Anda di halaman 1dari 4

Negara dalam Arti Institusi; Kewarganegaraan; Serta Kaitannya dengan Korupsi

Oleh Yoga Chrisnugroho, 1506726151


I. Pendahuluan
Negara Indonesia merupakan negara kesatuan yang menjalankan fungsi layaknya
sebuah organisasi maupun institusi yang kekuasaan utamanya berada di tangan pemerintah
pusat. Tujuannya adalah agar tercapai tujuan bersama dalam sebuah konstitusi yang dijunjung
tinggi oleh warga negara tersebut yaitu UndangUndang Dasar 1945 yang menjadi cita-cita
bangsa secara bersama-sama.
Kewarganegaraan secara umum dapat dipahami sebagai segala sesuatu yang
menyangkut warga negara. Namun, untuk dapat mencapai pemahaman sederhana ini, terdapat
sejarah panjang yang kompleks.
Menurut KBBI, korupsi adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara
(perusahaan dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Tentunya, korupsi
bukanlah sesuatu yang baik. Dapat dikaitkan kejadian korupsi yang sedang marak terjadi
dengan materi negara sebagai institusi dan materi kewarganegaraan yang akan diuraikan di
bawah.
II. Isi
Negara dalam arti institusi/organisasi negara terkait dangan dua hal, yaitu politik
nasional Indonesia dan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Politik Nasional
Indonesia merupakan asas, haluan, usaha dan kebijakan tindakan dari negara tentang
pembinaan dan penggunaan segenap potensi nasional untuk mencapai tujuan nasional.
Pembahasannya meliputi pemisahan kekuasaan.
Pemisahan kekuasaan di Indonesia menganut asas Trias Politica yang dicetuskan oleh
Montesquieu, yaitu eksekutif, yudikatif, dan legislatif. Trias Politica tidak lagi ditafsirkan
sebagai pemisahan kekuasaan, melainkan pembagian kekuasaan. Hal ini terjadi karena di
antara fungsi-fungsi tersebut tetap ada kerja sama yang diperlukan untuk kelancaran
organisasi. Dalam kenyataannya, pembagian kekuasaan tidak serta merta dibagi menjadi tiga
lembaga saja tetapi didistribusikan menjadi enam lembaga tinggi negara. Enam lembaga
tinggi negara tersebut adalah MPR, pemerintah negara (presiden serta menteri dan aparat
dibawahnya), DPR, BPK, MA, dan MK. Pembagian kekuasaan ini bersifat horizontal dan
setara yang memungkinkan untuk adanya saling kontrol antar lembaga tersebut.

Lingkup kewenangan dari lembaga-lembaga tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.


Badan eksekutif di Indonesia mencakup kepala negara, kepala pemerintahan, dan para
menterinya yang berwenang untuk merumuskan dan melaksanakan keputusan-keputusan yang
mengikat bagi seluruh penduduk dalam suatu wilayah. Sedangkan badan yudikatif di
Indonesia mencakup Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), dan Komisi
Yudisial (KY). Mereka berwenang menyelenggarakan peradilan untuk menegakkan hukum
dan keadilan. Dan badan legislatif yang mencakup DPR dan DPD berwenang untuk membuat
Undang-Undang dan merumuskan keinginan rakyat dengan menentukan kebijakan umum
yang mengikat bagi seluruh rakyat.
Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas provinsi, kabupaten dan
kota, dan seterusnya yang masing-masing memiliki urusan pemerintahan. Tidak mungkin
pemerintah pusat dapat menangani seluruh wilayah di Indonesia, oleh karena itu dibentuklah
pemerintah daerah yang terdiri atas kepala daerah dan perangkat daerah dan DPRD.
Seorang pemimpin daerah hendaknya paham mengenai falsafah otonomi daerah. Hal
ini penting agar pemimpin yang terpilih adalah yang memang betul-betul mengerti potensi
daerahnya sehingga dapat memaksimalkan potensi dan tidak menimbulkan kerusakan
wilayah. Selain itu, apabila calon-calon yang terpilih tidak menyadari bahwa alokasi APBD
sangat terbatas, dengan perbandingan 60% untuk belanja atau gaji pegawai dan sisanya untuk
pembangunan, maka dapat terjadi kebangkrutan di daerah tersebut.
Setiap negara pasti memiliki warga negara. Warga negara dari negara tersebut pastilah
memiliki kewarganegaraan. Kewarganegaraan dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang
menyangkut warga negara. Sejarah awalnya adalah pada masa Yunani Kuno (+- 400 SM).
Ketika itu, hanya orang bebas saja yang dikategorikan sebagai warga negara. Mereka
memiliki status istimewa, antara lain dapat berpartisipasi dalam penyusunan undang-undang
dan dalam pelaksanaan administrasi negara, dalam aktivitas keagamaan dan budaya, serta
dapat masuk dinas militer.
Perkembangan berikutnya adalah pada masa kerajaan romawi (+- 1 M) dimana
kewarganegaraan dimaknai sebagai kepemilikan atas status istimewa bagi para tuan tanah dan
orang-orang kaya. Selanjutnya rakyat di wilayah taklukan menuntut diperlakukan secara
terhormat dan meminta perlindungan negara. Jadi, kewarganegaraan tidak lagi diartikan
sebagai rasa tanggung jawab terhadap negara (seperti pada masa Yunani Kuno), melainkan
lebih merupakan tuntutan legal agar rakyat di wilayah taklukan diperlakukan adil.

Perubahan penting terjadi di abad XVIII dan XIX, dimana di Eropa Barat terjadi
perubahan bentuk negara yaitu dari monarki absolut menjadi negara-bangsa modern. Rakyat
bukan lagi menjadi abdi raja melainkan warga negara.
Ada hubungan timbal balik yang terjadi antara warga negara dan negara. Negara wajib
memberikan kesejahteraan bagi warga negaranya. Selanjutnya, timbul kesadaran di pihak
warga negara bahwa mereka wajib berkorban untuk memelihara dan mempertahankan
kemerdekaan negara-bangsa. Mereka sadar bahwa hanya dalam negara yang merdeka dan
berdaulatlah kebebasan dan otonomi politik mereka terjamin.
Materi-materi ini tentunya dapat dikaitkan dengan kasus korupsi yang marak terjadi di
Indonesia. Pejabat-pejabat, pemegang kekuasaan, dan bahkan pemerintah daerah tentunya
dapat dengan mudah melakukan tindakan korupsi bila tidak memiliki kesadaran bahwa
korupsi itu salah. Salah satu penyebab hal ini adalah kurangnya rasa kewarganegaraan yang
dimiliki para koruptor. Mereka tidak mementingkan negara tetapi hanya dirinya sendiri.
Beberapa contoh kejadian korupsi yang nyata dan sering terjadi adalah sebagai
berikut. Yang pertama adalah kasus suap-menyuap di kalangan penegak hukum khususnya
hakim. Seringkali mereka menerima suap yang ditujukan agar pemberi suap dapat
memenangkan putusan di sidang yang dijalankan oleh hakim tersebut. Suap tersebut biasanya
langsung dengan nominal yang besar sehingga seringkali sulit bagi hakim yang tidak
memiliki rasa kewarganegaraan yang tinggi untuk dapat menolak suap tersebut.
Selain dari lembaga yudikatif, ada juga kasus yang berasal dari lembaga eksekutif dan
legislatif. Di lembaga eksekutif, salah satu contohnya adalah menteri yang melakukan
tindakan korupsi. Bahkan salah satu menteri agama, Suryadharma Ali, pernah melakukan
tindak pidana korupsi dari uang dana haji. Di lembaga legislatif, contohnya adalah anggota
DPR yang banyak terjerat kasus korupsi. Tidak sedikit anggota legislatif yang ditahan oleh
KPK karena tertangkap melakukan tindak pidana korupsi.
III. Penutup
Indonesia merupakan negara kesatuan yang menjalankan fungsi layaknya sebuah
organisasi maupun institusi yang kekuasaan utamanya berada di tangan pemerintah pusat dan
memiliki warga negara yang memiliki kewarganegaraan. Pembagian kekuasaan dilakukan
berdasarkan Trias Politica yaitu eksekutif, legislatif, dan yudikatif yang sekarang ini
menjalankan fungsinya masing-masing namun tetap saling berkaitan. Bila dikaitkan dengan
kasus korupsi yang marak terjadi, maka dapat disimpulkan jika kurang rasa kewarganegaraan
seseorang, maka kemungkinan ia akan melakukan korupsi akan semakin besar.

Daftar Pustaka
Poerbasari, Agnes Sri. 2015. Bangsa, Negara, dan Pancasila. Depok: Universitas Indonesia
http://kbbi.web.id/
http://www.lbh-apik.or.id/uu-dan-peraturan-44-uu-kewarganegaraan.html

Anda mungkin juga menyukai