Anda di halaman 1dari 22

BAB I

IDENTITAS PASIEN

ANAMNESIS
I.

Identitas Pasien
a. Nama/Jenis Kelamin/Umur : An.A/ Laki-laki/ 6 Tahun
b. Pekerjaan

: Pelajar

c. Alamat

: RT 11 Kel. Wijaya Pura

II. Latar Belakang Sosio-ekonomi-demografi-lingkungan-keluarga


a.
b.
c.
d.
e.

Status Perkawinan
: Belum Menikah
Jumlah anak/saudara
: Anak ke 2 dari 3 bersaudara
Status ekonomi keluarga
: Sosio ekonomi cukup
KB
: Kondisi Rumah
:
Pasien tinggal dirumah permanen berlantai semen, dan beratap seng.
Memiliki 1 ruang tamu, 3 kamar tidur, 1 ruang keluarga, dapur sekaligus ruang
makan dan 1 kamar mandi. Sumber air dari ledeng. Kamar mandi
menggunakan wc jongkok.

f. Kondisi Lingkungan Keluarga :


Pasien tinggal bersama kedua orang tuanya dan dua orang saudaranya.
Ayah pasien bekerja sebagai wiraswasta. Biaya berobat ditanggung kartu
jamkesmas.

III. Aspek psikologis di keluarga :


Secara psikologis pasien tidak bermasalah.

IV. Riwayat Penyakit Dahulu/Keluarga :

Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti ini.

Pasien sudah pernah sakit seperti ini sebelumnya


1

Riwayat alergi obat dan makanan disangkal

V. Keluhan Utama :
Demam naik turun sejak 2 hari yang lalu
VI. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke Puskesmas dengan keluhan demam. Demam naik turun
sejak 2 hari yang lalu, demam tidak tinggi, menggigil tidak ada, keringat dingin
tidak ada, timbul bintik merah tidak ada, mimisan tidak ada. Demam meningkat
pada malam hari dan sore hari disangkal. Pasien juga mengeluh nyeri menelan dan
terasa ada sesuatu yang mengganjal saat menelan.
Menurut ibunya, pasien sudah pernah mengalami keluhan yang sama sejak 1
tahun belakangan ini. Pasien tidak pernah berobat ke dokter spesialis. Ibu pasien
mengaku hanya membawa anaknya berobat ke dokter Puskesmas jika sedang
demam dan nyeri menelan. Pasien sudah minum obat bodrex tablet yang di beli
orang tuanya di warung sejak kemarin, demam turun, kemudian naik lagi, dan nyeri
sedikit berkurang.
Ibu pasien mengatakan kalau pasien tidur mengorok, sesak nafas tidak ada.
Nafsu makan sedikit menurun, tidak ada penurunan berat badan. Ibu pasien
mengaku anak memang sangat suka jajan apalagi waktu disekolah, anak juga sering
minum minuman yang dingin.

PEMERIKSAAN FISIK
I.

Keadaan Umum
1.

Keadaan sakit

: tampak sakit sedang

2.
3.
4.
5.

6.

7.
8.
II.

Kesadaran
Suhu
Nadi
Pernafasan
- Frekuensi
- Irama
- Tipe
Kulit
- Turgor
- Lembab / kering
- Lapisan lemak
Berat badan
Tinggi badan

: compos mentis
: 37,6C
: 98 x/menit
: 22 x/menit
: reguler
: thorakoabdominal
: baik
: lembab
: ada
: 25 Kg
: 130 cm

Pemeriksaan Organ
1.
Kepala :
Bentuk
: normocephal
Simetri: simetris
2.

Mata :

Exopthalmus/enophtal
Kelopak
Conjungtiva
Sklera
Kornea
Pupil
Lensa
Gerakan bola mata

: (-)
: normal
: anemis (-)
: ikterik (-)
: normal
: bulat, isokor, reflex cahaya +/+
: normal, keruh (-)
: baik

3. Hidung : dalam batas normal


4. Telinga : dalam batas normal
5. Mulut

Bibir
Bau pernafasan
Gigi geligi
Palatum
Gusi
Selaput Lendir
Lidah

6. Tenggorokkan :
Mukosa faring
Tonsil
Mukosa hiperemis
Kripta lebar
Detritus
Perlengketan
7. Leher : KGB

: lembab
: normal
: lengkap
: deviasi (-)
: warna merah muda, perdarahan (-)
: normal
: putih kotor (-), ulkus (-)
: Hiperemis
: T3/T3
:+/+
:+/+
:+/+
:-/-

: tak ada pembengkakan

Kel.tiroid

: tak ada pembesaran

8.

Thorax

Bentuk
: simetris
Pergerakan dinding dada
: tidak ada yang tertinggal.
Pulmo
: dalam batas normal
Cor
: dalam batas normal

9.

Abdomen

Inspeksi
Palpasi

: datar, caput medusa (-), venektasi (-).


: Supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-),
hepar

Perkusi
Auskultasi

tidak teraba, lien dan hepar tidak

teraba
: Timpani
: Bising usus (+) normal

10. Ekstremitas Atas


Edema (-), akral hangat, kekuatan otot 5 5
11. Ekstremitas bawah
Edema (-), akral hangat., kekuatan otot 5 5
LABORATORIUM
Darah Rutin
Leukosit

12,5 . 103 / mL

Eritrosit

4,36 . 106 / mL

Hemoglobin

12,9 gr/dL

Hematokrit

37,0 %

DDR Negatif
DIAGNOSIS :
Tonsilitis Kronis Eksaserbasi Akut
DIAGNOSA BANDING :
Tonsilofaringitis
Faringitis
MANAJEMEN :

a)

Promotif :
Menjelaskan pada pasien mengenai penyakitnya dan disarankan berobat ke

dokter spesialis THT


Tidak makan dan minum yang merangsang seperti minuman yang dingin dan
makan jajanan sembarangan

b) Preventif :
Menjaga pola makan dan minum
Menghindari makanan berminyak
Menjaga Higiene mulut
Hindari kontak dengan Alergen (iritasi kronis dari alergen)
Menjaga daya tahan tubuh dan mengkonsumsi makanan yang bergizi
c)

Kuratif :
1) Nonmedikamentosa :
Berkumur dengan obat kumur antiseptik
2) Medikamentosa :
Parasetamol tablet 500 mg 3 x tablet sehari
Amoxicilin tablet 250 mg 3 x 1 tablet sehari
Vitamin C tablet 50 mg 2 x 1 tablet sehari
3) Tradisional
30 gram benalu jeruk nipis atau benalu teh
30 gram temu putih
10 gram sambiloto kering
20 gram kunyit,
Campur semua bahan lalu direbus dengan 800 cc air hingga tersisa 400 cc,
disaring, airnya diminum untuk dua kali sehari, setiap kali minum 200 cc.

d) Rehabilitatif
Mengkonsumsi makanan bergizi dan vitamin untuk mempercepat pemulihan
daya tahan tubuh.
PROGNOSIS
Dubia ad bonam

Dinas Kesehatan Kota Jambi


Puskesmas III Pakuan Baru
Dokter : Nuria Hafsari
SIP

: No.388/SIK/2013

STR : No.883/STR/2013
Tanggal : 10 Oktober 2013

R/ Paracetamol tab 500 mg No V


3 dd tab
R/ Amoxicilin tab 250 mg tab No X
3 dd tab I
R/ Vitamin C tab 50 mg No VI
2 dd tab I

Pro : An. A / 6 tahun


Alamat : RT 11 Kel Wijaya Pura
Resep Tidak Boleh Ditukar Tanpa Sepengetahuan Dokter

Dinas Kesehatan Kota Jambi


Puskesmas III Pakuan Baru
Dokter : Nuria Hafsari
SIP

: No.388/SIK/2013

STR : No.883/STR/2013
Tanggal : 10 Oktober 2013

R/ Paracetamol tab 500 mg No V


3 dd tab
R/ Ciprofloksasin tab 250 mg tab No X
3 dd tab I
R/ Vitamin C tab 50 mg No VI
2 dd tab I

Pro : An. A / 6 tahun


Alamat : RT 11 Kel Wijaya Pura
Resep Tidak Boleh Ditukar Tanpa Sepengetahuan Dokter

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Definisi
Tonsillitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin

Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat dalam rongga mulut yaitu :
tonsil faringeal, tonsil palatina, tonsil lingual, tonsil tuba eustachius.1
Saat bakteri dan virus masuk ke dalam tubuh melalui hidung atau mulut, tonsil
berfungis sebagai filter atau penyaring organisme yang berbahaya tersebut dengan selsel darah putih. Hal ini akan memicu sistem kekebalan tubuh untuk membentuk
antibody terhadap infeksi yang akan datang. Tetapi bila tonsil sudah tidak dapat
menahan infeksi dari bakteri atauvirus tersebut maka akan timbul tonsillitis.2
Tonsilitis akut adalah radang akut yang disebabkan oleh kuman streptococcus
beta hemolyticus, streptococcus viridons dan streptococcus pygenes, dapat juga
disebabkan oleh virus
Tonsilitis kronis merupakan keradangan kronis yang mengenai seluruh jaringan
tonsil yang umumnya didahului oleh suatu keradangan di bagian tubuh lain, misalnya
sinusitis, rhinitis, infeksi umum seperti morbili, dan sebagainya. Sedangkan Tonsilitis
Kronis adalah peradangan kronis Tonsil setelah serangan akut yang terjadi berulangulang atau infeksi subklinis.
Tonsilitis berulang terutama terjadi pada anak-anak dan diantara serangan tidak
jarang tonsil tampak sehat.Tetapi tidak jarang keadaan tonsil diluar serangan terlihat
membesar disertai dengan hiperemi ringan yang mengenai pilar anterior dan apabila
tonsil ditekan keluar detritus.

2.2 ETIOLOGI
Etiologi berdasarkan Morrison yang mengutip hasil penyelidikan dari
Commission on Acute Respiration Disease bekerja sama dengan Surgeon General of
the Army America dimana dari 169 kasus didapatkan data sebagai berikut :
25% disebabkan oleh Streptokokus hemolitikus yang pada masa penyembuhan
tampak adanya kenaikan titer Streptokokus antibodi dalam serum penderita.
25% disebabkan oleh Streptokokus golongan lain yang tidak menunjukkan
kenaikan titer Streptokokus antibodi dalam serum penderita.
Sisanya adalah Pneumokokus, Stafilokokus, Hemofilus influenza.
Adapula yang menyatakan etiologi terjadinya tonsilitis sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.

Streptokokus hemolitikus Grup A


Hemofilus influenza
Streptokokus pneumonia
Stafilokokus (dengan dehidrasi, antibiotika)
Tuberkulosis(pada keadaanimmunocompromise)

2.3 FAKTOR RESIKO


Adapun beberapa faktor predisposisi timbulnya kejadian Tonsilitis Kronis, yaitu :
1. Rangsangan kronis (rokok, makanan)
2. Higiene mulut yang buruk
3. Pengaruh cuaca (udara dingin, lembab, suhu yang berubah-ubah)
4. Alergi (iritasi kronis dari alergen)
5. Keadaan umum (kurang gizi, kelelahan fisik)
6. Pengobatan Tonsilitis Akut yang tidak adekuat.

2.4

EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia 3,8% setelah nasofaring akut yaitu tahun 1994-1996
berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Suwento dan sering terjadi pada anak-

2.5

anak, terutama berusia 5 tahun dan 10 tahun.


PATOFISIOLOGI
Terjadinya proses radang berulang disebabkan oleh rokok, beberapa jenis
makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan
pengobatan tonsilitis yang tidak adekuat (Eviaty, 2001).
Proses keradangan dimulai pada satu atau lebih kripte tonsil. Karena
proses radang berulang, maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis,

sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid akan diganti oleh jaringan
parut. Jaringan ini akan mengerut sehingga kripte akan melebar (Adams, 1997).
Secara klinis kripte ini akan tampak diisi oleh Detritus (akumulasi epitel
yang mati, sel leukosit yang mati dan bakteri yang menutupi kripte berupa eksudat
yang berwarna kekuning-kuningan). Proses ini terus meluas hingga menembus
kapsul sehingga terjadi perlekatan dengan jaringan sekitar fossa tonsillaris. Pada
anak-anak, proses ini akan disertai dengan pembesaran kelenjar submandibula
(Ugras, 2008).
2.6

MANIFESTASI KLINIS
Pada umumnya penderita sering mengeluh oleh karena serangan tonsilitis
akut yang berulangulang, adanya rasa sakit (nyeri) yang terus-menerus pada
tenggorokan (odinofagi), nyeri waktu menelan atau ada sesuatu yang mengganjal
di kerongkongan bila menelan, terasa kering dan pernafasanberbau.
Pada pemeriksaan, terdapat dua macam gambaran tonsil dari Tonsilitis Kronis
yang mungkin tampak, yakni :
1.
Tampak pembesaran tonsil oleh karena hipertrofi dan perlengketan ke
jaringan sekitar, kripte yang melebar, tonsil ditutupi oleh eksudat yang
2.

purulen atau seperti keju.


Mungkin juga dijumpai tonsil tetap kecil, mengeriput, kadang-kadang
seperti terpendam di dalam tonsil bed dengan tepi yang hiperemis, kripte
yang melebar dan ditutupi eksudat yang purulen.

Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan


mengukur jarak antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan
medial kedua tonsil, maka gradasi pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi :
T0

: Tonsil masuk di dalam fossa

T1

: <25% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

T2

: 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

T3

: 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

T4

: >75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

10

2.7

DIAGNOSIS
1.
Anamnesa
Anamnesa ini merupakan hal yang sangat penting karena hampir 50%
diagnosa dapat ditegakkan dari anamnesa saja. Penderita sering datang
dengan keluhan rasa sakit pada tenggorok yang terus menerus, sakit waktu
menelan, nafas bau busuk, malaise, sakit pada sendi, kadang-kadang ada
2.

demam dan nyeri pada leher.


Pemeriksaan Fisik
Tampak tonsil membesar dengan adanya hipertrofi dan jaringan parut.
Sebagian kripta mengalami stenosis, tapi eksudat (purulen) dapat
diperlihatkan dari kripta-kripta tersebut.Pada beberapa kasus, kripta
membesar, dan suatu bahan seperti keju atau dempul amat banyak terlihat
pada kripta. Gambaran klinis yang lain yang sering adalah dari tonsil yang
kecil, biasanya membuat lekukan dan seringkali dianggap sebagai
kuburan dimana tepinya hiperemis dan sejumlah kecil sekret purulen yang

3.

tipis terlihat pada kripta.


Pemeriksaan Penunjang
Dapat dilakukan kultur dan uji resistensi (sensitifitas) kuman dari sediaan
apus tonsil. Biakan swab sering menghasilkan beberapa macam kuman
dengan derajat keganasan yang rendah, seperti Streptokokus hemolitikus,

2.8

Streptokokus viridans, Stafilokokus, atau Pneumokokus.


DIAGNOSIS BANDING
Terdapat beberapa diagnosa banding dari tonsilitis kronis adalah sebagai berikut :
1. Penyakit-penyakit dengan pembentukan Pseudomembran atau adanya
membran semu yang menutupi tonsil (Tonsilitis Membranosa)
a. Tonsilitis Difteri
Disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphteriae. Tidak
semua orang yang terinfeksi oleh kuman ini akan sakit. Keadaan ini
tergantung pada titer antitoksin dalam darah. Titer antitoksin sebesar 0,03
sat/cc darah dapat dianggap cukup memberikan dasar imunitas.
Gejalanya terbagi menjadi tiga golongan besar, umum, lokal dan gejala
akibat eksotoksin. Gejala umum sama seperti gejala infeksi lain, yaitu
demam subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, nadi
lambat dan keluhan nyeri menelan. Gejala lokal yang tampak berupa
11

tonsil membengkak ditutupi bercak putih kotor yang makin lama makin
meluas dan membentuk pseudomembran yang melekat erat pada
dasarnya sehingga bila diangkat akan mudah berdarah. Gejala akibat
eksotoksin dapat menimbulkan kerusakan jaringan tubuh, misalnya pada
jantung dapat terjadi miokarditis sampai dekompensasi kordis, pada saraf
kranial dapat menyebabkan kelumpuhan otot palatum dan otot
pernafasan dan pada ginjal dapat menimbulkan albuminuria.
b.

Angina Plaut Vincent (Stomatitis Ulseromembranosa)


Gejala yang timbul adalah demam tinggi (39C), nyeri di mulut,
gigi dan kepala, sakit tenggorok, badan lemah, gusi mudah berdarah dan
hipersalivasi. Pada pemeriksaan tampak membran putih keabuan di
tonsil, uvula, dinding faring, gusi dan prosesus alveolaris.Mukosa mulut
dan faring hiperemis. Mulut yang berbau (foetor ex ore) dan kelenjar
submandibula membesar.

c.

Mononukleosis Infeksiosa
Terjadi tonsilofaringitis ulseromembranosa bilateral. Membran semu
yang menutup ulkus mudah diangkat tanpa timbul perdarahan, terdapat
pembesaran kelenjar limfe leher, ketiak dan regio inguinal. Gambaran darah
khas, yaitu terdapat leukosit mononukleosis dalam jumlah besar. Tanda khas
yang lain adalah kesanggupan serum pasien untuk beraglutinasi terhadap sel
darah merah domba (Reaksi Paul Bunnel).

2.
a.

Penyakit Kronik Faring Granulomatus


Faringitis Tuberkulosa
Merupakan proses sekunder dari TBC paru. Keadaan umum pasien adalah
buruk karena anoreksi dan odinofagi.Pasien juga mengeluh nyeri hebat di
tenggorok, nyeri di telinga (otalgia) dan pembesaran kelenjar limfa leher.

b.

Faringitis Luetika
Gambaran klinis tergantung dari stadium penyakit primer, sekunder atau
tersier.Pada penyakit ini dapat terjadi ulserasi superfisial yang sembuh disertai

12

pembentukan jaringan ikat.Sekuele dari gumma bisa mengakibatkan perforasi


palatum mole dan pilar tonsil.
c.

Lepra (Lues)
Penyakit ini dapat menimbulkan nodul atau ulserasi pada faring
kemudian menyembuh dan disertai dengan kehilangan jaringan yang luas dan
timbulnya jaringan ikat.

d.

Aktinomikosis Faring
Terjadi akibat pembengkakan mukosa yang tidak luas, tidak nyeri, bisa
mengalami ulseasi dan proses supuratif. Blastomikosis dapat mengakibatkan
ulserasi faring yang ireguler, superfisial, dengan dasar jaringan granulasi yang
lunak.

3.

Penyakit-penyakit diatas umumnya memiliki keluhan berhubungan dengan nyeri


tenggorokan (odinofagi) dan kesulitan menelan (disfagi). Diagnosa pasti
berdasarkan pada pemeriksaan serologi, hapusan jaringan atau kultur, foto X-ray
dan biopsi jaringan.

2.9 TATA LAKSANA


Pengobatan pasti untuk tonsillitis kronis adalah pembedahan pengangkatan tonsil
(Adenotonsilektomi). Tindakan ini dilakukan pada kasus-kasusdimana penatalaksanaan
medis

atau

terapi

konservatif

yang

gagal

untuk meringankan

gejala-gejala.

Penatalaksanaan medis termasuk pemberian antibiotika penisilin yang lama, irigasi


tenggorokan sehari-hari dan usaha untuk membersihkan kripta tonsillaris dengan alat
irigasi gigi (oral). Ukuran jaringan tonsil tidak mempunyai hubungan dengan infeksi
kronisatau berulang-ulang. Tonsilektomi merupakan suatu prosedur pembedahan yang
diusulkan oleh Celsus dalam buku De Medicina(tahun 10 Masehi). Jenis tindakan ini
juga merupakan tindakan pembedahan yang pertama kalididokumentasikan secara
ilmiah oleh Lague dari Rheims (1757).

Tonsilektomi
Indikasi tonsilektomi menurut The American Academy of Otolaryngology Head
and Neck Surgery Clinical Indicator Compendium tahun 1995 menetapkan :1

13

1. Serangan tonsilitis lebih dari tiga kali pertahun walaupun telah mendapatkan
terapi yang adekuat
2. Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan gangguan
pertumbuhan orofasial
3. Sumbatan jalan nafas yang berupa hipertropi tonsil dengan sumbatan jalan
napas, sleep apnea, gangguan menelan, gangguan berbicara, dan cor pulmonale
4. Rinitis dan sinusitits yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak
5.
6.
7.
8.

berhasil hilang dengan pengobatan


Napas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan
Tonsilitis berulang yang disebabkan oleh bakteri A streptococcus B hemolitikus
Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan
Otitis media efusa / otitis media supuratif

1. Indikasi absolut2
a. Hipertrofi tonsil yang menyebabkan :
Obstruksi saluran napas misal pada OSAS (Obstructive Sleep ApneaSyndrome
Disfagia berat yang disebabkan obstruksi
Gangguan tidur
Gangguan pertumbuhan dentofacial
Gangguan bicara (hiponasal)
Komplikasi kardiopulmoner
Riwayat abses peritonsil
Tonsillitis yang membutuhkan biopsi untuk menentukan patologi anatomi
terutama untuk hipertrofi tonsil unilateral.
Tonsilitis kronis atau berulang sebagai fokal infeksi.
2. Indikasi relatif 2

Terjadi 7 episode atau lebih infeksi tonsil pada tahun sebelumnya atau 5 episode
atau lebih infeksi tonsil tiap tahun pada 2 tahun sebelumnya atau 3 episode atau
lebih infeksi tonsil tiap tahun pada 3 tahun sebelumnyadengan terapi antibiotik
adekuat.

Kejang demam berulang yang disertai tonsillitis.

Halitosis akibat tonsillitis kronis yang tidak membaik dengan pemberianterapi


medis

14

Tonsillitis kronis atau berulang pada karier streptokokus B-hemolitikusyang


tidak membaik dengan pemberian antibiotik resisten -laktamase.

Pembesaran

tonsil

di

salah

satu

sisi

(unilateral)

yang

dicurigai

selalu

disertai

berhubungandengan keganasan (neoplastik)


Operasi

tonsilektomi

pada

anak-anak

tidak

adenoidektomi,adenoidektomi dilakukan hanya bila ditemukan pembesaran adenoid.

3. Kontraindikasi2,3
Terdapat beberapa keadaan yang disebutkan sebagai kontraindikasi, namun bila
sebelumnya dapat diatasi, operasi dapat dilaksanakan dengan tetapmemperhitungkan
imbang manfaat dan risiko. Keadaan tersebut adalah:
a. Gangguan perdarahan
b. Risiko anestesi yang besar atau penyakit berat
c. Anemia
d. Infeksi akut yang berat
KomplikasiBedah2
Perdarahan
Mrupakan komplikasi tersering (0,1-8,1% dari jumlah kasus). Perdarahan dapat terjadi
selama operasi, segera sesudah operasi atau di rumah. Kematian akibat perdarahan
terjadi pada 1: 35.000 pasien. sebanyak 1 dari 100 pasien kembali karena perdarahan
dan dalam jumlah yang sama membutuhkan transfuse darah.
Nyeri
Nyeri pasca operasi muncul karena kerusakan mukosa dan serabut saraf glosofaringeus
atau vagal, inflamasi dan spasme otot faringeus yang menyebabkan iskemia dan siklus
nyeri berlanjut sampai otot diliputi kembali oleh mukosa, biasanya 14-21 hari setelah
operasi .

15

5. Komplikasi lain
Dehidrasi, demam, kesulitan bernapas, gangguan terhadap suara (1:10.000), aspirasi,
otalgia, pembengkakan uvula, insufisiensivelopharingeal, stenosis faring, lesi di bibir,
lidah, gigi dan pneumonia

BAB III
ANALISIS KASUS

PENDEKATAN HOLISTIK
ANALISIS PASIEN SECARA HOLISTIK
a. Hubungan anamnesis, diagnosis dengan keadaan rumah :
Pasien An. A, 6 tahun datang ke dengan keluhan demam sejak + 2 hari yang
lalu, Pasien datang ke Puskesmas dengan keluhan demam. Demam naik turun
sejak 2hari yang lalu, demam tidak tinggi, menggigil tidak ada, keringat dingin
tidak ada, timbul bintik merah tidak ada, mimisan tidak ada. Demam meningkat
pada malam hari dan sore hari disangkal. Pasien juga mengeluh nyeri menelan dan
terasa ada sesuatu yang mengganjal saat menelan. Pasien sudah pernah mengalami
keluhan yang sama sejak 1 tahun belakangan ini. Ibu pasien mengatakan kalau
pasien tidur mengorok, sesak nafas tidak ada. Nafsu makan sedikit menurun, tidak
ada penurunan berat badan. Ibu pasien mengaku anak memang sangat suka jajan
apalagi waktu disekolah, anak juga sering minum minuman yang dingin.
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, akhirnya didapatkan diagnosa penyakit
yang diderita pasien yaitu Tonsilitis Kronis Eksaserbasi Akut

16

Pasien tinggal dirumah permanen berlantai semen, dan beratap seng. Memiliki
1 ruang tamu, 3 kamar tidur, 1 ruang keluarga, dapur sekaligus ruang makan dan 1
kamar mandi. Sumber air dari ledeng. Kamar mandi menggunakan wc jongkok.
Disini tidak terdapat hubungan antara kondisi rumah dengan penyakit yang
diderita pasien.

b. Hubungan diagnosis dengan aspek psikologis di keluarga


Pasien tinggal bersama kedua orang tuanya dan dua orang saudaranya. Ayah pasien
bekerja sebagai wiraswasta. Biaya berobat ditanggung kartu jamkesmas.
Didalam hubungan diagnosis dan

aspek psikologis dikeluarga tidak ada

hubungannya dengan penyakit pasien, karena didalam keluarga pasien berhubungan


baik dengan orang tua maupun saudaranya.
c. Hubungan kausal antara beberapa masalah dengan diagnosis

penyebab terjadinya tonsilitis pada pasien adalah kebiasaan pasien jajan


sembarangan dan minum air yang dingin. Hal ini juga merupakan faktor resiko
dari terjadinya tonsilitis.

d. Analisis kemungkinan berbagai faktor risiko atau etiologi penyakit :


Adapun faktor yang menimbulkan penyakit tonsilitis pada pasien ini adalah pola
makan pasien sendiri, pasien suka jajan sembarangan di sekolah. Hal ini
menyebabkan radang tonsil yang telah terjadi sebelumnya mengalami
peradangan kembali. Kemudian kemungkinan higine / kebersihan mulut pasien
yang kurang dijaga.

e.

Analisis untuk menghindari factor memperberat dan penularan penyakit :


17

Untuk menghindari factor yang memperberat yaitu dengan mengatur pola makan
dengan benar, tidak jajan sembarangan, tidak makan makanan berpengawet,
tidak minum minuman bersoda atau dingin. Mengatur higine perorangan dengan
baik. Makan makanan yang bergizi sehingga daya tahan tubuh meningkat dan
tidak mudah terkena infeksi.

RENCANA PROMOSI DAN PENDIDIKAN KESEHATAN KEPADA PASIEN


DAN KEPADA KELUARGA
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang penyakitnya, faktor risiko,
faktor yang memperberat dan cara mengatasinya
RENCANA

EDUKASI

PENYAKIT

KEPADA

PASIEN

DAN

KEPADA

KELUARGA
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa penyakit ini merupakan
penyakit infeksi.
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai penyakitnya, faktor yang
menyebabkan, faktor yang memperberat dan pengobatannya.
Menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa penyakit ini bisa kambuh lagi
apabila pasien maupun keluarga tidak memperhatikan makanan pasien.
Edukasi mengenai tonsilektomi
ANJURAN-ANJURAN PROMOSI KESEHATAN PENTING YANG DAPAT
MEMBERI SEMANGAT/MEMPERCEPAT PENYEMBUHAN PADA PASIEN
Pasien dan keluarga diberi nasehat bahwa penyakit pasien ini sudah masuk
kedalam tahap yang sudah kronis namun kambuh lagi. Oleh karena itu, pasien harus :
Mengatur pola makan yang benar, tidak jajan sembarangan, tidak mengkonsumsi
makanan/minuman berpengawet.
Makan makanan yang bergizi untuk meningkatkan daya tahan tubuh.
18

Jika klinis memberat, segera di bawa ke Rumah Sakit untuk pemeriksaan lebih
lanjut.

DAFTAR PUSTAKA
1. Adams, G.L. (1997), Penyakit-penyakit Nasofaring dan Orofaring,dalam
Harjanto, E. dkk (ed) Boies Buku Ajar Penyakit THT, edisi ke6, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
2. Efiaty, Soepardi, 2001, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala Leher, Edisi 5, Jakarta, FK-UI
3. Al-Abdulhadi, Khalid, 2007, Common throat infections: a review, ORL-HNS
Department, Zain and Al-Sabah Hospital, Kuwait, Bull Kuwait Inst Med Spec
2007;6:63-67.
4. Farokah, 2007, Hubungan Tonsilitis Kronik dengan Prestasi Belajar pada Siswa
Kelas II Sekolah Dasar di Kota Semarang, Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, SMF Kesehatan THT-KL Rumah
Sakit Dr. Kariadi Semarang, Indonesia, Cermin Dunia Kedokteran No. 155 Hal:
87-92.
5. Bapat, Urmi, 2004, Reactive arthritis following tonsillitis, Speciality:
Otolaryngology; rheumatology; general Article Type: Case Report medicine,St.
Marys Hospital, London, UK, Grand Rounds Vol 5 pages 89.
6. Hammouda, Mostafa, 2009, Chronic Tonsillitis Bacteriology in Egyptian
Children

Including

Antimicrobial

Susceptibility,

Department

of

ENT,

Department of Medical Microbiology and Immunology,Faculty of Medicine,


Cairo University and Department of Pediatrics, Research Institute of

19

Ophthalmology, Giza, Egypt, Australian Journal of Basic and Applied Sciences ,


3(3): 1948-1953.
7. Janjanin, Sasa, 2008, Human Palatine Tonsil: A New Potential Tissue Source of
Multipotent Mesenchymal progenitor cells, Department of Otorhinolaryngology,
Head & Neck Surgery, Zagreb Clinical Hospital Center, Zagreb University
School of Medicine, Kispaticeva 12,10000 Zagreb, Croatia.
8. Pracy, R. et al (1974). Pelajaran Ringkas THT, Penerbit PT Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
9. Sudana, W., Indikasi Tonsiloadenoidektomi, Lab/UPF THT FK UNUD RSUP,
Denpasar.
10. Karmaya, N.M.; Sana, I.G.N.P. & Sukardi, E. (1979), Tonsilla Palatina,
Anatomi, Pertumbuhan dan Perkembangannya, dalam : Masna, P.W. (ed)
Tonsilla

Palatina

dan

Permasalahannya,

FK

UNUD,

Denpasar

Adams, G.L. (1997), Penyakit-penyakit Nasofaring dan Orofaring,dalam


Harjanto, E. dkk (ed)
11. Boies Buku Ajar Penyakit THT, edisi ke6, Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta

20

LAMPIRAN

Saat pemeriksaan

Rumah pasien tampak depan

Ruang makan

Dapur

21

Kamar mandi

22

Anda mungkin juga menyukai