Anda di halaman 1dari 25

PRINSIP DASAR PERUBAHAN IKLIM

Kaitannya Antara Kesehatan dan Perubahan Iklim

DOSEN PEMBIMBING :
HAFIZH PRASETIA, S.Si, M.S
OLEH : KELOMPOK 11
GINA LOVASARI

H1E108020

AYU AZHAR WIJHAR U.

H1E108027

M.SADIQUL IMAN H1E108059


PRIHATINI SAPUTERI

H1E108072

PROGAM STUDI S-1 TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2010

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa


atas segala rahmat dan karunai-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah dengan judul Prinsip Dasar Perubahan Iklim, Kaitannya Antara
Kesehatan dan Perubahan Iklim ini.
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah Epidemiologi. Penyusunan makalah ini berdasarkan format yang telah
diberikan. Namun demikian, penulis menyadari keterbatasan yang dimiliki dalam
penyusunan makalah ini sehingga makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah
ini menjadi lebih baik.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Hafizh Prasetia, S.Si,
M.S selaku dosen pengajar dan pembimbing dalam penyusunan makalah ini.
Penulis mengharapkan agar makalah ini dapat digunakan sebagaimana mestinya
dan juga dapat bermanfaat bagi kita semua.

Banjarbaru, November 2010

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................

ii

DAFTAR GAMBAR...................................................................................

iii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................

1.1 Latar Belakang.................................................................................

1.2 Tujuan..............................................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................3


2.1 Pengertian Prinsip Dasar Perubahan Iklim.......................................

2.2 Fakta-Fakta Perubahan Iklim...........................................

2.3 Dampak Perubahan Iklim dengan Kesehatan Manusia....................

2.4 Penyakit yang Timbul................................................ 13


2.5 Strategi Pengendalian Perubahan Iklim............................................

18

BAB III PENUTUP......................................................................................

20

3.1 Kesimpulan.......................................................................................

20

3.2 Saran.................................................................................................

20

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................

21

DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1. Pemanasan global..................................................................
Gambar 2. Konsentrasi Karbon Dioksida dan Gas Rumah Kaca Lainnya..
Gambar 3. Kenaikan Air Laut di Jakarta.
Gambar 4. Berkurangnya Tutupan Salju di Berbagai Negara.
Gambar 5. Mencairnya Gletser Akibat Perubahan Iklim.
Gambar 6. Arktik yang menghangat

4
5
6
7
7
8

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Adanya ketidakpastian tentang dampak perubahan iklim bagi populasi
manusia, menjadikan kita untuk memiliki pengetahuan yang cukup tentang
manajemen perubahan yang akan terjadi dan jenis efek yang mungkin
berhubungan dengan perubahan iklim. Yang menjadi konteks penting adalah
bagaimana perubahan iklim terjadi dan apakah kita mampu beradaptasi. Beberapa
pendapat mengatakan bahwa manusia sangat pandai dan dapat menemukan solusi
teknologi yang tepat untuk masalah perubahan iklim. Lain halnya dengan negaranegara maju yang dapat menemukan solusi untuk mengatasi dampak dari
perubahan iklim, sebaliknya bagi negara berkembang maupun negara miskin,
solusi yang ada akan sulit tercapai dan sesuai dengan tujuan yang hendak di capai.
Dampak kesehatan dari perubahan iklim sulit untuk diukur karena mereka
tidak hanya melibatkan masa depan yang tidak pasti, tetapi juga karena ada
kesuliatan dalam mendefinisikan dampak kesehatan pada manusia itu sendiri.
Untuk studi epidemiologis sendiri sangatlah jarang dalam mempelajari hubungan
antara iklim dan kesehatan, sebagian besar studi hanya fokus pada satu kejadian,
baik itu tempat, iklim maupun kesehatan.
Untuk itu pentingnya kita mengetahui prinsip-prinsip dari perubahan
iklim. Dimana prinsip perubahan iklim itu sendiri merupakan kebenaran umum
yang dijadikan sebagai pedoman berpikir adanya perubahan pada iklim yang
disebabkan secara langsung mapun tidak langsung sebagai akibat ulah kegiatan
manusia yang mengubah komposisi atmosfer secara global. Sehingga dengan
mengetahui prinsip perubahan iklim, kita dapat mempelajari hubungan antara
perubahan iklim dan kesehatan manusia, yang dapat kita gabungkan dalam studi
epidemiologi.
Selain pengertian prinsip perubahan iklim, adanya fakta-fakta tentang
perubahan iklim akan dijelaskan melalui tulisan ini. Selain itu hubungan antara
kesehatan dengan perubahan iklim akan dibahas juga dalam tulisan ini serta penyakitpenyakit apa saja yang timbul dari proses perubahan iklim secara global.

1.2 Tujuan
Tujuan yang hendak dicapai dari penulisan ini meliputi adalah :
1. Memberikan gambaran luas penyebab perubahan iklim.
2. Menggambarkan efek kesehatan potensial yang mungkin terkait dengan
perubahan iklim.
3. Memberikan solusi atau strategi pengendalian untuk mengurangi potensi
dampak yang ditimbulkan dari perubahan iklim.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Prinsip Dasar Perubahan Iklim
Prinsip adalah suatu pernyataan fundamental atau kebenaran umum
maupun individual yang dijadikan oleh seseorang/ kelompok sebagai sebuah
pedoman untuk berpikir atau bertindak. Sebuah prinsip merupakan roh dari
sebuah perkembangan ataupun perubahan, dan merupakan akumulasi dari
pengalaman ataupun pemaknaan oleh sebuah obyek atau subyek tertentu
(Wikipedia, 2010).
Sedangkan berdasarkan United Nations Framework Convention on Climate
Change, perubahan iklim diartikan sebagai suatu keadaan yang menunjuk pada

adanya perubahan pada iklim yang disebabkan secara langsung maupun tidak
langsung oleh kegiatan manusia yang mengubah komposisi atmosfer global dan juga
terhadap variabilitas iklim alami yang diamati selama periode waktu tertentu.

Dilain pengertian, perubahan iklim adalah suatu fenomena global.


Perubahan iklim adalah berubahnya pola iklim global berupa peningkatan suhu
rata-rata permukaan bumi, meningkatnya penguapan di udara serta berubahnya
pola curah hujan dan tekanan udara. Perubahan iklim ini menimbulkan dampak di
berbagai bidang kehidupan manusia termasuk kesehatan (Wijayanti, 2010).
Kegiatan manusia yang telah dilakukan dalam merubah komposisi
atmosfer adalah kegiatan yang telah menyebabkan peningkatan konsentrasi gas
rumah kaca di atmosfer khususnya dalam bentuk CO2, CH4 dan N2O. gas-gas ini
yag menentukan peningkatan suhu udara karena sifatnya seperti kaca yang dapat
meneruskan radiasi gelombang pendek yang tidak bersifat panas tetapi menahan
radiasi gelombang pendek yang bersifat panas. Akibatnya atmosfer makin
memanas dengan laju yang setara dengan laju perubahan konsentrasi gas rumah
kaca (Wijayanti, 2010).
Perubahan iklim global tidak terjadi seketika meskipun laju perubahan
lebih cepat dibandingkan dengan perubahn iklim secara alami, perubahan terjadi

dalam periode dekade sehingga issue perubahan iklim masih menjadi hal yang
menimbulkan pro dan kontra. Perubahan konsentrasi gas rumah kaca global ini
juga berpengaruh pada kenaikan suhu lokal di Indonesia. Di Indonesia terjadi
perubahan secara perlahan-lahan lebih kurang 0,03oC per tahun. Apabila di tinjau
dalam periode puluhan tahun maka perubahn ini cukup besar. Apalagi jika
kenaikan suhu menyertai kejadian iklim ekstrim. Perubahan iklim global ini
memberikan dampak di berbagai bidang kehidupan termasuk kesehatan
(Wijayanti, 2010).
Jadi dapat kita simpulkan bahwa prinsip dasar dari perubahan iklim adalah
kebenaran umum yang dijadikan sebagai pedoman berpikir adanya perubahan pada
iklim yang disebabkan secara langsung mapun tidak langsung sebagai akibat ulah
kegiatan manusia yang mengubah komposisi atmosfer secara global.

2.2 Fakta-Fakta Perubahan Iklim


Berikut ini merupakan kebenaran umum atau fakta yang mendasari adanya
perubahan iklim secara global.
a.

Meningkatnya pemanasan :
Sebelas dari dua belas tahun terakhir merupakan tahun-tahun terhangat
dalam temperatur permukaan global sejak 1850. Tingkat pemanasan rata-rata
selama lima puluh tahun terakhir hampir dua kali lipat dari rata-rata seratus
o
tahun terakhir. Temperatur rata-rata global naik sebesar 0.74 C selama abad
ke-20, dimana pemanasan lebih dirasakan pada daerah daratan daripada
lautan.

Gambar 1. Pemanasan global


( Sumber: akilanasaffu.blogspot.com)
b.

Jumlah karbondioksida yang lebih banyak di atmosfer :


Selama 50 tahun terakhir kegiatan manusia, khususnya dalam konsumsi
bahan bakar yang berasal dari fosil, telah melepas karbon dioksida dan gas
rumah kaca lainnya dalam jumlah yang cukup besar sehingga mempengaruhi
iklim global. Konsentrasi karbon dioksida pada atmosfer telah meningkat
lebih dari 30% sejak masa pra-industri yaitu 278 ppm (parts-permillion)
menjadi 379 ppm pada tahun 2005,

menyaring banyak panas di bagian

bawah atmosfer. Perubahan iklim global membawa berbagai risiko terhadap


kesehatan, mulai dari kematian akibat suhu tinggi ekstrim sampai perubahan
pola penyebaran dan infeksi penyakit (Anonim1, 2010).

c.

Gambar 2. Konsentrasi Karbon Dioksida dan Gas Rumah Kaca Lainnya.


(Sumber: mbojo.wordpress.com)
Lebih banyak air, tetapi penyebarannya tidak merata :
Adanya peningkatan presipitasi pada beberapa dekade terakhir telah
diamati di bagian Timur dari Amerika Utara dan Amerika Selatan, Eropa

Utara, Asia Utara serta Asia Tengah. Tetapi pada daerah Sahel, Mediteranian,
Afrika Selatan dan sebagian Asia Selatan mengalami pengurangan
presipitasi. Sejak tahun 1970 telah terjadi kekeringan yang lebih kuat dan
lebih lama.
Pola yang berubah pada curah hujan membawa konsekuensi pada
kondisi pasokan air tawar. Secara global, kelangkaan air telah mempengaruhi
hajat hidup empat dari setiap 10 orang. Kurangnya air dan kualitas air yang
buruk berdampak pada kondisi kebersihan dan kesehatan. Hal ini
meningkatkan risiko diare, yang membunuh sekitar 2,2 juta orang setiap
tahun, serta trachoma (infeksi mata yang dapat menyebabkan kebutaan) dan
penyakit lainnya (Anonim1, 2010).
Kelangkaan air juga memaksa orang melakukan perjalanan jarak jauh
untuk mendapatkannya dan memaksa mereka memiliki stok di rumah. Hal ini
dapat meningkatkan risiko kontaminasi air rumah tangga, penyebab penyakit
(Anonim1, 2010).
d.

Kenaikan permukaan laut :


Saat ini dilaporkan tengah terjadi kenaikan muka laut dari abad ke-19
hingga abad ke-20, dan kenaikannya pada abad 20 adalah sebesar 0.17 meter.
Pengamatan geologi mengindikasikan bahwa kenaikan muka laut pada 2000
tahun sebelumnya jauh lebih sedikit daripada kenaikan muka laut pada abad
20. Temperatur rata-rata laut global telah meningkat pada kedalaman paling
sedikit 3000 meter.

Gambar 3. Kenaikan Air Laut di Jakarta


(Sumber: pemanasanglobal.net)

Kenaikan muka air laut akan meningkatkan risiko banjir pesisir, dan akan
memaksa perpindahan penduduk. Lebih dari setengah populasi dunia
sekarang hidup pada lingkar 60 kilometer dari garis pantai. Banjir dapat
menyebabkan secara langsung cedera dan kematian, dan risiko infeksi
meningkat akibat penyebaran air pembawa penyakit. Perpindahan penduduk
dapat meningkatkan ketegangan dan potensi risiko konflik (Anonim1, 2010).
e.

Pengurangan tutupan salju :


Tutupan salju semakin sedikit di beberapa daerah, terutama pada saat
musim semi. Sejak 1900, luasan maksimum daerah yang tertutup salju pada
musim dingin/semi telah berkurang sekitar 7% pada Belahan Bumi Utara dan
sungai-sungai akan lebih lambat membeku (5,8 hari lebih lambat daripada
satu abad yang lalu) dan mencair lebih cepat 6,5 hari.

f.

Gambar 4. Berkurangnya Tutupan Salju di Berbagai Negara


(Sumber : kadarsah.wordpress.com)
Gletser yang mencair :
Pegunungan gletser dan tutupan salju rata-rata berkurang pada kedua
belahan bumi dan memiliki kontribusi terhadap kenaikan muka laut sebesar
0.77 milimeter per tahun sejak 1993 2003. Berkurangnya lapisan es di
Greenland dan Antartika berkontribusi sebesar 0.4 mm pertahun untuk
kenaikan muka laut (antara 1993 2003).

g.

Gambar 5. Mencairnya Gletser Akibat Perubahan Iklim


(Sumber : pemanasanglobal.net)
Benua Arktik menghangat :
Temperatur rata-rata Benua Arktik mengalami peningkatan hingga
mencapai dua kali lipat dari temperatur rata-rata seratus tahun terakhir. Data
satelit yang diambil sejak 1978 menunjukkan bahwa luasan laut es rata-rata
di Arktik telah berkurang sebesar 2,7% per dekade.

Gambar 6. Arktik yang menghangat


(Sumber: firmansyah11.wordpress.com)
2.3 Dampak Perubahan Iklim dengan Kesehatan Manusia
Dari segi kesehatan, perubahan iklim akan berdampak pada peningkatan
frekuensi penyakit yang disebabkan oleh gigitan nyamuk seperti malaria, demam
berdarah, chikungunya, Japanese Encephalitis dan filariasis. Ini disebabkan
naiknya suhu udara yang menyebabkan perkembangbiakan nyamuk semakin
cepat. Selain itu, peningkatan suhu juga menyebabkan peluang terbukanya daerah
baru sebagai endemik penyakit tersebut. Sementara intensitas hujan yang tinggi
dengan periode yang singkat menyebabkan bencana banjir yang mengontaminasi
persediaan air bersih. Pada akhirnya, perubahan iklim juga berdampak pada

mewabahnya penyakit seperti diare, typhoid, cholera dan leptospirosis yang


biasanya muncul pasca banjir (Wijayanti, 2010).
Selain itu perubahan iklim global akan menyebabkan timbulnya berbagai
penyakit infeksi baru seperti SARS, flu burung, Ebola, West Nile Virus, Hantaan
virus dan Japanese Encephalitis. Perubahan iklim juga menyebabkan terjadinya
penurunan produksi pangan yang akan meningkatkan kejadian gizi buruk
(Wijayanti, 2010).
2.3.1 Dampak Langsung
Perubahan iklim akan mempunyai efek langsung dan tidak langsung
terhadap kesehatan manusia. Untuk efek langsung terhadap kesehatan manusia
tidak mudah untuk dirumuskan, definisi perubahan dan efek langsung bervariasi.
Kunci perubahan iklim adalah perubahan suhu di suatu tempat di muka bumi.
Perubahan suhu akan mempengaruhi angin, hujan, salju, tumbuh-tumbuhan dan
setelah itu hewan termasuk organisme mikro (Thabrany, 2007).
Jika menganalisis perubahan suhu permukaan salah satu bagian bumi,
maka efek yang paling langsung terhadap kesehatan manusia adalah efek ekstrim
suhu panas dan dingin. Dalam kondisi natural, sama seperti hewan, manusia dapat
bertahan tanpa kesulitan pada suhu 10oC-35oC. tetapi pada suhu diatas 40oC, maka
sebagian manusia terutama anak-anak dan berusia lanjut akan mulai mengalami
kesulitan (Thabrany, 2007).
Suhu yang terlalu tinggi disertai kelembaban rendah menyebabkan
mudahnya terjadi kekurangan air (dehidrasi) yang dapat menimbulkan berbagai
gangguan fungsi temporer sampai permanen, tergantung lamanya dehidrasi
terjadi. Contohnya pada kejadian gelombang panas yang menyerang Perancis di
bulan Juni dan Agustus 2003 yang menewaskan lebih dari 14.800 jiwa. Kematian
tersebut merupakan efek langsung dari suhu ekstrim panas (Thabrany, 2007).
Selain itu 18 kematian akibat gelombang panas dilaporkan di India antara
tahun 1980 hingga 1998. Sedangkan di tahun 2003, tepatnya di Andhra Pradesh,
India, serangan gelombang panas menyebabkan 3000 kematian (Kamaluddin,
2010).

Sedangkan untuk efek langsung dari suhu dingin sering terjadi pada orangorang yang terjebak di salju untuk waktu beberapa lama. Jika pada suhu panas
terjadi heat stroke, di suhu dingin terjadi frozen bite. Manusia dapat mati
kedinginan karena sirkulasi darah ke otak terhambat. Terjadi hambatan sirkulasi
darah ke anggota badan karena otot-otot membeku dan aliran darah terhambat
menyebabkan nekrosis, jaringan di anggota badan mati. Jika hal ini berlangsung
lama maka tidak bisa dipulihkan. Apabila jantung dan otak masih berfungsi maka
orang tersebut menjalani amputasi (Thabrany, 2007).
Selain gelombang panas dan suhu dingin, banjir juga menjadi ancaman
utama bagi kesehatan manusia. Banjir adalah bencana yang dapat berdampak
dahsyat, merusak bangunan fisik infrastruktur, organisasi sosial dan kegembiraan
manusia. Secara teoritis, banjir adalah hasil dari interaksi dari curah hujan, run off
permukaan, evaporasi, angin, tinggi permukaan air laut, dan topografi lokal.
Bencana banjir dan badai mulai muncul dalam 2 dekade ini. Pada tahun 2003, 130
juta jiwa menjadi korban banjir bandang di China. Sedangkan pada tahun 1999,
30.000 orang mati karena badai yang diikuti banjir dan tanah longsor di
Venezuela. Banjir mengakibatkan kesehatan manusia terancam berbagai penyakit
menular dan penyakit mental. Leptospirosis, diare, gangguan saluran pernapasan,
scabies, dan penyakit lainnya mengancam warga pasca banjir. Apalagi untuk
mereka yang tinggal di pengungsian. Tanpa adanya persiapan dan perencanaan
yang bagus, tempat pengungsian dapat menjadi episentrum berbagai KLB
(Kejadian Luar Biasa) (Kamaluddin, 2010).
2.3.2 Dampak Tidak Langsung
Untuk efek tidak langsung dari perubahan iklim jauh lebih banyak dan
lebih sulit dihitung kerugian ekonominya. Banyak faktor penyulit atau penyerta
yang turut menentukan efek iklim tidak langsung terhadap manusia. Misalnya
badai Sidr yang terjadi di Bangladesh bulan November 2007 telah merenggut
korban lebih dari 2000 orang dan ratusan ribu orang lain menderita berbagai
penyakit kulit, saluran pencernaan dan kekurangan makanan. Kejadian bencana
alam ini sudah jelas akibat perbedaan suhu di permukaan bumi (Thabrany, 2007).

Selain itu, secara tidak langsung perubahan iklim dapat mengubah kualitas
air, udara, makanan; ekologi vektor; ekosistem, pertanian, industri, dan
perumahan. Semua aspek tersebut memiliki peranan yang sangat besar dalam
menentukan kualitas hidup manusia. Perubahan iklim telah menciptakan suatu
rangkaian kausalitas kompleks yang berujung pada dampak kesehatan
(Kamaluddin, 2010).
Misalnya saja, kualitas dan suplai makanan. Variabel ini sangat
dipengaruhi oleh iklim. Bagaimana keteraturan iklim telah membuat petani tahu
kapan waktu yang tepat untuk menebarkan benih, memupuk, dan memanen
lahannya. Saat iklim berubah, cuaca juga berubah. Kekeringan dan banjir dapat
datang sewaktu-waktu. Mungkin petani masih bisa memanfaatkan air tanah. Akan
tetapi, seperti telah disebutkan dalam penjelasan sebelumnya, aktivitas
antropogenik manusia telah merubah wajah vegetasi bumi. Kualitas dan kuantitas
air tanah dan permukaan kini juga berada dalam ancaman. Perubahan cuaca,
kelembaban, suhu udara, arah dan kekuatan angin juga mempengaruhi perilaku
hama (Kamaluddin, 2010).
IPCC menyimpulkan bahwa bahwa beberapa studi mengindikasikan
meningkatnya tekanan panas, kekeringan, dan banjir secara negatif akan
mempengaruhi lahan pertanian melebihi dampak perubahan iklim. Hal tersebut
juga diperkirakan akan membentuk kemungkinan terjadinya kejutan yang
dampaknya lebih luas, muncul lebih awal, lebih daripada yang diperkirakan.
Variabilitas iklim dan perubahan juga mengubah risiko terjadinya kebakaran,
outbreak patogen dan hama, yang berefek negatif pada ketersedian suplai
makanan dan kehutanan (Kamaluddin, 2010).
2.3.3 Dampak Sosial Ekonomis
Perubahan iklim cenderung mengakibatkan bencana. Hal tersebut secara
klinis akan mengakibatkan gangguan kesehatan. Selain itu, bencana-bencana
tersebut juga dapat melumpuhkan kegiatan perekonomian manusia. Bencana yang
merusak bangunan fisik, melumpuhkan sumber daya manusia lewat penyakit,
serta dapat mengancam iklim investasi. Hal tersebut dapat mengganggu kondisi
sosial dan ekonomi manusia (Kamaluddin, 2010).

Dampak terberat dari pengaruh kesehatan adalah kematian. Tabel di bawah


ini meringkas berbagai hubungan iklim dan kesehatan :
Tabel 1. Ringkasan hubungan Iklim/Cuaca dengan Morbiditas dan Mortalitas
Dampak Kesehatan

Efek yang Telah Diketahui Berhubungan


dengan Cuaca/Iklim

Mortalitas karena gangguan Kenaikan mortalitas ringan selama gelombang panas


Kardiovaskular, pernafasan, Hubungan berbentuk hurup V dan J antara kenaikan
dan stroke

Rinitis Alergika, Alergi

suhu dan kematian penduduk


Kematian karena heat stroke meningkat selama terjadi
gelombang panas
Cuaca mempengaruhi konsentrasi polutan berbahaya
Cuaca mempengaruhi insiden alergik musiman dan

hidung
Kematian dan rudapaksa
(injuries)
Penyakit menular dan

produksi aeroalergen
Banjir, tanah longsor, dan badai menimbulkan
rudapaksa dan kematian langsung
Banjir memutus suplai air bersih dan merusak sistem

gangguan mental

sanitasi dan mungkin merusak jaringan transportasi


yang pada akhirnya membahayakan kesehatan
Banjir memungkinkan tumbuhnya tempattempat
pembiakan vektordan menimbulkan Kejadian Luar

Kelaparan, gangguan
gizi, diare, dan penyakit
saluran pernafasan

Biasa (KLB)
Banjir meningkatkan gangguan stress
Kekeringan mengurangi persediaan air dan higiene yang
menimbulkan banyak masalah kesehatan
Kekeringan juga meningkatkan risiko kebakaran hutan

yang menimbulkan polusi dan kekurangan pangan


Penyakit menular melalui Suhu tinggi memperpendak perkembangan patogen di
nyamuk, roden, dan tungau
(malaria, Demam Berdarah,
Elepantiasis, dll)

dalam tubuh vektor dan mempercepat transmisi ke


manusia
Setiap vektor memiliki suhu optimum untuk

pertumbuhan vektor dan bahan patogen


Penyakit menular melalui Suhu mempengaruhi pertumbuhan kuman di dalam
air dan makanan

makanan dan air serte memudahkan penularan ke


manusia
Suhu juga mempengaruhi ketersediaan air dan makanan,
yang apabila jumlahnya terbatas, risiko penularan
semakin besar

Sumber : (Thabrany, 2007).

2.4 Penyakit yang Timbul


Penyakit yang ditimbulkan akibat perubahan iklim antara lain adalah :
a. Malaria
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit plasmodium
yang masuk ke dalam tubuh manusia, ditularkan oleh nyamuk Anopheles
betina. Plasmodium penyebab malaria pada manusia adalah Plasmodium
falcifarum, Plasmodium vivax, Plasmodium ovale, plasmodium malariae.
Jenis Plasmodium yang banyak ditemukan di Indonesia adalah P. falcifarum
dan P. vivax.
Penyakit malaria merupakan penyakit yang endemis di Indonesia.
Penyakit malaria sering dikaitkan dengan perubahan iklim, karena baik
nyamuk Anopheles maupun Plasmodium sensitif terhadap perubahan iklim.
Perubahan iklim akan mempengaruhi pola penularan malaria. Peningkatan
suhu akan mempengaruhi perubahan bionomik atau perilaku menggigit dari
populasi nyamuk, angka gigitan rata-rata yang meningkat (biting rate),
perubahan

kegiatan

reproduksi

nyamuk

yang

ditandai

dengan

perkembangbiakan nyamuk yang semakin cepat, pemendekan masa


kematangan parasit nyamuk.
Selain itu, peningkatan suhu juga menyebabkan terbukanya peluang
daerah baru sebagai endemik penyakit tersebut. Dengan adanya pemanasan
global, nyamuk yang menjadi vektor tersebut mampu untuk berkembang biak
di daerah yang sebelumnya dianggap terlalu dingin untuk perkembangbiakan
yaitu isotherm 16 Lintang utara dan Lintang selatan. Sejumlah penyakit
memang endemis di wilayah tertentu, namun perubahan iklim berdampak
terhadap penyebaran penyakit ke daerah lain.
Anopheles adalah jenis nyamuk vektor utama penyakit malaria yang
selama ini dianggap mampu berkembangbiak pada daerah tropis dengan suhu
tidak kurang dari 16C dan pada ketinggian kurang dari 1.000 m. Namun

laporan terakhir menunjukkan nyamuk ini telah ditemukan di daerah subtropis


dan pada ketinggian dimana anopheles sebelumnya tidak ditemukan seperti di
Afrika Tengah dan Ethiopia
Upaya pemberantasan malaria dilakukan melalui pemberantasan vektor
penyebab malaria yaitu nyamuk Anopheles. Untuk membunuh nyamuk
dewasa dapat dilakukan dengan penyemprotan rumah dan sekeliling rumah
dengan racun serangga. Untuk membunuh larva dapat dilakukan dengan cara
kimiawi dan hayati. Pemberantasan larva nyamuk Anopheles secara kimiawi
dilakukan dengan menggunakan larvasida. Pemberantasan larva nyamuk
Anopheles secara hayati dilakukan dengan menggunakan beberapa agen
biologis seperti ikan pemakan jentik. Pencegahan penyakit malaria juga dapat
dilakukan dengan pengelolaan lingkungan hidup yaitu dengan pengubahan
lingkungan hidup sehingga larva nyamuk Anopheles tidak mungkin hidup
b. Demam berdarah
Demam berdarah dengue (DBD) atau dengue haemorrhagic fever (DHF)
adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue Famili
Flaviviridae, dengan genusnya adalah Flavivirus. Virus ini mempunyai empat
serotipe yang dikenal dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Selama ini
secara klinik DBD mempunyai tingkatan manifestasi yang berbeda,
tergantung dari serotipe virus Dengue yang menginfeksi. Morbiditas penyakit
DBD menyebar di negara-negara tropis dan subtropis. Disetiap negara,
penyakit DBD mempunyai manifestasi klinik yang berbeda. Infeksi virus
Dengue telah menjadi masalah kesehatan yang serius pada banyak negara
tropis dan subtropis. Kejadian penyakit DBD semakin meningkat dari tahun
ke tahun dengan manifestasi klinis yang berbeda mulai dari yang ringan
sampai berat.
Penyebaran penyakit demam berdarah dipengaruhi perubahan iklim,
karena perubahan iklim akan menyebabkan terjadinya perubahan dalam
habitat nyamuk Aedes aegypti. Perubahan iklim menyebabkan peningkatan
suhu udara dan curah hujan pada suatu daerah. Dengan tidak adanya sistem
drainase yang baik maka akan terbentuk genangan-genangan air yang sangat
cocok untuk tempat perkembangbiakan nyamuk-nyamuk tersebut. Perubahan

iklim yang ditandai dengan peningkatan suhu rata-rata pun dapat


mempengaruhi

perkembang

biakan

nyamuk

Aedes

aegypti

dengan

memperpendek waktu yang diperlukan untuk perkembangan dari fase telur


menjadi nyamuk dewasa. Pada suhu 26C diperlukan 25 hari untuk virus dari
saat pertama nyamuk terinfeksi virus sampai dengan virus dengue berada
dalam kelenjar liurnya dan siap untuk disebarkan kepada calon penderita
demam berdarah.Sebaliknya, hanya diperlukan waktu yang relatif pendek
yaitu 10 hari pada suhu 30C. Faktor iklim yang panas dan lembab akibat
musim hujan darat memperpanjang umur nyamuk Aedes aegypti.
Banyak faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit demam berdarah
dengue antara lain faktor host, lingkungan (environment) dan faktor virusnya
sendiri. Faktor host yaitu kerentanan (susceptibility) dan respon imun. Faktor
lingkungan (environment) yaitu kondisi geografi (ketinggian dari permukaan
laut, curah hujan, angin, kelembaban, musim); kondisi demografi (kepadatan,
mobilitas, perilaku, adat istiadat, sosial ekonomi penduduk). Jenis nyamuk
sebagai vektor penular penyakit juga ikut berpengaruh. Faktor agent yaitu sifat
virus dengue. Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian
vektornya, yaitu nyamuk Aedes aegypti.
c. Filiarisis
Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh investasi satu atau lebih
cacing filaria yaitu Wuchereria brancofti, Brugia malayi dan Brugia timori.
Masa inkubasi penyakit ini kurang lebih 1 tahun. Vektor utama penyakit ini
adalah nyamuk Culex quinquefasciatus, Aedes dan Anopheles yang biasanya
menghisap darah pada malam hari. Di dunia sekitar 120 juta orang dari 80
negara menderita filariasis. Di Indonesia sekitar 10 juta orang telah terinfeksi
filariasis, 150 juta orang hidup di daerah endemik (population at risk).
d. Diare
Penyakit diare kerap muncul saat banjir tiba. Saat terjadi pengungsian
besar-besaran, kondisi kebersihan, baik lingkungan maupun makanan dan
minuman yang dikonsumsi, sangat tidak memadai. Sebagian pengungsi juga
memanfaatkan sumber air bersih yang telah tercemar banjir. Kualitas air
minum yang buruk menyebabkan terjadinya wabah diare.

Diare adalah buang air besar dalam bentuk cairan lebih dari tiga kali dalam
satu hari dan biasanya berlangsung selama dua hari atau lebih. Diare akan
menyebabkan terjadinya dehidrasi yang akan membahayakan jiwa terutama
pada balita dan orang lanjut usia.
Penyebab diare bermacam-macam, bisa disebabkan oleh virus, di mana
virus melekat para permukaan sel mukosa usus dan menyebabkan kerusakan
pada sel-sel usus. Penyerapan pada usus menjadi menurun dan pengeluaran air
dan elektrolit meningkat. Diare juga bisa disebabkan oleh enterotoksin atau
racun yang dihasilkan oleh bakteri Clostridium dan endotoksin yang
dihasilkan oleh Staphylococcus.
Penyebab diare yang terbanyak adalah karena infeksi bakteri E. coli. Diare
dapat dicegah dengan menjaga kebersihan diri dan kebersihan lingkungan.
Membersihkan tangan dengan sabun, meminum air minum yang telah diolah,
menggunakan air yang tidak terkontaminasi, pengelolaan sampah yang baik
agar makanan tidak tercemar dan membuang air besar pada tempatnya akan
mengurangi penularan diare.
e. Leptospirosis
Leptospirosis merupakan penyakit demam akut yang disebabkan oleh
mikroorganisma leptospira yang ditularkan melalui hewan pengerat terutama
tikus, Penyakit ini sebenarnya sudah ada sejak abad 19 dan mulai muncul
kembali sejak terjadinya banjir di Jakarta tahun 2002. Penyakit leptospirosis
ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat terutama di negara tropis
dan subtropis. Hal ini akibat curah hujan yang tinggi yang disertai dengan
kesehatan lingkungan yang kurang baik sehingga mempermudah penularan
leptospirosis. Kejadian leptospirosis di Indonesia cukup tinggi dan angka
kematian karena penyakit ini cukup besar.
f. SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome)
Perubahan iklim dan cuaca, ternyata mengakibatkan proses mutasi
sejumlah jenis virus menjadi lebih cepat. Indonesia yang merupakan negara
kepulauan yang terletak di garis khatulistiwa, di antara dua benua dan dua
samudera, merupakan yang paling rentan terkena dampak dari perubahan
iklim dan cuaca. Pemanasan global mengakibatkan perubahan jalannya

evolusi flora dan fauna, yaitu memudahkan kuman bertumbuh dan mutasi.
Pada tahun 2003 mutasi corona virus yang baru menyebabkan pandemik
SARS (severe acute respiratory syndrome) atau CVP (corona virus
pneumonia). Setelah itu, muncul kasus hebat di kawasan Asia, Eropa dan
Amerika Latin, yakni flu burung.
Kasus SARS (severe acute respiratory syndrome) atau sindrom pernapasan
akut berat pertama kali ditemukan di propinsi Guangdong (China) pada bulan
November 2003. SARS (Severe acute respiratory syndrome) adalah penyakit
infeksi pada jaringan paru manusia. Penyakit SARS ini mempunyai tingkat
penularan yang tinggi terutama diantara petugas kesehatan yang selanjutnya
menyebar ke anggota keluarga dan pasien-pasien Rumah Sakit. Angka
kematian di antara penderita (CFR) diketahui sekitar 4%. Hingga saat ini
SARS dilaporkan telah menyebar di berbagai negara ditandai dengan
ditemukannya penderita yang dicurigai SARS. Dengan kenyataan di atas maka
pada tanggal 15 Maret 2003, WHO menetapkan SARS merupakan ancaman
kesehatan global (Global Threat) yang harus mendapat perhatian dari semua
negara di dunia.Indonesia merupakan negara kepulauan dengan wilayah yang
luas dan berbatasan dengan negara-negara terjangkit dan negara tempat
ditemukannya penderita SARS. Keadaan ini menjadi ancaman terhadap
masuknya penyakit ini ke wilayah Indonesia dan didukung oleh banyaknya
jalur transportasi langsung dengan daerah-daerah di Indonesia.
g. Flu burung
Pemanasan global mengakibatkan meningkatnya kasus flu burung (avian
influenza/AI). Ini karena meningkatnya suhu udara mendorong peningkatan
penguapan sehingga kondisi udara lebih lembab, sementara virus AI (Avian
Influenza) sangat menyukai kondisi lembab dan dingin. Flu burung adalah
suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza yang ditularkan
oleh unggas yang dapat menyerang manusia. Nama lain dari penyakit ini
antara lain avian influenza. Etiologi penyakit ini adalah virus influenza.
Dikenal beberapa tipe virus influenza, yaitu; tipe A, tipe B dan tipe C. Virus
Inluenza tipe A terdiri dari beberapa strain, yaitu: H1N1, H3N2, H5N1, H7N7,
H9N2 dan lain-lain. Saat ini, penyebab flu burung adalah Highly Pathogenic

Avian Influenza Virus, strain H5N1. Virus Influenza A (H5N1) merupakan


penyebab wabah flu burung pada unggas. Secara umum, virus flu burung tidak
menyerang manusia, namun beberapa tipe tertentu dapat mengalami mutasi
lebih ganas dan menyerang manusia (Wijayanti, 2010).
2.5 Strategi Pengendalian Perubahan Iklim
2.5.1 CDM (Clean Development Mechanism)
CDM merupakan salah satu mekanisme yang terdapat dalam Protokol
Kyoto. Mekanisme CDM merupakan satu-satunya mekanisme yang melibatkan
negara berkembang, dimana negara maju dapat menurunkan emisi gas rumah
kacanya dengan mengembangkan proyek ramah lingkungan di negara
berkembang. Mekanisme ini sendiri pada dasarnya merupakan perdagangan
karbon, dimana negara berkembang dapat menjual kredit penurunan emisi kepada
negara yang memiliki kewajiban untuk menurunkan emisi, yang disebut negara
Annex I (Kamaluddin, 2010).
Akan tetapi, mekanisme perdagangan karbon ini mengalami tantangan.
Almuth Ernsting dalam tulisannya yang berjudul Reduced Emission From
Deforestation: Can Carbon Trading Save Our Ecosystem? mengemukakan fakta
bahwa dana hasil CDM memang dialokasikan untuk reboisasi. Akan tetapi,
reboisasi yang dilakukan tidak benar-benar dapat mengembalikan ekosistem yang
rusak (Kamaluddin, 2010).
Selama ini reboisasi yang dilakukan menggunakan monoculture-tree
plantations yang artinya dilakukan penanaman kembali lahan yang gundul dengan
satu jenis bibit pohon. Hal tersebut dianggap memberikan efek buruk terhadap
lingkungan dan komunitas di sekitar hutan yang rusak karena reboisasi yang
dilakukan hanya sekedar menghijaukan, tetapi tidak mampu mengembalikan
kualitas ekosistem. Oleh karena itu, dia mengusulkan untuk mengintegrasikan
CDM dengan REDD (Kamaluddin, 2010).
2.5.2 REDD (Reduced Emission from Deforestation on Development
Country)

REDD adalah cara mereduksi karbon dengan jalan mengatur laju


deforestasi. Mekanisme ini sebenarnya tidak mutlak menganggap CDM buruk.
Pelaksanaan REDD dapat dilaksanakan bersama dengan pelaksanaan CDM yang
sudah berlangsung. Hanya saja, dana hasil CDM sebagian dipisahkan untuk biaya
perawatan atau pelestarian hutan yang masih ada. Dalam publikasi ilmiah yang
diadakan UNFCCC pada Mei 2007, disebutkan bahwa opsi yang digunakan
dikenal dengan sebutan 50-50-50. Artinya, mengurangi laju deforestasi hingga
50% pada tahun 2050 sambil mempertahankan laju deforestasi pada kisaran
tersebut diklaim akan menyelamatkan 50 milyar ton emisi karbon (Kamaluddin,
2010).
Gambaran ini didapat dengan menggunakan Stern Review. Memang, Stern
Review tidak merekomendasikan gambaran nyata apapun dalam mengurangi laju
deforestasi. Akan tetapi, Stern menyatakan bahwa dengan tujuan menstabilkan
kadar emisi CO2 pada angka 450 ppm, maka akan dicari cara dekarbonisasi yang
cepat dan lengkap lewat emisi energi non transportasi,menghentikan deforestasi,
dan intensifikasi substansi aktivitas penyitaan aset. Dengan mencoba untuk
mengendalikan laju deforestasi masalah mendasar dari pendekatan bak kritis
dapat ditutupi (Kamaluddin, 2010).
2.5.3 CCP (Carbon Capture and Storage)
CCS adalah suatu cara mengurangi emisi karbon dengan jalan
menyuntikkan karbon dioksida ke perut bumi. Metode ini membutuhkan ruang
kosong di perut bumi, bisa juga menggunakan sumur-sumur gas dan minyak bumi
yang sudah mengering. Akan tetapi, kendala penerapan teknologi ini adalah
mahalnya biaya investasi dan tidak semua orang bisa melakukan transfer
teknologi walaupun untuk Indonesia teknologi tersebut mampu mengurangi emisi
karbon hingga 20% pada tahun 2005 (Kamaluddin, 2010).
Alternatif lainnya adalah mempromosikan penggunaan transportasi publik
yang aman dan gerakan aktif, seperti bersepeda atau berjalan sebagai alternatif
penggunaan kendaraan pribadi, sebab bisa mengurangi emisi karbon dioksida dan
meningkatkan kesehatan masyarakat. Hal itu tidak hanya bisa mengurangi
kecelakaan lalu lintas, tetapi juga mengurangi polusi udara yang terkait dengan

keberadaan penyakit pernapasan dan kardiovaskular. Peningkatan tingkat aktivitas


fisik juga dapat menurunkan tingkat kematian secara keseluruhan (Anonim1.
2010)
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat dari tulisan ini meliputi :
1. Prinsip dasar dari perubahan iklim adalah kebenaran umum yang dijadikan
sebagai pedoman berpikir adanya perubahan pada iklim yang disebabkan
secara langsung mapun tidak langsung sebagai akibat ulah kegiatan manusia
yang mengubah komposisi atmosfer secara global.
2. Banyak fakta yang terjadi pada perubahan iklim antara lain, gletser yang
mencair, kenaikan air laut, pemanasan global, gletser mencair dll.
3. Untuk dampaknya, perubahan iklim mempunyai efek langsung, efek tidak
langsung. Untuk efek langsung dapat dikatakan bahwa suhu ekstrim panas dan
dingin merupakan efek langsungnya. Untuk efek tidak langsung dari
perubahan iklim jauh lebih banyak dan lebih sulit dihitung kerugian
ekonominya.
4. Untuk strategi pengendalian perubahan iklim antara lain CDM, REDD dan
CCP. CDM merupakan salah satu mekanisme yang terdapat dalam Protokol
Kyoto. Mekanisme ini sendiri pada dasarnya merupakan perdagangan karbon.
REDD adalah cara mereduksi karbon dengan jalan mengatur laju deforestasi,
pelaksanaan REDD dapat dilaksanakan bersama dengan pelaksanaan CDM
yang sudah berlangsung. CCS adalah suatu cara mengurangi emisi karbon
dengan jalan menyuntikkan karbon dioksida ke perut bumi, membutuhkan
ruang kosong di perut bumi, bisa juga menggunakan sumur-sumur gas dan
minyak bumi yang sudah mongering.
3.2 Saran
Sebaiknya mulai sekarang, semua kalangan masyarakat dapat menjaga dan
melestarikan bumi dengan sebaik-baiknya dikarenakan telah banyak fakta-fakta
pemanasan global yang dapat mengancam kehidupan semua makhluk.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim1. 2010. 10 Fakta Tentang Perubahan Iklim dan Kesehatan.


http://cerlangcemerlang.com/2010/04/03/10-fakta-tentang-hubunganperubahan-iklim-dan-kesehatan/
diakses pada tanggal 5 November 2010
Kamaluddin. 2010. Isu-Isu Pengaruh Iklim Terhadap Lingkungan.
http://kamaluddin86.blogspot.com/2010/01/isu-isu-pengaruh-iklimterhadap.html
diakses pada tanggal 6 November 2010
Thabrany, Hasbullah. 2007. Resiko Kesehatan Akibat Perubahan Cuaca.
http://staff.ui.ac.id/internal/140163956/material/RisikoKesehatanakibatPer
ubahanCuaca07.pdf
diakses pada tanggal 5 November 2010
Wikipedia. 2010. Prinsip. http://id.wikipedia.org/wiki/Prinsip.
diakses pada tanggal 4 November 2010
Wijayanti, Krisma. 2010. Penyakit-Penyakit yang Meningkat.
http://www.dokterz.co.cc/2010/07/penyakit-penyakit-yang-meningkat.html
diakses pada tanggal 4 November 2010

Anda mungkin juga menyukai