akan
bersesuaian dengan kurva biaya sosial. Maka akan tercipta ekuilibrium baru di
pasar, di mana tingkat produksi yang dilakukan para produsen akan optimum
secara sosial.

Pengenaan pajak yang tepat itu dikatakan mampu menciptakan internalisasi


eksternalitas (internalizing an externality), karena pajak tersebut memberi para
konsumen dan produsen suatu insentif untuk memperhitungkan dampak-dampak
eksternal dari tindakan-tindakan mereka. Produsen akan terdorong untuk
menghitung biaya penanggulangan polusi sebagai bagian dari biaya produksi,
sebelum mereka memutuskan kuantitas aluminium yang akan mereka produksikan
(artinya mereka juga berusaha membatasi polusi yang ditimbulkan oleh proses
produksinya, karena mereka harus membayar pajak atas setiap polusi yang tidak
dikendalikan.

Meskipun banyak pasar dimana biaya sosial produksinya melebihi biaya pribadi,
ada pula pasar-pasar yang justru sebaliknya, yakni biaya pribadi para produsen
malahan lebih besar dari pada biaya sosialnya. Di pasar inilah, eksternalitasnya
bersifat positif, dalam arti menguntungkan pihak lain (selain produsen dan
konsumen). Contoh yang dapat dikemukakan disini adalah pasar robot industri
(robot yang khusus dirancang untuk melakukan kegiatan atau fungsi tertentu di
pabrik-pabrik).

Robot adalah ujung tombak kemajuan teknologi yang mutakhir. Sebuah


perusahaan yang mampu membuat robot, akan berkesempatan besar menemukan
rancangan-rancangan rekayasa baru yang serba lebih baik. Rancangan ini tidak
hanya akan menguntungkan perusahaan yang bersangkutan, namun juga
masyarakat secara keseluruhan karena pada akhirnya rancangan itu akan menjadi
pengetahuan umum yang bermanfaat. Eksternalitas positif seperti ini biasa disebut
imbasan teknologi (technology spillover).

Harga Penawaran
robot Biaya sosial
Nilai imbasan

Optimum

Permintaan

0 Qpasar Qoptimum Kuantitas robot


Gambar 3. Eksternalitas positif (imbasan teknologi)

Analisis atas eksternalitas positif tidak banyak berbeda dari analisis tentang
eksternalitas negatif. Gambar 3 memperlihatkan pasar robot. Berkat adanya
imbasan teknologi, biaya sosial untuk memproduksi sebuah robot lebih kecil dari
pda biaya pribadinya. Oleh karena itu, pemerintah tentu saja ingin lebih banyak
memproduksi robot dibanding produsernya sendiri. Dalam kasus ini, pemerintah
dapat membantu dengan melakukan internalisasi eksternalitas positif tersebut.
Caranya misalnya dengan memberikan subsidi untuk setiap unit robot yang
dibuat. Melalui subsidi ini, kurva penawaran akan terdorong ke bawah sebesar
subsidi, dan pergeseran ini akan menaikkan ekuilibrium kuantitas produksi robot.
Agar ekuilibrium pasar yang baru itu sama dengan titik optimum sosial, maka
subsidinya harus diusahakan sama dengan nilai imbasan teknologi.

Eksternalitas Dalam Komsumsi


Selain eksternalitas produksi masih ada eksternalitas yang terkandung dalam
kegiatan konsumsi. Konsumsi minuman beralkohol, misalnya, mengandung
eksternalitas negatif jika si peminum lantas mengemudikan mobil dalam keadaan
mabuk atau setengah mabuk, sehingga membahayakan pemakai jalan lainnya.
Eksternalitas dalam konsumsi ini juga ada yang bersifat positif. Contohnya adalah
konsumsi pendidikan. Semakin banyak orang yang terdidik, masyarakat atau
pemerintahnya akan diuntungkan. Pemerintah akan lebih mudah merekrut tenaga-
tenaga cakap, sehingga pemerintah lebih mampu menjalankan fungsinya dalam
melayani masyarakat.

Analisis terhadap eksternalitas dalam konsumsi ini, mirip dengan yang telah kita
lakukan terhadap eksterlitas dalam produksi. Pada gambar 4, kurva permintaannya
tidak lagi melambangkan nilai sosial dari suatu barang. Panel (a) memperlihatkan
kasus eksternalitas negatif dalam konsumsi.

Harga Harga
S S

D Nilai sosial

Nilai sosial D

0 Qoptimum Qpasar Kuantitas 0 Qoptimum Qpasar Kuantitas


Gambar 4. (a) Eksternalitas konsumsi negatif (b) Eksternalitas konsumsi positif
Misalnya, konsumsi minuman beralkohol. Dalam kasus ini, nilai sosialnya lebih
kecil dari pada nilai pribadinya (private value, atau nilai minuman beralkohol bagi
para peminum minuman beralkohol itu sendiri), dan kuantitas penawaran
minuman beralkohol yang optimum secara lebih sosial lebih rendah dari pada
kuantitas penawaran yang ada di pasar. Sedangkan panel (b) menunjukkan kasus
eksternalitas positif dalam konsumsi, misalnya konsumsi pendidikan. Dalam
kasus ini, nilai sosial lebih besar dari pada nilai pribadi, dan kuantitas yang
ooptimal secara sosial juga lebih besar dari pada kuantitas yang diinginkan pasar
secara pribadi (yang diinginkan oleh produsennya saja).

Pemerintah juga dapat mengoreksi kegagalan pasar tersebut melalui internalisasi


eksternalitas. Langkah yang harus dilakukan oleh pemerintah pada kasus
eksterlitas dalam konsumsi ini, mirip dengan yang dapat dikerjakannya pada
kasus eksterlitas dalam produksi. Untuk menggerakkan ekuilibrium pasar
mendekati titik optimum sosial, keberadaan eksterlitas negatif itu dapat ditekan
melalui penerapan pajak, sedangkan untuk eksterlitas positif dapat diimbangi
dengan pemberian subsidi.

Hal tersebut sama persis seperti terjadi dalam kenyataannya. Di berbagai negara,
pemerintah senantiasa mengenakan pajak terhadap berbagai jenis minuman
beralkohol, dan pajaknya biasanya tergolong paling tinggi bila dibandingkan
dengan pajak untuk barang-barang konsumsi lainnya. Demikian pula, pemerintah
di semua negara selalu berusaha menyubsidi pendidikan melalui pengadaan
sekolah negara berbiaya murah (atau bahkan bebas biaya ) dan pemberian
beasiswa. Dari berbagai contoh yang diutarakan diatas, kita dapat memetik
beberapa kesimpulan umum. Yakni, keberadaan eksternalitas negatif dalam
konsumsi maupun produksi, mendorong pasar menghasilkan output produksi
dalam kualitas lebih banyak dari pada yang diinginkan secara sosial. Sebaliknya,
keberadaan eksternalitas positif dalam konsumsi maupun produksi mendorong
pasar menghasilkan output produksi dalam kuantitas lebih sedikit dibanding yang
diinginkan secara sosial. Untuk mengatasi persoalan ini, pemerintah perlu campur
tangan dengan melakukan internalisasi eksternalitas melalui pemberlakuan pajak
terhadap barang-barang yang mengandung eksternaliatas negatif, serta
memberikan subsidi bagi produksi barang-barang yang mengandung eksternalitas.

3. Teorema Coase
Ada sebuah pemikiran yang disebut teorema Coase (Coase therem) mengambil
nama perumusnya, yakni ekonom Ronald Coase-yang menyatakan bahwa solusi
swasta bisa sangat efektif seandainya memenuhi satu syarat. Syarat itu adalah
pihak-pihak yang berkepentingan dapat melakukan negosiasi atau merundingkan
langkah-langkah penanggulangan masalah eksternalitas yang ada diantara mereka,
tanpa menimbulkan biaya khusus yang memberatkan alokasi sumber daya yang
sudah ada. Menurut teorema Coase, hanya jika syarat itu terpenuhi, maka pihak
swasta itu akan mampu mengatasi masalah eksternalitas dan meningkatkan
efisiensi alokasi sumber daya.

Logika teorema Coase memang meyakinkan, namun tidak selamanya sesuai


dengan kenyataan yang ada. Dalam prakteknya, kita tahu bahwa pelaku-pelaku
ekonomi swasta/pribadi seringkali gagal memperoleh pemecahan yang efisien,
atas suatu masalah yang bersumber dari eksternalitas. Teorema Coase ternyata
hanya berlaku, jika pihak-pihak yang berkepentingan tidak dihadapkan pada
kendala untuk mencapai dan melaksanakan kesepakatan. Itu berarti, peluang
kesepakatan memang selalu terbuka, namun hal itu tidak selalu bisa diwujudkan.

Anda mungkin juga menyukai