Anda di halaman 1dari 19

ANALISIS PERSEPSI YANG MEMPENGARUHI

PEMBENTUKAN KLASTER UMKM MEBEL


(STUDI PADA UMKM MEBEL KECAMATAN
GADINGREJO KOTA PASURUAN)

JURNAL ILMIAH
Disusun oleh :

Ade Himawan Ramdhan


105020100111004

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


Untuk Meraih Derajat Sarjana Ekonomi

JURUSAN ILMU EKONOMI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014

LEMBAR PENGESAHAN PENULISAN ARTIKEL JURNAL

Artikel Jurnal dengan judul :


ANALISIS PERSEPSI YANG MEMPENGARUHI PEMBENTUKAN
KLASTER UMKM MEBEL
(STUDI PADA UMKM MEBEL KECAMATAN GADINGREJO KOTA
PASURUAN)

Yang disusun oleh :


Nama

Ade Himawan Ramdhan

NIM

105020100111004

Fakultas

Ekonomi dan Bisnis

Jurusan

S1 Ilmu Ekonomi

Bahwa artikel Jurnal tersebut dibuat sebagai persyaratan ujian skripsi yang
dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 10 Juni 2013

Malang, 23 Juni 2014


Dosen Pembimbing,

Dr. Iswan Noor, SE.,ME.


NIP.19590710 198303 1 004

ANALISIS PERSEPSI YANG MEMPENGARUHI PEMBENTUKAN


KLASTER UMKM MEBEL
(STUDI PADA UMKM MEBEL KECAMATAN GADINGREJO KOTA
PASURUAN)
Ade Himawan Ramdhan
Iswan Noor
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya
Email: himawanramdhan@gmail.com
ABSTRACT
This study used a descriptive approach using primary data. Methods This study was conducted by
observation and questionnaire are interviewing informants from the District of Gadingrejo
Furniture SMEs. As a result, the perception of SMEs during the performance by the formation of
clusters of SMEs Furniture perception assessment indicated by the scale factor for the formation
of clusters of SMEs conducted by operators furniture show hesitant attitude towards the demand
factors, factors related and supporting industries, and factor structure and competition strategies.
This indicates that the contribution of the presence of an existing cluster to the real sector is still
less than optimal, so that the existing formal business development and productivity of SMEs
furniture output value for this was not increased to the maximum which is still less than the Large
Business Formal.
Keywords: Interview and questionnaire Method, Perception Actors SMEs, Cluster Formation,
Productivity Output Value
ABSTRAK
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif menggunakan data primer. Metode penelitian
ini dilakukan dengan metode observasi dan kuesioner yaitu mewawancarai narasumber dari
pihak pelaku UMKM Mebel Kecamatan Gadingrejo . Hasilnya, persepsi pelaku UMKM selama ini
terhadap kinerja berdasarkan pembentukan klaster UMKM Mebel ditunjukkan dengan Skala
penilaian persepsi faktor pembentuk klaster UMKM selama ini yang dilakukan oleh para pelaku
usaha mebel menunjukkan sikap yang ragu-ragu terhadap faktor permintaan, ,faktor industri
terkait dan pendukung, serta faktor strategi struktur dan persaingan usaha. Hal ini
mengindikasikan bahwa kontribusi dari adanya sebuah klaster yang sudah ada untuk sektor riil
masih kurang optimal, sehingga perkembangan usaha formal yang ada dan produktifitas nilai
output dari UMKM Mebel selama ini pun tidak mengalami peningkatan secara maksimal yang
masih kalah dibanding dengan Usaha Besar Formal.
Keywords: Metode Observasi dan Kuesioner, Persepsi Pelaku UMKM, Pembentukan Klaster,
Produktivitas Nilai Output

A. PENDAHULUAN
Usaha Mikro Kecil Menengah atau UMKM merupakan sektor ekonomi riil yang mengalami
perkembangan cukup pesat. Hal ini ditandai dengan Pertumbuhan PDB UMKM 2011-2012 secara
keseluruhan adalah 13,15 persen. Dibanding pertumbuhan PDB usaha besar jauh di bawah
komponen UMKM. PDB usaha besar hanya tumbuh sekitar 7,96 persen. (Sumber: Kemenkop dan
UKM RI, 2012) Selain itu, Dari 110 juta jiwa tenaga kerja nasional pada 2012, sekitar 97,16
persen bekerja pada sektor UMKM. Sementara Usaha Besar baru mampu menyerap sekitar 3,1
juta tenaga kerja, Jumlah tersebut mencakup sekitar 2,48 persen dari total tenaga kerja.
(Kemenkop dan UKM RI, 2012)

Tabel 1.1 Struktur PDB Menurut Unit Usaha (Harga Berlaku dan Harga Konstan
2000)
2011
2012
Pertumbuhan
PDB
Atas 7.427.086,1
8.241.864
814.778,2
10,97
Dasar Harga
Berlaku
UMKM
4.303.571,5
57,94 4.869.568
59,08 565.996,7
13,15
-Usaha Mikro 2.579.388,4
34,73 2.951.121
35,81 371.732,2
14,41
-Usaha Kecil
722.012,8
9,72
798.122
9,68
76.109,4
10,54
-Usaha
1.002.170,3
13,49 1.120.325
13,59 118.155
11,79
Menengah
Usaha Besar
3.123.514,6
42,06 3.372.296
40,92 248.781,5
7,96
sumber: Kementrian Koperasi dan UKM (diolah) 2012
Namun selain beberapa aspek keunggulan yang dimilik oleh UMKM terdapat sebuah tantangan
yang harus dihadapi bersama. Terlihat bahwa berdasar aspek output/GDP per unit usaha maupun
per tenaga kerja. output UMKM per unit usaha adalah sebesar (Rp.86,1 juta/unit) dan per tenaga
kerja adalah sebesar (Rp. 45,2 juta) yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan produktivitas
usaha besar (Rp.678,8 miliar/unit) dan per tenaga kerja adalah sebesar (Rp 1,07 miliar)
Pada tahun 2012 kesenjangan juga tampak pada sektor manufaktur, dimana produktivitas
industri skala mikro, kecil dan menengah (Rp.153,1 miliar/unit) yang lebih rendah dibandingkan
dengan produktivitas industri skala besar (Rp.553,6 miliar/unit). Kontribusi UMKM terhadap nilai
ekspor non migas masih berfluktuasi antara 14-18 persen pada periode 2005-2011, meskipun
terdapat peningkatan dalam satu tahun terakhir. (Kementerian Koperasi dan UMKM, 2012)
Salah satu sentra penghasil Mebel terbesar di daerah Jawa Timur adalah Kecamatan Gadingrejo
Kota Pasuruan menurut data statistik bahwa Untuk nilai ekspor jenis komoditas. Jenis komoditas
olah makanan Ting-ting Jahe adalah yang terbesar nilai ekspornya disusul kemudian oleh jenis
Mebel dapat dilihat pada tabel 1.3
Tabel 1.3 Banyaknya hasil produksi berdasarkan jenis industri
No.

Jenis Industri

Satuan Unit

Banyaknya

Nilai (US$)

1.

Ting-ting Jahe

Ton

42.780.133

17.292.894.555

2.

Kayu Olahan

3.

Meubel

Pcs

500

450.000.000

4.

Hasil Pertanian

Kg

5.

Pakaian jadi

Dozen

6.

Kerajinan kayu

7.

Hasil laut

42.780.633

17.742.894.555

Jumlah

Ton

Sumber : Dinas Koperasi, Perindustrian, dan Perdagangan Kota Pasuruan (Diolah). 2013
Mebel Pasuruan di beberapa daerah bahkan telah menjadi salah satu pilihan furniture perabotan
rumah tangga apalagi ketika kebutuhan pada saat perayaan hari-hari besar seperti lebaran dan
tahun baru dengan permintaan yang terus meningkat. Sebagian besar pelaku usaha Mebel di
Kecamatan Gadingrejo Kota Pasuruan merupakan usaha rumah tangga yang telah diwariskan
secara turun temurun. Kegiatan pengolahan Mebel Furniture pun semakin berkembang di
Kecamatan Gadingrejo.

Kemudian banyaknya industri formal dan non formal dari yang ada baik itu jenis Industri
Kimia Agro dan Hasil Hutan maupun Industri Logam Mesin Elektronika dan Anelka adalah bahwa
jumlah Industri Kimia Agro dan Hasil Hutan (IKAH) paling besar. Lihat Pada Tabel 1.4
Tabel 1.4 Banyaknya jenis usaha berdasarkan jenis industri
No.

Jenis Industri

Formal

Non Formal

Jumlah

1.

Industri Kimia Agro dan


Hasil Hutan (IKAH)

530

1847

2377

2.

Industri Logam Mesin


Elektronika dan Anelka

227

888

1115

Sumber : Dinas Koperasi, Perindustrian, dan Perdagangan Kota Pasuruan (Diolah). 2013
Dengan komposisi usaha non formal Industri Kimia Agro dan Hasil Hutan (IKAH) lebih
banyak ternyata tidak diikuti dengan penyerapan tenaga kerja yang masih kalah dengan sektor
usaha berdasarkan jenis kelompok industri formal lihat pada tabel 1.5 Begitu juga dengan nilai
produksi sektor pengolahan hasil hutan jenis usaha non formal masih kalah disbanding sektor
usaha formal bisa dilihat pada tabel 1.6
Tabel 1.5 Banyaknya penyerapan Tenaga Kerja sektor Industri menurut jenis kelompok
Industri di Kota Pasuruan 2012
No.

Jenis Industri

Formal

Non Formal

Jumlah

1.

Industri Kimia Agro dan


Hasil Hutan (IKAH)

15.783

8391

24.174

2.

Industri Logam Mesin


Elektronika dan Anelka

4112

3324

7436

Jumlah 2012

19.895

11.715

31.610

Jumlah 2011

19.062

11.715

30.777

Sumber : Dinas Koperasi, Perindustrian, dan Perdagangan Kota Pasuruan (Diolah). 2013
Tabel 1.6 Total Nilai Produksi sektor Industri menurut Jenis Kelompok Industri di Kota
Pasuruan (Dalam Rp)
No.

Jenis Industri

Formal

Non Formal

Jumlah

1.

Industri Kimia Agro dan


Hasil Hutan (IKAH)

453.137

218.938

672.075

2.

Industri Logam Mesin


Elektronika dan Anelka

183.378

114.772

298.150

636.515

333.710

970.225

Jumlah 2012

Sumber : Dinas Koperasi, Perindustrian, dan Perdagangan Kota Pasuruan (Diolah) 2013
Oleh karena itu penelitian ini mengambil judul: Analisis Persepsi Yang mempengaruhi
Pembentukan Klaster UMKM Mebel (Studi Pada UMKM Mebel Kecamatan Gadingrejo Kota
Pasuruan) Harapannya dengan meneliti persepsi pelaku usaha mebel UMKM ini dapat diketahui
bagaimana sikap atau perilaku dari pembentukan klaster selama ini sebagai konsekuensi dari
interaksi yang ada di dalam klaster UMKM Mebel Kecamatan Gadingrejo tersebut. Dengan
pendekatan teori diamond porter dimodifikasi oleh Mulyati et al., diharap daya saing dan
produktifitas sebuah klaster UMKM dapat diketahui dengan sederhana dan menjadi roll model
pengembangan sebuah klaster UMKM kedepan agar keberadaan sebuah klaster UMKM tidak sia-

sia dan berdampak bagi pengembangan UMKM baik dari segi daya saing dan produktifitas nilai
outputnya.

B. TINJAUAN PUSTAKA
Nugroho (2011) dalam Panduan Pengembangan Klaster Industri, sebagaimana dirumuskan oleh
Porter terdapat 4 faktor penentu atau dikenal dengan nama diamond (berlian) model yang
mengarah kepada daya saing industri, yaitu: (1) faktor input (input condition), (2) kondisi
permintaan (demand condition), (3) industri pendukung dan terkait (related and supporting
industries), serta (4) strategi perusahaan dan pesaing (context for firm and strategy):
a. Faktor input
Faktor input dalam analisis Porter adalah variabel-variabel yang sudah ada dan dimiliki
oleh suatu klaster industri seperti sumber daya manusia (human resource), modal (capital
resource), infrastruktur fisik (physical infrastructure), infrastruktur informasi (information
infrastructure), infrastruktur ilmu pengetahuan dan teknologi (scientific and technological
infrastructure), infrastruktur administrasi (administrative infrastructure), serta sumber daya alam.
Semakin tinggi kualitas faktor input ini, maka semakin besar peluang industri untuk meningkatkan
daya saing dan produktivitas.
b. Kondisi permintaan
Kondisi permintaan menurut diamond model dikaitkan dengan sophisticated and
demanding local customer. Semakin maju suatu masyarakat dan semakin tinggi permintaan
pelanggan dalam negeri, maka industri akan selalu berupaya untuk meningkatkan kualitas produk
atau melakukan inovasi guna memenuhi keinginan pelanggan lokal yang tinggi. Namun, dengan
adanya globalisasi menyebabkan kondisi permintaan tidak hanya berasal dari lokal tetapi juga
bersumber dari luar negeri.
c. Industri pendukung dan terkait
Adanya industri pendukung dan terkait akan meningkatkan efisiensi dan sinergi dalam
klaster. Sinergi dan efisiensi dapat tercipta terutama dalam transaction cost, sharing teknologi,
informasi maupun skill tertentu yang dapat dimanfaatkan oleh industri atau perusahaan lainnya.
Manfaat lain industri pendukung dan terkait adalah akan terciptanya daya saing dan produktivitas
yang meningkat.
d. Strategi perusahaan dan pesaing
Strategi perusahaan dan pesaing dalam diamond model juga penting karena kondisi ini
akan memotivasi perusahaan atau industri untuk selalu meningkatkan kualitas produk yang
dihasilkan dan selalu mencari inovasi baru. Dengan adanya persaingan yang sehat, perusahaan
akan selalu mencari strategi baru yang cocok dan berupaya untuk selalu meningkatkan efisiensi.
Selain keempat faktor tersebut,
Kerangka Berpikir
Porter menambahkan dua faktor tambahan yang berasal dari luar klaster yaitu peran pemerintah
dan peluang. Secara grafis, keenam model Porter bersifat dinamis dan komprehensif karena
mencakup tidak hanya kondisi faktor, sebagaimana sebagian besar model tradisional, tetapi juga
mencakup variabel penting lainnya secara simultan. Karena itu, di samping keempat faktor
tersebut ditambahkan pula faktor modal sosial (social capital) sebagai penentu daya saing. Kelima
faktor tersebut diharapkan dapat menjelaskan faktor-faktor penentu daya saing yang menumbuh
kembangkan klaster UMKM Mebel di kecamatan gadingrejo kota pasuruan. Model tersebut
dinamakan model bintang lima klaster UMKM Mebel berdaya saing
Gambar 2.3.5 Model kompetitif dengan bentuk bintang ini merupakan model replikatif dari
peneliti sebelumnya yaitu The Five Stars Competitiveness Footwear of SMEs Cluster.

Gambar 2.3.5 Model bintang lima klaster UMKM mebel berdaya saing Dimodifikasi dari Mulyati
et al (2009)
Pada Gambar 3 terdapat modifikasi suatu teori diamond Porter yang ditambahkan modal sosial
sebagai suatu pendekatan yang memengaruhi pengembangan UMKM dalam pendekatan klaster.
UMKM memiliki potensi yang besar dalam pengembangan modal sosial. Pendekatan klaster
dianggap strategis untuk proses penumbuhan kembali modal sosial, peningkatan kapasitas internal
UMKM, dan upaya penggalangan tindakan bersama untuk menghadapi tantangan dari pihak luar
yang semakin dinamis. Modal sosial merupakan aset tak berwujud dimana terdapat hubungan
sosial yang lebih menekankan pada rasa kepercayaan dan kebersamaan anggotanya. Modal sosial
dapat menjadi pemecahan masalah yang efektif bagi masyarakat masa kini. Melalui modal sosial
UMKM dapat membentuk jaringan horizontal yang akan memunculkan kondisi saling
menguntungkan karena akan terjadi kerjasama dan koordinasi yang lebih baik. Mulyati et al
(2009).
Tinggi rendahnya ketersediaan atau peranan modal sosial di dalam klaster disebabkan oleh
beberapa faktor baik faktor indogen yaitu budaya, agama maupun faktor eksogen seperti halnya
kondisi ekonomi, kebijakan pemerintah, dan tingkat persaingan industri melalui pasar yang
semakin terbuka di dunia. Penelitian Steinfield (2002) menjelaskan bahwa keberhasilan kelompok
bisnis (klaster) tergantung pada eksploitasi modal sosial, adanya kedekatan yang memungkinkan
kesempatan interaksi, pertukaran pengetahuan, dan kepercayaan yang timbul dari hubungan
perdagangan serta mengurangi transaksi biaya.
Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan oleh Nefa Fadhilah (2013) adalah mmenganalisis faktor kondisi
yang mempengaruhi UMKM Pengolahan Pala di Kota Bogor dengan metode modifikasi dari
Mulyati et al. Tujuan penelitian tersebut adalah menganalisis karakteristik klaster UMKM Pala dan
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan klaster UMKM Pala di kecamatan
dermaga kota Bogor Data diolah dan dianalisis dengan analisis deskriptif menggunakan skala
likert dan analisis kuanti yaitu pengitungan keuntungan rasio keuntungan. Hasil penelitian ini
menunjukan bahwa klaster UMKM Pala yang berada di Kota Bogor UMKM pengolahan pala di
Desa Dramaga termasuk ke dalam klaster tidak aktif. Hal ini dicirikan dengan tidak adanya
interaksi antar anggota yang intensif karena modal sosial yang dimiliki sangat rendah. Tingkat
persaingan yang ada begitu tinggi. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan klaster
industri adalah faktor kondisi dengan nilai skor 552 (69.6%) serta faktor industri terkait dan
pendukung dengan nilai skor 272 (68%). Selain itu Desa Dramaga memiliki potensi untuk
dijadikan sebagai klaster UMKM pengolahan pala. Aspek nonfinansial menunjukkan kegiatan
produksi dan pemasaran masih dilakukan secara sederhana. Pada aspek SDM, tenaga kerja mudah
untuk didapatkan karena berasal dari sekitar lokasi. Keberadaan usaha pengolahan pala
memberikan dampak yang baik bagi aspek sosial ekonomi karena memberikan lapangan pekerjaan
bagi masyarakat sekitar. Selain itu, keberadaan usaha pengolahan pala tidak menimbulkan dampak
yang buruk bagi lingkungan karena limbahnya tidak menganggu. Aspek financial menunjukkan
bahwa sumber modal didominasi oleh modal sendiri, manajemen keuangan yang dilakukan sebatas
pencatatan keuangan sederhana. Jika dilihat melalui analisis keuntungannya, usaha manisan pala

memiliki nilai keuntungan Rp7 130 239 dengan R/C rasio 1.55 dan sirup pala memiliki rata-rata
nilai keuntungan Rp205 771 dengan R/C rasio 1.42 sehingga usaha ini layak dijalankan karena
menguntungkan.
Penelitian yang dilakukan oleh Mulyati et al (2009) adalah menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi pengembangan UMKM alas kaki di Kota Bogor dengan metode diamond Porter.
Tujuan penelitian tersebut adalah menganalisis karakteristik klaster UMKM alas kaki dan
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan klaster UMKM alas kaki di Kota
Bogor. Data diolah dan dianalisis dengan analisis deskriptif dan analisis multivariat yaitu analisis
komponen utama. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa klaster yang berada di Kota Bogor
termasuk ke dalam klaster tidak aktif. Hal ini dicirikan dengan kurangnya interaksi antar anggota
yang intensif dan keterkaitan antara industri terkait maupun industri pendukung masih rendah.
Faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap pengembangan klaster UMKM adalah modal
sosial (X5) dan kondisi permintaan (X2).
C. METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Pengumpulan data dilakukan pada bulan April 2014. Lokasi penelitian berada di Kecamatan
Gadingrejo, Kota Pasuruan. Penelitian dilakukan pada 20 UMKM Mebel yang ada di wilayah
tersebut. Lokasi penelitian dipilih secara sengaja (purposive) pada suatu kelompok sentra industri
usaha Mebel. Lokasi ini dipilih berdasarkan informasi dari Dinas KUMKM dan BPS Kota
Pasuruan mengenai daerah penghasil furniture terbesar di Kota Pasuruan.
Metode Pengumpulan Data
Populasi penelitian ini adalah industri Mebel yang ada di kecamatan gadingrejo yang
melakukan proses produksi sendiri. Populasi ini sekaligus sebagai sampel penelitian.
Dengan model random sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana semua individu
dalam populasi baik secara sendiri-sendiri atau bersama-sama diberi kesempatan yang sama untuk
dipilih sebagai anggota sampel. Setiap anggota populasi di dalam kelompok memiliki kesempatan
yang sama untuk diikutsertakan pada sampel penelitian secara proporsional. (Nazir,
1998:355):Peneliti sebaiknya mempertimbangkan untuk menginvestigasi seluruh elemen populasi,
jika elemen populasi relatif sedikit dan variabilitas setiap elemen relatif tinggi (heterogen).
Penelitian ini menggunakan sampel 10% dari populasi, yaitu sebanyak 20 orang pengusaha mebel
dari total populasi sebanyak 195 unit industri mebel Jumlah tersebut cukup mewakili karena
jumlah sampel antara 10 25% atau lebih dianggap cukup mewakili dalam penelitian dan sudah
dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis persepsi dengan
menggunakan skala likert. Pada tahap selanjutnya dari hasil analisis tersebut dihasilkan beberapa
faktor utama penciri utama keragaman persepsi faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan
klaster UMKM Mebel di Kota Pasuruan. Faktor penciri tersebut merupakan terjemahan dari faktor
penentu daya saing dalam (Diamond Porter 1990) dengan modifikasi tambahan faktor penentu
daya saing yaitu modal sosial. Beberapa penelitian menunjukkan di UMKM selain memperhatikan
faktor tangibel juga harus memperhatikan faktor intangible seperti modal sosial. Hal tersebut
terjadi di UMKM sehingga modal sosial menjadi salah satu faktor penentu pembentukan klaster
yang berdaya saing. Faktor-faktor tersebut adalah faktor input yang dapat diuraikan menjadi 15
indikator, faktor permintaan terdiri dari 10 indikator, industri pendukung dan terkait tang terdiri
dari 8 indikator, serta strategi perusahaan dan pesaing yang juga dapat dijabarkan menjadi 7
indikator. Untuk modal sosial terdiri dari 6 indikator variabel. Untuk factor chance dan
government tidak dijadikan variabel penetu daya saing, dengan mempertimbangkan pada
penelitian memprioritaskan empat determinan pokok dalam menentukan pembentukan klaster
yaitu factor input, permintaan, industri pendukung dan terkait, strategi perusahaan dan pesaing,
serta modal sosial.
Berdasarkan jenis penelitian yang dilakukan, maka dalam penelitian ini tidak
dipergunakan sebuah hipotesis, karena penelitian ini hanya menggambarkan bagaimana
pembentukan klaster UMKM Mebel di Kota Pasuruan sehingga tidak diperlukan pengujian secara
statistik terhadap variabel penelitian. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah

deskriptif analisis. Analisis deskriptif terhadap aspek nonfinansial (produksi, pemasaran, SDM,
sosial ekonomi dan dampak lingkungan) yang dapat menggambarkan karakteristik UMKM.
Analisis Pada metode analisis deskriptif untuk melihat karakteristik dari klaster UMKM dari aspek
nonfinansial dan faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan klaster UMKM Mebel.
Pengolahan data kuesioner menggunakan analisis kuantitatif skala pengukuran dengan melakukan
skoring dari skala linkert.
Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif adalah metode analisis sederhana yang bertujuan untuk mempermudah
penafsiran dan penjelasan dengan analisis tabel, grafik, atau diagram. Analisis deskriptif ini
digunakan sebagai pendukung untuk menambah dan mempertajam analisis yang dilakukan,
membantu memahami masalah yang diteliti serta memberikan gambaran umum tentang suatu
fenomena yang terjadi. Analisis deskriptif pada penelitian bertujuan untuk melihat atau
mencermati hubungan antara variabel dependen dengan variabel-variabel
independennya sehingga dapat menggambarkan karakteristik dari sebuah sampel ataupun
populasi yang teramati. Pada penelitian ini, skala Likert digunakan untuk mengukur sikap,
pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial yang telah
ditetapkan secara spesifik oleh peneliti, yang selanjutnya disebut sebagai variabel penelitian.
Variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel dengan menggunakan skala
Likert. Indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang
disusun menjadi pernyataan. Sugiyono (2011).
Pada penelitian ini terdapat 5 variabel utama, berdasarkan teori dari diamond Porter dan dari
masing-masing variabel tersebut diuraikan kembali ke dalam beberapa indikator variabel. Untuk
faktor kondisi terdiri dari 15 indikator variabel, faktor permintaan (demand condition) terdiri dari
10 indikator variabel, strategi perusahaan dan pesaing (context for firm and strategy) dapat
diuraikan menjadi 7 indikator variabel, serta industri pendukung dan terkait (related and
supporting industries) terdiri dari 8 indikator variabel. Untuk modal sosial terdiri dari 6 indikator
variabel (Lampiran 7). Faktor kesempatan dan pemerintah tidak dijadikan variabel penentu daya
saing, dengan pertimbangan pada penelitian memprioritaskan 4 determinan pokok yang
berpengaruh secara langsung dalam menentukan daya saing.
Instrumen penelitian dengan skala Likert dibuat dalam bentuk checklist dengan pilihan SS =
Sangat setuju diberi skor 5, ST = Setuju diberi skor 4, RG = Ragu-ragu diberi skor 3, TS = Tidak
setuju diberi skor 2, dan STS = Sangat tidak setuju diberi skor 1. Kemudian dengan teknik
pengumpulan data angket, maka instrumen tersebut diberikan kepada 10% sampel responden
pengusaha pengrajin mebel di Kecamatan Gadingrejo untuk mengungkapkan penilaiannya
terhadap faktor-faktor yang berpengaruh pada pembentukan klaster industri. Setelah seluruh
responden mengisi kuesioner tersebut, maka data akan dianalisis dengan menghitung rata-rata
jawaban berdasarkan skoring setiap jawaban dari responden. Jumlah skor ideal (kriterium) untuk
seluruh item dilihat berdasarkan jumlah responden (20 orang) dikali dengan jawaban tertinggi
yaitu 5 dan jumlah pertanyaan di setiap variabel. Contohnya untuk menghitung variabel kondisi
terdiri dari 15 indikator variabel, maka skoring yang dilakukan adalah 5x15x20=1500 (nilai skor
maksimum).
Jumlah skor yang diperoleh dari penelitian pada faktor kondisi adalah 1078. Jadi berdasarkan
data itu, maka tingkat persetujuan pada faktor kondisi adalah (1078:1500)x100% = 71.8% dari
yang diharapkan (100%). Selanjutnya, dilakukan perhitungan untuk nilai rentang skala dengan
rumus = [(nilai skor tertinggi nilai skor terendah) : 5] -1, angka 5 merupakan kategori pilihan dan
nilai 1 sebagai angka pengurang. Setelah melakukan perhitungan rentang skala maka peneliti dapat
mengkategorikan setiap faktor tersebut ke dalam kategori sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak
setuju, atau sangat tidak setuju.

Tabel 3.5.1 Variabel Dasar Persepsi Faktor Input


No.
Variabel
1
Bahan baku tersedia dalam jumlah yang cukup dan mudah diperoleh
2
Kualitas bahan baku sesuai dengan permintaan dan selera konsumen.
3
Harga bahan baku yang digunakan sesuai.
4
Ketepatan waktu pengiriman bahan baku oleh pemasok
5
Keterbukaan pemasok dalam menerima masukan dari Anda
6
Pekerja memiliki keterampilan sesuai dengan yang dipersyaratkan.
7
Tenaga kerja mudah diperoleh karena berasal dari sekitar lokasi usaha.
8
Pekerja mampu menghasilkan produk sesuai dengan target perusahaan (produktivitas yang
tinggi).
9
10
11
12

Adanya program pelatihan atau magang untuk meningkatkan ketrampilan pekerja.


Upah tenaga kerja sesuai dengan UMR.
Faktor modal tidak menjadi kendala dalam pengembangan usaha.
Pemanfaatan sistem pinjaman oleh UMKM oleh pihak ketiga (bank, koperasi, dan lembaga
keuangan lainnya) untuk meningkatkan usahanya
13
Jumlah alat dan mesin produksi yang digunakan sudah memadai.
14
Alat-alat atau mesin produksi yang digunakan sudah modern
15
Kestrategisan letak klaster saat ini terhadap pihak-pihak yang terkait (pasar grosir dan pusat
keramaian)
Sumber : Handayani et al (2009)
Tabel 3.5.2 Variabel Dasar Persepsi Faktor Permintaan
No.
Variabel
1
Permintaan untuk pasar lokal/domestik tinggi
2
Permintaan untuk pasar luar negeri/ekspor tinggi
3
Setiap tahunnya, terjadi peningkatan yang cukup signifikan atas permintaan dari dalam
negeri terhadap produk Mebel
4
Setiap tahunnya, terjadi peningkatan yang cukup signifikan atas permintaan dari luar negeri
terhadap produk Mebel
5
UMKM mampu mendorong terjadinya pasar-pasar baru untuk produk Mebel yang
dihasilkan melalui peningkatan kualitas dan inovasi
6
Informasi pasar sangat memengaruhi produksi UMKM
7
Pelaku UMKM menggunakan pameran, surat kabar, atau leaflet untuk memperluas jaringan
pasar
8
Kerjasama pemasaran diperlukan untuk memperkuat keterkaitan antar pelaku UMKM
dengan industry
9
10

Pangsa produk sudah pasti sehingga tidak susah lagi untuk mencari konsumen
U Rantai pemasarannya umumnya pendek dan sudah dirintis sejak lama pah tenaga kerja
sesuai dengan UMR.
Sumber : Handayani et al (2009)

Tabel 3.5.3 Variabel dasar persepsi faktor strategi, struktur, dan persaingan perusahaan
No.
Variabel
1
Adanya jaringan internal atau kerja sama diantara industri sejenis
2
UMKM melakukan jaringan internal dengan bagian hulu seperti pemasok bahan baku,
bahan penolong, dan alat-alat produksi
3
Terdapat jaringan internal antara pelaku UMKM dengan bagian hilir seperti distributor,
agen, dan konsumen
4
Terjadi persaingan yang sangat ketat antar UMKM
5
Iklim persaingan antar UMKM sangat tinggi sehingga menciptakan lingkungan bisnis yang
kurang sehat di dalam klaster
6
Manajemen usaha sudah baik dengan dilakukan pembagian kerja
7
Manajemen keuangan telah dilakukan dengan baik, ada pencatatan keuangan yang
memudahkan UMKM
Sumber : Handayani et al (2009)
Tabel 3.5.4 Variabel dasar persepsi faktor industri pendukung dan terkait
No.
Variabel
1
Adanya keterlibatan pemerintah atau instansi terkait dalam pendampingan, pemasaran, dan
pembiayaan UMKM.
2
Kerjasama dengan Perguruan Tinggi maupun lembaga penelitian sangat menguntungkan
bagi pengembangan UMKM.
3
Adanya keterlibatan asosiasi dalam pengembangan UMKM.
4
Adanya keterlibatan koperasi dalam pengembangan UMKM
5
Adanya keterlibatan pihak perbankan maupun non perbankan dalam pembiayaan UMKM.
6
Adanya keterlibatan universitas dalam penemuan baru (invention) maupun aplikasi
teknologi dari penelitian.
7
UMKM dapat melakukan sistem hutangan untuk membeli bahan baku, bahan penolong,
atau alat produksi
8
Masyarakat setempat sangat mendukung pengembangan UMKM sehingga tercipta
simbiosis mutualisme, UMKM dengan mudah memperoleh sumber daya tenaga kerja.
Sumber : Handayani et al (2009)
Tabel 3.5.5 Variabel dasar persepsi faktor modal sosial
No.
Variabel
1
Kegiatan produksi adalah untuk mencapai kesejahteraan bersama, tidak hanya keuntungan
semata tetapi dapat memberikan manfaat kepada masyarakat.
2
Kegiatan produksi tidak menghasilkan dampak negatif yang merugikan masyarakat banyak.
3
Adanya kegiatan bersama selain usaha bisnis yang dilakukan oleh pelaku UMKM seperti
diselenggarakannya pengajian atau arisan bersama.
4
Adanya forum bersama (rembuk klaster) diantara pelaku UMKM.
5
Kerjasama dalam pembiayaan menguntungkan UMKM.
6
Adanya transparansi dan kejujuran merupakan kunci utama dalam pengembangan klaster.
Sumber : Handayani et al (2009)
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
Perkembangan Industri Mebel
Kecamatan Gadingrejo Kota Pasuruan merupakan salah satu sentra UMKM Mebel terbesar di
daerah Pasuruan dan Jawa Timur. Sentra ini sudah ada sejak tahun 1960-an. Usaha Mebel di
wilayah survei berlangsung secara turun temurun sampai sekarang dan cenderung sebagai usaha
rumah tangga. Sebagian rumah tangga menjadikan usaha ini sebagai usaha pokok dan sebagian
lagi menjadikannya sebagai usaha tambahan.
Beberapa alasan pengusaha Mebel menekuni usahanya antara lain adalah tersedianya sumber
bahan baku, keterampilan dikuasai, harganya baik dan pasar yang sudah terjamin. Selain itu, ada
juga pengusaha yang menyatakan melakukan usaha ini karena tidak ada usaha lain. Keterampilan
membuat Mebel diperoleh dengan belajar sendiri dari orang tua, tetangga, dan atau mengikuti
pelatihan yang diadakan oleh lembaga dan instansi terkait.

Kegiatan usaha pembuatan Mebel dapat dilakukan oleh pria maupun wanita. Hasil
penelitian yang dilakukan di Kecamatan Gadingrejo, pengelola dan tenaga kerja pada usaha
pembuatan Mebel umumnya laki-laki Dari 20 pengusaha yang disurvei sebanyak hanya 1 unit
usaha dikelola oleh perempuan dan 19 lainnya dikelola oleh laki-laki. Latar belakang pendidikan
responden didominasi oleh lulusan tingkat SMA, SMK, STM, Madrasah sederajat yaitu sebesar
80% (16 pengusaha). Responden sebanyak 10% (2 pengusaha) berlatar belakang pendidikan S-1
dan sisanya sebanyak 5% (1 pengusaha) adalah SD serta sisanya lagi 5% (1 pengusaha) adalah
SMP. Sebagaian besar sudah banyak berpendidikan baik dan dari rumah tangga non miskin serta
banyak yang termotivasi bisnis/mencari profit (Tambunan 2009).
Profil industri Mebel kecamatan Gadingrejo dapat dilihat pada Lampiran 1. Dilihat dari
kepemilikan usaha, seluruhnya merupakan usaha milik sendiri, dan umumnya belum memiliki
badan hukum. Perbedaan mendasar antara UMKM dengan UB adalah status badan hukumnya.
Seluruh kelompok UB jelas telah memiliki badan hukum sedangkan UMKM masih banyak yang
belum memiliki badan hukum (Tambunan 2009). Tenaga kerja yang terlibat berasal dari dalam
dan luar keluarga. Tenaga kerja dari dalam keluarga umumnya sebagai pengelola dan tenaga
pemasaran. (Getz 2005) yang menggambarkan pengrajin dan pengusaha kecil sebagai seorang
seniman, wirausahawan yang bergaya hidup (lifestyle entrepreneur), usahanya dikelola secara
kekeluargaan. Para pengrajin ini sering diasumsikan sebagai pihak yang menolak resiko atas
usahanya karena mereka lebih memprioritaskan keselamatan keluarga daripada meningkatkan
pertumbuhan usahanya. Sementara itu tenaga kerja dari luar keluarga merupakan tenaga kerja
harian atau tenaga kerja borongan. Pengelolaan usaha ini masih dilakukan masing-masing secara
terpisah, tidak dalam satu kelompok.
Ditambah belum pernah dilakukan kemitraan dengan pihak lain. Melalui wawancara yang
dilakukan, para pengusaha mebel menyatakan bahwa kelompok usaha pernah dibentuk namun
tidak berjalan dengan baik. Sebagian besar pengusaha mebel di Kecamatan Gadingrejo telah
berusia diatas 50 tahun yaitu sebesar 15% dan sisanya sebanyak 75% masih berusia produktif
berkisar antara 30-50 tahun. Dan sebesar 10% berusia dibawah 30 Tahun. Hal ini menandakan
bahwa pengolalaan mebel tidak memerlukan tenaga yang besar, cukup ketekunan, dan kemampuan
mengorganisir usahanya. Sebagian besar responden yang diwawancarai tidak melakukan kegiatan
produksinya sendiri tetapi telah mempekerjakan orang lain sehingga mereka hanya mengawasi
kegiatan usaha produksinya, membeli bahan baku, dan pemasaran. Namun, bagi usaha yang masih
sangat kecil pemilik masih ikut turun tangan dalam kegiatan produksi yang ringan.
Produk yang Dihasilkan
Produk yang dihasilkan dalam usaha mebel di Kecamatan Gadingrejo Kota Pasuruan beraneka
macam. Umumnya, produk yang dihasilkan berupa sofa, meja, kursi dan almari. Usaha mebel juga
melayani pesanan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan konsumen, misalnya pintu atau jendela.
Proses Produksi
Usaha mebel merupakan salah satu bentuk usaha kerajinan tangan. Kegiatan produksi yang
dalam usaha mebel sebagian besar menggunakan tenaga manusia. Ketrampilan, kreatifitas serta
produktivitas tenaga kerja sangat dibutuhkan meskipun dalam proses produksinya juga dibantu
oleh peralatanperalatan berupa mesin. Beberapa memakai mesin-mesin baru dan derajat
mekanisme sangat rendah/umumnya manual; tingkat teknologi sangat rendah. (Tambunan 2009)
Proses produksi barang mebel dapat dihasilkan melalui beberapa tahap :
1) pengadaan bahan baku;
2) merancang desain barang yang akan di produksi;
3) pemotongan, yaitu pembentukan kayu menjadi beberapa bagian sesuai ukuran, jenis dan
banyaknya barang yang akan diproduksi, misalnya kaki kursi dan sandaran kursi dengan
menggunakan gergaji, mesin bubut dan mesin serkel;
4) pengukiran, yaitu mengukir kayu dengan gambar dan motif tertentu dengan
menggunakan alat pahat;
5) pemasangan bagian bagian yang telah dibentuk dan diukir sesuai dengan
bentuk barang, misalnya kaki kursi dipasang dengan sandaran kursi dan alas
duduk kursi menjadi satu bagian dengan mengunaakan paku, lem dan kelim;
6) penggosokan, yaitu menghaluskan barang dengan menggunakan ampelas dan gerinda.
7) pengecatan barang.

Pemasaran Hasil Produksi


Pemasaran hasil produksi usaha mebel di Kecamatan Gadingrejo Kota Pasuruan saat ini tidak
hanya ke pasar lokal saja. Pemasaran hasil produksi sudah menjangkau pasar regional dan
nasional, misalnya Surabaya, Jakarta, Bali, Samarinda, dan Makasar. Cara pemasaran barang
menggunakan alat transportasi berupa truk Pasar yang dijangkau oleh usaha mebel yang berskala
besar bahkan sudah menjangkau pasar luar negeri, seperti Malaysia, Singapura dan Jepang.
Kegiatan pemasaran dapat dilakukan dengan mengikuti pameran produk industri maupun
showroom. Kelompok ini memiliki fungsi-fungsi usaha yang masih sangat sederhana dan masih
terikat dengan middle man atau menjadi subkontrak. Wijaya dan Sigito (2001) dalam mengakses
pasar, bahan baku dan kredit sehingga perlu dikembangkan kemandirian usahanya terutama dalam
hal interaksinya dengan pedagang. Serta umumnya menjual ke pasar lokal untuk kelompok
berpendapatan rendah dan ada yang menjual ke pasar domestik dan melayani kelas menengah ke
atas. Tambunan (2009). hal ini sering dilakukan khususnya oleh para pengusaha mebel asal jepara.
Aspek Sumber Daya Manusia (SDM)
Tenaga kerja yang digunakan dalam industri mebel di kecamatan gadingrejo dikelompokkan
dalam 2 jenis yaitu tenaga kerja tetap dan tenaga kerja tidak tetap. Biasanya tenaga kerja tetap
merupakan tenaga kerja keluarga ataupun luar keluarga yang memiliki jam kerja yang tetap
sedangkan tenaga kerja tidak tetap merupakan tenaga kerja harian yang tergantung jumlah
produksi dan berada di lingkungan sekitar. Selain itu UMKM disini seperti yang pernah
dikuemukakan oleh Tambunan (2009) Dijalankan oleh pemilik; tidak menerapkan pembagian
tenaga kerja internal (ILD), manajemen dan struktur organisasi formal (MOF), sistem pembukuan
formal (ACS) serta memang sudah ada beberapa tenaga kerja yang digaji.
Faktor Input
Hasil perhitungan melalui penyebaran kuesioner yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa
persepsi faktor input merupakan faktor utama yang mempengaruhi pembentukan klaster di
Kecamatan Gadingrejo. Perhitungan nilai total skor pada faktor kondisi adalah 1078 dari total skor
maksimumnya 1500. Menurut penilaian responden, faktor kondisi memiliki persentase sebesar
71.8% sebagai faktor pembentuk klaster.
Tabel 4.4.1 Skala Penilaian Persepsi Faktor Input
Kategori penilaian
Rentang Skala
Sangat tidak setuju
300 539
Tidak setuju
540 779
Ragu-ragu
780 1019
Setuju
1020 - 1259
Sangat setuju
1260 1500
Sumber : Data Primer Diolah
Tabel 4.4.1 menunjukkan nilai skor 1078 berada pada rentang skala 1020-1259 pada kategori
setuju. Mayoritas responden menyatakan setuju apabila faktor input sebagai pembentuk klaster di
Kecamatan Gadingrejo.
Faktor input atau Faktor Kondisi dalam analisis Porter adalah variabel-variabel yang sudah ada
dan dimiliki oleh suatu klaster industri seperti sumber daya manusia (human resource), modal
(capital resource), infrastruktur fisik (physical infrastructure), infrastruktur informasi (information
infrastructure), infrastruktur ilmu pengetahuan dan teknologi (scientific and technological
infrastructure), infrastruktur administrasi (administrative infrastructure), serta sumber daya alam.
Semakin tinggi kualitas faktor input ini, maka semakin besar peluang industri untuk meningkatkan
daya saing dan produktivitas.
Namun dari banyak aspek yang paling harus mendapat perhatian adalah dalam hal ini adalah
terkait dengan aspek Modal perlu mendapat perhatian bagi pengembangan pelaku usaha Mebel
baik dalam menjaga dari sisi kuantitas atau kertersediaan maupun kualitas hasil produksi Mebel itu
sendiri. Saat ini, Modal yang didapat sebagian besar menjadi hal utama yang terkadang menjadi
kendala dalam peningkatan aspek produksi. Seperti dalam Dharmawan (2000) Peningkatan
kapasitas sektor industri kecil hanya bisa dilaksanakan secara efektif manakala satu elemen kunci
dimasukkan yaitu pendampingan yang berkelanjutan. akses pada pelayanan keuangan, informasi,
dan pasar. Dalam hal akses terhadap pelayanan keuangan jelas kiranya pendekatan keuangan
mikro menjadi jawaban yang efektif. Selain itu informasi dan pasar yang disediakan melalui
berbagai pihak seringkali diluar kapasitas pengrajin untuk dapat mengapresiasi dan memenuhinya.

Karena itu, akan lebih bijak apabila penyediaan akses informasi dan pasar dilakukan seiring
dengan pengembangan kapasitasnya, kemitraan perlu dijadikan salah satu oroientasi kebijakan
sehingga interdependesi pengrajin dapat tercapai.
Modal tersebut memang masih dapat memenuhi permintaan industri mebel di Kecamatan
Gadingrejo dan lokal. Namun, pada beberapa kasus seperti UMKM dengan yang mendapatkan
order skala yang lebih besar, ketersediaan modal dapat menjadi kendala karena kapasitas produksi
yang cukup terbatas. Bahkan, seringkali ketika terjadi peningkatan permintaan, industri-industri
dalam skala rumahan ini belum mampu memenuhi kebutuhan pasar. Untuk menjaga rantai
pasokan bahan baku tersebut, perlu ada terobosan-terobosan baru melalui riset untuk menuju
intensifikasi modal. Sementara itu, dilihat dari input sumber daya manusia, keberadaan industri
rumah tangga (UMKM) penghasil mebel menjadi kelebihan dan aset di Kecamatan Gadingrejo.
Lokasi industri rumah tangga yang tersebar di hampir semua lokasi akan menciptakan tantangan
bagi pengembangan klaster Mebel.
di Kecamatan Gadingrejo, terkait dengan upaya mengintegrasikan industri mebel menjadi satu
industri besar yang saling terkait, baik dari sisi pemanfaatan input maupun pemasaran hasil
produk.
Faktor Modal Sosial
Modal sosial merupakan aset tak berwujud dimana terdapat hubungan sosial yang lebih
menekankan pada rasa kepercayaan dan kebersamaan anggotanya. Modal sosial dapat menjadi
pemecahan masalah yang efektif bagi masyarakat masa kini. Melalui modal sosial UMKM dapat
membentuk jaringan horizontal yang akan memunculkan kondisi saling menguntungkan karena
akan terjadi kerjasama dan koordinasi yang lebih baik. Mulyati et al (2009).
Faktor yang memiliki nilai tertinggi kedua adalah Modal sosial merupakan aset intangible
(tidak berwujud) berupa rasa kepercayaan dan kebersamaan antar anggota UMKM. Faktor modal
sosial merupakan faktor yang penting dalam mengembangkan suatu kerja bersama yang tidak
hanya mengedepankan keuntungan semata tetapi lebih melihat pada arah kerja sama antar pelaku
UMKM untuk meningkatkan skala usahanya. Nilai modal sosial di Kecamatan Gadingrejo mampu
berkontribusi sebesar 71,6% sebagai faktor pembentuk klaster.
Tabel 4.4.2 Skala Penilaian Persepsi Faktor Modal Sosial
Kategori penilaian
Rentang Skala
Sangat tidak setuju
120 215
Tidak setuju
216 311
Ragu-ragu
312 407
Setuju
408 503
Sangat setuju
504 - 600
Sumber : Data Primer Diolah
Seperti apa yang pernah disampaikan oleh (Stewart Jr 1998) menemukan bahwa faktor
kepribadian memberikan pengaruh signifikan terhadap kemajuan usaha seorang wirausahawan.
Meskipun faktor sosial dan faktor situational merupakan komponen yang terintegrasi dalam proses
kewirausaahan, tetapi tidak semua wirausahawan mampu mengkombinasikan kedua komponen
tersebut, sebab masih ada satu faktor lain yang cukup penting bagi pengembangan proses
kewirausahaan yaitu faktor kepribadian wirausahawan tersebut. Dengan melihat persepsi faktor
modal sosial dalam pembentukan klaster selama ini memang dirasa cukup baik sehingga nantinya
perlu dikembangkan bagaimana memanfaatkan potensi yang sudah ada ini menjadi aset
pemberdayaan agar lebih memiliki kekuatan daya saing dan keuntungan bersama.
Menurut Sen (Nadvi dan Barientoss (2004)), kemampuan dan kesungguhan individu
berhubungan dengan kebebasan untuk menentukan jalan hidupnya. Sen cenderung mendefinisikan
kemiskinan sebagai deprivasi terhadap kemampuan individu daripada rendahnya pendapatan. Oleh
karena itu, untuk memberdayakan masyarakat miskin perlu ditingkatkan kemampuan individu
terlebih dahulu yang kemudian akan mendorong peningkatan pendapatan secara berkelanjutan.
Faktor Strategi, Struktur, dan Persaingan Perusahaan
Strategi perusahaan dan pesaing dalam diamond model juga penting karena kondisi ini akan
memotivasi perusahaan atau industri untuk selalu meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan
dan selalu mencari inovasi baru. Dengan adanya persaingan yang sehat, perusahaan akan selalu
mencari strategi baru yang cocok dan berupaya untuk selalu meningkatkan efisiensi. Selain
keempat faktor tersebut.

Faktor strategi, struktur, dan persaingan perusahaan memberikan pengaruh dalam pembentukan
klaster di kecamatan gadingrejo sebesar 67,5%. Faktor ini memiliki total skor nilai sebesar 473.
Tabel 4.4.3 Skala Penilaian Persepsi Faktor Strategi, Struktur, dan Persaingan Usaha.
Kategori penilaian
Rentang Skala
Sangat tidak setuju
140 251
Tidak setuju
252 363
Ragu-ragu
364 475
Setuju
476 587
Sangat setuju
588 700
Sumber : Data Primer Diolah
Nilai skor 473 pada Tabel berada pada rentang skala 364-475 pada kategori ragu-ragu. Faktor
strategi, struktur, dan persaingan usaha tidak terlalu dipertimbangkan dalam pembentukan klaster
di Kecamatan Gadingrejo karena persaingan yang ada antar UMKM tersebut masih sangat tinggi
dan jaringan kerja sama yang dilakukan antar UMKM tidak intensif. Persaingan seharusnya
merupakan salah satu komponen yang dibutuhkan untuk menumbuhkan klaster yang sehat. Porter
(1990).
Selain itu, struktur perusahaan yang dilakukan masih sangat sederhana. Manajemen usaha dan
manajemen keuangan belum dilakukan secara terarah oleh pelaku UMKM. Hal ini dapat
disebabkan oleh tingkat pendidikan sebagaian besar SMA sehingga pemikirannya masih terbatas
dan tidak terbuka. Pengusaha kecil cenderung enggan menanggung risiko akibat perubahan. Peran
BDS (Business Development Service) menjadi penting di sini, untuk menjaga pengusaha yang
bersedia bekerja sama mengadopsi perubahan untuk menjadi contoh berhasil (show case) bagi
pengusaha lain di dalam sentra.
Sebagaimana digambarkan oleh Getz (2005) yang menggambarkan pengrajin dan pengusaha
kecil sebagai seorang seniman, wirausahawan yang bergaya hidup (lifestyle entrepreneur),
usahanya dikelola secara kekeluargaan. Para pengrajin ini sering diasumsikan sebagai pihak yang
menolak resiko atas usahanya karena mereka lebih memprioritaskan keselamatan keluarga
daripada meningkatkan pertumbuhan usahanya. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa pengrajin
merasa nyaman dengan kondisi saat ini dan kurang senang menghadapi tantangan demi kemajuan
usahanya. Oleh karena itu, perlu kiranya untuk mengarahkan pengrajin pada peningkatan daya
saing dan kualitas usahanya. Sebagaimana hasil penelitian. Getz (2005) yang menemukan adanya
kelompok wirausahawan yang berorientasi pada pertumbuhan (growth). Kelompok ini akan
diarahkan untuk memaksimumkan daya saing, meningkatkan kualitas dan nilai tambah. Selain itu,
ada kelompok wirausahawan yang berorientasi pada laba dan pertumbuhan (profit and growth)
akan diarahkan pada peningkatan inovasi produk dan pemasaran.
Faktor Industri Terkait dan Pendukung
Faktor industri pendukung dan terkait dalam diamond model juga penting karena akan
meningkatkan efisiensi dan sinergi dalam klaster. Sinergi dan efisiensi dapat tercipta terutama
dalam transaction cost, sharing teknologi, informasi maupun skill tertentu yang dapat
dimanfaatkan oleh industri atau perusahaan lainnya. Manfaat lain industri pendukung dan terkait
adalah akan terciptanya daya saing dan produktivitas yang meningkat.
Faktor industri terkait dan pendukung ini adalah memiliki nilai persentase sebesar 60%. Faktor
ini memiliki total skor nilai sebesar 480.
Tabel 4.4.4 Skala Penilaian Persepsi Faktor Industri Pendukung dan Terkait
Kategori penilaian
Rentang Skala
Sangat tidak setuju
160 287
Tidak setuju
288 415
Ragu-ragu
416 543
Setuju
544 671
Sangat setuju
672 800
Sumber : Data Primer Diolah
Nilai skor 480 pada Tabel 10 berada pada rentang skala 416-543 di dalam kategori ragu-ragu.
Faktor industri terkait dan pendukung merupakan faktor tidak terlalu patut dipertimbangkan karena
keterlibatan suatu industri terkait atau pendukung kurang untuk menunjang kinerja suatu klaster.
Faktor ini dianggap tidak menjadi penentu fakor dalam pembentukan klaster karena pihak yang
bersangkutan kurang bisa memaksimalkan kesempatan berada di wilayah yang strategis yaitu

dekat dengan pusat keramaian fasilitas publik seperti pelabuhan, terminal lama. dan pusat
pemerintahan seperti Kantor Kecamatan Gadingrejo, serta koperasi. Selain itu, adanya kurang
lembaga pendukung lainnya seperti Dinas Perdagangan Kota Pasuruan dalam pemberdayaan
pengrajin UMKM yang masuk ke dalam gang rumah-rumah semakin memperlambat UMKM
mebel dalam mengembangkan bisnisnya baik dalam keperluan modal, pemasaran, pelatihan dan
hal lainnya. Dibutuhkan peningkatan peranan koperasi sebagai lembaga pemerintah yang terdapat
di kecamatan, terutama dalam penyediaan modal dan pemasaran produk (menggantikan peranan
pedagang perantara).
Karena memang seperti Nadvi dan Barientoss (2004) mengelompokkan pekerja sektor industri
kecil menjadi tiga yaitu: (1) small producers, yang memiliki buruh, beberapa asset dan memiliki
keuntungan kecil tetapi rentan terhadap kebangkrutan; (2) subcontractor, orang-orang yang
tergantung pada broker (middle man) yang menghubungkan ke pasar, bahan baku dan kredit,
mereka memiliki pendapatan yang rendah; dan (3) homeworker and casual day labourer, yang
memiliki pendapatan sangat rendah yaitu 1 dollar per hari. Berdasarkan penjelasan di atas, maka
konsep pengrajin dalam penelitian ini adalah orang yang bekerja di bidang kegiatan mengubah
barang dasar menjadi barang jadi/setengah jadi dan atau dari barang yang kurang nilainya menjadi
lebih tinggi nilainya dengan maksud untuk dijual, yang memiliki ketrampilan produksi dan
perdagangan. Kelompok ini memiliki fungsi-fungsi usaha yang masih sangat sederhana dan masih
terikat dengan middle man atau menjadi subkontrak. Wijaya dan Sigito (2001) dalam mengakses
pasar, bahan baku dan kredit sehingga perlu dikembangkan kemandirian usahanya terutama dalam
hal interaksinya dengan pedagang.
Faktor Permintaan
Kondisi permintaan menurut diamond model dikaitkan dengan sophisticated and demanding
local customer. Semakin maju suatu masyarakat dan semakin tinggi permintaan pelanggan dalam
negeri, maka industri akan selalu berupaya untuk meningkatkan kualitas produk atau melakukan
inovasi guna memenuhi keinginan pelanggan lokal yang tinggi. Namun, dengan adanya globalisasi
menyebabkan kondisi permintaan tidak hanya berasal dari lokal tetapi juga bersumber dari luar
negeri.
Faktor permintaan berpengaruh sebesar 59.4% sebagai faktor pembentuk klaster. Faktor ini
memiliki total nilai skor sebesar 594 Seperti ditunjukkan pada tabel 4.4.5 skala penilaian persepsi
faktor permintaan.
Tabel 4.4.5 Skala Penilaian Persepsi Faktor Permintaan
Kategori penilaian
Rentang Skala
Sangat tidak setuju
200 359
Tidak setuju
360 519
Ragu-ragu
520 679
Setuju
680 839
Sangat setuju
840 1000
Sumber : Data Primer Diolah
Nilai skor 594 pada Tabel berada pada rentang skala 520-679 pada kategori ragu-ragu. Hal ini
dikarenakan pada faktor permintaan tidak terlalu menjadi bagian dampak dari keberadaan klaster
dewasa ini. Menurut penjelasan sebagian besar responden, untuk jumlah permintaan, sumber
permintaan, dan kegiatan pemasaran kurang dapat dilakukan dengan baik. Karena berbagai sebab
dari segi produki sampai dalam hal konsumen yang menjadi sasaran naik-turun tidak pasti.
Permasalahan utama yang dihadapi hanya pada permintaan luar negeri saja yang belum dapat
dipenuhi. Pelaku usaha mebel masih fokus untuk memenuhi permintaan dalam negeri yang cukup
tinggi dan mereka belum berani mengambil risiko untuk mengembangkan pasar ekspor.
Karena memang sampai saat ini persepsi akan faktor permintaan dalam pembentukan klaster
dewasa ini yang terjadi masih belum terealisasi di kalangan pelaku usaha terbukti yang
menganggap kurang berperan selama ini factor permintaan yang terjadi dalam klaster Mebel
tersebut.
Apalagi ditambah dengan aspek permintaan tidak lepas dari pemasaran selama ini
Pengembangan UMKM dengan pendekatan klaster juga dikaji dalam penelitian (Perindustrian RI
2009) yang menyusun strategi dan kebijakan pengembangan klaster industri pengolahan buah.
Adapun visi dan arah pengembangan industri pengolahan buah dari Departemen Perindustrian RI
adalah untuk mewujudkan industri pengolahan buah yang berdaya saing. Hal tersebut dilakukan
dengan misi (1) memperluas tingkat permintaan, (2) mengembangkan efektifitas supply chain, (3)

melakukan pembinaan dan bimbingan terhadap industri pengolahan, dan (4) mengembangkan
pasar dalam negeri dan ekspor. Visi dan misi tersebut diharapkan dapat meningkatkan jaringan
kerjasama antar kelompok usaha kecil, menengah, dan besar industri pengolahan serta
terbentuknya kelembagaan usaha industri pengemasan dan pengolahan.

E. KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
1.
Skala penilaian persepsi faktor pembentuk klaster UMKM selama ini yang dilakukan oleh
para pelaku usaha mebel menunjukkan sikap yang ragu-ragu terhadap faktor permintaan, industri
terkait dan pendukung, serta strategi struktur dan persaingan usaha. Hal ini mengindikasikan
bahwa kontribusi dari adanya sebuah klaster yang sudah ada untuk sektor riil masih kurang
optimal, sehingga perkembangan usaha formal yang ada dan produktifitas nilai output dari UMKM
Mebel selama ini pun tidak mengalami peningkatan secara maksimal yang masih kalah dibanding
dengan Usaha Besar Formal.
2.
UMKM mebel di Kecamatan Gadingrejo Kota Pasuruan berdasar model modiikasi
Mulyati et al (2009) pembentukan klaster Diamond Porter yang berdaya saing menunjukkan
bahwa persepsi pelaku usaha akan pembentukan klaster disini adalah yang pertama faktor input
dengan nilai skor 1078 (71.8%) serta faktor modal sosial dengan nilai skor 430 (71.6%). Aspek
input dan modal sosial menjadi kekuatan utama klaster UMKM Mebel Pasuruan dalam
menghadapi daya saing dan produktifitas.
3.
Konsep daya saing suatu klaster industri UMKM khususnya UMKM Mebel disini perlu
mendapat perhatian serius bagi para stakeholder agar klaster yang sudah ada ini mendapat
kebijakan yang sesuai dengan konsidi klaster yang telah berjalan selama ini. Karena
kecenderungan yang terjadi klaster ini adalah ketika sudah berada pada klaster dewasa dan
menurun seperti saat ini perlu peningkatan keterbukaan dan inovasi agar tidak dalam keadaan
bahaya lock-in karena memang selain menjaga daya saing klaster, hal ini dapat menjadi titik awal
kemajuan pengembangan industri baru.
Saran
Saran yang dapat disampaikan dalam penelitian ini adalah perlunya dilakukan penelitian lebih
lanjut yang berkaitan dengan beberapa hal berikut:
1. Dengan adanya penilaian persepsi pembentukan klaster UMKM Mebel ini diharap tidak hanya
dilakukan pada satu klaster UMKM saja, tetapi juga dilakukan pada klaster UMKM yang lain
sehingga persepsi yang mempengaruhi klaster UMKM menjadi semakin beragam dan menjadi roll
model untuk pengembangan sebuah klaster UMKM yang berdaya saing.
2. Pengembangan klaster UMKM Mebel Kecamatan Gadingrejo Pasuruan guna meningkatkan
kemampuan agar mampu memberikan dampak riil bagi produktifitas dan nilai outputnya perlu
kembali menghidupkan peran paguyuban, koperasi, pameran, dan pendampingan dari pihak
terkait. Sehingga diharapkan mampu menciptakan kekuatan UMKM dalam pasar, produksi, dan
manajemen.
3. Dari penilaian persepsi yang ada dalam mempengaruhi pembentukan klaster yang terjadi
selama ini diharapkan hasil skala penilaian yang kurang tersebut agar kedepan mampu
ditingkatkan oleh pihak-pihak yang bersangkutan baik itu oleh pelaku usaha, pemerintah,
perguruan tinggi, serta menjadikannya lebih baik lagi.

UCAPAN TERIMA KASIH


Kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu sehingga
panduan ini dapat terselesaikan.Ucapan terima kasih khusus kami sampaikan kepada Asosiasi
Dosen Ilmu Ekonomi Universitas Brawijaya dan Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi
Universitas Brawijaya yang memungkinkan jurnal ini bisa diterbitkan.

DAFTAR PUSTAKA

Dharmawan, A.H. 2000. Poverty, Powerlessness, and Poor People

Empowerment:

Conceptual Analysis with Special Reference to the

Case

Workshop on Rural Institutional

held in the Indonesian Consulate

General of the Republic

Empowerment

of

Indonesia.

of Indonesia in Frankfurt am Main Germany:

Makalah

26

Agustus

2000.

Getz, D., dan T. Peterson. 2005. Growth and Profitt-Oriented Entrepreneurship Among
Business Owners In

The Tourism and Hospitality Industry.

Journal of Hospitality Management. New York:

Family

International

Elsevier Science Inc.

Handayani, NU., Pratama, AI, Santoso, H. 2012. Faktor-Faktor yang


Peningkatan Daya Saing Klaster Mebel di Kabupaten

Memengaruhi
Jepara. Jurnal

Teknik

Industri, Vol 13 No.1 Februari 2012: 22-30

http://repository.library.uksw.edu/bitstream/handle/123456789/726/D_9020050 7_BAB%20II.
pdf?sequence=3. Diakses tanggal 12 April 2014.

Kemenkop dan UKM RI Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik
Indonesia. 2008. Kajian

Efektivitas Model Penumbuhan Klaster

Berbasis Agribisnis. Jakarta (ID): KUKM Deputi

Bisnis

Bidang Pengkajian

UKM

Sumberdaya

KUKM

Kemenkop dan UKM RI Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik
Indonesia. Kriteria Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Menurut
2008 Tentang UMKM. Tersedia pada

UU No.20 Tahun

http://www.depkop.go.id. Diakses Tanggal

15 Januari 2014.

Koordinator Statistik Kecamatan Gadingrejo dan Kecamatan Gadingrejo Kota


Kecamatan

Gadingrejo Dalam Angka 2013. Pasuruan: BPS

Pasuruan.

2013.

Kecamatan

Gadingrejo Kota Pasuruan.

Mulyati, H., Putri EIK, Widyastutik. 2009. Analisis Faktor-Faktor Yang


Pengembangan

Klaster UMKM Alas Kaki Kota Bogor

Maret 2010: 16 25.

Mempengaruhi

Berdaya saing. Vol 7 no.1

Nadvi, K., dan S. Barrientos., 2004, Industrial Clusters and Poverty Reduction. London: Jurnal
Institute of

Development Studies, http://www.ids.ac.uk. 20

Des 2004

Nazir, M. 1998. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Nefa, F., 2013 Analisis Kondisi Yang Mempengaruhi Pembentukan Klaster

UMKM

Pengolahan Pala Di Desa Dermaga, Kabupaten Bogor.

Nugraha, BP. Panduan Pengembangan Klaster Industri. Di dalam: Nugraha BP.


Penyusunan

Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster

Pengkajian Kebijakan Inovasi

Teknologi.

Panduan
Industri.

Tersedia

http://forum.gin.web.id/download/Panduan_SID/klaster_industri.pdf

Pusat
pada

Diunduh

Tanggal 29 Februari 2014.

Porter, ME. 1990. The Competitive Advantage of Nations. New York (US): The Free Pr.

Sigito, S.P. 2001. Pengembangan Model Pendaftaran Merek Secara Massal


Pemberdayaan

Kalangan Pengusaha Industri Kecil di

Era Pelaksanaan Trips di Indonesia. Jurnal

sebagai

Sarana

Bidang HaKI Menghadapi

Ilmu-Ilmu

Sosial

Universitas

Brawijaya Malang Vol 13 No 2.

Stewart Jr, W.H., W.E. Watson, J.C Carland, dan J.W. Carland. 1998. A
Entrepreneurship: A Comparison of Entrepreneurs,
Corporate Managers.

Journal of

Small Business

Proclivity

for

Owners,

and

Business Venturing. New York:

Elsevier

Science Inc.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung (ID):
Alfabeta.

Tambunan, TH. 2001. Industrialisasi di Negara Sedang Berkembang Kasus


(ID): Ghalia

Indonesia. Jakarta

Indonesia.

Tambunan, TH. 2009. UMKM di Indonesia. Jakarta (ID): Ghalia Indonesia

Wijaya, M. 2001. Prospek Industrialisasi Pedesaan. Surakarta: Pustaka Cakra Surakarta.

Anda mungkin juga menyukai