PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam menghadapi perkembangan penduduk, masyarakat modern menuntut
perbaikan kondisi kesehatan dan kehidupan, diantaranya gizi, pakaian, tempat
tinggal dan transportasi. Untuk memenuhi tujuan ini berbagai jenis bahan kimia
harus diproduksi dan dipergunakan, banyak diantaranya dalam jumlah yang besar.
Diperkirakan berpuluh-puluh ribu jenis bahan kimia kini diproduksi secara
komersial di negara-negara industri.
Dengan berbagai cara, bahan kimia ini bersentuhan dengan berbagai segmen
penduduk yang terlibat dalam proses pembuatannya, yang menanganinya, yang
menggunakannya
(misalnya
pelukis,
pemakaian
insektisida),
yang
1.2. Tujuan
Untuk memberikan gambaran tentang bahaya insektisida serta akibat-akibat
yang akan ditimbulkan apabila terpajan oleh bahan-bahan insektisida serta
penanggulan keracunan insektisida.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi insektisida
Insektisida berfungsi untuk mengendalikan dan mengontrol hama
serangga. Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO 1986) mendefinisikan
insektisida adalah setiap zat atau campuran yang diharapkan sebagai pencegahan,
menghancurkan atau pengawasan setiap hama termasuk vector terhadap manusia
atau penyakit pada binatang, dan tanaman yang tidak disukai atau binatang yang
menyebabkan keruskan selama atau dalam proses pencampuran dengan produksi,
penyimpanan atau pemasaran makanan, komiditi pertanian, kayu dan produksi
kayu, atau bahan makanan binatang, atau yang dapat dilakukan pada binatang
sebagai kontrol terhadap serangga, arachnoid, atau hama lain di dalam atau pada
tubuh binatang tersebut. Insektisida pun bermacam macam berdasarakan cara
penggunaannya, ada yang di semprotkan (dengan alat penyemprot atau dengan
kaleng penyemprot Aerosol), di bakar (fumigant untuk ruang tertutup), di oleskan
(repellant, penolak serangga Attractant (penarik serangga seperti kertas lalat untuk
membunuhnya).
Insektisida di perkenalkan ke publik pertama kali di Jerman tahun 1945
dengan senyawa kimia Organoposphates dan di Prancis 1941 yaitu dalam bentuk
insektisida aerosol (Hexachlorocylohexane). Insektisida dengan jenis insektisida
memiliki angka presentase tertinggi di Indonesia. Hal ini dikarenakan
pemakaiannya untuk lahan pertanian. Insektisida dengan jenis insektisida ini dapat
diklasifikasikan atas dasar rumus kimia, mekanisme kerja dan jenis racun.
2.1. Jenis Insektisida
Menurut Ecobichon, dalam Ruchirawat (1996), klasifikasi insektisida
berdasarkan rumus kimianya:
1. Insektisida Organochlorines
Insektisida golongan ini masih banyak digunakan, meskipun beberapa
diantaranya telah dilarang beredar di Indonesia misalnya Endrin telah dilarang di
Indonesia kecuali dengan izin khusus dari Departemen Kesehatan dalam hal ini
Komisi Insektisida. Insektisida golongan organoklorin pada umumnya merupakan
racun perut dan racun kontak efektif terhadap larva, serangga dewasa, kepompong
dan telurnya. Penggunaan insektisida ini makin berkurang karena penggunaan
dalam waktu lama residunya persisten dalam tanah, tubuh hewan dan jaringan
tanaman. Akumulasi terutama terjadi pada jaringan lemak selain itu kerjanya juga
kurang efktif dan dapat menimbulkan resistensi, berbahaya bagi manusia terutama
absorpsi kulit dan terjadi penimbunan dalam tubuh. Keracunan insektisida ini
dapat melalui ; mulut, inhalasi dan kulit.
Terdiri atas carbon, chlorines, dan hidrogen,. Jenis ini sering disebut
chlorinated hydrocarbons, chlorinated organics, chlorinated insecticides atau
synthetics.
a. DDT (Dichloro Dihenyl Trichloroethane)
Merupakan insektisida yang sangat ampuh membunuh berbagai serangga
hama yang menyerang sayur sayuran, palawija dan juga tanaman perkebunan.
Di sampinng itu juga sangat ampuh untuk membunuh nyamuk penyebab malaria.
Insektisida ini harganya relatif murah, maka tidak mengherankan kalau banyak di
gunakan orang secara meluas. Namun tahun 1973 di ketahui DDT ini ternyata
membahayakan bagi kehidupan maupun lingkungan, karena meninggalkan residu
yang terlalu lama dan dapat terakumulasi dalam jaringan melalui rantai makanan.
DDT sangat stabil baik di air maupun di tanah dan dalam jaringan tanaman dan
hewan. DDT tidak mudah terurai oleh mikroorganisme, enzim, panas atau sinar
ultra violet. Golongan yang masih ada hubungannya dengan DDT adalah TDE
(DDD), methoxchylor, ethylan (perthane), dicofol (kelthane) dan chlorobenzilate.
Untuk dicofol dan cholobenzilate adalah insektisida, melainkan akarisida yaitu
yang dapat di gunakan untuk membunuh tungau.
b. Hexachlorocyclohexane (HCH)
HCH dulunya di kenal dengan nama benzene hexachloride (BCH), untuk
pertama kalinya ditemukan pada tahun 1825. Karena sifatnya menyerupai DDT
maka HCH penggunaanya juga dilarang.
c. Cylodienes
Cylodienes juga dikenal diene organochlorines insecticides, di
kembangkan sesudah perang dunia II. Yang tergolong dalam cylodienes adalah
chlordane, heptachlor, aldrin, endosulfan (thiodan), mirex, chlordecone (kepone),
dieldrin dan endrin. Cylodienes lain yang juga di kembangkan, namun kurang
begitu penting adalah isodrin, alodan, bromodan, dan telodrin. Cylodienes
merupakan insektisida yang persisten dan sangat stabil di tanah, untuk itu
Environmental
Protection
Agency
(EPA)
pernah
melarang
penggunaan
hama
kapas
resisten
terhadap
DDT,
selanjutnya
taxophene
2. Insektisida Organophospates
Golongan ini makin banyak digunakan karena sifatnya-sifatnya yang
menguntungkan. Cara kerja golongan ini selektif, tidak persisten dalam tanah, dan
tidak menyebabkan resistensi pada serangga. Bekerja sebagai racun kontak, racun
perut dan racun pernapasan. Dengan takaran rendah sudah memberikan efek yang
memuaskan, kerjanya cepat dan mudah terurai
Golongan ini disebut organic phospates, phosphorus inseticidies,
phosphates, phosphates insectidies phosphorus esters atau phosphorus acid esters.
Mereka itu adalah derivat phosphoric caid dan biasanya sangat toksik untuk
hewan bertulang belakang. Golongan organophosphates struktur kimianya dan
cara kerjanya berhubungan erat dengan syaraf. Organophosphates selain toksik
terhadap hewan bertulang belakang ternyata tidak stabil dan nonpersisten,
sehingga golongan ini dapat menggantikan organochlorines, khususnya untuk
menggantikan DDT. Organofosfat diabsorbsi dengan baik melalui inhalasi, kontak
kulit, dan tertelan dengan jalan utama pajanan pekerjaan adalah melalui kulit.
a.Derivat Aliphatic
Pada 1946 tetraethyl pyrophosphate (TEPP) yang pertama kali
diperkenalkan untuk keperluan pertanian. TEPP adalah sangat toksik, tetapi tidak
stabil di dalam air dan cepat terhidrolisasi atau terurai. Sedangkan malathion
dikenalkan pada tahun 1950 dan dengan cepat dipergunakan dalam bidang
pertanian untuk membunuh serangga hama pada sayuran, buah buahan dan juga
sering digunakan untuk keperluan perlidungan dari gangguan serangga di rumah
rumah. Sekitar 1981 malathion di gunakan secara besar besaran untuk
mengendalikan lalat buah di California. Malathion di campur dengan suatu protein
dari molasses dan yeast kemudian disemprotkan dengan menggunakan helikopter
pada daerah yang terserang lalat buah. Ternyata malathion cukup efektif untuk
membunuh lalat buah. Malathion yang penggunaanya di campur dengan umpan
tersebut juga ternyata juga berhasil diterapkan di Florida, Texas dan Los Angeles.
Monocrotophos
(azodrin)
adalah
suatu
derivat
aliphatic
yang
terlalu toksik untuk hewan menyusui. Biasanya insektisida sistemik ditaruh dekat
akar kemudian insektisida akan di serap oleh tanaman bagian atas tanaman.
Apabila serangga mengisap cairan tanaman akan mati, namun untuk ulat biasanya
kurang terpengaruh. Contohlain yang bersifat sistemik adalah dimethoate,
oxydemethoate methyl, dicrotophos dan disulfoton.
Dichlorovos adalah suatu derivataliphatic yang biasa digunakan sebagai
fumigant, untuk memfumigasi benih dan biji. Biasanya digunakan untuk
mengendalikan serangga di rumah atau di tempat tempat tertutup.
Mevinphos adalah sangat toksik dipergunakan secara komersial pada
sayuran, karena mudah terurai. Bahkan dapat dipergunakan beberapa hari sebelum
panen, karena tidak meninggalkan residu.
Methamidophos (Monitor) dan Acephate (Orthene) adalah adalah juga
derivat aliphatic organophosphate, keduanya bisa digunakan secara meluas dalam
bidang pertanian, terutama untuk mengendalikan serangga hama pada sayuran.
b. Derivat Phenyl
Parathion merupakan phenyl oraganosphosphates yang paling di kenal
pada 1946. Ethyl parathion merupakan derivat phenyl yang pertama dikenalkan
secara komersial. Karena sifatnya yang sangat toksik tidak digunakan di rumah.
Methyl parathion dikenal pada 1949 dan lebih banyak digunakan daripada ethyl
parathion karena methyl parathion kurang toksik untuk manusia dan hewan
piaraan.
Insektisida sistemik juga ditemukan dalam phenyl organosphosphates,
seperti ronnel dan cruformate sebagai insektisida sistemik pada hewan atau ternak.
Profenophos dan sulprofos, keduanya mempunyai spektrum yang luas.
Isofrenphos sering digunakan sebagai insektisida tanah pada berbagai jenis
tanaman, sepeti pada sayuran untuk membunuh lalat dan juga uret.
c. Derivat Heterocyclic
Insektisida diazinon merupakan yang pertama dikenalkan pada 1952.
diazinon dapat digunakan di rumah, kebun dan tanaman hias. Azinphosmethyl di
kenalkan pada 1945 dan digunakan terutama untuk insektisida dan akarasida pada
tanaman kapas. Chlorpyrifos sering digunakan di rumah rumah untuk
melindungi gangguan serangga. Dialifor pertama kali dikenalkan pada tahun 1960
ntuk mengendalikan serangga hama pada buah buahan. Contoh lainnnya yang
termasuk derivat heterocyclic adalah methidathion dan phosmet.
reaktivator
kolinesterase
diberikan.
Dengan
berfungsi
sebagai
3. Insektisida Hydrocarbon
Golongan ini terdiri atas ikatan karbon, klorin, dan hydrogen. Insektisida
jenis ini masih digunakan di negara-negara yang sedang berkembang terutama
pada daerah ekuator, karena murah, daya kerja yang efektif dan sifatnya yang
resisten.. Contohnya Sichloheksan benzene terklorinasi, antara lain HCB, HCH.
Pembakaran hidrokarbon menghasilkan panas. Panas yang tinggi menimbulkan
peristiwa pemecahan (Cracking) menghasilkan rantai hidrokarbon pendek atau
partikel karbon. Gas hidrokarbon dapat bercampur dengan gas buangan lainnya.
Cairan hidrokarbon membentuk kabut minyak (droplet). Padatan hidrokarbon
akan
membentuk
asap
pekat
dan
menggumpal
menjadi
debu/partikel.
10
Manfaat Insektisida
Insektisida adalah zat untuk membunuh atau mengendalikan serangga.
Beberapa diantaranya berlaku sebagai vektor penyebab penyakit. Penyakitpenyakit yang sering ditularkan oleh vektor antara lain malaria, DBD ditularkan
pada
manusia
oleh
nyamuk.
Penggunaan
insektisida
dapat
membantu
mengendalikan penyakit ini. Serangga juga merusak berbagai tanaman dan hasil
panen. Karena itu insektisida digunakan secara luas untuk melindungi berbagai
tanaman dan produk lainnya.
2.4
lingkungan. Efek yang paling dramatis pada manusia adalah keracunan akut
akibat insektisida. Keracunan insektisida organofosfat telah terjadi diberbagai
bagian dunia, mengakibatkan jatuhnya korban ribuan orang dan ratusan orang
yang meninggal.
Kasus keracunan akut individual biasanya terjadi akibat memakan
sejumlah
besar
insektisida
secara
tidak
sengaja
atau
bunuh
diri.
Pajanan insektisida ditempat kerja dapat mengenai para pekerja yang terlibat
dalam pembuatan, formulasi, dan penggunaan insektisida.
11
Toksisitas Insektisida
Secara sederhana dan ringkas toksisitas atau toksikologi didefinisikan
sebagai kajian tentang hakikat dan mekanisme efektifitas berbagai bahan terhadap
makhluk hidup dan sistem biologik lainnya. Ia juga membahas penilaian
kuantitatif tentang berat dan kekerapan efek ini sehubungan dengan terpajannya
makhluk tadi.
Tiap jenis insektisida memiliki sifat, karakteristik dan toksisitas yang
berbeda. Oleh sebab itu harus dipelajari, disamping itu insektisida yang ada
dipasaran dalam bentuk kemasan, sekurang-kurangnya ada tiga komponen bahan
kimia yaitu : active ingredient (a.i), stabilizer dan pewarna, pembau pelarut dan
lain-lain. Masing-masing bahan kimia tersebut memiliki potensi bahaya
kesehatan. Namun toksisitas umumnya hanya diperhitungkan terhadap active
ingredient.
Dampak dan patofisiologi keracunan insektisida tergantung jenis atau
sifat insektisida tersebut. Misalnya golongan organoklorin dapat mengganggu
fungsi susunan saraf pusat, golongan Carbamat dan organofosfat menimbulkan
gangguan susunan saraf pusat dan perifer melalui mekanisme ikatan
Cholinesterase.dan lain-lain.
Dari penelitian (Achmadi, 1985) diketahui bahwa dibawah ini merupakan
kelompok resiko tinggi sebagai pengguna insektisida organofosfat. Mereka antara
lain :
1.
Penderita anemia
2.
12
3.
Wanita,
4.
Asthenis,
5.
Secara
kongenital
tidak
memiliki
cholinesterase
dalam
darahnya.
13
insektisida
seperti
petani
pengguna
insektisida,
pengecer
2.
Pengalaman petani
3.
4.
Umur petani
Khoiri
1999,
Zamachsyari,
1994,
Nurhayati
1997)
mencapai
angka
puluhan
juta
14
pada
musim
penyemprotan.
15
16
17
jalan nafas. Bila insektisida tertelan, jangan lakukan pernafasan dari mulut ke
mulut.
3. Bila kulit terkena insektisida, segera lepaskan pakaian yang terkena dan kulit
dicuci dengan air sabun.
4. Bila mata terkena insektisida, segera cuci dengan banyak air selama 15 menit.
Pengobatan
1. Segera diberikan antidotum Sulfas atropin 2 mg IV atau IM. Dosis besar ini
tidak berbahaya pada keracunan insektisida dan harus dulang setiap 10-15 menit
sampai terlihat gejala-gejala keracunan atropin yang ringan berupa wajah merah,
kulit dan mulut kering, midriasis dan takikardi. Kemudian atropinisasi ringan ini
harus dipertahankan selama 24-48 jam, karena gejala-gejala keracunan insektisida
biasanya muncul kembali. Pada hari pertama mungkin dibutuhkan sampai 50 mg
atropin. Kemudian atropin dapat diberikan oral 1-2 mg selang beberapa jam,
tergantung kebutuhan. Atropin akan menghialngkan gejala-gejala muskarinik
perifer (pada otot polos dan kelenjar eksokrin) maupun sentral. Pernafasan
diperbaiki karena atropin melawan brokokonstriksi, menghambat sekresi bronkus
dan melawan depresi pernafasan di otak, tetapi atropin tidak dapat melawan gejala
kolinergik pada otot rangka yang berupa kelumpuhan otot-otot rangka, termasuk
kelumpuhan otot-otot pernafasan.
2. Pralidoksim
Diberikan segera setelah pasien diberi atropin yang merupakan reaktivator
enzim kolinesterase. Jika pengobatan terlambat lebih dari 24 jam setelah
keracunan, keefektifannya dipertanyakan.
Dosis normal yaitu 1 gram pada orang dewasa. Jika kelemahan otot tidak
ada perbaikan, dosis dapat diulangi dalam 1 2 jam. Pengobatan umumnya
dilanjutkantidak lebih dari 24 jam kecuali pada kasus pajanan dengan kelarutan
tinggi dalam lemak atau pajanan kronis. (1) Pralidoksim dapat mengaktifkan
kembali enzim kolinesterase pada sinaps-sinaps termasuk sinaps dengan otot
rangka sehingga dapat mengatasi kelumpuhan otot rangka.
18
2.9
19
2. Hindarkan waktu kerja lebih dari 8 jam sehari bekerja di tempat tertutup
dengan penguap termis, juga alat demikian tidak boleh digunakan di tempat
kediaman penduduk atau di tempat pengolahan bahan makanan.
3. Janganlah disemprot tempat-tempat yang sebagian tubuh manusia akan
bersentuhan dengannya.
Di bawah ini dikutip pedoman dan petunjuk-petunjuk pemakaian insektisida
yang dikeluarkan oleh Departemen Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi :
1. Semua insektisida adalah racun, tetapi bahayanya dapat diperkecil bila
diketahui cara-cara bekerja dengan aman dan tidak mengganggu kesehatan.
2. Bahaya insektisida terhadap pekerja lapangan ialah :
a. Pada waktu memindahkan insektisida dari wadah yang besar kepada wadah
yang lebih kecil untuk diangkat dari gudang ke tempat bekerja.
b. Pada waktu mempersiapkannya sesuai dengan konsentrasi yang dibutuhkan.
c. Pada waktu dan selama menyemprot.
d. Kontaminasi karena kecelakaan, yang dapat terjadi pada setiap tingkat
pekerjaan tersebut di atas (waktu memindah-mindahkan, bongkar muat,
peredearan dan transportasi, penyimpanan, pengaduk, menyemprot atau
pemakaian lainnya).
3. Mengingat hal-hal tersebut di atas, maka perlu mendapat perhatian intensif :
a. Mereka yang bekerja dengan insektisida harus diberitahu bahaya yang akan
dihadapinya atau mungkin terjadi dan menerima serta memperhatikan
pedoman dan petunjuk-petunjuk tentang cara-cara bekerja yang aman dan
tidak mengganggu kesehatan.
b. Harus ada pengawasan teknis dan medis yang cukup.
c. Harus tersedia fasilitas untuk PPPK (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan)
mengingat efek keracunan insektisida yang dapat berbahaya pada pekerja.
Bila dipakai insektisida golongan organofosfat harus tersedia atropin, baik
dalam bentuk tablet maupun suntikan. Untuk ini perlu adanya seorang
pengawas yang terlatih.
20
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dalam kehidupan modern, banyak produksi dan penggunaan bahan-bahan
kimia, misalnya insektisida. Awalnya, insektisida digunakan untuk membasmi
serangga namun ternyata insektisida juga memberikan pengaruh terhadap
kesehatan masyarakat, terutama pekerja yang kontak langsung dengan insektisida.
Angka kematian akibat keracunan insektisida tinggi. Hal ini dapat dicegah dengan
proteksi diri dan penyimpanan insektisida yang baik.
3.2
Saran
Untuk menurunkan angka keracunan insektisida, perlu diambil langkah-
21
Daftar Pustaka
Lubis H.S. Jurnal deteksi dini dan penatalaksanaan keracunan pestisida golongan
organofosfat pada tenaga kerja. Fakultas kesehatan masyarakat program studi
keselamatan dan kesehatan kerja Universitas Sumatera Utara.
Frank C. Lu. Toksikologi Dasar. Edisi kedua. U.I. Press. Jakarta. 1995 : 266
268.
Anonim. Perubahan fungsi lahan dan pencemaran tanah. Environmental
sanitations journal July 12, 2009.
Pedoman Diagnosa dan Terapi Depkes 2007. Pustaka kedokteran. Available from:
http://penyakitdalam.wordpress.com/2009/11/03/keracunan-makanan-daninsektisida/
Heri B. Agustriato. Epidemiologi kasus keracunan pestisida. Available from
http://puskesmas.com/2010/09/epidemiologi-kasus-keracunanpestisida.html
22