Anda di halaman 1dari 18

BIOLOGI MULUT

PATOBIOLOGI DAN IMUNOLOGI KARIES

OLEH :
Dyah Ayu Yoanita (8649)

Yusvina Q.R

(8689)

Dessy Pratiwi Saputry

(8651)

Nyayu Wulan T

(8691)

Rahma Arifah

(8659)

Cindy Noni Barita

(8695)

Indria Kusuma Wardhani (8665)

Lynda Milsa Novellia

(8697)

Intan Kartika Pratama S (8669)

Fertylian Pratama Putra

(8699)

Hayu Qommaru Zala

(8671)

Yuninda Lintang D

(8701)

Amalia Perwitasari

(8677)

Raina Nurhasanah Wasito (8703)

Bramita Beta A

(8683)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS GADJAH MADA
2012

Analisis Kasus
Pasien merasa ngilu spontan selama 2 minggu, selain itu juga terasa ngilu pada saat
makan dingin atau manis. Rasa ngilu spontan yang dirasakan dapat muncul kemungkinan
disebabkan oleh adanya karies yang telah mencapai kedalaman dentin (hipersensitifitas
dentin). Akibat pergerakan cairan dalam tubulus dentinalis yang disebabkan oleh rangsangan
berupa perubahan temperatur, zat kimiawi, dll. Selain itu keadaan psikologis pasien yang
kurang baik mengakibatkan ngilu ini terasa lebih sakit dari biasanya. Menurut pasien waktu
dia kecil pernah diberikan olesan flour, hal ini menunjukkan kemungkinan pada saat kecil ia
mengalami karies pada gigi susunya. Kebiasaan makan makanan yang manis dan jarang
menggosok gigi pada saat malam hari menunjukkan bahwa kebersihan giginya tidak baik.
Dari data pemeriksaan intraoral yang diperoleh dapat dilihat bahwa pasien tidak
menjaga kebersihan gigi dengan baik dilihat dari OHI yang sedang dan food debris yang ada
diseluruh gigi. Food debris tersebut dapat menimbulkan plak, selain itu ditemukan kalkulus
pada gigi di area belakang kanan, disebabkan pasien mengunyah di salah satu sisi saja yaitu,
sisi kiri.
Pada gigi 47 terlihat warna kehitaman, indikasi terdapat karies namun tidak ditemukan
adanya kavitas, sehingga dilakukan pemeriksaan dengan foto rontgen dan didapat gambaran
area radiolusen dengan batas yang tidak jelas pada gigi tersebut di area interproksimal. Dari
gambaran radiograf juga terdapat kavitas yang telah mencapai dentin. Perkusi (-) dan palpasi
(-), menunjukan bahwa tidak terdapat kondisi patologis di jaringan periodontal dan
periosteum. Pemberian dingin (CE) terdapat rasa sakit berarti gigi masih vital, rasa sakit yang
dirasakan 15 detik (durasi pendek).
Gigi 48 belum erupsi sempurna (impaksi), tumbuhnya menabrak gigi 47, sehingga
terdapat sela/ ruang pada interproksimal gigi 48 dan 47 yang bisa menyebabkan sisa-sisa
makanan terjebak disana. Perkusi (-) dan palpasi (-) menunjukkan bahwa tidak terdapat
kondisi patologis di jaringan periodontal dan periosteum. Dan tidak terdapat kavitas.
Hasil pemeriksaan dan analisis data yang didapat dapat didiagnosis pasien tersebut
mengalami pulpitis reversible.

A. Definisi Karies
Karies gigi adalah proses patologis dari destruksi lokal jaringan gigi yang
disebabkan oleh mikroorganisme. (Roberson, 2006). Karies merupakan penyakit infeksi,
proses patologis pada jaringan keras gigi yang terjadi karena adanya interaksi berbagai
faktor (multifaktor) dalam rongga mulut, ditandai dengan hilangnya ion-ion mineral
secara kronis dan berlanjut, baik dari email mahkota maupun permukaan akar. Proses ini
distimulasi oleh adanya flora bakteri tertentu dan produk-produknya. Lesi awal hanya
akan terlihat secara mikroskopis, namun kemudian akan terlihat jelas di email, sebagai
lesi white spot atau dapat pula berupa perlunakan sementum. (Mounts, 2005)
Kelanjutan dari White Spot ini adalah peningkatan porositas yang mampu
menambah jumlah stain (noda) dan akan menjadi kecoklatan. Bila dibiarkan berlanjut,
maka akan terbentuk kavitas, dan lama kelamaan dapat terjadi kerusakan pulpa yang
ireversibel. (Mounts, 2005). Lesi karies bisa terjadi pada pit, fissure, serta pada
permukaan interproksimal, fasial dan lingual. (Roberson, 2006)
Karies gigi ialah penyakit jaringan keras gigi yang ditandai dengan
demineralisasi materi anorganik dan diikuti kerusakan materi organik jaringan gigi.
Karies termasuk penyakit multifaktorial. Teori tentang karies gigi ada 3, yaitu :

Teori asidogenik oleh W. D. Miller, 1890


Teori proteolisis oleh Gottlieb, 1944
Teori proteolisis-chelation oleh Schatz & artin, 1955
(Tilakraj, 2003)

Karies gigi merupakan proses yang mungkin terjadi pada beberapa permukaan
gigi dalam rongga mulut dimana plak gigi dibiarkan berkembang selama periode waktu
tertentu. Pembentukan plak merupakan proses alamiah. Plak ialah contoh dari biofilm,
yang artinya bukanlah kumpulan sembarangan beberapa bakteri, namun merupakan
kumpulan mikroorganisme pada permukaan gigi. Bakteri pada biofilm selalu melakukan
aktivitas metabolik. Beberapa bakteria mampu memfermentasi substrat dietary
karbohidrat yang sesuai (misalnya gula sukrosa dan glukosa) untuk memproduksi asam,
yang menyebabkan pH plak mengalami penurunan hingga derajat 5 dalam durasi 1-3
menit.

Penurunan pH secara terus-menerus akan mengakibatkan demineralisasi

permukaan gigi. Namun, produksi asam mampu dinetralkan oleh saliva, sehingga pH
meningkat dan mineral dapat terbentuk kembali. Hal ini disebut remineralisasi. Hasil

komulatif dari proses demineralisasi dan remineralisasi mungkin menjadi net loss
mineral dan lesi karies yang tampak. Kalau tidak, perubahan ini tidak akan pernah
tampak secara nyata. (Kidd, 2005).
A. Etiologi Karies Gigi
Pada tahun 1960-an oleh Keyes dan Jordan (cit. Harris and Christen, 1995),
karies dinyatakan sebagai penyakit multifaktorial yaitu adanya beberapa faktor yang
menjadi penyebab terbentuknya karies. Terdapat empat faktor utama yang berperan dalam
proses terjadinya karies, yaitu :
1.
Host
Ada beberapa faktor yang dihubungkan dengan gigi sebagai tuan rumah
terhadap karies yaitu faktor morfologi gigi (ukuran dan bentuk gigi), struktur
enamel, faktor kimia dan kristalografis. permukaan gigi yang kasar juga dapat
menyebabkan plak mudah melekat dan membantu perkembangan karies gigi.
Kepadatan kristal enamel sangat menentukan kelarutan enamel. Semakin banyak
enamel mengandung mineral maka kristal enamel semakin padat dan enamel akan
semakin resisten (Anonim, 2008)
2.

Agen (mikroorganisme)
Sejumlah besar mikroorganisme berperan penting dalam terbentuknya karies
gigi, salah satu bakteri penyebab utama karies yaitu Streptococcus mutans. Terdapat
tiga peranan penting yang dapat memfasilitasi terjadinya karies, meliputi:
a. Bakteri dapat memfermentasi adanya asupan karbohidrat untuk menghasilkan
asam yang dapat menghancurkan gigi
b. Organisme tersebut dapat mensintesis dextran dari sukrosa yang membantu
adhesi

bakteri

plak

pada

permukaan

gigi,

menyebabkan

persistensi

demineralisasi gigi
c. Streptococcus mutans mempunyai kemampuan untuk melekat pada permukaan
keras dan halus gigi.
Pembentukan karies juga dipengaruhi oleh adanya peranan dari bakterial plak.
Plak merupakan film transparan dan tipis pada permukaan gigi yang terdiri dari
mikroorganisme yang tersuspensi dalam mucin saliva dan extracellular bacterial
polysaccharides (glukan). (Purkait, 2011)
3. Substrat
Faktor substrat atau diet dapat mempengaruhi pembentukan plak karena
membantu perkembangbiakan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada pada

permukaan enamel. Selain itu, dapat mempengaruhi metabolisme bakteri dalam plak
dengan menyediakan bahan-bahan yang diperlukan untuk memproduksi asam serta
bahan lain yang aktif yang menyebabkan timbulnya karies (Anonim, 2008). Diet
tinggi karbohidrat meningkatkan produksi asam dan tingkat pertumbuhan berbagai
bakteri dalam rongga mulut, terutama sukrosa. Sukrosa dapat diubah oleh enzimenzim yang dihasilkan bakteri, glukotransferase (GTF) dan fruktotransferase (FTF)
menjadi glukan dan fruktan. Glukan berperan dalam perlekatan bakteri sedangkan
fruktan berfungsi sebagai extracellular nutrient storage compounds yang dapat
digunakan untuk metabolism bakteri yang akan menghasilkan asam pada suatu saat
ketika tidak ditemukan gula fermentasi bebas (Fejerskov, 2008).
4. Waktu
Secara umum, karies dianggap sebagai penyakit kronis pada manusia yang
berkembang dalam waktu beberapa bulan atau tahun. Lamanya waktu yang
dibutuhkan karies untuk berkembang menjadi suatu kavitas cukup bervariasi,
diperkirakan 6-48 bulan (Anonim, 2008).

Faktor-faktor tersebut bekerja bersama dan saling mendukung satu sama lain.
Bakteri plak akan memfermentasikan karbohidrat (misalnya sukrosa) dan menghasilkan
asam, sehingga menyebabkan pH plak akan turun dalam waktu 13 menit sampai pH 4,55,0. Kemudian pH akan kembali normal pada pH sekitar 7 dalam 3060 menit, dan jika
penurunan pH plak ini terjadi secara terus menerus maka akan menyebabkan

demineralisasi pada permukaan gigi (Soesilo dkk, 2005). Kondisi asam seperti ini sangat
disukai

oleh

Sterptococcus

mutans

dan

Lactobacillus

sp,

yang

merupakan

mikroorganisme penyebab utama dalam proses terjadinya karies. Menurut penelitian


Streptococcus mutans berperan dalam permulaan (initition) terjadinya karies gigi,
sedangkan Lactobacillus sp, berperan pada proses perkembangan dan kelanjutan karies
(Willet et al, 1991). Pertama kali akan terlihat white spot pada permukaan enamel
kemudian proses ini berjalan secara perlahan sehingga lesi kecil tersebut berkembang,
dan dengan adanya destruksi bahan organik, kerusakan berlanjut pada dentin disertai
kematian odontoblast (Kidd and Bechal, 1992).
Jenis bakteri dari genus Streptococcus terdapat melimpah di rongga mulut, yaitu
termasuk S. mutans, S. sanguis, S. gordonii, S. sobrinus, S.salivarius, S. mitis, S.
anginosus, dan lainnya. W. D Miller, pada tahun 1890, memperkenalkan tentang teori
kuman parasit pada pembusukan gigi (the parasitic germ theory of dental decay ) dimana
Ia mengemukakan argumen yang meyakinkan bahwa asam yang dihasilkan bakteri
merupakan agen penyebab karies gigi. Terlebih lagi, Ia memperingatkan bahwa
kebersihan rongga mulut yang baik dapat mencegah beresiko mengalami karies gigi.
Miroorganisme yang menjadi perhatian utama pada karies ialah Streptococcus mutans,
yang pertama kali diidentifikasi dari isolasi rongga mulut manusia pada tahun 1924 oleh
J. K. Clarke. Bakteri tersebut memiliki morfologi yang berbeda dan menunjukkan
perkembangan pada lingkungan gula. Tahun berikutnya, S. mutans teridentifikasi
memiliki prosentase tinggi di karies gigi, dan menunjukkan peran sebagai penyebab
pembusukan gigi (tooth decay). (Lamont dkk, 2006).

Dari berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa strain bakteri S. mutant,


berperanan sangat penting sebagai penyebab terjadi karies gigi. Dan hal itu mungkin,
karena S. mutans mampu memproduksi senyawa glukan (atau juga disebut mutan) dalam
jumlah yang besar dari sukrosa dengan pertolongan enzim ekstra selulair yang disebut
Glucosyltransferase. (Duggan dkk, 2008)
Streptococcus yang berada dalam mulut, secara anaerobik melalui enzim yang
diproduksinya mampu mencerna atau menghidrolisis sukrosa menjadi glukosa dan
fruktosa. Dari hasil metabolisma jenis gula tersebut, terbentuklah polimer rantai panjang
dari glukosa yang disebut dekstran atau polimer rantai panjang dari fruktosa yang disebut
levans. Jenis polimer-polimer tersebut kemudian berkembang menjadi noda pada
permukaan gigi. Noda-noda tersebut bersifat gel yang sangat lengket sekali. Proses

pengeroposan gigi sendiri disebabkan oleh pengaruh asam laktat, yaitu produk hasil
sampingan dari metabolisir fruktosa dan levans. (Duggan dkk, 2008)
B. Proses Terbentuknya Karies dan Lesi Karies
Istilah karies digunakan untuk menunjukkan proses karies dan lesi karies yang
terbentuk sebagai hasil dari proses. Proses tersebut terjadi pada biofilm di gigi atau
permukaan kavitas, yaitu interaksi antara biofilm dengan jaringan gigi yang
menghasilkan lesi di gigi. Aktivitas metabolik pada biofilm tidak dapat diamati, namun
suatu lesi, merupakan lesi atau akibatnya, yang tampak. (Kidd, 2005)
Hampir semua penelitian mengenai proses karies gigi merupakan teori kemoparasitik
yang dikemukakan oleh W. D Miller pada tahun 1980. Saat ini lebih umum dikenal dengan teori
acidogenic of caries aetiology (Welburry, 2005). Pola utama proses karies adalah:
1.Fermentasi karbohidrat menjadi asam organik oleh mikroorganisme yang terdapat pada plak gigi
2.Produksi asam yang dapat menurunkan pH pada permukaan email di bawah level (pH kritis), pada
saat itu email akan larut.
3.Saat karbohidrat sudah tidak terdapat lagi pada plak, pH di dalam plak akan meningkat karena adanya
difusi asam yang keluar dan dapat terjadi pula metabolisme dan netralisasi pada plak, sehingga dapat
terjadi remineralisasi email
4.Peningkatan karies gigi hanya terjadi saat proses demineralisasi lebih besar daripada remineralisasi
(Welburry, 2005).
Terdapat tiga teori yang dapat mempengaruhi terjadinya karies pada gigi,
meliputi:
1. Acidogenic Theory
Sesuai dengan teori Miller (1882) Chemoparasitic Process yaitu suatu proses
kimia yang disebabkan oleh intervensi bakteri (Fejerskov, 2008).

2. Proteolytic Theory

Teori proteolitik karies gigi dikemukakan pertama oleh Gottelib (1994) yang
menyatakan bahwa enzim proteolitik dibebaskan oleh bakteri kariogenik
menyebabkan terjadinya destruksi matrik organik enamel (Purkait, 2011).
Mikroorganisme masuk kedalam enamel, kemudian mengubah glukosa menjadi
asam piruvat melalui proses glikolisis. Asam piruvat kemudian terurai kembali
menjadi asam laktat, asam asetat, asam formiat dan etanol, selanjutnya
mikroorganisme tersebut merusak jalur organik dan komponen-komponen inorganik
enamel. Dengan rusaknya komponen organik dan inorganik enamel dan dentin,
maka mikroorganisme akan dengan mudah memasuki pulpa (Fejerskov, 2008).
3. Proteolytic Chelation Theory
Teori ini menjelaskan proses karies gigi dimana selama karies semua proteolitik
memecah material organik pada matriks enamel. Kemudian agen chelating dibentuk oleh
kombinasi produk pemecahan proteolitik (Purkait, 2011). Chelation merupakan proses
terbentuknya ikatan ion antara ion logam dan komponen mineral gigi, sehingga tidak
terjadi remineralisasi dan terjadi demineralisasi.
Di dalam rongga mulut manusia, terdapat lebih dari 300 jenis mikroorganisme.
Plak gigi merupakan perlekatan deposit bakteri dan produk bakteri, yang terbentuk di
seluruh permukaan gigi dan menyebabkan karies. Plak tergolong suatu biofilm
(kumpulan mikroorganisme yang melekat pada permukaan). Pembentukan plak gigi
melalui tahap di bawah ini, yaitu :
1. Pembentukan pelikel : film aseluler yang mengandung protein, berasal dari saliva
2. Durasi 0-4 jam, sel bakteri single mengkoloisasi pelikel. Bagian terbanyak ialah
genus Streptococcus (S. sanguis , S. oralis, S. mitis). Ada pula species Actynomices dan
bakteri gram negatif. Hanya sekitar 2% Streptococci awal ialah S. mutans, dan sebagai
penetrasi awal lesi karies
3. Lebih dari durasi 4-24 jam, terjadi perkembangan dari bakteri yang telah melekat,
suatu pembentukan microcoloni yang berbeda.
4. Durasi 1-14 hari, dominasi plak yang berupa Streptococcus, berubah menjadi
dominan Actynomices, species bakteri ini menjadi lebih beragam dan microcoloni lanjut
mengalami pertumbuhan.
5. Dalam 2 minggu, plak gigi telah mature, namun terdapat variasi yang sangat banyak
dari komposisinya.
(Kidd, 2005)
Plak gigi daat berkembang menjadi karies, karena :
a. Bakteri yang mampu mengubah gula menjadi asam (asidogenik)

b. Bakteri menghasilkan polisakarida intra dan ekstraseluler yang merupakan materi


plak. Polisakarida intraseluler digunakan untuk menghasilkan energi dan mengubah jadi
asam.
c. Berkembang pada pH rendah (asidurik)
(Kidd, 2005)
Proses terjadinya karies dimulai dengan adanya plak pada permukaan gigi,
dimana gula dari sisa makanan dan bakteri akan menempel pada waktu tertentu dan
berubah menjadi asam laktat yang akan menurunkan pH mulut menjadi kritis dan
menyebabkan demineralisasi email, yang akan berlanjut menjadi karies gigi.
(Tilakraj, 2003 )
D. Immunologi Karies
Sistem imun merupakan bentuk pertahanan tubuh terhadap serangan benda asing yang
dapat menyebabkan infeksi atau kerusakan jaringan.
Sistem imun dibedakan menjadi dua berdasarkan mekanisme kerjanya yaitu sistem
imun non-spesifik dan sistem imun spesifik. Menurut Baratawidjaja (2004) sistem imun nonspesifik merupakan komponen imun yang selalu ditemukan pada individu sehat dan berfungsi
sejak lahir. Sistem imun non spesifik meliputi pertahanan fisik (kulit, selaput lendir, silia,
batuk, dan bersin), pertahanan larut (asam lambung, lisozim, sekresi sebaseus, asam
neuraminik, dan laktoferin), serta pertahanan seluler (mononuclear, PMN, sel NK, sel mast,
dan basofil). (Baratawidjaja, 2008)
Menurut Deliyanti (2008), sistem imun Non-Spesifik meliputi,
o Fagosit (membersihkan debris dan pathogen)
o Sel Natural Killer (membunuh sel-sel abnormal)
o Interferon (menaikkan pertahanan sel dari infeksi viral; memperlambat
penyebaran penyakit)
o Sistem komplemen (menyerang dan memecah dinding sel)

Menurut Baratawidjaja (2008), berbeda dengan sistem imun non-spesifik, pada


sistem imun spesifik mempunyai mekanisme untuk mengenali benda asing yang sudah
dikenal sebelumnya. Macam-macam sistem imun spesifik yaitu pertahanan humoral dengan
perantara antibodi, diproduksi limfosit yang berasal dari sumsum tulang dan ditemukan

dalam plasma darah (sel B yang meliputi Ig D, Ig M, Ig G, Ig E, dan Ig A) serta pertahanan


seluler yang diperantarai limfosit yang berasal dari thymus (sel T, CD8+, CD4+, sel T ).
Respon Imun Rongga Mulut Terhadap Bakteri Kariogenik
Karies terjadi karena adanya interaksi dari faktor-faktor etiologinya yang saling
berkaitan satu sama lain, yaitu bakteri, gigi, host (bakteri), gula (substrat), dan waktu.
Didalam rongga mulut, gigi dilindungi sistem imun, dimana komponen-komponennya yang
dihasilkan oleh kelenjar ludah merupakan hal yang sangat berperan pada sistem imun
didalam rongga mulut. (deliyanti, 2008)
Perlindungan terhadap karies gigi melibatkan sejumlah faktor-faktor alamiah. Gigi
dilindungi oleh suatu sistem imun di dalam rongga mulut, dimana komponen-komponen yang
dihasilkan oleh kelenjar saliva merupakan hal yang sangat berperan di dalam sistem imun
dalam rongga mulut. Dalam saliva tidak hanya terdapat antibodi berupa imunoglobulin A
sekretori (sigA) yang berperan dalam melindungi gigi geligi, juga terdapat komponenkomponen alamiah non spesifik seperti protein kaya prolin, laktoferin, laktoperoksidase,
lisozim serta faktor-faktor agregasi dan aglutinasi bakteri yang juga memiliki peranan dalam
melindungi gigi dari karies. (Roeslan, 2001)
Didalam saliva terdapat antibodi berupa immunoglobulin A sekretori dan komponenkomponen alamiah nonspesifik seperti protein kaya prolin (PRP), laktoferin, laktoperiksidase,
lisozim, serta faktor-faktor agregasi dan aglutinasi bakteri yang berperan melindungi gigi dari
karies. Streptococcus mutans merupakan salah satu bakteri penyebab utama karies gigi.
Sebagian besar lesi karies yang telah diteliti mengandung 10% S.Mutans. (Deliyanti, 2008)
Respon imunitas rongga mulut terhadap Streptococcus Mutans yang merupakan salah
satu bakteri kariogenik adalah:
1. Komponen non spesifik: Buffer saliva, lisozim, laktoferin, dan peroksidase.
2. Komponen spesifik: sIgA dalam saliva melindungi mukosa mulut, tergantung gen
immune associated sehingga terdapat variasi antar individu. Selain itu, sIgA dapat
menghambat kerja glukosiltranferase sehingga glukan tidak terbentuk.
Apabila karies pada gigi terjadi, ditemukan produksi antibodi dalam saliva, cairan
pulpa dan cairan dentin yang merupakan respon imunologik terhadap antigen yang disebut
immunoglobulin. Jika karies mencapai kedalaman dentin, antigen bakteri menginduksi
respon inflamasi pada pulpa berupa vasodilatasi, peningkatan permeabilitas kapiler dan

eksudasi PMN. Jika karies telah mendekati pulpa maka sel infitrat yang dominan adalah
makrofag, limfosit, dan sel plasma. Sedangkan pada pulpitis, yang dominan adalah limfosit
dan makrofag saja. (Deliyanti, 2008)
Menurut Roeslan (2002), Terhambatnya kolonisasi S.Mutans oleh sIgA secara in
vitro, diperkirakan karena sIgA menghambat kerja glukosiltransferase sehingga glukan tidak
terbentuk, akibatnya tidak terjadi perlekatan kuman pada mekanisme pembentukan plak gigi.
Secara in vitro, isolate sIgA dari air liur seseorang, mampu bereaksi spesifik dengan isolate s.
mutans dari plak gigi individu lain. Isolate sIgA air liur seseorang juga mempunyai efek
protektif terhadap isolate s. mutans plak gigi orang lain. Efek protektifnya ditunjukkan
dengan jalan menghambat pembentukan glukan (plak) oleh s.mutans dari sukrosa. Namun,
sIgA air liur tidak menyebabkan kematian s.mutans. Hal ini disebabkan sIgA hanya
menghambat aktivitas GTF S.mutans.
Respon imun humoral di dalam rongga mulut mempunyai hubungan dengan karies
gigi. Antibodi yang berperan adalah sIgA yang merupakan antibody terbanyak dalam air liur.
Kadar sIgA parotis yang sekresinya dirangasang sekitar 4mgL-1, sedangkan igG dan IgM
hanya 1% kadar IgA. Kadar IgA I dalam air liur tanpa rangsangan sekitar 20 mgL-1, igG 1,4
mgL-1. Dan IgM 0,2 mg dL-1. (Roeslan, 2002)
Selama perkembangan karies, antibody ditemukan di dalam air liur, cairan pulpa gigi
dan cairan dentin. Hal ini menunjukkan bahwa liur, dentin, an pulpa gigi dapat memberikan
respon imunologik terhadap serangan antigen kuman penyebab karies gigi. Immunoglobulin
juga ditemukan didalam dentin sehat dan yang mengalami karies, terletak dibawah dentin
yang mengalami karies. Antibody ini berasal dari cairan pulpa, sedangkan antibody yang
ditemukan di dalam dentin karies yang lunak, berasal dari air liur. Komponen sekresi, baik
yang terikat oada IgA maupun dalam bentuk sIgA, hanya ditemukan pada lesi yang dangkal.
Selain itu, ditemukan IgG, IgA dan transferin di dalam karies yang dalam,sedangkan
komponen sekresi tidak ada. (Roeslan, 2002)
Pada penelitian Widodo (2005) menyatakan bahwa terdapat perbedaan respon imun
humoral pada kelompok gigi normal, pulpitis reversibel, dan pulpitis irreversibel. Pada
kelompok normal terlihat IgM sudah timbul walaupun tidak tinggi, diikuti IgG dan IgA yang
juga rendah. Pada kelompok pulpitis reversibel terlihat IgM meningkat, sedang IgG dan IgA
masih tetap rendah. Pada kelompok pulpitis irreversibel terlihat IgM dan IgG meningkat
tinggi, sedangkan IgA semakin menurun.

E. Korelasi Karies dengan Analisis Study Kasus


Pulpitis irreversible ialah suatu kondisi inflamasi pulpa yang persisten dapat
simtomatik atau asimtomatik yang disebabkan oleh suatu stimulus noksius. Pulpitis
ireversibel akut menunjukkan rasa sakit yang biasanya disebabkan oleh stimulus panas
atau dingin, atau rasa sakit yang timbul secara spontan. Rasa sakit bertahan untuk
beberapa menit sampai berjam-jam dan tetap ada setelah stimulus termal dihilangkan.
Pulpitis ireversible dapat disebabkan oleh suatu stimulus berbahaya yang berlangsung
lama seperti karies. Apabila karies menembus dentin dapat menyebabkan respon
inflamasi kronis. Apabila karies tidak diambil, perubahan inflamasi di dalam pulpa akan
meningkat keparahannya jika kerusakan mendekati pulpa.
Reaksi inflamasi tersebut menghasilkan mikroabses (pulpitis akut). Pulpa
berusaha melindungi diri, membatasi daerah mikroabses dengan jaringan penghubung
fibrus. Secara mikroskopik terlihat daerah abses dan suatu daerah nekrotik dimana pada
daerah abses dan suatu daerah nekrotik terlihat pada keadaan karies lama dijumpai
mikroorganisme bersama-sama dengan limfosit, sel plasma dan makrofag. Bila proses
karies berlanjut untuk maju dan menembus pulpa, gambaran histopatologis akan
berubah. Maka akan terlihat suatu daerah ulserasi (pulpitis ulseratif kronis) yang
cairannya keluar melalui pembukaan karies ke dalam kavitas mulut dan mengurangi
tekanan intrapulpal dan juga rasa sakit. Gejala : perubahan temperatur yang tiba-tiba
terutama dingin, panas, tekanan sisa makanan, tekanan saat makan, isapan lidah, sikap
berbaring menyebabkan rasa sakit yang hebat. Rasa sakit berangsung lama walaupun
rangsangan dihilangkan.
Sesuai teori bahwa karies disebabkan karena faktor morfologi gigi, pada
gambaran raiografinya, gigi 48 mawar erupsinya miring menabrak gigi 47nya sehingga
terdapat celah anatara gigi 47 dan 48. Karena adanya celah itu, makanan bisa terselip di
celah tersebut. Karies disebabkan pula oleh agen atau mikroorganisme, pada kasus
disebutkan bahwa Mawar makan makanan manis dan sering ketiduran sehingga ia
dipastikan tidak gosok gigi. Karena adanya celah diantara gigi 47 dan 48 , maka pasti ada
sisa makanan yang terselip disitu, sedangkan Mawar suka makan makanan manis dan dia
sering lupa gosok gigi, hal itu menyebabkan timbulnya plak karena sisa makanan tidak

dibersihkan. Karena adanya plak sehingga menimbulkan karies, pada gambaran


radiografi tampak adanya daerah radiolusen pada bagian proksimal gigi 47.
Dari data pemeriksaan anamnesis menyebutkan bahwa Mawar mengeluh ngilu
spontan saat makan manis atau dingin, hal ini menunjukkan karies telah berkembang dan
mendekati pulpa sehingga dapat didiagnosis sebagai pulpitis reversible.
F. KESIMPULAN
-

karies dapat terjadi akibat empat faktor utama, yaitu host, agen, substrat, dan waktu.
Karies dapat terbentuk melalui proses peragian karbohidrat menjadi asam sampai

menyebabkan keasaman pada permukaan gigi dan akan terjadi demineralisasi email.
jika karies terus berlanjut akan menyebabkan demineralisasi dentin dan peradangan

pada pulpa (pulpitis).


pulpitis adalah reaksi pertahanan pulpa terhadap stimulus atau rangsangan yang

berlangsung cukup lama.


Sistem imun merupakan bentuk pertahanan tubuh terhadap serangan benda asing yang

dapat menyebabkan infeksi atau kerusakan jaringan.


Didalam saliva terdapat antibodi berupa immunoglobulin A sekretori dan komponen-

komponen alamiah nonspesifik.


Karies mencapai kedalaman dentin, antigen bakteri menginduksi respon inflamasi
pada pulpa berupa vasodilatasi, peningkatan permeabilitas kapiler dan eksudasi

PMN.
Karies yang telah mendekati pulpa maka sel infitrat yang dominan adalah makrofag,

limfosit, dan sel plasma.


Pada pulpitis yang dominan adalah limfosit dan makrofag saja.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2008. Karies gigi: Pengukuran risiko dan evaluasi. http://usupress.usu.ac.id
(18 Mei 2012)
Baratawidjaja, KG. 2004. Imunologi Dasar, Edisi 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Deliyanti, Eka Wina.. 2008. Sistem Imun Tubuh terhadap Karies, USU Repository, Sumatera
Utara. http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/8378 diakses pada tanggal 20
Mei 2012
Duggan, Christopher dkk. 2008. Nutritions in Pediatrics: Basic Science, Clinical
Applications. USA: PMPH
Fejerskov O dan Kidd E. 2008. Dental Caries. The Disease and Its Clinical Management.
2nd edition. Blackwell Munksgaard Ltd : Oxford
Harris NO, Christen, AG. 1995. Primary, preventive dentistry. 4th edition. Appleton and
Lange : United States of America.
Kidd, Edwina A.M. 2005. Essentials of Dental Caries, 3rd edition. New York: Oxford
University Press
Kidd EAM, Bechal SJ. 1992. Dasar-dasar karies penyakit dan penanggulangannya. Cetakan
2. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta
Lamont, Richard J. Dkk. 2006. Oral Microbiology and Immunology. Washington DC: USM
Press
Mounts, GJ., Hume, WR. 2005. Preservation and Restoration of Tooth Structure. USA:
Mosby
Purkait, K.S., 2011. Essentials of Oral Pathology, 3rd edition. Jaypee Medical : New Delhi.
Roberson, Theodore M. 2006. Sturdervants Art and Science of Operative Dentistry, 5th
edition. The Mosby Inc : St.Louis
Roeslan, B.O., 2001. Kemungkinan Pencegahan Karies Gigi Melalui Imunisasi, Majalah
Ilmiah Kedokteran Gigi, Jakarta, Universitas Trisakti, 16 (43): 38-44

Roeslan, Budi Oetomo. 2002. Imunologi Oral kelainan di dalam rongga mulut. FK UI :
Jakarta.
Soesilo, D., Santoso, R. E., Diyatri, I., 2005. Peranan sorbitol dalam mempertahankan
kestabilan pH saliva pada proses pencegahan karies. Maj. Ked. Gigi. (Dent. J.),
Vol. 38. No. 1: 2528
Tilakraj, T. N. 2003. Essentials of Pedodotics. Jaypee Brothers Publisher : New Delhi
Wellburry, R., et al. 2005. Pediatric Dentistry. p 109-110 . Oxford University PressInc : New York
Widodo, T., 2005. Respons imun humoral pada pulpitis, Maj. Ked. Gigi. (Dent. J.), 38(2) :
4951.

Anda mungkin juga menyukai