Anda di halaman 1dari 15

MALPRAKTIK DITINJAU DARI ASPEK HUKUM

DI INDONESIA
Oleh : Sufrensi A. Manan, SH. MH
Advokat & Legal Konsultan

Untuk malpraktik hukum atau yuridical malpractice dibagi dalam 3


kategori sesuai bidang hukum yang dilanggar, yakni Criminal Malpractice, Civil
Malpractice dan Administrative Malpractice.
1. Criminal malpractice
Perbuatan seseorang dapat dimasukkan dalam kategori criminalmalpractice
manakala perbuatan tersebut memenuhi rumusan delik pidana yakni :
a. Perbuatan tersebut (positive act maupun negative act) yang merupakan
perbuatan tercela.
b. Dilakukan dengan sikap batin yang salah (mans rea) yang berupa
kesengajaan

(intensional),

kecerobohan

(reklessness)

atau

kealpaan

(negligence).
Criminal malpractice yang bersifat sengaja (intensional) misalnya
melakukan euthanasia (pasal 344 KUHP), membuka rahasia jabatan
(pasal 332 KUHP), membuat surat keterangan palsu (pasal 263 KUHP),
melakukan aborsi tanpa indikasi medis (pasal 299 KUHP).
Criminal Malpractice yang bersifat ceroboh (recklessness) misalnya
melakukan tindakan medis tanpa persetujuan pasien informed consent.
Criminal Malpractice yang bersifat negligence (lalai) misalnya kurang
hati-hati yang mengakibatkan luka, carat atau meninggalnya pasien.
Pertanggung jawaban didepan hukum pada criminal malpractice adalah
bersifat individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat dialihkan kepada
orang lain atau kepada rumah sakit/ sarana kesehatan.
2. Civil Malpractive
Seorang tenaga kesehatan akan disebut melakukan civil malpractice apabila
tak melaksanakan kewajiban atau tidak memberikan prestasinya tidak
memberikan prestasinya sebagaimana yang telah disepakati (ingkar janji).
Tindakan tenaga kesehatan yang dapat dikategorikan civil malpractice
1

antara lain :
a. Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan
b. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi
terlambat melakukannya.
c. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi
tidak sempurna.
d. Melakukan apa

yang

menurut

kesepakatannya

tidak

seharusnya

dilakukan.
Pertanggung jawaban civil malpractice dapat bersifat individual atau
korporasi dan dapat pula dialihkan kepada pihak lain berdasarkan principle
of vicarius liability. Dengan prinsip ini maka rumah sakit/sarana kesehatan
dapat bertanggung gugat atas kesalahan yang dilakukan karyawannya
(tenaga kesehatan) selama tenaga kesehatan tersebut dalam rangka
melaksanakan tugas kewajibannya.
3.

Administrative malpractice
Tenaga bidan dikatakan telah melakukan

administrative malpractice

manakala tenaga bidan tersebut telah melanggar hukum administrasi. Perlu


diketahui bahwa dalam melakukan police power, pemerintah mempunyai
kewenangan

menerbitkan

berbagai

ketentuan

di

bidang

kesehatan,

misalnya tentang persyaratan bagi tenaga bidan untuk menjalankan


profesinya (Surat Ijin Kerja, Surat Ijin Praktik), batas kewenangan serta
kewajiban tenaga bidan. Apabila aturan tersebut dilanggar maka tenaga
kesehatan yang bersangkutan dapat dipersalahkan melanggar hukum
administrasi.
UPAYA PENCEGAHAN MALPRAKTIK
Upaya Pencegahan Dan Menghadapi Tuntutan Malpraktik adalah
1. Upaya pencegahan malpraktik dalam pelayanan kesehatan
Dengan adanya kecenderungan masyarakat untuk menggugat tenaga bidan
karena adanya malpraktik diharapkan,para bidan dalam menjalankan
tugasnya selalu bertindak hati-hati, yakni
a. Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan upayanya,
karena perjanjian berbentuk daya upaya (inspa. ning verbintenis) bukan
perjanjian akan berhasil (resultaat verbintenis).
b. Sebelum melakukan intervensi agar selalu dilakukan informed consent.
c. Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam rekam media.
2

d. Apabila terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada senior atau dokter.


e. Memperlakukan pasien secara manusiawi dengan memperhatikan segala
kebutuhannya.
f. Menjalin komunikasi yang balk dengan pasien, keluarga dan masyarakat
sekitarnya.
2. Upaya menghadapi tuntutan hukum
Apabila upaya kesehatan yang dilakukan kepada pasien tidak memuaskan
sehingga

bidan

menghadapi

tuntutan

hukum,

maka

tenaga

bidan

seharusnyalah bersifat pasif dan pasien atau keluarganyalah yang aktif


membuktikan kelalaian bidan. Apabila tuduhan kepada bidan merupakan
criminal malpractice, maka tenaga bidan dapat melakukan
a. Informal

defence.

yakni

dengan

mengajukan

bukti

untuk

menangkis/menyangkal bahwa tuduhan yang diajukan tidak berdasar


atau tidak menunjuk pada doktrin-doktrin yang ada, misalnya bidan
mengajukan bukti bahwa yang terjadi bukan disengaja, akan tetapi
merupakan risiko medik (risk of treatment), atau mengajukan alasan
bahwa dirinya tidak mempunyai sikap batin (mens rea) sebagaimana
disyaratkan dalam perumusan delik yang dituduhkan.
b. FormaNegal defence, yakni melakukan pembelaan dengan mengajukan
atau menunjuk pada doktrin-doktrin hukum, yaitu dengan menyangkal
tuntutan dengan cara menolak unsur-unsur pertanggung jawaban atau
melakukan

pembelaan

untuk

membebaskan

din

dan

pertanggung

jawaban, dengan mengajukan bukti bahwa yang dilakukan adalah


pengaruh daya paksa.
Berbicara mengenai pembelaan, ada baiknya bidan menggunakan jasa
penasehat hukum, sehingga yang sifatnya teknis pembelaan diserahkan
kepadanya. Pada perkara perdata dalam tuduhan civil malpractice dimana
bidan digugat membayar ganti rugi sejumlah uang, yang dilakukan adalah
mementahkan dalil-dalil penggugat, karena dalam peradilan perdata, pihak
yang mendalilkan harus membuktikan di pengadilan, dengan perkataan lain
pasien atau pengacaranya harus membuktikan dalil sebagai dasar gugatan
bahwa tergugat (bidan) bertanggung jawab alas derita (damage) yang dialami
penggugat.
Untuk membuktikan adanya civil malpractice tidaklah mudah, utamanya tidak
diketemukannya fakta yang dapat berbicara sendiri (res ipsa loquitur), apalagi
3

untuk membuktikan adanya tindakan menterlantarkan kewajiban (dereliction


of duty) dan adanya hubungan langsung antara menterlantarkan kewajiban
dengan

rusaknya

kesehatan

pasien

(damage),

sedangkan

yang

harus

membuktikan adalah orang-orang awam dibidang kesehatan dan hal inilah


yang menguntungkan tenaga kebidanan.

TANGGUNG JAWAB HUKUM


Siapa yang harus bertanggung gugat apabila kerugian tersebut merupakan
akibat kelalaian tenaga bidan?.
Di dalam transaksi terapeutik ada beberapa macam tanggung gugat, antara
lain :
1. Contractual liability
Tanggung gugat ini timbul sebagai akibat tidak dipenuhinya kewajiban dari
hubungan kontraktual yang sudah disepakati. Di bagian pengobatan,
kewajiban yang harus dilaksanakan adalah daya upaya maksimal, bukan
keberhasilan, karena health cara provider baik tenaga kesehatan maupun
rumah sakit hanya bertanggung jawab atas pelayanan kesehatan yang tidak
sesuai dengan standar profesi/standar pelayanan.
2. Vicarius liability
Vicarius liability atau respondeat superior ialah tanggung gugat yang timbul
atas kesalahan yang dibuat oleh tenaga kesehatan yang ada dalam
tanggung jawabnya (sub ordinate), misalnya rumah sakit akan bertanggung
gugat atas kerugian pasien yang diakibatkan oleh kelalaian bidan sebagai
karyawannya.
3. Liability in tort
Liability in tort adalah tanggung gugat atas perbuatan melawan hukum (on
rechtmatige daad). Perbuatan melawan hukum tidak terbatas hanya
perbuatan yang melawan hukum, kewajiban hukum baik terhadap diri
sendiri maupun terhadap orang lain, akan tetapi termasuk juga yang
berlawanan dengan kesusilaan atau berlawanan dengan ketelitian yang
4

patut dilakukan dalam pergaulan hidup terhadap orang lain atau benda
orang lain.

CARA MENGHINDARI MALPRAKTIK


Untuk menghindari kejadian malpraktik, ada hal yang harusnya di perhatikan,
yakni diantaranya adalah :
1. Pilih tempat pengobatan (RS atau Klinik) yang memiliki reputasi cukup baik.
Jangan hanya mempertimbangkan jar dengan rumah sebagai dasar memilih
tempat berobat. Jangan ragu memilih di tempat yang jauh asalkan
reputasinya bagus, meskipun di dekat rumah ada layanan kesehatan tetapi
belum jelas reputasinya.
2. Ketika pasien melakukan rawat inap, akan ada dokter yang ditunjuk untuk
menangani pasien. Jangan ragu untuk meminta bidan/tenaga kesehatan
yang dipercayai kepada pihak manajemen, apalagi jika merasa ragu dengan
kemampuan dari pelayanan bidan/tenaga kesehatan yang menangani.
3. Jangan takut untuk bertanya kepada bidan/tenaga kesehatan mengenai
tindakan medis yang dilakukan. Menurut UU Kesehatan, keluarga pasien
berhak tahu apa saja tindakan medis yang dilakukan oleh tenaga kesehatan
kepada pasien. Jangan ragu untuk bertanya mengenai diagnosa, dasar
tindakan medis dan apa manfaat dari tindakan medis yang dilakukan oleh
bidan/tenaga kesehatan tersebut.
4. Jangan takut untuk bertanya kepada bidan/tenaga kesehatan obat yang
diberikan kepada pasien. Keluarga berhak tahu dan dilindungi oleh UU
Kesehatan. Hal ini karena tidak jarang ada oknum hanya mengejar komisi
dari perusahaan distributor obat sehingga memberikan obat yang lebih
banyak atau bahkan tidak diperlukan kepada pasien.

C. INFORMED CONSENT
PENGERTIAN
Informed Consent terdiri dari dua kata yaitu "informed" yang berarti telah
mendapat penjelasan atau keterangan (informasi), dan "consent" yang berarti
persetujuan

atau

memberi

izin.

Jadi

"informed

consent"

mengandung

pengertian suatu persetujuan yang diberikan setelah mendapat informasi.


Menurut john M. echols dalam kamus inggris - Indonesia (2003), informed
5

berarti

telah

diberitahukan,

telah

disampaikan,

telah

diinformasikan.

Sedangkan consent berarti persetujuan yang yang diberikan kepada seseorang


untuk berbuat sesuatu.
Menurut Jusuf Hanifah (1999), informed consent adalah persetujuan yang
diberikan

pasien

kepada

bidan

atau

tenaga

kesehatan

setelah

diberi

penjelasan. Dalam praktiknya, seringkali istilah informed consent disamakan


dengan surat izin operasi (S10) yang diberikan oleh tenaga kesehatan kepada
keluarga sebelum seorang pasien dioperasi, dan dianggap sebagai persetujuan
tertulis. Akan tetapi, perlu diingatkan bahwa informed consent bukan sekedar
formulir persetujuan yang didapat dari pasien, juga bukan sekedar tanda
tangan keluarga, namun merupakan proses komunikasi. Inti dari informed
consent adalah kesepakatan antara tenaga kesehatan dan klien, sedangkan
formulir hanya merupakan pendokumentasian hasil kesepakatan.
Dengan dernikian dapat disimpulkan bahwa "informed consent" dapat
didefinisikan sebagai persetujuan yang diberikan oleh pasien dan atau
keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medis yang akan
dilakukan terhadap dirinya serta risiko yang berkaitan dengannya.
Jika dari beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa
dalam Informed Consent terdapat beberapa point penting diantaranya :
1. Persetujuan yang diberikan pasien atau walinya yang berhak terhadap
terhadap bidan untuk melakukan suatu tindakan kebidanan kepada pasien
setelah memperoleh informasi lengkap dan dipahami mengenai tindakan
yang akan dilakukan.
2. Informed consent merupakan suatu proses.
3. Informed consent bukan hanya suatu formulir atau selembar kertas, tetapi
bukti jaminan informed consent telah terjadi.
4. Secara hukum informed consent belaku sejak tahun 1981, PP No. 8 Tahun
1981.
5. Merupakan dialog antara bidan dengan pasien didasari keterbukaan akal
pikiran, dengan bentuk birokratisasi penandatanganan formulir.
6. Informed consent berarti pernyataan kesediaan atau pernyataan penolakan
setelah mendapat informasi secukupnya sehingga yang diberi informasi
sudah cukup mengerti akan segala akibat dari tindakan yang akan dilakukan
terhadapnya sebelum ia mengambil keputusan.
7. Berperan dalam mencegah konflik etik tetapi tidak mengatasi masalah etik,
6

tuntutan. pada intinya adalah bidan harus berbuat yang terbaik bagi pasien
atau klien.
TUJUAN INFORMED CONSENT
1. Memberikan perlindungan kepada pasien terhadap tindakan bidan dan
atau tenaga kesehatan yang sebenarnya tidak diperlukan dan secara medik
tidak ada dasar pembenarannya yang dilakukan tanpa sepengetahuan
pasiennya.
2. Memberi perlindungan hukum kepada bidan dan atau tenaga kesehatan
terhadap suatu kegagalan dan bersifat negatif, karena prosedur medik
modern bukan tanpa risiko, dan pada setiap tindakan medik ada melekat
suatu risiko (Permenkes No. 290/ Menkes/Per/III/2008 Pasal 3).
MANFAAT INFORMED CONSENT
Keberadaan informed consent sangat penting, karena mengandung ide moral,
seperti tanggung jawab (autonomi tidak terlepas dari tanggung jawab). Jika
individu memilih untuk melakukan sesuatu, ia hanya bertanggung jawab
terhadap pilihannya dan tidak bisa menyalahkan konsekuensi yang akan
terjadi. Ide moral lain adalah pembaruan. Tanpa autonomi, tidak ada
pembaruan dan jika tidak ada pembaruan, maka masyarakat tidak akan maju.
Informed consent mempunyai peran sangat penting dalam penyelenggaraan
praktik kebidanan.
Manfaat informed consent adalah sebagai berikut
1. Membantu kelancaran tindakan medis.
Melalui informed consent, secara tidak langsung terjalin kerjasama antara
bidan dan klien sehingga memperlancar tindakan yang akan dilakukan.
Keadaan ini dapat meningkatkan efisiensi waktu dalam upaya tindakan
kedaruratan.
2. Mengurangi efek samping dan komplikasi yang mungkin terjadi. Tindakan
bidan yang tepat dan segera, akan menurunkan risiko terjadinya efek
samping dan komplikasi pada pasien.
3. Mempercepat proses pemulihan dan penyembuhan penyakit, karena si
ibu/pasien memiliki pemahaman yang cukup terhadap tindakan yang
dilakukan.
4. Meningkatkan mutu pelayanan
peningkatan mutu ditunjang oleh tindakan yang Iancar, efek samping dan
7

komplikasi yang minim, dan proses pemulihan yang cepat.


5. Melindungi bidan dari kemungkinan tuntutan hukum Jika tindakan medis
menimbulkan masalah, bidan memiliki bukti tertulis tentang persetujuan
pasien.
KOMPONEN INFORMED CONSENT
Menurut culver and Bert ada 4 komponen yang harus di pahami pada suatu
persetujuan
1. Sukarela (Voluntariness)
Sukarela mengandung makna bahwa pilihan yang dibuat adalah dasar
sukarela tanpa ada unsur paksaan di dasari informasi dan kompetensi.
Sehingga pelaksanaan sukarela harus memenuhi unsur informasi yang di
berikan sejeIas-jelasnya.
2. Informasi (Information)
Jika pasien tidak tahu sulit untuk dapat mendeskripsikan keputusan
tersebut.
3. Kompetensi (Competence)
Dalam konteks consent competensi bermakna suatu pemahaman bahwa
seseorang membutuhkan sesuatu hal untuk mampu membuat keputusan
dengan tepat, juga membutuhkan banyak informasi
4. Keputusan (Decision)
Pengambilan keputusan merupakan suatu proses, dimana merupakan
persetujuan tanpa refleksi. Pembuatan keputusan merupakan tahap terakhir
proses pemberian persetujuan.

DIMENSI INFORMED CONSENT


1. Dimensi hukum, merupakan perlindungan terhadap bidan yang berperilaku
memaksakan kehendak, memuat
a.
Keterbukaan informasi antara bidan dengan pasien.
b.
Informasi yang diberikan harus dimengerti pasien.
c.
Memberi kesempatan pasien untuk memperoleh yang terbaik.
2. Dimensi Etik, mengandung nilai-nilai :
a.Menghargai otonomi pasien.
b.
Tidak melakukan intervensi melainkan membantu pasien bila
8

diminta atau dibutuhkan.


c.Bidan menggali keinginan pasien baik secara subyektif atau hasil
pemikiran rasional.
BENTUK - BENTUK INFORMED CONSENT
Informed consent harus dilakukan setiap kali akan melakukan tindakan medis,
sekecil apapun tindakan tersebut. Menurut depertemen kesehatan (2002),
informed consent dibagi menjadi 2 bentuk :
1. Implied consent
Implied

consent

yaitu

persetujuan

yang

dinyatakan

tidak

langsung.

Contohnya : scat bidan akan mengukur tekanan darah pasien, ia hanya


mendekati

si

pasien

dengan

membawa

sfingmomanometer

tanpa

mengatakan apapun kepada pasien dan si pasien langsung menggulung


lengan

bajunya

(meskipun

tidak

mengatakan

apapun,

sikap

ibu

menunjukkan bahwa ia tidak keberatan terhadap tindakan yang akan


dilakukan bidan).
2. Express Consent
Express consent yaitu persetujuan yang dinyatakan dalam bentuk tulisan
atau secara verbal. Sekalipun persetujuan secara tersirat dapat diberikan,
namun sangat bijaksana bila persetujuan pasien dinyatakan dalam bentuk
tertulis karena hal ini dapat menjadi bukti yang lebih kuat dimasa
mendatang. Contoh, persetujuan untuk pelaksanaan episiotomy.
Pasien dinyatakan memiliki kapasitas untuk memberi consent apabila
a. Pasien mampu memahami keputusan medis berdasarkan berbagai
informasi yang ia peroleh.
b. Persetujuan dibuat tanpa tekanan.
c.Sebelum memberi consent, pasien terlebih dahulu harus diberikan
informasi yang memadai (informed choice).

Persetujuan atau kesepakatan antara tenaga kesehatan dan klien harus


mencakup :
a. Pemberi penjelasan, yaitu tenaga kesehatan.
b. Penjelasan yang akan disampaikan memuat lima hal yaitu
Tujuan tindakan medis yang akan dilakukan.
Tata cara tindakan yamg akan dilakukan.
Risiko yang mungkin dihadapi.
9

Alternatif tindakan medik dari setiap alternatif tindakan. Prognosis, bila


tindakan itu dilakukan atau tidak.
c. Cara menyampaikan penjelasan
d. Pihak yang berhak menyatakan persetujuan yaitu pasien, tanpa paksaan
dari pihak manapun.
e. Cara menyatakan persetujuan (tertulis atau lisan).
SYARAT SAHNYA PERJANJIAN ATAU CONSENT (KUHP 1320)
1. Adanya Kata Sepakat
Sepakat dari pihak bidan maupun klien tanpa paksaan, tipuan maupun
kekeliruan setelah diberi informasi sejelas-jelasnya.
2. Kecakapan
Artinya seseorang memiliki kecakapan memberikan persetujuan. jika orang
itu mampu melakukan tindakan hukum, dewasa dan tidak gila. Bila pasien
seorang anak, yang berhak memberikan persetujuan adalah orang tuanya,
pasien dalam keadaan sakit tidak dapat berpikir sempurna sehingga ia tidak
dapat memberikan persetujuan untuk dirinya sendiri, seandainya dalam
keadaan terpaksa tidak ada keluarganya dan persetujuan diberikan oleh
pasien sendiri dan bidan gagal dalam melakukan tindakannya maka
persetujuan tersebut dianggap tidak sah.
Contoh
Bila ibu dalam keadaan inpartu mengalami kesakitan yang hebat, maka is
tidak dapat berpikir dengan baik, maka persetujuan tindakan kebidanan
dapat diberikan oleh suaminya. Apabila tidak ada keluarga atau suaminya
pada saat akan melakukan tindakan kebidanan, dan bila bidan memaksa ibu
untuk memberikan persetujuan melakukan tindakan, dan pada saat
pelaksanaan tindakan tersebut gagal, maka persetujuan dianggap tidak sah.

3. Suatu Hal Tertentu


Obyek persetujuan antara bidan dan pasien harus disebutkan dengan jelas
dan terinci. Misalnya dalam persetujuan ditulis dengan jelas identitas pasien
meliputi nama, jenis kelamin, alamat, nama suami, atau wali. Kemudian
yang terpenting harus dilampirkan identitas yang membuat persetujuan.
4. Suatu Sebab Yang Halal
10

Isi persetujuan tidak boleh bertentangan dengan undangundang, tata


tertib, kesusilaan, norma dan hukum.
Contoh
Pada kasus pada seorang pasien dengan abortus provocatus oleh bidan.
Meskipun mendapatkan persetujuan si pasien dan persetujuan telah
disepakati kedua belah pihak tetapi dianggap tidak sah sehingga dapat
dibatalkan demi hukum.
SEGI HUKUM INFORMED CONSENT
1. Pernyataan dalam informed consent menyatakan kehendak kedua belah
pihak, yaitu pasien menyatakan setuju atas tindakan yang dilakukan bidan
dan formulir persetujuan ditandatangani oleh kedua belah pihak, maka
persetujuan tersebut mengikat dan tidak dapat dibatalkan oleh salah satu
pihak.
2. Informed consent tidak meniadakan atau mencegah diadakannya tuntutan
dimuka pengadilan atau membebaskan Rumah Sakit (RS) atau Rumah
Bersalin (RB) terhadap tanggung jawabnya bila ada kelalaian. Hanya dapat
digunakan sebagai bukti tertulis Etikolegal Dalam Praktik Kebidanan adanya
izin atau persetujuan dari pasien terhadap diadakannya tindakan medis.
3. Formulir yang ditandatangani pasien atau wali pada umumnya berbunyi
segala akibat dari tindakan akan menjadi tanggung jawab pasien sendiri dan
tidak menjadi tanggung jawab bidan atau rumah bersalin. Rumusan tersebut
secara hukum tidak mempunyai kekuatan hukum, mengingat seseorang
tidak dapat membebaskan din dari tanggung jawabnya atas kesalahan yang
belum dibuat.
DASAR HUKUM INFORMED CONSENT
Di Indonesia perkembangan "informed consent" secara yuridis formal,
ditandai dengan munculnya pernyataan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tentang
"informed consent" melalui SK PB-IDI No. 319/PB/A.4/88 pada tahun 1988.
Kemudian dipertegas lagi dengan PerMenKes No. 585 tahun 1989 tentang
"Persetujuan Tindakan Medik atau Informed Consent". Hal ini tidak berarti para
dokter dan tenaga kesehatan di Indonesia tidak mengenal dan melaksanakan
"informed consent" karena jauh sebelum itu telah ada kebiasaan pada
pelaksanaan operatif, dokter selalu meminta persetujuan tertulis dari pihak
11

pasien atau keluarganya sebelum tindakan operasi itu dilakukan.


Baru sekitar tahun 1988 di Indonesia ada peraturan dan pedoman bagi
para dokter untuk melaksanakan konsep informed consent dalam praktik
sehari-hari yakni berupa fatwa PB. IDI No. 319/ PB/A.4/88 tentang informed
consent, yang kemudian diadopsi isinya hampir sebagian besar oleh Permenkes
No. 585 Tahun 1989 tentang persetujuan tindakan medik.
Dengan adanya peraturan Permenkes No.585 Tahun 1989 tentang
persetujuan

tindakan

pelaksanaan

dalam

medik,
setiap

maka

peraturan

tindakan

medis

tersebut

yang

menjadi

berhubungan

aturan
dengan

persetujuan dan pemberian informasi terhadap setiap tindakan medik.


Peraturan tersebut menyebutkan bahwa setiap tindakan medik harus ada
persetujuan dari pasien yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Permenkes No.585
Tahun 1989, yang berbunyi "semua tindakan medik yang akan dilakukan
terhadap pasien harus mendapat persetujuan".
Adanya pengaturan mengenai informed consent yang terdapat dalam
Permenkes No.585 Tahun 1989 tersebut juga diperkuat dengan adanya
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran yang
terdapat pada Pasal 45 ayat (1) sampai (6) yang berbunyi :
1. Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh
dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan.
2. Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien
mendapat penjelasan secara lengkap.
3. Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya
mencakup :
a. Diagnosis dan tata cara tindakan medis.
b. Tujuan tindakan medis yang dilakukan.
c. Alternatif tindakan lain dan risikonya.
d. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan
e. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
4.

Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan baik

secara tertulis maupun lisan.


5.

Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengan dung

risiko tinggi harus diberikan dengan persetujuan tertuli! yang ditandatangani


oleh yang berhak memberikan persetujuan.
12

6.

Ketentuan mengenai tata cara persetujuan tindakan kedokteran atau

kedokteran gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ayat (2), ayat (30),
ayat (4) dan ayat (5) diatur dengan Peratural Menteri.
Dan Ketentuan Undang Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentan! Praktik
Kedokteran tersebut terutama pada pasal 45 ayat menyebutkan bahwa
pengaturan mengenai tata cara persetujuan tindakan kedokteran (informend
consent) diatur oleh peraturan menteri yaitu Permenkes No.585 Tahun 1989.
Ada beberapa kaidah yang harus diperhatikan dalam menyusun dan
memberikan Informed Consent agar hukum perikatan ini tidak carat hukum,
diantaranya adalah
1. Tidak bersifat memperdaya (Fraud).
2. Tidak bempaya menekan (Force).
3. Tidak menciptakan ketakutan (Fear).
Persetujuan yang ditanda tangani oleh pasien atau keluarga terdekatnya
tersebut, tidak membebaskan bidan dan tenaga kesehatan lainnya dari
tuntutan jika bidan atau tenaga kesehatan melakukan kelalaian. Tindakan
medis yang dilakukan tanpa persetujuan pasien atau keluarga terdekatnya,
dapat digolongkan sebagai tindakan melakukan penganiayaan berdasarkan
KUHP Pasal 351 (trespass, battery, bodily assault).
Menurut Pasal 5 Permenkes No. 290/Menkes/PER/III/2008, persetujuan
tindakan kedokteran dapat dibatalkan atau ditarik kembali oleh yang memberi
persetujuan, sebelum dimulainya tindakan (Ayat 1). Pembatalan persetujuan
tindakan kedokteran harus dilakukan secara tertulis oleh yang memberi
persetujuan (Ayat 2).
Secara umum bentuk persetujuan yang diberikan pengguna jasa
tindakan medis (pasien) kepada pihak pelaksana jasa tindakan medis
(dokter/bidan) untuk melakukan tindakan medis dapat dibedakan menjadi tiga
bentuk, yaitu
1. Persetujuan Tertulis, biasanya diperlukan untuk tindakan medis

ang

mengandung risiko besar, sebagaimana ditegaskan dalam PerMenKes No.


585/Men.Kes/Per/IX/1989 Pasal 3 ayat (1) dan SK PB-IDI No. 319/PB/A.4/88
butir 3, yaitu intinya setiap tindakan medis yang mengandung risiko cukup
besar, mengharuskan adanya persetujuan tertulis, setelah sebelumnya
pihak pasien memperoleh informasi yang adekuat tentang perlunya
tindakan medis serta risiko yang berkaitan dengannya (telah terjadi
13

informed consent).
2. Persetujuan Lisan, biasanya diperlukan untuk tindakan medis yang bersifat
non-invasif dan tidak mengandung risiko tinggi, yang diberikan oleh pihak
pasien.
3. Persetujuan dengan isyarat, dilakukan pasien melalui isyarat, misalnya
pasien yang akan disuntik atau diperiksa tekanan darahnya, langsung
menyodorkan lengannya sebagai tanda menyetujui tindakan yang akan
dilakukan terhadap dirinya.
MASALAH YANG LAZIM TERJADI PADA INFORMED CONSENT
1. Masalah wali yang sah
Masalah ini timbul apabila pasien atau ibu tidak mampu secara hukum
untuk menyatakan persetujuannya.
2. Masalah informasi yang diberikan
Yaitu seberapa jauh informasi dianggap telah dijelaskan dengan cukup jelas
kepada pasien, tetapi juga tidak terlalu rind sehingga dianggap menakutnakuti pasien.

PERBEDAAN PILIHAN (CHOICE) DENGAN PERSETUJUAN (CONSENT)


1. Persetujuan atau consent penting dari sudut pandang bidan, karena
berkaitan dengan aspek hukum yang memberikan otoritas untuk semua
prosedur yang akan dilakukan bidan.
2. Pilihan atau choice penting dari sudut pandang klien sebagai penerima jasa
asuhan kebidanan, yang memberikan gambaran pemahaman masalah yang
sesungguhnya dan merupakan aspek otonomi pribadi dalam menentukan
pilihannya sendiri. Choice berarti ada alternatif

lain, ada lebih dari satu

pilihan dan klien mengerti perbedaannya sehinggga dia dapat menentukan


mana yang disukai atau sesuai dengan kebutuhannya.

PERBEDAAN PILIHAN (CHOICE) DENGAN PERSETUJUAN (CONSENT)


1. Persetujuan atau consent penting dari sudut pandang bidan, karena berkaitan
dengan aspek hukum yang memberikan otoritas untuk semua prosedur yang
akan dilakukan bidan.
2. Pilihan atau choice penting dari sudut pandang klien sebagai penerima jasa
asuhan kebidanan, yang memberikan gambaran pemahaman masalah yang
sesungguhnya dan merupakan aspek otonomi pribadi dalam menentukan
14

pilihannya sendiri. Choice berarti ada alternatif lain, ada lebih dari satu pilihan
dan klien mengerti perbedaannya sehinggga dia dapat menentukan mana
yang disukai atau sesuai dengan kebutuhannya.

15

Anda mungkin juga menyukai