Anda di halaman 1dari 12

Kisah Sukses Wirausaha Eka Tjipta Widjaja, orang terkaya kedua di indonesia

Kisah pengusaha sukses dari nol tokoh yang satu ini adalah pengusaha yang memiliki mental
baja. Mungkin anda telah mengenal namanya lewat Sinar Mas Grup yang kini menjadi
perusahaan raksasa di Indonesia. Saat ini, ia berada di tiga besar orang-orang terkaya di
Indonesia versi majalah Globe Asia 2010. Tentu sulit dilupakan bagaimana ia meraih segala
harapan yang diinginkan dengan semangat pantang menyerah. Anda mungkin tidak merasakan
apa yang dirasakan olehnya. Ia sering diterpa dengan kegagalan demi kegagalan dalam
menjalankan usaha. Tapi, semua itu tidak mengurungkan niatnya untuk tetap bertahan di dunia
bisnis Indonesia yang saat ini konon totatl kekayaan kurang lebih mencapai USD 3,8 miliar.
Berkat ketekunan dalam menjalankan bisnis, Eka Tjipta Widjaja menjadi salah satu orang
terkaya di Indonesia. Usahanya di bawah bendera Sinar Mas Group yang menampung lebih dari
200 perusahaan dengan ratusan ribu karyawan telah membentang ke bisnis keuangan, pulp
(bubur kertas), kertas, agribisnis, perumahan / real estate untuk teknologi informasi.
Saya berharap para pembaca yang budiman bisa terinspirasi dari kisah pengusaha sukses dari nol
ini. Semua yang dilakukannya, semua kerja kerasnya, dan semangat pantang menyerahnya
patutlah kita tiru. Sungguh luar biasa tokoh pengusaha ini karena beliau dibesarkan dalam
keluarga miskin. Tapi keadaan tersebut malah menjambut dan menggemblengnya sahingga
mengantarkan beliau menjadi seorang pengusaha terkaya di Indonesia. Tidak sabar untuk untuk
mengikuti kisah selanjutnya, mari kita simak perjalanan beliau untuk mencapai kesuksesannya.
Profil
Eka Tjipta Widjaja adalah orang Indonesia yang awalnya lahir di Cina. Beliau lahir di Coana
Ciu, Fujian, Cina dan mempunyai nama Oei Ek Tjhong. Ia lahir pada tanggal 3 Oktober 1923
dan beliau merupakan pendiri dan pemilik Sinar Mas Group. Ia pindah ke Indonesia saat
umurnya masih sangat muda yaitu umur 9 tahun. Tepatnya pada tahun 1932, Eka Tjipta Widjaya
yang saat itu masih dipanggil Oei Ek Tjhong akhirnya pindah ke kota Makassar. Di Indonesia,
Eka hanya mampu tamat sekolah dasar atau SD. Hal ini dikarenakan kondisi ekonominya yang
serba kekurangan. Untuk bisa pindah ke Indonesia saja, ia dan keluarganya harus berhutang ke
rentenir dan dengan bunga yang tidak sedikit.

Pendidikan
Eka Tjipta Widjaja bukanlah seorang sarjana, doktor, maupun gelar-gelar yang lain yang
disandang para mahasiswa ketika mereka berhasil menamatkan studi. Namun beliau hanya lulus
dari sebuah sekolah dasar di Makassar. Hal ini dikarenakan kehidupannya yang serba
kekurangan. Ia harus merelakan pendidikannya demi untuk membantu orang tua dalam
menyelesaikan hutangnya ke rentenir. Saat baru pindah ke Makassar, Eka Tjipta Widjaja
memang mempunyai hutang kepada seorang rentenir dan setiap bulan dia harus mencicil
hutangnya tersebut.
Keluarga
Eka Tjipta Widjaja mempunyai keluarga yang selalu mendukungnya dalam hal bisnis dan
kehidupannya. Beliau menikah dengan seorang wanita bernama Melfie Pirieh Widjaja dan
mempunyai 7 orang anak. Anak-anaknya adalah Nanny Widjaja, Lanny Widjaja, Jimmy Widjaja,
Fenny Widjaja, Inneke Widjaja, Chenny Widjaja, dan Meilay Widjaja. Eka Tjipta Widjaja
dikenal sebagai orang yang banyak mempunyai istri atau poligami.
Kisah Bisnisnya
Dalam hal bisnis, Eka Tjipta Widjaja merupakan seorang yang unggul dalam mengembangkan
bisnis yang telah dia rintis. Ini terbukti dengan hasil karyanya dalam membangun bisnis di
Indonesia ini. Ia sudah menekuni dunia bisnis sejak dia masih berumur sangat muda yaitu umur
15 tahun. Ia mengawali karir bisnisnya itu hanya dengan bermodalkan sebuah ijasah SD yang
dimilikinya. Dia berjualan gula dan biskuit dengan cara membelinya secara grosir kemudian dia
jajakan secara eceran dan hal tersebut bisa mendapatkan untung yang lumayan.
Namun bisnisnya itu tak bertahan lama karena adanya pajak yang besar pada saat itu karena
Jepang menjajah Indonesia. Pada tahun 1980, ia memutuskan untuk melanjutkan usahanya yaitu
menjadi seorang entrepreneur seperti masa mudanya dulu. Ia membeli sebidang perkebunan
kelapa sawit dengan luas lahan 10 ribu hektar yang berlokasi di Riau. Tak tanggung-tanggung,
beliau juga membeli mesin dan pabrik yang bisa memuat hingga 60 ribu ton kelapa sawit.
Bisnis yang dia bangun berkembang sangat pesat dan dia memutuskan untuk menambah
bisnisnya. Pada tahun 1981 beliau membeli perkebunan sekaligus pabrik teh dengan luas
mencapai 1000 hektar dan pabriknya mempunyai kapasitas 20 ribu ton teh. Selain berbisnis di
bidang kelapa sawit dan teh, Eka Tjipta Widjaja juga mulai merintis bisnis bank. Ia membeli
Bank Internasional Indonesia dengan asset mencapai 13 milyar rupiah. Namun setelah beliau
kelola, bank tersebut menjadi besar dan memiliki 40 cabang dan cabang pembantu yang dulunya
hanya 2 cabang dan asetnya kini mencapai 9,2 trilliun rupiah.
Bisnis yang semakin banyak membuat Eka Tjipta Widjaja menjadi semakin sibuk dan kaya. Ia
juga mulai merambah ke bisnis kertas. Hal ini dibuktikan dengan dibelinya PT Indah Kiat yang
bisa memproduksi hingga 700 ribu pulp per tahun dan bisa memproduksi kertas hingga 650 ribu
per tahun. Pemilik Sinarmas Group ini juga membangun ITC Mangga Dua dan Green View
apartemen yang berada di Roxy, dan tak ketinggalan pula ia bangun Ambassador di Kuningan

Eka Tjipta Widjaja merupakan orang kaya yang masuk sebagai orang terkaya di Indonesia nomor
3 versi Globe Asia 2008 dengan total kekayaan mencapai 6 Milliar Dollar atau setara dengan 54
trilliun rupiah. Demikian biografi singkat Eka Tjipta Widjaja.
Untuk mendistribusikan nurani sosial, kemudian mendirikan sebuah yayasan Eka Eka Tjipta
Foundation (ETF) pada Maret 2006. ETF tercermin dalam visi motto: tanaman kebaikan
kemakmuran panen atau perbuatan baik menciptakan benih yang baik, yang lebih ketat
ditetapkan dalam maksud dan tujuan ETF yang meningkatkan kualitas hidup, kesejahteraan dan
kemandirian masyarakat di sosial, ekonomi dan lingkungan dengan berkontribusi positif bagi
pembangunan bangsa dan negara Indonesia secara berkelanjutan.
Setelah perusahaan mengadakan anak-anak mereka, Eka suka menghabiskan hari-harinya
melakukan kegiatan sosial, bertemu dengan teman-teman lama dan kadang-kadang ke Singapura
untuk perawatan. Posisi hanya dia masih memegang Ketua Dewan Pembina Eka Tjipta
Foundation.
Itulah gambar kegigihan seorang Eka Tjipta Widjaja. Figurnya memang dikenal pantang
menyerah. Berbagai pengalaman pahit dalam berdagang ia jalani dengan sikap optimis. Dengan
kekayaan mental tersebut, usaha demi usaha yang telah dirintis olehnya membuahkan manis. Ia
merupakan sosok manusia yang pantas dicontoh. Semoga pembaca sekalian dapat mengambil
pelajaran dari kisah pengusaha sukses dari nol tokoh yang satu ini. Jaga terus semangat
kewirausahaan kalian!
Biografiku.com. Beliau bernama lengkap Bob Sadino. Lahir di Lampung, tanggal 9 Maret
1933, wafat pada tanggal 19 Januari 2015. Beliau akrab dipanggil dengan sebutan 'om Bob'. Ia
adalah seorang pengusaha asal Indonesia yang berbisnis di bidang pangan dan peternakan. Ia
adalah pemilik dari jaringan usaha Kemfood dan Kemchick. Dalam banyak kesempatan, ia
sering terlihat menggunakan kemeja lengan pendek dan celana pendek yang menjadi ciri
khasnya. Bob Sadino lahir dari sebuah keluarga yang hidup berkecukupan. Ia adalah anak
bungsu dari lima bersaudara. Sewaktu orang tuanya meninggal, Bob yang ketika itu berumur 19
tahun mewarisi seluruh harta kekayaan keluarganya karena saudara kandungnya yang lain sudah
dianggap hidup mapan. Bob kemudian menghabiskan sebagian hartanya untuk berkeliling dunia.
Dalam perjalanannya itu, ia singgah di Belanda dan menetap selama kurang lebih 9 tahun. Di
sana, ia bekerja di Djakarta Lylod di kota Amsterdam dan juga di Hamburg, Jerman. Ketika
tinggal di Belanda itu, Bob bertemu dengan pasangan hidupnya, Soelami Soejoed.
Pada tahun 1967, Bob dan keluarga kembali ke Indonesia. Ia membawa serta 2 Mercedes
miliknya, buatan tahun 1960-an. Salah satunya ia jual untuk membeli sebidang tanah di Kemang,
Jakarta Selatan sementara yang lain tetap ia simpan. Setelah beberapa lama tinggal dan hidup di
Indonesia, Bob memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya karena ia memiliki tekad untuk
bekerja secara mandiri.
Pekerjaan pertama yang dilakoninya setelah keluar dari perusahaan adalah menyewakan mobil
Mercedes yang ia miliki, ia sendiri yang menjadi sopirnya. Namun sayang, suatu ketika ia
mendapatkan kecelakaan yang mengakibatkan mobilnya rusak parah. Karena tak punya uang

untuk memperbaikinya, Bob beralih pekerjaan menjadi tukang batu. Gajinya ketika itu hanya
Rp.100. Ia pun sempat mengalami depresi akibat tekanan hidup yang dialaminya.
Suatu hari, temannya menyarankan Bob memelihara ayam untuk melawan depresi yang
dialaminya. Bob tertarik. Ketika beternak ayam itulah muncul inspirasi berwirausaha. Bob
memperhatikan kehidupan ayam-ayam ternaknya. Ia mendapat ilham, ayam saja bisa berjuang
untuk hidup, tentu manusia pun juga bisa.
Sebagai peternak ayam, Bob dan istrinya, setiap hari menjual beberapa kilogram telor. Dalam
tempo satu setengah tahun, ia dan istrinya memiliki banyak langganan, terutama orang asing,
karena mereka fasih berbahasa Inggris. Bob dan istrinya tinggal di kawasan Kemang, Jakarta, di
mana terdapat banyak menetap orang asing.

Tidak jarang pasangan tersebut dimaki pelanggan, babu orang asing sekalipun. Namun mereka
mengaca pada diri sendiri, memperbaiki pelayanan. Perubahan drastis pun terjadi pada diri Bob,
dari pribadi feodal menjadi pelayan. Setelah itu, lama kelamaan Bob yang berambut perak,
menjadi pemilik tunggal super market (pasar swalayan) Kem Chicks. Ia selalu tampil sederhana
dengan kemeja lengan pendek dan celana pendek.
Bisnis pasar swalayan Bob berkembang pesat, merambah ke agribisnis, khususnya holtikutura,
mengelola kebun-kebun sayur mayur untuk konsumsi orang asing di Indonesia. Karena itu ia
juga menjalin kerjasama dengan para petani di beberapa daerah. Bob percaya bahwa setiap
langkah sukses selalu diawali kegagalan demi kegagalan. Perjalanan wirausaha tidak semulus
yang dikira. Ia dan istrinya sering jungkir balik. Baginya uang bukan yang nomor satu. Yang
penting kemauan, komitmen, berani mencari dan menangkap peluang.
Di saat melakukan sesuatu pikiran seseorang berkembang, rencana tidak harus selalu baku dan
kaku, yang ada pada diri seseorang adalah pengembangan dari apa yang telah ia lakukan.
Kelemahan banyak orang, terlalu banyak mikir untuk membuat rencana sehingga ia tidak segera
melangkah. Yang paling penting tindakan, kata Bob.
Keberhasilan Bob tidak terlepas dari ketidaktahuannya sehingga ia langsung terjun ke lapangan.
Setelah jatuh bangun, Bob trampil dan menguasai

bidangnya. Proses keberhasilan Bob berbeda dengan kelaziman, mestinya dimulai dari ilmu,
kemudian praktik, lalu menjadi trampil dan profesional. Menurut Bob, banyak orang yang
memulai dari ilmu, berpikir dan bertindak serba canggih, arogan, karena merasa memiliki ilmu
yang melebihi orang lain. Sedangkan Bob selalu luwes terhadap pelanggan, mau mendengarkan
saran dan keluhan pelanggan. Dengan sikap seperti itu Bob meraih simpati pelanggan dan
mampu menciptakan pasar. Menurut Bob, kepuasan pelanggan akan menciptakan kepuasan diri
sendiri. Karena itu ia selalu berusaha melayani pelanggan sebaik-baiknya.
Bob menempatkan perusahaannya seperti sebuah keluarga. Semua anggota keluarga Kem Chicks
harus saling menghargai, tidak ada yang utama, semuanya punya fungsi dan kekuatan.
Seorang Anak Guru
Kembali ke tanah air tahun 1967, setelah bertahun-tahun di Eropa dengan pekerjaan terakhir
sebagai karyawan Djakarta Lloyd di Amsterdam dan Hamburg, Bob, anak bungsu dari lima
bersaudara, hanya punya satu tekad, bekerja mandiri. Ayahnya, Sadino, pria Solo yang jadi guru
kepala di SMP dan SMA Tanjungkarang, meninggal dunia ketika Bob berusia 19.
Modal yang ia bawa dari Eropa, dua sedan Mercedes buatan tahun 1960-an. Satu ia jual untuk
membeli sebidang tanah di Kemang, Jakarta Selatan. Ketika itu, kawasan Kemang sepi, masih
terhampar sawah dan kebun. Sedangkan mobil satunya lagi ditaksikan, Bob sendiri sopirnya.
Suatu kali, mobil itu disewakan. Ternyata, bukan uang yang kembali, tetapi berita kecelakaan
yang menghancurkan mobilnya. Hati saya ikut hancur, kata Bob. Kehilangan sumber
penghasilan, Bob lantas bekerja jadi kuli bangunan. Padahal, kalau ia mau, istrinya, Soelami
Soejoed, yang berpengalaman sebagai sekretaris di luar negeri, bisa menyelamatkan keadaan.
Tetapi, Bob bersikeras, Sayalah kepala keluarga. Saya yang harus mencari nafkah.
Untuk menenangkan pikiran, Bob menerima pemberian 50 ekor ayam ras dari kenalannya, Sri
Mulyono Herlambang. Dari sini Bob menanjak: Ia berhasil menjadi pemilik tunggal Kem Chicks
dan pengusaha perladangan sayur sistem hidroponik. Lalu ada Kem Food, pabrik pengolahan
daging di Pulogadung, dan sebuah warung shaslik di Blok M, Kebayoran Baru, Jakarta.
Catatan awal 1985 menunjukkan, rata-rata per bulan perusahaan Bob menjual 40 sampai 50 ton
daging segar, 60 sampai 70 ton daging olahan, dan 100 ton sayuran segar.
Saya hidup dari fantasi, kata Bob menggambarkan keberhasilan usahanya. Ayah dua anak ini
lalu memberi contoh satu hasil fantasinya, bisa menjual kangkung Rp 1.000 per kilogram. Di
mana pun tidak ada orang jual kangkung dengan harga segitu, kata Bob.
Om Bob, panggilan akrab bagi anak buahnya, tidak mau bergerak di luar bisnis makanan.
Baginya, bidang yang ditekuninya sekarang tidak ada habis-habisnya. Karena itu ia tak ingin
berkhayal yang macam-macam. Haji yang berpenampilan nyentrik ini, penggemar berat musik
klasik dan jazz. Saat-saat yang paling indah baginya, ketika shalat bersama istri dan dua
anaknya.
Meninggal Dunia
Setelah sempat dirawat selama dua bulan, pengusaha nyentrik Bob Sadino akhirnya

menghembuskan napas terakhirnya di Rumah Sakit Pondok Indah Jakarta pada hari Senin,
tanggal 19 januari 2015 setelah berjuang dengan penyakitnya yaitu infeksi saluran pernafasan
kronis. Bob Sadino dikatakan sudah tak sadar dalam 2-3 minggu. Penyakitnya terkait dengan
usianya yang sudah lanjut serta kondisinya yang makin menurun setelah istrinya meninggal
dunia pada Juli 2014

Yasa Singgih Wirausaha Muda Sukses


Posted by Septyan Ade on 20.59
0

Profil Yasa Singgih Bisnis Nol Besar

Namanya Yasa Paramita Singgih lahir di Bekasi 23 April 1995. Dia adalah anak ke
tiga dari tiga bersaudara, Prajna, Viriya dan Yasa sendiri. Ayanya bernama Marga
Singgih dan ibunya bernama Wanty Sumarta. Ia lebih dikenal dengan sebutan Yasa
Singgih, dan sering muncul diberbagai media cetak dan digital. Dia dikenal sebagai
salah satu pengusaha muda dibawah 20 tahun. Ia lahir di keluarga sederhana
membuatnya
selalu
menghargai
kerja
keras.
Yasa sukses menyelesaikan pendidikannya SD Ananda dan SD Surya Dharma, lalu
melanjutkan di sekolah menengah dan akhir di SMA Regina Pacis Jakarta. Dia
hanyalah anak biasa yang masih suka bermain dan meminta uang jajan. Belum
kuliah usahanya sudah kemana- mana. Semuanya dimulai dari angka nol besar alias
tanpa modal uang. Yang berbeda padanya hanyalah kasih sayang keluarga. Dia

tumbuh menjadi anak yang menginginkan kebahagiaan orang tuanya dan itu
semangatnya.

Usaha mandiri

Di kelas 3 SMP, dia melihat sang ayah menderita sakit jantung, ayahnya Marga
Singgih, memberikannya satu titik balik. Ia pun mulai menjadi pembawa acara guna
mencari uang jajan sendiri. Yasa tak mau membebani kedua orang tuanya. Usaha
pertamanya adalah melamar sebagai Master of Ceremony, bekerja sebagai
pembawa acara di sebuah pusat perbelanjaan. Dalam seminggu ia menerima uang
Rp.350.000
setiap
kali
tampil
sehari.
Sehari setidaknya ada 3 kali tampil untuk kesempatan berbeda bermodal nekat.
Jujur saja Yasa tak pandai bercuap- cuap menjadi pembawa acara. Apalagi saat itu
dirinya masih berbaju putih- biru. Tak cuma acara biasa tapi juga acara dewasa
dibawakannya. Bukan usaha baik untuk anak di usia 15 tahun kala itu. Tak jarang
Yasa harus membawakan acara sebuah merek rokok yang diperuntukan kalangan
18 tahun keatas. Tetapi itu semua ada hikmahnya selain melatih mental.
Itu juga mendorongnya memilih memulai bisnis sendiri. "Karena terpaksa, ya, jadi
bisa
dan
malah
terbiasa,"
pungkasnya.
Selepas masuk SMA Regina Pacis, Jakarta, barulah dimulai usahanya sendiri untuk
mencari uang. Selepas kontrak sebagai pembawa acara selesai, ia mulai berbisnis
lampu hias warna- warni selama enam bulan. Sebuah buku berjudul "the Power of
Kepepet" karya Jaya Setiabudi, membuatnya terbakar berbisnis mandiri. Kala itu
Yasa langsung menghubungi temanya yang memiliki usahan konveksi (milik
ayahnya).
"Halo Von, mau bikin baju sama bokap loe... Belom ada Von, besok gw DP dulu 500
ribu, kalo dalem 3 minggu belom ada design, Dp nya buat loe." begitu kiranya reka
adegan diperagakannya.

Singkat cerita ia menemui tiga orang yang ahli aplikasi desain. Dia yang tidak bisa
mendesain, mulai berguru selama 7 hari. Hasilnya, ia masih tidak bisa sama sekali
hingga hari terakhir desainnya harus dikirim. ia benar terdesak atau kepepet dan
memutuskan menggunakan Microsoft Word untuk mendesain. Akhirnya ia pun
mengirimkan sebuah desain yaitu gambar Ir. Soekarno. "Orang Indonesia ada
ratusan juta, masa 24 orang aja gak ada yang beli," ucapnya tertawa.

Setelah dua minggu kaosnya jadi, dia segera menjual kasonya dan hanya laku
terjual 2 buah saja. Dari dua kaonya, satu kaosnya dibeli oleh ibunya sendiri karena
kasihan. Dan lucunya, dia merasa semuanya menarik dan perasaan kepepet itu
semakin jadi. Yasa lalu berlari ke Tanah Abang, membeli selusin pakaian kaos
hingga menghabiskan 4 juta. Dia harus bersusah payah membawa kaos- kaos
tersebut, melewati ribuan penjual dan pembeli yang tumpah jadi satu.
Di rumah, dia benar- benar terkejut atas keputusanya membeli banyak sekali
barang. Ia harus memutar otak lagi untuk menjualnya atau merugi besar- besaran.
Beberapa kali menawarkan ditambah rasa percaya diri, ia mulai menjual produknya
tanpa ada marketing khusus atau brand tersenidiri. Lama kelamaan, Yasa berhasil
menutup modalnya dan mulai mencari cara menjual produknya sendiri. Dua kali
bisnis kaos yang bermodal kepepet, Yasa mulai merencanakan bisnisnya secara
matangmatang.
Dia membuka bisnis minuman yang diberi nama "Ini Teh Kopi", sebuah usaha kedai
menjual minuman kopi duren. Usahanya tersebut bisa dibilang sukses besar
ditambah dengan namanya yang dikenal. Dari bisnis kaos, ia pernah diwawancarai
oleh majalah entrepreneur besar di Indonesia. Bisnis lainnya yaitu membuka toko
online "Men's Republic".
Bangkit bangkrut
Naik kelas dari sebelumnya cuma berjualan produk milik orang lain. Kini, seorang
Yasa Singgih adalah salah satu pengusaha online sukses bersama Men's Republic.
Mengambil pasar anak muda -pria pada khususnya. Ini membawa namanya kian
berkibar di berbagai media masa. Dulu ketika berjualan kaos tanah abang yang ia
miliki cuma BlackBerry sebagai modal. Usahanya kala itu masih bermodal hutang
tapi
lamalama
bisa
jadi
modal.
Sebelumnya cuma ambil di Tanah Abang kini punya merek sendiri. Di tahun 2012, ia
menjajal berbisnis cafe, membuka sebuah tempat nongkrong keci bernama Ini Teh
Kopi. Di awalnya cukup berjalan apik hingga bisa membuka cabang. Usaha
pertamanya terletak di kawasan Kebun Jeruk, selang enam bulan, Yasa membuka
cabang di Mal Ambassador, Jakarta Selatan. Semangat tinggi tak dibarengi
perhitungan matang. Usahanya berkembang terlalu cepat tapi hasilnya minus.
Bahkan uang dari bisnis kaos Men's Republic terbawa- bawa. Usahanya resmi
ditutup, kedua cafe -nya itu ditutup dan juga habis modal tanpa sisa. Bangkrut Yasa
Singgih bahkan ikut menghentikan bisnis kaosnya. Dihitung- hitung Yasa merugi
sampai 100 juta ketika dirinya masih di bangku SMA. Disaat bersamaan, sekolah
tengah mempersiapkan ujian nasional, begitu pula dirinya yang sudah kelas 3 SMA.

Makanya urusan rugi atau membuka bisnis kaos kembali dihentikan dulu.
Untuk

waktu

itu

semua

urusan

bisnis

dihentikan

sementara

waktu.

"Karena tak punya modal lagi untuk membeli barang dan ada UN, jadi saya fokus
untuk urusan sekolah saja. Usaha baju saya hentikan sementara," terangnya
kepada
awak
media.
Selepas UN, tepatnya di 2013, fokus Yasa ada pada bisnis aneka produk buat pria.
Ya, Men's Republic itu masih berdiri dan belum dijajah rasa kapok, baginya
kehilangan uang 100 juta tak membuatnya kapok dan berhenti berbisnis kembali.
Yasa bermodal nama mulai membangun bisnis tanpa modal. Kali ini, ia bertemu
dengan satu pabrik yang memberinya 250 pasang sepatu. Itu diberikan untuk
dijualkan
dengan
tenggat
waktu
selama
dua
bulan.
Kepepet membuat Yasa berpikir serius bagaimana agar semuanya terjual. Dijualnya
sepatu itu bermodal brand atau mereknya. Menggunakan survei sebagai landasa,
kali ini, Yasa tak mau bangkrut kembali seperti yang dulu- dulu. Dia mendapati
pembeli rata- rata Men's Republic adalah umur 15 tahun- 25 tahun. Untuk itu pula ia
menyesuaikan harga produknya tak lebih dari Rp.500.000. Selain menjual sepatu
ada pula produk lain seperi jaket, sandal, bahkan pakaian dan celana dalam.
Kisaran harga dipatoknya ada pada angka Rp.195.000- Rp.390.000 per- itam. Fokus
Yasa cukup agar itu bisa terjual melalui aneka branding lewat online. Total ada enam
pabrik bekerja sama dengannya di kawasan Bandung. Uniknya pabrik tempatnya
bekerja sama tak cuma membangun mereknya. Mereka juga bekerja sama dengan
produk bermerek lain seperti Yongki Komaladi dan Fladeo. Ia sendiri mencontoh
para
pemilik
merek
tersebut.
"Merek-merek itu tak punya pabrik sama sekali, tapi penjualannya luar biasa, kan?
Saya mau terapkan hal yang sama pada usaha saya," kata dia.
Kini, perlu kamu ketahui, produk Men's Republic telah menjual 500 buah pasang
sepatu per- bulan. Tanpa ada pabrik Yasa mampu menghasilkan mozet ratusan juta
rupiah. Soal laba bersih, tenang, dia sanggup untuk menghasilkan 40% dari sana.
Tak puas pada produknya sekarang, masih ada pemikiran dibenaknya untuk
menjual produk ikat pinggang, dan celana. Yang paling pasti adalah ia akan terus
mematangkan
konsep
bisnis
sambil
berjalan.
Yasa juga sering dipanggil mengisi seminar atau memberikan training. Melalui
Twitter, ia rajin menyemangati para pengusaha muda agar selalu semangat.
Prinsipnya satu yaitu "Never too Young to Become Billionaire" atau tidak ada kata
terlalu muda untuk menjadi seorang miliarder. Berikut beberapa Twitternya yang
mampu memotivasi banya orang (@YasaSinggih):

Never too young to become a billionaire


1. Adrenalin berbisnis lebih kencang daripada jatuh cinta
2. Selalu merasa bodoh terhadap ilmu, ga pernah berhenti belajar
3. Walaupun sekarang kita belum kaya, tapi kita harus mulai praktekkin "habbit"
nya orang2 kaya.
4. Coba deh, ambil satu keputusan untuk ngelakuin habbit nya orang kaya. Mungkin
keputusan kecil, tp bisa berdampak besar
5. Rutin beli majalah/tabloid bisnis, walaupun ga suka baca.. Paksain aja! Baca
kisah2 jatuh bangun pebisnis.
6. Terjun di organisasi & bisnis, memaksa saya untuk memiliki pola pikir diatas rata2
usia saya sendiri.
7. Di usia 17thn byk remaja dpt undangan sweet17an. Tp saya udah dpt undangan
kawinan, gegara maen sama yg lebih gede terus.
8. Orang2 bilang saya kecepetan tua, tapi saya bilang ini percepatan menuju
keberhasilan.
9. Dulu pas umur 15 tahun demi nyari duit rela2in ngeMC di Mall, ngaku2 umur 18
tahun biar keterima.
10. Menjelang malem, mau ngebakar temen2 dulu ah.. Kita cerita2 tentang awal
mula bisa usaha ya.
"Men's Republic" adalah bisnis ketiganya yang berfokus pada penjualan secara
online. Dia menjual produk yang dikhususkan untuk pria. Dia menjual baik produk
miliknya sendiri atau produk milik orang lain. Ia juga berencana membangun
"Bilionary Versity, yaitu sekolah bisnis non- formal untuk para pengusaha muda. Dia
berbisnis dengan kepercayaan bahwa usia muda haruslah dimanfaatkan baik- baik

Orang Cacat Yang Sukses - Irma Suyanti


Label: artikel orang cacat yang sukses, cerita orang cacat yang sukses, kisah orang cacat yang
sukses, orang cacat yang sukses, orang cacat yang sukses di indonesia
Orang cacat yang sukses tokoh berikut ini sangatlah luar biasa dan bermental baja.
Keterbatasannya tidak menghalangi untuk mencapai kesuksesan. Beliau adalah pengusaha
penyandang cacat yang mempunyai karyawan hampir 2.500 orang. Wow ... angka yang sangat
fantastis bagi kebanyakan orang normal lainnya. Bisa anda bayangkan bagaimana kerja keras
dan keuletan beliau dalam memimpin perusahaannya mulai dari nol.

Tokoh orang cacat yang sukses ini sangatlah wajib untuk diangkat dan disejajarkan pada
kalangan pengusaha sukses Indonesia karena kisah perjalanan beliau yang sangat inspiratif
sekali. Besar harapan saya, pembaca sekalian bisa mengambil hikmah di dalam isi artikel
pengusaha sukses Indonesia ini. Selanjutnya mari kita simak kisah perjalanan dan liku-liku tokoh
pengusaha sekses ini.

Irma Suyanti
Peyandang cacat adalah orang-orang yang selalu terpinggirkan, peminta-minta, pelengkap
kehidupan maupun hal-hal yang serba kurang mengenakkan yang didapatkan. Hal itulah yang
selama ini kita lihat dalam keseharian. Setiap kali kita berkendara di lampu merah, biasanya
disitulah mereka mangkal untuk sekedar meminta belas kasihan pengendara yang lewat. Jika ada
suatu kabar berita / cerita tentang penyandang cacat yang sukses besar, ah itu khan hanya dalam
cerita yang telah didramatisir.Jika pemikiran saudara seperti kalayak banyak kayak di atas,
bersiap-siaplah untuk menanggung malu dan kecewa berat. Karena hal itu tidak pernah terjadi
pada diri IRMA SUYANTI. Seorang penyandang cacat lumpuh kaki akibat polio ini. Suami dari
Agus Priyanto ini mampu memutar balikkan keadaan yang selama ini ditasbihkan pada diri
seorang penyandang cacat.
Melawan keterbatasan, ketidakadilan, pencibiran dan pelecehan
Saya beberapa kali menyimak secara detail wanita lulusan SMA 1 Semarang ini, melalui acara
stasiun televisi maupun media online. Irma Suyanti mampu melawan terhadap keterbatasan,
ketidakadilan, pencibiran maupun pelecehan yang selama ini disandangkan kepada sesamanya.
Sejak tahun 1999, selepas menikah dengan Agus Priyanto (seorang penyandang cacat juga),
berusaha untuk melawan keterbatasannya melalui usaha mandiri yang bermanfaat. Ia berusaha
memanfaatkan potongan-potongan kain (kain perca) menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat dan
mempunyai daya guna yang lebih. Ia dibantu oleh suaminya membuat usaha keset dari kain
perca yang didapatkan dari penjahit-penjahit dilingkungannya. Ditangan Irma dan suaminya,
kain perca ini disulap menjadi keset yang menarik.
Pada awalnya, untuk pemasaran ia`pun menawarkan produknya kepada tetangga-tetangganya
yang membutuhkan dan dijual ke pasar terdekat. Mungkin bias saja terjadi, pada saat awal
melakukan pemasaran produknya ini, pembeli hanya kasihan kepadanya, sehingga membelinya
walaupun tidak membutuhkan. Terkadang hal semacam ini menjadi dilematis terhadap pembeli,
karena kasihan semata. Tetapi hal itu tidak menyurutkan semangat Irma dan suaminya untuk
berusaha. Semakin lama usahanya semakin bertambah, maka iapun tidak mampu mengatasi

permintaan pelanggan. Maka selanjutnya Irma dan suaminya mencari orang untuk
membantunya. Pada awalnya ia mengoptimalkan temen-teman penyandang cacat untuk
membantu memproduksi. Harapannya untuk memberikan bekal terhadap teman-teman senasib
agar lebih produktif.
Lambat-laun ia mampu produk yang dihasilkan benar-benar mampu menjawab kebutuhan pasar.
Sehingga produk yang dihasilkanpun semakin banyak dan semakin beragam. Tidak hanya keset
saja, tetapi juga merambah produk-produk lain yang berbahan dasar kain perca. Pada akhirnya
kebutuhan tenaga kerjapun harus terus ditambah untuk memenuhi kuota, sehingga harus terus
menambah jumlah tenaga kerja. Hingga saat jumlah tenaga yang mengolah kain perca inipun
telah mencapai 2.500 orang, dengan 150 orang di antaranya adalah penyandang cacat. Bahkan
iapun menyediakan tempat menginap bagi penyandang cacat yang bekerja ditempatnya. Selain
hal itu, iapun mengoptimalkan masyarakat sekitar desanya di Karangsari, Kecamatan Buayan
Kabupaten Kebumen. Selain memberikan kesempatan kerja bagi masyarakat sekitar, Irma juga
melakukan pendampingan untuk produksi bagi kelompok-kelompok kerja maupun secara
individual. Pendampingan yang dilakukan Irma pun pada akirnya telah menyebar seluruh
Kebumen maupun Jawa Tengah.
Sejalan dengan perkembangan usahanya, akhirnya berbagai kesempatan datang
menghampirinya, termasuk perhatian dari pemerintah daerah maupun propinsi. Berbagai
udangan untuk mengikuti pameran produk datang padanya. Di antaranya adalah kesempatan
untuk memamerkan produknya di showroom miliki Kementerian Pemuda dan Olah Raga di
Jakarta. Pameran produk di Melbourn Australia bersama Kemenporapun pernah dilakukan.
Dengan adanya pengenalan produk inilah, pada akhirnya produk dari Irma tidak hanya di dalam
negeri saja, tetapi mampu menembus pasar ekspor. Hingga saat ini Irma telah mampu
menciptakan puluhan jenis produk dari memanfaatkan kain perca ini. Kualitaspun terus
ditingkatkan demi terjaganya produk dan memberikan kepuasan pelanggan. Hingga saat ini
produk yang dihasilkan telah diekspor ke Australi, Jerman, Turki dan Jepang.
Irma telah menerima banyak penghargaan, antara lain Wirausahawati Muda Teladan dari
Kementerian Pemuda dan Olahraga (2007), Perempuan Berprestasi 2008 dari Bupati Kebumen
(2008), dan Penghargaan dari Jaiki Jepang, khusus untuk orang cacat
(indonesiaproud.wordpress.com/). Dan yang terakhir adalah penghargaan dari SCTV Award
2012. (sumber:kompasiana.com)
Siapa bilang orang cacat tidak bisa sukses? Anda tentunya telah membaca kisah perjalanan Irma
diatas. Sekarang bagi anda yang tidak menyandang cacat seperti beliau apakah sudah puas
dengan keaadan saat ini? Padahal yang cacat saja bisa sukses apalagi kita yang dalam keadaan
normal tentunya kita semakin terpacu untuk bisa menjadi pengusaha yang sukses. Semoga kisah
tadi bisa mengispirasi pembaca sekalian. Tambah semangat dan bisa menambah semangat
pembaca dalam menjalankan bisnis usaha anda. Jaga selalu semangat kewirausahaan, salam
sukses selalu!

Anda mungkin juga menyukai