Patobiologi Dan Imunologi Karies FIX
Patobiologi Dan Imunologi Karies FIX
OLEH :
Dyah Ayu Yoanita (8649)
Yusvina Q.R
(8689)
(8651)
Nyayu Wulan T
(8691)
Rahma Arifah
(8659)
(8695)
(8697)
(8699)
(8671)
Yuninda Lintang D
(8701)
Amalia Perwitasari
(8677)
Bramita Beta A
(8683)
Analisis Kasus
Pasien merasa ngilu spontan selama 2 minggu, selain itu juga terasa ngilu pada saat
makan dingin atau manis. Rasa ngilu spontan yang dirasakan dapat muncul kemungkinan
disebabkan oleh adanya karies yang telah mencapai kedalaman dentin (hipersensitifitas
dentin). Akibat pergerakan cairan dalam tubulus dentinalis yang disebabkan oleh rangsangan
berupa perubahan temperatur, zat kimiawi, dll. Selain itu keadaan psikologis pasien yang
kurang baik mengakibatkan ngilu ini terasa lebih sakit dari biasanya. Menurut pasien waktu
dia kecil pernah diberikan olesan flour, hal ini menunjukkan kemungkinan pada saat kecil ia
mengalami karies pada gigi susunya. Kebiasaan makan makanan yang manis dan jarang
menggosok gigi pada saat malam hari menunjukkan bahwa kebersihan giginya tidak baik.
Dari data pemeriksaan intraoral yang diperoleh dapat dilihat bahwa pasien tidak
menjaga kebersihan gigi dengan baik dilihat dari OHI yang sedang dan food debris yang ada
diseluruh gigi. Food debris tersebut dapat menimbulkan plak, selain itu ditemukan kalkulus
pada gigi di area belakang kanan, disebabkan pasien mengunyah di salah satu sisi saja yaitu,
sisi kiri.
Pada gigi 47 terlihat warna kehitaman, indikasi terdapat karies namun tidak ditemukan
adanya kavitas, sehingga dilakukan pemeriksaan dengan foto rontgen dan didapat gambaran
area radiolusen dengan batas yang tidak jelas pada gigi tersebut di area interproksimal. Dari
gambaran radiograf juga terdapat kavitas yang telah mencapai dentin. Perkusi (-) dan palpasi
(-), menunjukan bahwa tidak terdapat kondisi patologis di jaringan periodontal dan
periosteum. Pemberian dingin (CE) terdapat rasa sakit berarti gigi masih vital, rasa sakit yang
dirasakan 15 detik (durasi pendek).
Gigi 48 belum erupsi sempurna (impaksi), tumbuhnya menabrak gigi 47, sehingga
terdapat sela/ ruang pada interproksimal gigi 48 dan 47 yang bisa menyebabkan sisa-sisa
makanan terjebak disana. Perkusi (-) dan palpasi (-) menunjukkan bahwa tidak terdapat
kondisi patologis di jaringan periodontal dan periosteum. Dan tidak terdapat kavitas.
Hasil pemeriksaan dan analisis data yang didapat dapat didiagnosis pasien tersebut
mengalami pulpitis reversible.
A. Definisi Karies
Karies gigi adalah proses patologis dari destruksi lokal jaringan gigi yang
disebabkan oleh mikroorganisme. (Roberson, 2006). Karies merupakan penyakit infeksi,
proses patologis pada jaringan keras gigi yang terjadi karena adanya interaksi berbagai
faktor (multifaktor) dalam rongga mulut, ditandai dengan hilangnya ion-ion mineral
secara kronis dan berlanjut, baik dari email mahkota maupun permukaan akar. Proses ini
distimulasi oleh adanya flora bakteri tertentu dan produk-produknya. Lesi awal hanya
akan terlihat secara mikroskopis, namun kemudian akan terlihat jelas di email, sebagai
lesi white spot atau dapat pula berupa perlunakan sementum. (Mounts, 2005)
Kelanjutan dari White Spot ini adalah peningkatan porositas yang mampu
menambah jumlah stain (noda) dan akan menjadi kecoklatan. Bila dibiarkan berlanjut,
maka akan terbentuk kavitas, dan lama kelamaan dapat terjadi kerusakan pulpa yang
ireversibel. (Mounts, 2005). Lesi karies bisa terjadi pada pit, fissure, serta pada
permukaan interproksimal, fasial dan lingual. (Roberson, 2006)
Karies gigi ialah penyakit jaringan keras gigi yang ditandai dengan
demineralisasi materi anorganik dan diikuti kerusakan materi organik jaringan gigi.
Karies termasuk penyakit multifaktorial. Teori tentang karies gigi ada 3, yaitu :
Karies gigi merupakan proses yang mungkin terjadi pada beberapa permukaan
gigi dalam rongga mulut dimana plak gigi dibiarkan berkembang selama periode waktu
tertentu. Pembentukan plak merupakan proses alamiah. Plak ialah contoh dari biofilm,
yang artinya bukanlah kumpulan sembarangan beberapa bakteri, namun merupakan
kumpulan mikroorganisme pada permukaan gigi. Bakteri pada biofilm selalu melakukan
aktivitas metabolik. Beberapa bakteria mampu memfermentasi substrat dietary
karbohidrat yang sesuai (misalnya gula sukrosa dan glukosa) untuk memproduksi asam,
yang menyebabkan pH plak mengalami penurunan hingga derajat 5 dalam durasi 1-3
menit.
permukaan gigi. Namun, produksi asam mampu dinetralkan oleh saliva, sehingga pH
meningkat dan mineral dapat terbentuk kembali. Hal ini disebut remineralisasi. Hasil
komulatif dari proses demineralisasi dan remineralisasi mungkin menjadi net loss
mineral dan lesi karies yang tampak. Kalau tidak, perubahan ini tidak akan pernah
tampak secara nyata. (Kidd, 2005).
A. Etiologi Karies Gigi
Pada tahun 1960-an oleh Keyes dan Jordan (cit. Harris and Christen, 1995),
karies dinyatakan sebagai penyakit multifaktorial yaitu adanya beberapa faktor yang
menjadi penyebab terbentuknya karies. Terdapat empat faktor utama yang berperan dalam
proses terjadinya karies, yaitu :
1.
Host
Ada beberapa faktor yang dihubungkan dengan gigi sebagai tuan rumah
terhadap karies yaitu faktor morfologi gigi (ukuran dan bentuk gigi), struktur
enamel, faktor kimia dan kristalografis. permukaan gigi yang kasar juga dapat
menyebabkan plak mudah melekat dan membantu perkembangan karies gigi.
Kepadatan kristal enamel sangat menentukan kelarutan enamel. Semakin banyak
enamel mengandung mineral maka kristal enamel semakin padat dan enamel akan
semakin resisten (Anonim, 2008)
2.
Agen (mikroorganisme)
Sejumlah besar mikroorganisme berperan penting dalam terbentuknya karies
gigi, salah satu bakteri penyebab utama karies yaitu Streptococcus mutans. Terdapat
tiga peranan penting yang dapat memfasilitasi terjadinya karies, meliputi:
a. Bakteri dapat memfermentasi adanya asupan karbohidrat untuk menghasilkan
asam yang dapat menghancurkan gigi
b. Organisme tersebut dapat mensintesis dextran dari sukrosa yang membantu
adhesi
bakteri
plak
pada
permukaan
gigi,
menyebabkan
persistensi
demineralisasi gigi
c. Streptococcus mutans mempunyai kemampuan untuk melekat pada permukaan
keras dan halus gigi.
Pembentukan karies juga dipengaruhi oleh adanya peranan dari bakterial plak.
Plak merupakan film transparan dan tipis pada permukaan gigi yang terdiri dari
mikroorganisme yang tersuspensi dalam mucin saliva dan extracellular bacterial
polysaccharides (glukan). (Purkait, 2011)
3. Substrat
Faktor substrat atau diet dapat mempengaruhi pembentukan plak karena
membantu perkembangbiakan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada pada
permukaan enamel. Selain itu, dapat mempengaruhi metabolisme bakteri dalam plak
dengan menyediakan bahan-bahan yang diperlukan untuk memproduksi asam serta
bahan lain yang aktif yang menyebabkan timbulnya karies (Anonim, 2008). Diet
tinggi karbohidrat meningkatkan produksi asam dan tingkat pertumbuhan berbagai
bakteri dalam rongga mulut, terutama sukrosa. Sukrosa dapat diubah oleh enzimenzim yang dihasilkan bakteri, glukotransferase (GTF) dan fruktotransferase (FTF)
menjadi glukan dan fruktan. Glukan berperan dalam perlekatan bakteri sedangkan
fruktan berfungsi sebagai extracellular nutrient storage compounds yang dapat
digunakan untuk metabolism bakteri yang akan menghasilkan asam pada suatu saat
ketika tidak ditemukan gula fermentasi bebas (Fejerskov, 2008).
4. Waktu
Secara umum, karies dianggap sebagai penyakit kronis pada manusia yang
berkembang dalam waktu beberapa bulan atau tahun. Lamanya waktu yang
dibutuhkan karies untuk berkembang menjadi suatu kavitas cukup bervariasi,
diperkirakan 6-48 bulan (Anonim, 2008).
Faktor-faktor tersebut bekerja bersama dan saling mendukung satu sama lain.
Bakteri plak akan memfermentasikan karbohidrat (misalnya sukrosa) dan menghasilkan
asam, sehingga menyebabkan pH plak akan turun dalam waktu 13 menit sampai pH 4,55,0. Kemudian pH akan kembali normal pada pH sekitar 7 dalam 3060 menit, dan jika
penurunan pH plak ini terjadi secara terus menerus maka akan menyebabkan
demineralisasi pada permukaan gigi (Soesilo dkk, 2005). Kondisi asam seperti ini sangat
disukai
oleh
Sterptococcus
mutans
dan
Lactobacillus
sp,
yang
merupakan
pengeroposan gigi sendiri disebabkan oleh pengaruh asam laktat, yaitu produk hasil
sampingan dari metabolisir fruktosa dan levans. (Duggan dkk, 2008)
B. Proses Terbentuknya Karies dan Lesi Karies
Istilah karies digunakan untuk menunjukkan proses karies dan lesi karies yang
terbentuk sebagai hasil dari proses. Proses tersebut terjadi pada biofilm di gigi atau
permukaan kavitas, yaitu interaksi antara biofilm dengan jaringan gigi yang
menghasilkan lesi di gigi. Aktivitas metabolik pada biofilm tidak dapat diamati, namun
suatu lesi, merupakan lesi atau akibatnya, yang tampak. (Kidd, 2005)
Hampir semua penelitian mengenai proses karies gigi merupakan teori kemoparasitik
yang dikemukakan oleh W. D Miller pada tahun 1980. Saat ini lebih umum dikenal dengan teori
acidogenic of caries aetiology (Welburry, 2005). Pola utama proses karies adalah:
1.Fermentasi karbohidrat menjadi asam organik oleh mikroorganisme yang terdapat pada plak gigi
2.Produksi asam yang dapat menurunkan pH pada permukaan email di bawah level (pH kritis), pada
saat itu email akan larut.
3.Saat karbohidrat sudah tidak terdapat lagi pada plak, pH di dalam plak akan meningkat karena adanya
difusi asam yang keluar dan dapat terjadi pula metabolisme dan netralisasi pada plak, sehingga dapat
terjadi remineralisasi email
4.Peningkatan karies gigi hanya terjadi saat proses demineralisasi lebih besar daripada remineralisasi
(Welburry, 2005).
Terdapat tiga teori yang dapat mempengaruhi terjadinya karies pada gigi,
meliputi:
1. Acidogenic Theory
Sesuai dengan teori Miller (1882) Chemoparasitic Process yaitu suatu proses
kimia yang disebabkan oleh intervensi bakteri (Fejerskov, 2008).
2. Proteolytic Theory
Teori proteolitik karies gigi dikemukakan pertama oleh Gottelib (1994) yang
menyatakan bahwa enzim proteolitik dibebaskan oleh bakteri kariogenik
menyebabkan terjadinya destruksi matrik organik enamel (Purkait, 2011).
Mikroorganisme masuk kedalam enamel, kemudian mengubah glukosa menjadi
asam piruvat melalui proses glikolisis. Asam piruvat kemudian terurai kembali
menjadi asam laktat, asam asetat, asam formiat dan etanol, selanjutnya
mikroorganisme tersebut merusak jalur organik dan komponen-komponen inorganik
enamel. Dengan rusaknya komponen organik dan inorganik enamel dan dentin,
maka mikroorganisme akan dengan mudah memasuki pulpa (Fejerskov, 2008).
3. Proteolytic Chelation Theory
Teori ini menjelaskan proses karies gigi dimana selama karies semua proteolitik
memecah material organik pada matriks enamel. Kemudian agen chelating dibentuk oleh
kombinasi produk pemecahan proteolitik (Purkait, 2011). Chelation merupakan proses
terbentuknya ikatan ion antara ion logam dan komponen mineral gigi, sehingga tidak
terjadi remineralisasi dan terjadi demineralisasi.
Di dalam rongga mulut manusia, terdapat lebih dari 300 jenis mikroorganisme.
Plak gigi merupakan perlekatan deposit bakteri dan produk bakteri, yang terbentuk di
seluruh permukaan gigi dan menyebabkan karies. Plak tergolong suatu biofilm
(kumpulan mikroorganisme yang melekat pada permukaan). Pembentukan plak gigi
melalui tahap di bawah ini, yaitu :
1. Pembentukan pelikel : film aseluler yang mengandung protein, berasal dari saliva
2. Durasi 0-4 jam, sel bakteri single mengkoloisasi pelikel. Bagian terbanyak ialah
genus Streptococcus (S. sanguis , S. oralis, S. mitis). Ada pula species Actynomices dan
bakteri gram negatif. Hanya sekitar 2% Streptococci awal ialah S. mutans, dan sebagai
penetrasi awal lesi karies
3. Lebih dari durasi 4-24 jam, terjadi perkembangan dari bakteri yang telah melekat,
suatu pembentukan microcoloni yang berbeda.
4. Durasi 1-14 hari, dominasi plak yang berupa Streptococcus, berubah menjadi
dominan Actynomices, species bakteri ini menjadi lebih beragam dan microcoloni lanjut
mengalami pertumbuhan.
5. Dalam 2 minggu, plak gigi telah mature, namun terdapat variasi yang sangat banyak
dari komposisinya.
(Kidd, 2005)
Plak gigi daat berkembang menjadi karies, karena :
a. Bakteri yang mampu mengubah gula menjadi asam (asidogenik)
eksudasi PMN. Jika karies telah mendekati pulpa maka sel infitrat yang dominan adalah
makrofag, limfosit, dan sel plasma. Sedangkan pada pulpitis, yang dominan adalah limfosit
dan makrofag saja. (Deliyanti, 2008)
Menurut Roeslan (2002), Terhambatnya kolonisasi S.Mutans oleh sIgA secara in
vitro, diperkirakan karena sIgA menghambat kerja glukosiltransferase sehingga glukan tidak
terbentuk, akibatnya tidak terjadi perlekatan kuman pada mekanisme pembentukan plak gigi.
Secara in vitro, isolate sIgA dari air liur seseorang, mampu bereaksi spesifik dengan isolate s.
mutans dari plak gigi individu lain. Isolate sIgA air liur seseorang juga mempunyai efek
protektif terhadap isolate s. mutans plak gigi orang lain. Efek protektifnya ditunjukkan
dengan jalan menghambat pembentukan glukan (plak) oleh s.mutans dari sukrosa. Namun,
sIgA air liur tidak menyebabkan kematian s.mutans. Hal ini disebabkan sIgA hanya
menghambat aktivitas GTF S.mutans.
Respon imun humoral di dalam rongga mulut mempunyai hubungan dengan karies
gigi. Antibodi yang berperan adalah sIgA yang merupakan antibody terbanyak dalam air liur.
Kadar sIgA parotis yang sekresinya dirangasang sekitar 4mgL-1, sedangkan igG dan IgM
hanya 1% kadar IgA. Kadar IgA I dalam air liur tanpa rangsangan sekitar 20 mgL-1, igG 1,4
mgL-1. Dan IgM 0,2 mg dL-1. (Roeslan, 2002)
Selama perkembangan karies, antibody ditemukan di dalam air liur, cairan pulpa gigi
dan cairan dentin. Hal ini menunjukkan bahwa liur, dentin, an pulpa gigi dapat memberikan
respon imunologik terhadap serangan antigen kuman penyebab karies gigi. Immunoglobulin
juga ditemukan didalam dentin sehat dan yang mengalami karies, terletak dibawah dentin
yang mengalami karies. Antibody ini berasal dari cairan pulpa, sedangkan antibody yang
ditemukan di dalam dentin karies yang lunak, berasal dari air liur. Komponen sekresi, baik
yang terikat oada IgA maupun dalam bentuk sIgA, hanya ditemukan pada lesi yang dangkal.
Selain itu, ditemukan IgG, IgA dan transferin di dalam karies yang dalam,sedangkan
komponen sekresi tidak ada. (Roeslan, 2002)
Pada penelitian Widodo (2005) menyatakan bahwa terdapat perbedaan respon imun
humoral pada kelompok gigi normal, pulpitis reversibel, dan pulpitis irreversibel. Pada
kelompok normal terlihat IgM sudah timbul walaupun tidak tinggi, diikuti IgG dan IgA yang
juga rendah. Pada kelompok pulpitis reversibel terlihat IgM meningkat, sedang IgG dan IgA
masih tetap rendah. Pada kelompok pulpitis irreversibel terlihat IgM dan IgG meningkat
tinggi, sedangkan IgA semakin menurun.
karies dapat terjadi akibat empat faktor utama, yaitu host, agen, substrat, dan waktu.
Karies dapat terbentuk melalui proses peragian karbohidrat menjadi asam sampai
menyebabkan keasaman pada permukaan gigi dan akan terjadi demineralisasi email.
jika karies terus berlanjut akan menyebabkan demineralisasi dentin dan peradangan
PMN.
Karies yang telah mendekati pulpa maka sel infitrat yang dominan adalah makrofag,
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2008. Karies gigi: Pengukuran risiko dan evaluasi. http://usupress.usu.ac.id
(18 Mei 2012)
Baratawidjaja, KG. 2004. Imunologi Dasar, Edisi 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Deliyanti, Eka Wina.. 2008. Sistem Imun Tubuh terhadap Karies, USU Repository, Sumatera
Utara. http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/8378 diakses pada tanggal 20
Mei 2012
Duggan, Christopher dkk. 2008. Nutritions in Pediatrics: Basic Science, Clinical
Applications. USA: PMPH
Fejerskov O dan Kidd E. 2008. Dental Caries. The Disease and Its Clinical Management.
2nd edition. Blackwell Munksgaard Ltd : Oxford
Harris NO, Christen, AG. 1995. Primary, preventive dentistry. 4th edition. Appleton and
Lange : United States of America.
Kidd, Edwina A.M. 2005. Essentials of Dental Caries, 3rd edition. New York: Oxford
University Press
Kidd EAM, Bechal SJ. 1992. Dasar-dasar karies penyakit dan penanggulangannya. Cetakan
2. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta
Lamont, Richard J. Dkk. 2006. Oral Microbiology and Immunology. Washington DC: USM
Press
Mounts, GJ., Hume, WR. 2005. Preservation and Restoration of Tooth Structure. USA:
Mosby
Purkait, K.S., 2011. Essentials of Oral Pathology, 3rd edition. Jaypee Medical : New Delhi.
Roberson, Theodore M. 2006. Sturdervants Art and Science of Operative Dentistry, 5th
edition. The Mosby Inc : St.Louis
Roeslan, B.O., 2001. Kemungkinan Pencegahan Karies Gigi Melalui Imunisasi, Majalah
Ilmiah Kedokteran Gigi, Jakarta, Universitas Trisakti, 16 (43): 38-44
Roeslan, Budi Oetomo. 2002. Imunologi Oral kelainan di dalam rongga mulut. FK UI :
Jakarta.
Soesilo, D., Santoso, R. E., Diyatri, I., 2005. Peranan sorbitol dalam mempertahankan
kestabilan pH saliva pada proses pencegahan karies. Maj. Ked. Gigi. (Dent. J.),
Vol. 38. No. 1: 2528
Tilakraj, T. N. 2003. Essentials of Pedodotics. Jaypee Brothers Publisher : New Delhi
Wellburry, R., et al. 2005. Pediatric Dentistry. p 109-110 . Oxford University PressInc : New York
Widodo, T., 2005. Respons imun humoral pada pulpitis, Maj. Ked. Gigi. (Dent. J.), 38(2) :
4951.