Anda di halaman 1dari 2

*103 days and its still counting*

Shed a tear cuz i'm missing you


I'm still alright to smile
Oh i think about you everyday now
Was a time when i wasn't sure
But you set my mind at ease
There's no doubt you're alwez in my heart, now
(You always) said: woman take it slow
It'll work itself out fine
All we need is just a little patience
Said: sugar, make it slow
And we come together fine
All we need is just a little patience *103 days and it's still counting*
i really miss you especially at an hardly time like this. There's no more shoulder to
cry on, someone to rely on and a warm hug to ease my pain. #hard #still #hard
Pada saat saat seperti ini, saat dimana banyak sesak. Sebuah permainan konflik
yang menyita perhatian. Sebutlah kisah tentang seorang anak kecil yang bermimpi
memiliki beberapa rumah Barbie, namun sang ayah malah memberikan satu set
alat masak yang lebih jelas visi dan esensinya. Walaupun sama sama mainan,
esensi kesenangan juga sama sama punya, namun Barbie bukanlah alat masak.
Menangislah sang bocah. Kei bunya sang bocah pergi berlari untuk menumpahkan
asa. Ibu adalah jawaban pertama. Sosok yang memberikan pelukan kamu akan
baik baik aja, sebuah nasehat masih ada esok hari dan jaminan bahwa ibu akan
selalu ada. Kenyamanan dan keamanan dari ibu tercinta yang pastilah mampu
membuat sang anak akhirnya melupakan bahwa itu bukanlah Barbie namun set
mainan alat masak dan akhirnya memilih untuk menikmati bermain dengan set alat
masak.
Dari sudut pandang ayah, hal seperti ini esensial karena memang satu set alat
masak akan membuat sang anak berfikir kreatif untuk di kemudian hari manjadi
chef andalan rumah tangga.
Namun bagaimana dari sudut pandang anak ketika akhirya di suatu hari sang anak
dewasa? Ketika masih kecil sang anak baik baik saja karena ada ibu yang terus
meneguhkan. Namun bagaimana jika ibu sudah tidak ada? Saat sang anak sendiri
yang harus menemukan hikmah nya sendiri, ketika anak mempunyai banyak
keinginan namun dihadapkan bahwa kekuatan dan power yang dia miliki tidak
sebanding dengan keinginannya. Bahkan ketika anak sadar seratus persen bahwa

dia tak mungkin mampu meraih impian tersebut? Sesak ketika harus megingat
bahwa tak ada lagi ibu yang akan terus menerus mengatakan kamu akan baik
baik aja, nak yang kamu butuhkan hanyalah sedikit lebih sabar, pasti ada jalan
atau its okay sayang, semua akan baik baik aja. Tenang dan bersabarlah.
Bagaimana jika kenyataan bahwa impian tersebut berseberangan dengan
perwatakan bapaknya sendiri? Sedih, sesak, tak tahu harus bagaimana. Mungkin
yang berada dalam benak anak tersebut sekarang dia sangat merindukan ibunya.
Ibu satu satu nya orang yang akan berfikir dalam kacamata objektivitas anak dan
akan berusaha untuk mencarikan jalan bagi anaknya. Cerita seperti ini berlaku pula
sebaliknya.
Buat kamu semua, percayalah bahwa ditinggalkan oleh salah satu orang tua kalian
adalah hal termenyedihkan dalam hidup. Saat dimana perekonomian, harga diri,
kepercayaan diri, eksistensi satu demi satu tumbang. Bagaimana jika dan hanya jika
ayah hanya satu satu nya ornag yang menjadi tulang punggung income keluarga.
Atau ketika keduanya adalah pensupport proses keberjalan dan role mengepulnya
asap dapur dirumah. Bayangkan jika hal tersebut kemudian mencederai
perekonomian kelurga. Sanggupkah? Disaat harga sembako yang semakin tinggi,
inflasi mata uang yang semakin tak terkendali, kebutuhan2 lainnya seperti
pernikahan, hajatan, resepsi, pendidikan menjadi hal yang juga harus difikirkan. Apa
semua akan baik baik saja ketika salah satu pilar penyokongnya tumbang? Jelas,
hidup pasti akan lebih sempit bahkan bias jadi terhimpit.

Anda mungkin juga menyukai