Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rongga mulut memiliki kondisi lingkungan yang sangat kompleks. Banyak

faktor yang dapat mempengaruhi kondisi rongga mulut seperti faktor lokal ataupun

sistemik. Faktor-faktor ini dapat menyebabkan perubahan di dalam rongga mulut

yang selanjutnya disebut sebagai variasi rongga mulut. Secara teoritis, variasi

dalam rongga mulut di bagi menjadi variasi normal dan variasi patologis (Langlais,

2013; Greenberg, dkk, 2008).

Variasi normal rongga mulut adalah suatu keadaan rongga mulut dimana

terdapat kelainan di dalamnya, namun kelainan tersebut bukanlah suatu keadaan

yang perlu di khawatirkan karena umumnya tidak mengganggu keseharian pasien.

Sementara itu variasi patologis rongga mulut adalah suatu keadaan rongga mulut

dimana terdapat kelainan di dalamnya, hanya saja kelainan yang ditemukan ini

perlu di waspadai karena dapat mengakibatkan gangguan baik secara lokal maupun

sistemik (Langlais, 2013; Birnbaum dan Dunne, 2009).

Sebagai seorang dokter gigi, kita harus dapat melihat perubahan yang ada

di dalam rongga mulut. Selain itu kita juga harus dapat mengidentifikasikan

perubahan yang ada tersebut sebagai variasi normal atau variasi patologis. Setelah

dilakukan identifikasi tersebut, kita dapat menentukan tindakan atau perawatan apa

yang harus dilakukan ketika menangani pasien dengan variasi-variasi dalam rongga

mulut yang ada (Langlais, 2013; Birnbaum dan Dunne, 2009).


Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kondisi rongga mulut seperti

faktor lokal ataupun sistemik. Faktor-faktor ini dapat menyebabkan perubahan di

dalam rongga mulut yang selanjutnya disebut sebagai variasi rongga mulut, baik

normal maupun patologis. Variasi normal rongga mulut adalah suatu keadaan

rongga mulut dimana terdapat kelainan di dalamnya, namun tidak perlu

dikhawatirkan karena umumnya tidak mengganggu keseharian pasien. Sementara

itu variasi patologis rongga mulut adalah suatu keadaan rongga mulut dimana

terdapat kelainan di dalamnya, hanya saja kelainan yang ditemukan ini perlu di

waspadai karena dapat mengakibatkan gangguan baik secara lokal maupun sistemik

(Birnbaum dan Dunne, 2009).

Cheek biting (morsicatio buccarum) adalah suatu lesi akibat kebiasaan

seseorang menghisap atau menggigit pipi kronis (mukosa bukal) disebabkan oleh

karena maloklusi, kebiasaan oral atau kurangnya koordinasi dalam pengunyahan

sehingga dapat menyebabkan trauma pada area tersebut. Etiologinya yaitu faktor

psikogenik seperti stress atau cemas, kelainan neuromuskular. Gambaran klinisnya

berupa abrasi epitelium superfisial yang meninggalkan fragmen keputihan dengan

latar belakang kemerahan yang umumnya terbatas pada mukosa labial bawah dan

atau mukosa bukal di dekat garis oklusi (Birnbaum dan Dunne, 2009).

1.2 Rumusan Masalah

1) Apa definisi dari morsicatio buccarum?

2) Apa etiologi dari morsicatio buccarum?

3) Bagaimana gambaran klinis dari morsicatio buccarum?

4) Bagaimana patogenesis dari morsicatio buccarum?


5) Bagaimana mekanisme terjadinya morsicatio buccarum?

6) Apa terapi dari morsicatio buccarum?

1.3 Tujuan

1) Mengetahui dari morsicatio buccarum?

2) Mengetahui dari morsicatio buccarum?

3) Memahami gambaran klinis dari morsicatio buccarum?

4) Memahami patogenesis dari morsicatio buccarum?

5) Memahami mekanisme terjadinya morsicatio buccarum?

6) Mengetahui terapi dari morsicatio buccarum?


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Morsicatio Buccarum

Morsicatio berasal dari bahasa latin yang berarti gigitan. Morsicato

buccarum atau menggigit pipi adalah kebiasaan umum yang membuat

meningkatnya perubahan-perubahan mukosa. Lesi putih pada jaringan mulut yang

disebabkan iritasi kronik akibat menyedot pipi yang berulang-ulang, menggigitnya,

atau mengunyah. Terdapat area traumatis yang menebal, terbentuk jaringan parut,

dan lebih pucat dibandingkan jaringan di sekitarnya.Kebanyakan terjadi pada

orang-orang yang dibawah tekanan atau situasi psikologis dimana pasien memiliki

kebiasaan menggigit pipi dan bibirnya. Pasien dengan kondisi seperti ini menyadari

kebiasaannya tersebut, namun dia tidak mengetahui bahwa ternyata dalam

mulutnya sudah terbentuk lesi. Berasal dari kata latin, morsus (gigitan) adalah

istilah yang digunakan untuk menyebutkan perubahan pada mukosa mulut pipi atau

mengunyah pipi (Langlais, 2007; Scully dan Cawson, 1991).

2.2 Etiologi Morsicatio Buccarum

Beberapa menyebutkan etiologi dari morsicatio buccarum adalah karena

trauma mekanik yaitu kebiasaan menggigit-gigit kronis yang bisa mengakibatkan

terbentuknya lesi yang sering terletak di mukosa bukal dan juga dapat terjadi pada

mukosa labial dan batas lateral lidah. Aktifitas parafungsional kronis dari sistem

(Langlais, 2007).
2.3 Gambaran Klinis Morsicatio Buccarum

Pada awalnya plak-plak dan lipatan-lipatan putih sedikit menimbul, tampak

dalam pola difus menutupi daerah-daerah trauma. Cedera yang lebih hebat akan

menimbulkan suatu respon hiperplastik yang menambah besarnya plak. Kadang-

kadang terlihat pola garis atau menyebar, dengan daerah tebal dan tipis tampak

berdampingan.

Gambar 1: Morsicatio buccarum pada mukosa labial (Langlais, 2007)

Cedera yang menetap akan menimbulkan eritema dan ulserasi traumatic

yang bersebelahan. Mukosa tergigit biasanya terlihat pada mukosa pipi dan kurang

sering pada mukosa bibir. Lesi-lesi tersebut dapat unilateral atau bilateral dan dapat

terjadi pada semua usia. Berikut ini secara klinis (Langlais, 2013):

1. Ditemukan bilateral pada bagian mukosa bukal dibagian posterior

2. Ssuatu daerah yang menebal, membentuk jaringan parut, dan lebih pucat

daripada jaringan sekitarnya

3. Histopatologis: telihat hyperkeratosis dan akantosis. Permukaan keratinnya

biasanya berbentuk kasar dan bergerigi.


Gambar 2: Gambaran klinis morsicatio buccarum

2.4 Patogenesis Morsicatio Buccarum

Trauma kronis kepada jaringan lunak menyebabkan mekanisme pertahanan

terjadi pada tubuh. Jaringan merespon kepada gesekan dengan memproduksi

keratin dan menjadi lebih tebal yang disebut hiperkeratosis. Tergantung derajat dari

trauma, jaringan juga mungkin terjadi ulserasi dan erosi pada area trauma. Pada

awalnya, akan muncul plak putih yang sedikit menonjol dan tidak teratur dalam

pola difus yang menutupi daerah trauma (Langlais, 2007).

2.5 Mekanisme Morsicatio Buccarum

Gigi yang tajam dan erupsi gigi bungsu sering menjadi salah satu penyebab

utama cheek biting. Ketika gigi erupsi, jika tidak tersedia cukup ruang pada

lengkung gigi maka gigi yang erupsi akan berada pada posisi abnormal (erupsi

dalam posisi buccal). Hal ini menyebabkan mukosa pipi dapat tergigit dan

menimbulkan rasa sakit. Penyebab lain seperti stress (kecemasan), efek samping

dari teeth grinding, kelainan TMJ, kelainan penutupan rahang, disfungsi otot, dan

lain-lain. Berdasarkan hal tersebut, kami menyimpulkan bahwa cheek biting bukan

kebiasaan oral yang menyebabkan kelainan ortodontik melainkan kelainan

ortodontik/anatomi gigi yang menyebabkan ketidaksengajaan mengigit pipi dan

menyebabkannya trauma dan tidak mengakibatkan kelainan ortodontik.


2.6 Terapi Morsicatio Buccarum

Tidak dibutuhkan penatalaksanaan khusus untuk lesi ini, juga tidak terdapat

komplikasi dari perubahan mukosa yang terjadi. Pasien diberitahu akan adanya

perubahan mukosa tersebut meskipun tidak berpotensi menjadi ganas (Langlais,

2007).
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berikut ini adalah kesimpulan dari pembahasan diatas:

1) Morsicatio berasal dari bahasa latin yang berarti gigitan. Morsicato

buccarum atau menggigit pipi adalah kebiasaan umum yang membuat

meningkatnya perubahan-perubahan mukosa.

2) Mengunyah dan mengigit kuku adalah penyebab morsactio buccarum

3) Gambaran klinis Pada awalnya plak-plak dan lipatan-lipatan putih sedikit

menimbul, tampak dalam pola difus menutupi daerah-daerah trauma


DAFTAR PUSTAKA

Birnbaum, W., dan Dunne, S.M. 2009. Diagnosis Kelainan dalam Mulut Petunjuk

bagi Klinisi.Jakarta: EGC.

Greenberg, M.S., Glick, M., dan Ship, J.A. 2008. Burket’s Oral Medicine. Amerika:

BC Decker.

Langlais. 2013. Atlas Berwarna Lesi Mulut yang Sering Ditemukan. Jakarta: EGC.

Scully, C., dan Cawson, R. A. 1991. Atlas Bantu Kedokteran Gigi Penyakit Mulut.

Jakarta: Hipokrates.

Anda mungkin juga menyukai