Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

Infeksi saluran kemih merupakan salah satu penyakit infeksi yang sering ditemukan
dalam masyarakat walaupun perkembangan teknologi dan pengobatan di bidang kesehatan
seperti penggunaan antibiotik sudah cukup maju dan beredar luas di masyarakat. Secara
epidemiologis, hampir 25-35% perempuan dewasa pernah mengalami ISK selama hidupnya 1.
Di Amerika Serikat, terdapat >7 juta kunjungan pasien dengan ISK di tempat praktik umum2.
Sebagian besar kejadian infeksi saluran kemih disebabkan oleh bakteri Escherichia
coli yang melakukan invasi secara asending ke saluran kemih dan menimbulkan reaksi
peradangan. Kejadian infeksi saluran kemih dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti usia,
jenis kelamin, kelainan pada saluran kemih, kateterisasi, penyakit diabetes, kehamilan, dan
lain-lain. 1,2,3,4. Ilmu kesehatan modern saat ini telah memudahkan diagnosis dan terapi infeksi
saluran kemih sehingga dengan deteksi dini faktor predisposisi dan pengobatan yang adekuat
dengan antibiotik yang sesuai maka pasien dapat sembuh sempurna tanpa komplikasi4.

BAB II
STATUS PEDIATRIK
1

2. 1 Identitas Pasien
Nama

: An . N

Umur

: 12 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Berat Badan

: 28 kg

Tinggi Badan

: 105 CM

Nama ayah

:TN .Tarmizi

Nama ibu

:Ny.khodijah

Alamat

: Nipa panjang kampung laut

Agama

: Islam

Tanggal pengambilan CRS

: 30 agustus 2015

2. 2 Anamnesis
Keluhan utama
Demam sejak + 4 hari yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang
Os datang dengan keluhan demam sejak + 4 hari yang lalu. Demam dirasakan terus
menerus. Demam turun dengan pemberian obat paracetamol, kemudian naik lagi.
Menggigil (+) berkeringat (+) batuk (-) pilek (-) mimisan (-). Os juga mengeluh nyeri
pada perut sebelah kiri bawah sejak 3 minggu yang lalu nyeri dirasakan terus menerus
walaupun sedang tidak melakukan aktivitas apapun dan tidak berkurang dengan
istirahat. Muntah(-) mual (+). nyeri saat berkemih (-), frekuensi berkemih normal. BAB
tidak ada keluhan. Os mempunyai kebiasaan cebok dari belakang ke depan .
Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat malaria disangkal
- 1 bulan yang lalu os pernah dirawat di RS DKT dengan keluhan yang sama.
- Riwayat demam tipoid disangkal
- Riwyat ISK berulang(+)
- Riwayat Penyakit keluarga
-Anggota keluarga maupun tetangga yang menderita penyakit yang sama disaangkal
- Anggota keluarga maupun tetangga yang menderita malaria (-)
- Anggota keluarga maupun tetangga yang menderita DBD (-)
- Riwayat perjalanan ke daerah endemic malaria (-)
- Keluarga dengan riwayat penyakit ginjal disangkal.
- Riwayat sebelum masuk rumah sakit
1. Riwayat kehamilan dan kelahiran
-Masa Kehamilan
: 9 bulan
2

-Partus
-Tempat
-Ditolong oleh
-BBL
2. Riwayat Imunisasi
BCG
DPT
Polio
Campak
Hepatitis B
Kesan

: Spontan pervaginam
: klinik
: Bidan
: 3500gr

: 1 kali, usia 0 bulan, scar (+).


: 5 kali, usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan, 18 bulan, dan 5 tahun.
: 6 kali, usia 0 bulan, 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan, 18 bulan, dan 5 tahun.
: 2 kali, usia 9 bulan dan 6 tahun
: 3 kali, usia 0 bulan dan 1 bulan.
: imunisasi dasar lengkap.

2. 3 Pemeriksaan Fisik
1. Antropometri
a. Berat badan
:
b. Tinggi/panjang badan
c. LILA
:
d. Lingkar kepala
:
e. Lingkar perut
2. Tanda Vital
Keadaan umum
Kesadaran
Tekanan darah
Nadi
Respirasi
Suhu

:
:
:
:
:
:

28 kg
:
105 cm
18 cm
49 cm
:
48 cm

Tampak sakit ringan


Compos mentis, GCS 15, E4 V5 M6
100/70
115 x/menit
21 x/menit
38,4 0C

3. Kepala
a. Mata
: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor.
b. Telinga : Daun telinga elastis, fistel (-), otore (-).
c. Hidung : Rhinorea (-), sekret (-), napas cuping hidung (-).
d. Mulut
: Mukosa bibir pucat (-), cleft (-), sianosis (-), lidah kotor (-).
e. Lain-lain : Normocephal, UUB tertutup, kaku kuduk (-).
4. Leher
Pembesaran KGB (-).
5. Thorax
a. Inspeksi: Dinding dada simetris, deformitas (-), retraksi suprasternal (-), retraksi
subkostal (-), retraksi intercostalis (-), pulsasi iktus cordis tak tampak.
b. Palpasi: Gerakan napas simetris, pulsasi iktus cordis teraba di ICS V linea
midclavikula sinistra.
c. Perkusi: Sonor di seluruh lapang paru.
d. Auskultasi
- Cor: S1-S2 tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-).
- Pulmo: Bronkovesikuler (+/+), ronchi (-/-), wheezing (-/-).
6. Abdomen
3

a. Inspeksi: Sedikit tegang.


b. Auskultasi: Bising usus (+) meningkat.
c. Perkusi : Timpani (+), sedikit nyeri (+) di sebelah kiri bawah
d. Palpasi: Hepar, Lien, dan Renal tak teraba; massa (-): nyeri tekan suprapubik (+)
nyeri ketok CVA (+), nyeri lepas (-).
7. Ekstremitas: Akral hangat, edema (-), kulit tampak pucat, ikterus (-), sianosis (-).

2. 4 Pemeriksaan Penunjang
Darah Rutin (27 Agustus 2015)
- WBC : 24,0 . 103/ mm3
(3,5-10,0 103/mm3)
- RBC
: 5,79 . 106 /mm3
(3,80-5,80 106/mm3)
- HGB : 16,1, gr/dL(11,0-16,5 g/dL)
HCT
: 45,7 %
(35,0-50%)
- PLT
: 215. 103/mm3
(150 390 103/mm3)
- PCT
: .447 %
(.100-.500%)
- GDS
: 153 g/dL
(< 200 g/dL)
Kimia Darah (27 Agustus 2015)
Faal Ginjal
- Ureum
:
16,9 mg/dL
- Creatinin
:
0,9 mg/dL
Elektrolit (27 Agustus 2015)
- Natrium (Na) :
- Kalium (K)
:
- Chlorida (Cl) :
- Calcium (Ca+2) :

143,5 mmol/L
2,65 mmol/L
93,48 mmol/L
1,09 mmol/L

(15 39 mg/dL)
(0,6 1,1 mg/dL)
(135 148 mmol/L)
(3,5 5,3 mmol/L)
(98 110 mmol/L)
(1,12-1,23 mmol/L)

URIN RUTIN (28 Agustus 2015)


Warna
: kuning muda
Berat jenis
: 1020
Reaksi/Ph
: 6,5
Protein
: (-)
Albumin
: (-)
Glukosa
: (-)
Sel: leukosit
: 7-8 /LPB
Eritrosit
: 1-3 /LPB
Ephitel
: 4-5 /LPB

USG Abdomen (31 Agustus 2015)

Hepar

: besar dan bentuk baik, echostruktur homogen, sistem bilier dan vasculer

intrahepatik baik, lesi fokal/SOL (-).


Lien
: besar dan bentuk baik, echostruktur homogen, lesi/SOL (-).
Pancreas: besar dan bentuk baik, echostruktur homogen, lesi/SOL (-).
Kandung empedu: besar dan bentuk baik, mukosa irreguler, batu (-).
Ginjal : Ginjal kiri bentuk dan ukuran membesar, ekhostruktur membesar

homogen,

cortex menebal sistem pelviokalises tak melebar, batu /SOL (-).


Vesika urinaria: Tampak double layer, mukosa irreguler, batu (-).
Aorta : besar dan bentuk baik, KGB para aorta tak membesar.
Kesan: Systitis dan Pyelonefritis akut kiri
2. 5 Diagnosa Kerja
Pyelonefritis akut sinistra dengan Systisis
2. 6 Diagnosa Banding
Urolitiasis
DBD
Malaria

2. 7 Tatalaksana IGD

IVFD RL 20 gtt/mnt

Ceftriaxone 1 x 2 gr

Domperidon syrup 3 x 2.5 mg ( 3x 1 sendok teh)


5

Paracetamol syrup 3x 240 mg ( 3 x 2 sendok makan)

2.8 Follow up ( 29 agustus 31 2015)


tgl
26-915

S
demam (+).
nyeri sendi (+),
mencret (+)

TD : 100/70 mmHg
N : 87 x/i
RR : 21 x/i
SpO2 : 100%
T : 36,5 C
DDR(-)

Demam
Typoid

-Bed Rest
-Diet Lunak
-Ganti RL dengan IVFD D5
NS 15 gtt/mnt
-Inj.Cefriaxone 1 x 1,5 gram
dalam D5% 100 cc habis
dalam 1 jam
-Paracetamol 3 x 250 gram
- Urin rutin
- Feses Rutin

O=1/160, H = 1/320

27-915

30-915

Demam (+)
Mencret (+)

Urin Rutin = DBN

Demam (-)

Feses Rutin = DBN

Nyeri pinggang
berkurang

Demam (-)
31-9-1

TTV = DBN

Nyeri pinggang
(+)

TD 100/70
RR 21x/i
HR : 85
SpO2 : 100%
T 36,6
TD 110/80
RR 18 x/i
HR : 95
SpO2 100 %
T 36,4
Kesan USG
abdomen
pyelonefritis akut
sinistra dengan
sistitis

Demam
typoid

Lanjutkan
Widal test
Darah rutin

Pyelonef
ritis
akut
Lanjutkan

Pyelonef
ritis
akut
Lanjutkan
Darah rutin

TD 100/70
HR 92 x/i
6

Demam (-)
1-9/15

Nyeri
pinggang(-)

RR 22 x/i
SpO2 100%
T 36,2

Pasien dipulangkan

Leukosit : 7500

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Infeksi saluran kemih adalah suatu infeksi yang melibatkan ginjal, ureter, buli-buli,
ataupun uretra. Infeksi saluran kemih (ISK) adalah istilah umum yang menunjukkan
keberadaan mikroorganisme (MO) dalam urin.

Bakteriuria bermakna (significant

bacteriuria): bakteriuria bermakna menunjukkan pertumbuhan mikroorganisme murni lebih


dari 105 colony forming unit (cfu/ml) pada biakan urin. Bakteriuria bermakna mungkin tanpa
disertai presentasi klinis ISK dinamakan bakteriuria asimtomatik (convert bacteriuria).
Sebaliknya bakteriuria bermakna disertai persentasi klinis ISK dinamakan bakteriuria
bermakna asimtomatik. Pada beberapa keadaan pasien dengan persentasi klinis tanpa
7

bekteriuria bermakna. Piuria bermakna (significant pyuria), bila ditemukan netrofil >10 per
lapangan pandang.
3.2 Klasifikasi
Infeksi dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasi infeksi di dalam saluran kemih.
Akan tetapi karena adanya hubungan satu lokasi dengan lokasi lain sering didapatkan bakteri
di dua lokasi yang berbeda. Klasifikasi diagnosis Infeksi Saluran Kemih dan Genitalia Pria
yang dimodifikasikan dari panduan EAU (European Association of Urology) dan IDSA
(Infectious Disease Society of America) terbagi kepada ISK non komplikata akut pada wanita,
pielonefritis non komplikata akut, ISK komplikata, bakteriuri asimtomatik, ISK rekurens,
uretritis dan urosepsis (Naber KG et al). Pielonefritis akut (PNA) adalah proses inflamasi
parenkim ginjal yang disebabkan infeksi bakteri. Pielonefritis kronis (PNK) mungkin akibat
lanjut dari infeksi bakteri berkepanjangan atau infeksi sejak masa kecil. Obstruksi saluran
kemih dan refluks vesikoureter dengan atau tanpa bakteriuria kronik sering diikuti
pembentukan jaringan ikat parenkim ginjal yang ditandai pielonifritis kronik yang spesifik.
Selain itu, ISK juga dinyatakan sebagai ISK uncomplicated (simple) dan ISK
complicated. ISK simple adalah infeksi yang terjadi pada insan sehat dan tidak menyebar ke
tempat tubuh yang lain. ISK simple ini biasanya sembuh sempurna sesuai dengan pemberian
obat. Sementara ISK complicated adalah infeksi yang disebabkan oleh kelainan anatomis
pada seluran kemih, menyebar ke bagian tubuh yang lain, bertambah berat dengan underlying
disease, ataupun bersifat resisten terhadap pengobatan. Berbanding dengan yang simple, ISK
complicated lebih sukar diobati.
3.3 Epidemiologi
ISK tergantung banyak faktor; seperti usia, gender, prevalensi bakteriuria, dan faktor
predisposisi yang menyebabkan perubahan struktur saluran kemih termasuk ginjal. Selama
periode usia beberapa bulan dan lebih dari 65 tahun perempuan cenderung menderita ISK
dibandingkan laki-laki. ISK berulang pada laki-laki jarang dilaporkan, kecuali disertai faktor
predisposisi (pencetus). Prevalensi bakteriuria asimtomatik lebih sering ditemukan pada
perempuan. Prevalensi selama periode sekolah (school girls) 1 % meningkat menjadi 5%
selama periode aktif secara seksual. Prevalensi infeksi asimtomatik meningkat mencapai
30%, baik laki-laki maupun perempuan bila disertai faktor predisposisi seperti berikut litiasis,
obstruksi saluran kemih, penyakit ginjal polikistik, nekrosis papilar, diabetes mellitus pasca
8

transplantasi ginjal, nefropati analgesik, penyakit sickle-cell, senggama, kehamilan dan


peserta KB dengan table progesterone, serta kateterisasi.
Table 3.1: Epidemiologi ISK menurut usia dan jenis kelamin
(Umur (tahun)
<1
1-5
6-15

Insidens (%)
Perempuan Lelaki
0,7
2,7
4,5
4,5

Faktor risiko
Foreskin, kelainan

0,5

anatomi gastrourinary
Kelainan amatomi

0.5

gastrourinary
Kelainan fungsional

16-35

20

0,5

gastrourinary
Hubungan seksual,

36-65

35

20

penggunaan diaphragm
Pembedahan, obstruksi
prostate, pemasangan

>65

40

35

kateter
Inkontinensia,
pemasangan kateter,
obstruksi prostat

Pada anak yang baru lahir hingga umur 1 tahun, dijumpai bakteriuria di 2,7% lelaki
dan 0,7% di perempuan (Wettergren, Jodal, and Jonasson, 1985). Insidens ISK pada lelaki
yang tidak disunat adalah lebih banyak berbanding dengan lelaki yang disunat (1,12%
berbanding 0,11%) pada usia hidup 6 bulan pertama ( Wiswell and Roscelli, 1986). Pada anak
berusia 1-5 tahun, insidens bakteriuria di perempuan bertambah menjadi 4.5%, sementara
berkurang di lelaki menjadi 0,5%. Kebanyakan ISK pada anak kurang dari 5 tahun adalah
berasosiasi dengan kelainan congenital pada saluran kemih, seperti vesicoureteral reflux atau
obstruction. Insidens bakteriuria menjadi relatif constant pada anak usia 6-15 tahun. Namun
infeksi pada anak golongan ini biasanya berasosiasi dengan kelainan fungsional pada saluran
kemih seperti dysfunction voiding. Menjelang remaja, insidens ISK bertambah secara
signifikan pada wanita muda mencapai 20%, sementara konstan pada lelaki muda. Sebanyak
sekitar 7 juta kasus cystitis akut yang didiagnosis pada wanita muda tiap tahun. Faktor risiko
yang utama yang berusia 16-35 tahun adalah berkaitan dengan hubungan seksual. Pada usia
lanjut, insidens ISK bertambah secara signifikan di wanita dan lelaki. Morbiditas dan
mortalitas ISK paling tinggi pada kumpulan usia yang <1 tahun dan >65 tahun.

3.4 Etiologi
Pada keadaan normal urin adalah steril. Umumnya ISK disebabkan oleh kuman gram
negatif. Escherichia coli merupakan penyebab terbanyak baik pada yang simtomatik maupun
yang asimtomatik yaitu 70 - 90%. Enterobakteria seperti Proteus mirabilis (30 % dari infeksi
saluran kemih pada anak laki-laki tetapi kurang dari 5 % pada anak perempuan ), Klebsiella
pneumonia dan Pseudomonas aeruginosa dapat juga sebagai penyebab. Organisme gram
positif seperti Streptococcus faecalis (enterokokus), Staphylococcus epidermidis dan
Streptococcus viridans jarang ditemukan. Pada uropati obstruktif dan kelainan struktur
saluran kemih pada anak laki-laki sering ditemukan Proteus species. Pada ISK nosokomial
atau ISK kompleks lebih sering ditemukan kuman Proteus dan Pseudomonas.

Tabel 3.2: Famili, Genus dan Spesies mikroorganisme (MO)


yang Paling Sering Sebagai Penyebab

3.5 Pathogenesis
Pathogenesis bakteriuria asimtomatik dengan presentasi klinis ISK tergantung dari
patogenitas dan status pasien sendiri (host).
10

A. Peran patogenisitas bakteri.


Sejumlah flora saluran cerna termasuk Escherichia coli diduga terkait dengan etiologi
ISK. Patogenisitaas E.coli terkait dengan bagian permukaan sel polisakarida dari
lipopolisakarin (LPS). Hanya IG serotype dari 170 serotipe O/ E.coli yang berhasil
diisolasi rutin dari pasien ISK klinis, diduga strain E.coli ini mempunyai patogenisitas
khusus.
B. Peran bacterial attachment of mucosa.
Penelitian membuktikan bahwa fimbriae merupakan satu pelengkap patogenesis yang
mempunyai kemampuan untuk melekat pada permukaan mukosa saluran kemih. Pada
umumnya P fimbriae akan terikat pada P blood group antigen yang terdpat pada sel epitel
saluran kemih atas dan bawah.
C. Peranan faktor virulensi lainnya.
Sifat patogenisitas lain dari E.coli berhubungan dengan toksin. Dikenal beberapa toksin
seperti -hemolisin, cytotoxic necrotizing factor-1(CNF-1), dan iron reuptake system
(aerobactin dan enterobactin). Hampir 95% -hemolisin terikat pada kromosom dan
berhubungan degan pathogenicity island (PAIS) dan hanya 5% terikat pada gen plasmio.
Virulensi bakteri ditandai dengan kemampuan untuk mengalami perubahan
bergantung pada dari respon faktor luar. Konsep variasi fase MO ini menunjukan ini
menunjukkan peranan beberapa penentu virulensi bervariasi di antara individu dan lokasi
saluran kemih. Oleh karena itu, ketahanan hidup bakteri berbeda dalam kandung kemih dan
ginjal.
D. Peranan Faktor Tuan Rumah (host)
Faktor Predisposisi Pencetus ISK. Penelitian epidemiologi klinik mendukung
hipotensi peranan status saluran kemih merupakan faktor risiko atau pencetus ISK. Jadi
faktor bakteri dan status saluran kemih pasien mempunyai peranan penting untuk
kolonisasi bakteri pada saluran kemih. Kolonisasi bacteria sering mengalami kambuh
(eksasebasi) bila sudah terdapat kelainan struktur anatomi saluran kemih. Dilatasi
saluran kemih termasuk pelvis ginjal tanpa obstruksi saluran kemih dapat menyebabkan
gangguan proses klirens normal dan sangat peka terhadap infeksi. Endotoksin (lipid A)
dapat menghambat peristaltik ureter. Refluks vesikoureter ini sifatnya sementara dan
hilang sendiri bila mendapat terapi antibiotika. Proses pembentukan jaringan parenkim
ginjal sangat berat bila refluks visikoureter terjadi sejak anak-anak. Pada usia dewasa

11

muda tidak jarang dijumpai di klinik gagal ginjal terminal (GGT) tipe kering, artinya
tanpa edema dengan/tanpa hipertensi. (Sukandar, E., 2004)
Status Imunologi Pasien (host). Penelitian laboratorium mengungkapkan bahwa
golongan darah dan status sekretor mempunyai konstribusi untuk kepekaan terhadap
ISK. Pada tabel di bawah dapat dilihat beberapa faktor yang dapat meningkatkan
hubungan antara berbagai ISK (ISK rekuren) dan status secretor (sekresi antigen darah
yang larut dalam air dan beberapa kelas immunoglobulin) sudah lama diketahui.
Prevalensi ISK juga meningkat terkait dengan golongan darah AB, B dan PI (antigen
terhadap tipe fimbriae bakteri) dan dengan fenotipe golongan darah Lewis.

Table 3.3 Faktor-faktor yang meningkatkan kepekaan terhadap infeksi saluran kemih

Kepekaan terhadap ISK rekuren dari kelompok pasien dengan saluran kemih normal
(ISK tipe sederhana) lebih besar pada kelompok antigen darah non-sekretorik dibandingkan
kelompok sekretorik. Penelitian lain melaporkan sekresi IgA urin meningkat dan diduga
mempunyai peranan penting untuk kepekaan terhadap ISK rekuren.
3.6 Patofisiologi
Pada individu normal, biasanya laki-laki maupun perempuan urin selalu steril karena
dipertahankan jumlah dan frekuensi kencing. Utero distal merupakan tempat kolonisasi
mikroorganisme nonpathogenic fastidious Gram-positive dan gram negative.
Hampir semua ISK disebabkan invasi mikroorganisme asending dari uretra ke dalam
kandung kemih. Pada beberapa pasien tertentu invasi mikroorganisme dapat mencapai ginjal.
Proses ini, dipermudah refluks vesikoureter. Proses invasi mikroorganisme hematogen sangat
12

jarang ditemukan di klinik, mungkit akibat lanjut dari bakteriema. Ginjal diduga merupakan
lokasi infeksi sebagai akibat lanjut septikemi atau endokarditis akibat Stafilokokus aureus.
Kelainan ginjal yang terkait dengan endokarditis (Stafilokkokus aureus) dikenal Nephritis
Lohein. Beberapa penelitian melaporkan pielonefritis akut (PNA) sebagai akibat lanjut invasi
hematogen.
3.7 Manifestasi Klinis
Gejala ISK bergantung dari umur penderita dan lokalisasi infeksi di dalam saluran
kemih. Manifestasi klinis seringkali gagal menunjukkan secara jelas apakah infeksi terbatas
pada kandung kemih atau telah melibatkan ginjal.1,2
Gejala infeksi saluran kemih berdasarkan umur penderita adalah sebagai berikut:
0-1 bln

: Gangguan pertumbuhan, anoreksia, muntah dan diare, kejang, koma,


panas/hipotermia tanpa diketahui sebabnya, ikterus (sepsis).

1 bln-2 thn : Panas/hipotermia tanpa diketahui sebabnya, gangguan pertumbuhan,


anoreksia, muntah, diare, kejang, koma, kolik (anak menjerit keras),
air kemih berbau/berubah warna, kadang-kadang disertai nyeri
perut/pinggang.
2-6 thn

: Panas/hipotermia tanpa diketahui sebabnya, tidak dapat menahan kencing,


polakisuria, disuria, enuresis, air kemih berbau dan berubah warna, diare,
muntah, gangguan pertumbuhan serta anoreksia.

6-18 thn

: Nyeri perut/pinggang, panas tanpa diketahui sebabnya, tak dapat menahan


kencing, polakisuria, disuria, enuresis, air kemih berbau dan berubah
warnaSetiap pasien dengan ISK pada laki dan ISK rekuren pada
perempuan harus dilakuakan investigasi faktor predisposisi atau
pencetus.

a. Pielonefritis Akut (PNA). Presentasi klinis PNA seperti panas tinggi (39,5-40,5 C),
disertai mengigil dan sekit pinggang. Presentasi klinis PNA ini sering didahului gejala
ISK bawah (sistitis).

13

b. ISK bawah (sistitis). Presentasi klinis sistitis seperti sakit suprapubik, polakiuria,
nokturia, disuria, dan stanguria.
c. Sindroma Uretra Akut (SUA). Presentasi klinis SUA sulit dibedakan dengan sistitis.
SUA sering ditemukan pada perempuan usia antara 20-50 thun. Presentasi klinis SUA
sangat miskin (hanya disuri dan sering kencing) disertai cfu/ml urin <10 5; sering
disebut sistitis abakterialis.

3.8 Pemeriksaan penunjang


Analisa urin rutin, pemeriksaan mikroskop urin segar tanpa puter, kultur urin, serta
jumlah kuman/mL urin merupakan protocol standar untuk pendekatan diagnosis ISK.
Pengambilan dan koleksi urin, suhu, dan teknik transportasi sampel urin harus sesuai dengan
protocol yang dianjurkan.
Investigasi lanjutan terutama renal imaging procedures tidak boleh rutin, harus
berdasarkan indikasi yang kuat. Pemeriksaan radiologis dimaksudkan untuk mengetahui
adanya batu atau kelainan anatomis yang merupakan faktor predisposisi ISK. Renal imaging
procedures untuk investigasi faktor predisposisi ISK termasuklah ultrasonogram (USG),
radiografi (foto polos perut, pielografi IV, micturating cystogram), dan isotop scanning.

14

3.9 Penatalaksanaan
Hock-Boon (1988) mengemukakan beberapa prinsip penanggulangan ISK pada anak
sebagai berikut: 1
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Konfirmasi diagnosis ISK


Eradikasi infeksi pada waktu serangan/ relaps
Evaluasi saluran kemih
Perlu tindakan bedah pada uropati obstruktif, batu, buli-buli neurogenik, dll
Cegah infeksi berulang
Perlu dilakukan tindak lanjut.
Bila pengobatan dimulai sebelum tersedia hasil biakan dan tes sensitivitas, pengobatan

dengan trimetoprim-sulfametoksazol selama 7-10 hari (lihat kemudian) akan efektif terhadap
kebanyakan strain E. coli. Nitrofurantoin (5-7 mg/kg/24 jam dalam dosis yang terbagi 3-4) juga
sangat efektif dan mempunyai keuntungan karena juga aktif terhadap Klebsiella-Enterobacter.
Amoksisilin (50 mg/kg/24 jam) juga efektif pada pengobatan permulaan tetapi tidak jelas
kelebihannya dari sulfanamida atau nitrofurantoin. 2
Bila anak sakit mendadak, gunakan pengobatan parenteral dengan sefotaksim (100
mg/kg/24 jam) atau ampisilin (100 mg/kg/24 jam) dengan aminoglikosida seperti gentamisin
(3 mg/kg/24 jam dalam dosis yang terbagi 3).2
Dalam 2 x 24 jam setelah pengobatan fase akut dimulai, gejala ISK umumnya
menghilang. Bila gejala belum menghilang, dipikirkan untuk mengganti antibiotik yang lain
sesuai dengan uji kepekaan antibiotik. Dilakukan pemeriksaan kultur dan uji resistensi urin
ulang 3 hari setelah pengobatan fase akut dihentikan, dan bila memungkinkan setelah 1 bulan
dan setiap 3 bulan. Jika ada ISK berikan antibiotik sesuai hasil uji kepekaan. 3
Bila ditemukan ada kelainan anatomik maupun fungsional yang menyebabkan
obstruksi, maka setelah pengobatan fase akut selesai dilanjutkan dengan antibiotik profilaksis.
Antibiotik profilaksis juga diberikan pada ISK berulang, ISK pada neonatus, dan pielonefritis
akut.3
Biakan urin sebaiknya diambil satu minggu setelah selesai pengobatan setiap infeksi
saluran kemih untuk meyakinkan bahwa urin tetap steril. Karena ada kecenderungan
kambuhnya infeksi saluran kemih walaupun tanpa adanya faktor predisposisi anatomik, maka
biakan urin lanjutan harus diambil pada selang waktu 3 bulan selama 1-2 tahun, meskipun
anak tidak menunjukkan gejala. Bila kekambuhan sering terjadi, profilaksis terhadap
reinfeksi, baik menggunakan kombinasi sulfametoksazol-trimetoprim atau nitrofurantoin
dengan dosis sepertiga dosis terapeutik sekali sehari, seringkali efektif. 2
15

Selain pemberian antibiotik, penderita ISK perlu mendapat asupan cairan cukup,
perawatan higiene daerah perineum dan periuretra, pencegahan konstipasi. Koreksi bedah
sesuai dengan kelainan saluran kemih yang ditemukan untuk menghilangkan faktor
predisposisi.3

Jenis dan dosis antibiotik untuk terapi ISK


Tabel : Dosis antibiotika pareneteral (A), Oral (B), Profilaksis (C) 3
Obat

Dosis mg/kgBB/hr

Frekuensi/ (umur bayi)

(A) Parenteral
Ampisilin

tiap 12 jam (bayi < 1 minggu)

100

tiap 6-8 jam (bayi > 1 minggu)


dibagi setiap 6 jam.

Sefotaksim

150

Gentamisin

Seftriakson
Seftazidim

75
150

tiap 12 jam (bayi < 1 minggu)


tiap 8 jam (bayi > 1 minggu)
sekali sehari
dibagi setiap 6 jam

Sefazolin

50

dibagi setiap 8 jam

Tobramisin

dibagi setiap 8 jam

Ticarsilin

100

dibagi setiap 6 jam

(B) Oral
Rawat jalan antibiotik oral (pengobatan standar)
Amoksisilin
20-40 mg/Kg/hari

q8h

Ampisilin

50-100 mg/Kg/hari

q6h

Amoksisilin-asam klafulanat

50 mg/Kg/hari

q8h

Sefaleksin

50 mg/Kg/hari

q6-8h

Sefiksim

4 mg/kg

q12h

Nitrofurantoin*

6-7 mg/kg

q6h
16

Sulfisoksazole*

120-150

q6-8h

Trimetoprim*

6-12 mg/kg

q6h

Sulfametoksazole

30-60 mg/kg

q6-8h

Tidak direkomendasikan untuk neonatus dan penderita dengan insufisiensi ginjal

(C) Terapi profilaksis

Nitrofurantoin*

1 -2 mg/kg

Sulfisoksazole*

50 mg/Kg

Trimetoprim*

2mg/Kg

Sulfametoksazole

30-60 mg/kg

(1x malam hari)

17

3.10 Pencegahan
Data epidemiologi klinik mengungkapkan uji saring bakteriuria asimtomatik bersifat
selektif dengan tujuan utama untuk mencegah menjadi bakteriuria disertai presentasi klinik
ISK. Uji saring bakteriuria harus rutin dengan jadual tertentu untuk kelompok pasien
perempuan hamil, pasien DM terutama perempuan, dan pasca transplantasi ginjal perempuan
dan laki-laki, dan kateterasi laki-laki dan perempuan.

18

BAB VI
ANALISIS KASUS
Os datang dengan keluhan demam sejak + 4 hari yang lalu. Demam dirasakan terus
menerus. Demam turun dengan pemberian obat paracetamol, kemudian naik lagi. Menggigil
(+) berkeringat (+) batuk (-) pilek (-) mimisan (-). Os juga mengeluh nyeri pada perut
sebelah kiri bawah sejak 3 minggu yang lalu nyeri dirasakan terus menerus walaupun sedang
tidak melakukan aktivitas apapun dan tidak berkurang dengan istirahat. Muntah(-) mual (+).
nyeri saat berkemih (-), frekuensi berkemih normal. BAB tidak ada keluhan. Os mempunyai
kebiasaan cebok dari belakang ke depan. Berdasarkan anamnesis yang dilakukan diketahui
demam yagn dirasakan oleh os berlangsung kurang dari 7 hari. Demam kurang dari 7 hari
bisa disebabkan oleh DBD, ISK, ISPA, dan malaria. Demam yang disertai dengan menggigil
dan berkeringat bisa ditemukan pada demam yang disebabkan oleh malaria, bisa juga
disebabkan oleh infeksi saluran kemih. Namun ditemukannya demam yang disertai dengan
menggigil dan berkeringat belum bisa menyingkirkan kemungkinan diagnosis yang lain.
Kebiasaan cebok yang salah pada pasien ini merupakan salah satu faktor resiko terjadinya
infeksi saluran kemih. Hal ini dikarenakan bakteri yang berada disekitar anus akan masuk ke
saluran urogenitalia yang menyebabkan infeksi. Pada pasine ini tidak ditemukan batuk dan
pilek sehingga diagnosis untuk ISPA bisa disingkirkan. Untuk itu diperlukan pemeriksaan
fisik untuk menyingkirkan diagnosis lain.
Kemudian dari hasil pemeriksaan fisik diketahui bahwa, semua dalam batas normal.
Nyeri ketok CVA dan nyeri tikan pada suprapubik ditemukan pada pasien ini. Nyeri ketok
CVA bisa ditemukan pada pasien yang mengalami infeksi saluran kemih khususnya pada
pasien pyelonefritis. Sementara nyeri tekan suprapubik bisa ditemukan pada pasien yang
mengalami sistitis. Namun nyeri tersebut bisa saja disebabkan oleh nyeri otot pada abdomen.
Untuk itu pada kasus ini diperlukan pemeriksaan penunjang lain.
Dari hasil darah rutin ditemukan leukositosis yang menandakan adanya infkesi dalam
tubuh. Infeksi ini bisa di gastrointestinal, urogenitalia, tractus respiratory maupun infeksi
lainnya. Dari anamnesis, gangguan pencernaan tidak ditemukan sehingga infeksi yang berasal
dari saluran gastrointestinal bisa disingkirkan. Sementara itu adanya nyeri tekan suprapubik,
nyeri ketok CVA pada pasien ini memperkuat sumber infeksi pada pasien ini adalah
disebabkan oleh infeksi pada saluran urogenitalia. Dari pemeriksaan faal ginjal, ureum dan
19

kratinin berada dalam batas normal. pemeriksaan faal ginjal dalam batas normal. Pada
Pemeriksaan analisa urin ditemukan leukosituria yang bermakna.

Adanya leukositoria

menandakan adanya infeksi pada saluran kemih. Namun diagnosis pasti untuk menegakkan
infeksi pada saluran kemih diperlukan kultur urin. Ditemukannya bakteri dalam urin
merupakan gold standar penegakan diagnosis pada saluran kemih. Selain itu perlu juga
dilakukan tes resistensi antibiotik pada pasien ini. Dari pemeriksaan elektrolit semuanya
dalam batas normal yang artinya pada pasien ini tidak ditemukan gangguan elektrolit.
Pada pemeriksaan DDR yang dilakukan hasilnya adalah negatif. Hal ini menandakan
bahwa demam yang disertai dengan menggigil, dan berkeringat pada pasien ini bukan
disebabkan oleh infeksi malaria. DDR merupakan pemeriksaan apusan darah tebal yang
digunakan untuk mendeteksi adanya plasmodium dalam darah.
Hasil dari pemeriksaan USG ditemukan adanya pyelonefritis akut dan systitis pada
pasien ini. Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium dan pemeriksaan USG
abdomen pada pasien ini maka pasine ini mengalami pyelonefritis akut dan systitis.
Pada pasien ini pemeriksaan kultur urine dan tes resistensi tidak dilakukan. Standar
penegakan diagnosis pada pasien ISK adalah kultur urine. Tes resistensi diperlukan untuk
pemilihan antibiotik yang tepat pada pasien ini.
Pada pasien ini diberikan terapi IVFD RL 20 gtt/mnt. RL merupakan cairan fisiologis
yang sering digunakan untuk resusisitasi. Pemberian terapi cairan pada pasen ini ditujukan
untuk

jalur pemberian obat bukan untuk terapi pergantian cairan tubuh. Pemilihan RL

sebagai terapi pada pasien ini kurang tepat. Pemilihan terapi cairan pada pasien ini lebih
tepatnya diberikan D5%. D5% merupakan cairan fisiologi yang tingkat osmolaritasnya
hampir sama dengan tubuh. Selain itu D5% mempunyai kandungan gluksa didalamnya
sehingga bisa menjadi salah satu sumber energi pada pasien ini.
Paracetamol merupakan obat antipiretik dan analgetik yang sering digunakan untuk
menurunkan suhu tubuh. Paracetamol diberikan dengan dosis 10-20 mg/kg/bb dengan
pemberian 3-4 kali sehari. Adapun sediaan paracetamol yaitu tablet, sirup, suppositoria, dan
injeksi. Dosis paracetamol pada pasien ini sudah tepat yaitu 3x250 mg. Sediaan sirup
diberikan pada anak-anak.
Pemilihan antibiotik yang diberikan pada pasien infeksi seharusnya berdasarkan hasil
kultur ( uji resistensi). Waktu yang dibutuhkan untuk uji resistensi adalah 1-2 minggu.
20

Sehingga untuk pemberian antibiotik boleh diberikan antibitok empiris sambil menunggu
hasil uji resistensi. Pada pasien ini tidak dilakukan uji resistensi, seharusnya berdasarkan
kepustakaan pasien yang mengalami infeksi dilakukan uji resistensi untuk mengetahui
antibotik yang tepat pada pasien untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Cefriaxone
merupakan antibiotik golongan chepalosproin generasi ketiga spectrum luas. Meskipun
cefriaxone efektif untuk bakteri gram negatif namun antibiotik ini bisa juga untuk bakteri
gram positif meskipun hasil yang didapatkan kurang memuaskan. Dosis pemberian
cefriaxone adalah 50-75 kgbb/hari satu kali pemberian karena cefriaxone memiliki waktu
paruh 24 jam. Kebutuhan cefriaxone pada pasien ini adalah 1,4 -2,1 gram. Pada pasien ini
diberikan 2 gram sekali pemberian. Jadi pemberian cefriaxone pada pasien ini sudah tepat
berdasarkan dosis yang diberikan.

DAFTAR PUSTAKA

21

1.

Rusdidjas, Rafita Ramayati. Infeksi Saluran Kemih. Dalam : Buku Ajar Nefrologi Anak.
Edisi 2. Balai Penerbit FKUI. Jakarta:2002

2.

Behrman, Kliegman. Infeksi Saluran Kemih. Dalam: Ilmu Kesehatan Anak Nelson Vol 3.
Edisi 15. EGC. Jakarta:2000

3.

Trihono, Partini Pudjiastusi dkk. Infeksi Saluran Kemih. Dalam: Pedoman Pelayanan
Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia.IDAI:2009

4.

Habib, Sabeen. Highlights For Management of a Child With a Urinary Tract Infection.
Dalam : International Journal of Pediatrics Vol 2012. USA: 2012

22

Anda mungkin juga menyukai