Anda di halaman 1dari 28

BAB I

LAPORAN KASUS

A. Identitas
Nama : Ny. S
Umur : 60 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Mojolaban Sukoharjo
No CM : 01402571

B. Anamnesis

Keluhan Utama
Nyeri pada kepala

Riwayat Penyakit Sekarang:

1 jam SMRS saat pasien datang sedang bekerja d pabrik tiba-tiba rambut pasien
terkena mesin tenun dan tertarik sampai kulit kepala terkelupas. Pingsan (-), muntah (-),
kejang (-). Setelah kejadian pasien di bawa ke RS PKU. Karena keterbatasan sarana pasien
disarankan ke RSDM
B. Primary survey

A : clear

B : I : pergerakan dinding dada kanan=kiri, rr= 20x/menit

P: krepitasi (-/-)

P : sonor/sonor

A : SDV (+/+)

C : TD : 190/100 mmHg. Hr: 115x/menit

D : GCS E4V5M6, pupil isokor (3mm/3mm), reflek cahaya (+/+)

E : T: 36.5OC
C. Secondary survey

Status Generalis

a. Kulit :
Warna coklat sawo matang, tidak ikterik, tidak pucat, tampak tinea vesikolor tidak
merata, tidak tampak ada tanda peradangan, tugor kuit baik.
b. Kepala : Lihat status lokalis
c. Pemeriksaan Paru
1. Inspeksi : Simetris kanan dan kiri, tidak ada deformitas, tidak ada ketinggalan
gerak, tidak ada retraksi dinding dada, tidak ada jejas.
2. Palpasi : Fokal fremitus seimbang antara paru-paru kanan dan kiri, tidak ada
krepitasi, dan tidak ada nyeri tekan pada dada.
3. Perkusi : Seluruh lapang paru sonor, batas atas hepar SIC VI midclavicula
kanan.
4. Auskultasi : Suara dasar paru vesikuler meningkat, tidak terdapat suara tambahan
paru.
d. Pemeriksaan thorax
1. Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat
2. Palpasi : Ictus Cordis tidak teraba.
3. Perkusi : Batas Jantung
Kanan atas : SIC II Linea Para Sternalis dextra
Kanan bawah : SIC V Linea Para Sternalis dextra
Kiri atas : SIC III Linea Mid Clavicula sinistra
Kiri bawah : SIC VI Linea Axilaris anterior sinistra
4. Auskultasi : S1>S2, irama regular normal, tidak terdapat bising jantung.
e. Pemeriksaan Abdomen
1. Inspeksi : Datar, dinding perut sejajar dengan dinding dada, tidak tampak
adanya massa
2. Auskultasi : Bising usus normal
3. Perkusi : Timpani.
4. Palpasi : Supel, terdapat nyeri tekan, hepar dan lien tidak teraba, tidak ada
defence muscular.
f. Pemeriksaan Ekstremitas :
Tidak ada kelainan

Status Lokalis R. Scalp:


Inspeksi: tampak vulnus degloving R.scalp dan R. Periorbita (D)

Palpasi: nyeri tekan (+), krepitasi (-)

D. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal


Hemoglobin 11.2 12.0-15.6
Hematokrit 35 33-45
Leukosit 27.5 4.5-11
Trombosit 485 150-450
PT 14.2 10-15
APTT 27.9 02 – 40
INR 1180
GDS 200 60-140
Creatinin 0.8 0.6-12
Ureum 34 < 50
Natrium darah 136 136-145
Kalium darah 38 3.7-5.4
Chlorida darah 104 98-106
HbsAg Non reactive

E. Diagnosis
Open degloving R. Calvaria

F. Penatalaksanaan

 Inf NaCl 0.9% 100 gr/24jam


 Inj. Metamizol 1gr/8jam
 Inj kithdin 50m/8jam
 Inj ATLS

Advis:
 Debridemantdengan NaCl 0,9% degan LA (posisi pronasi kepala tengadah
 Raw surface ditutup dengan daryan tulle+burnazin plus +kassa (light dressing)

Laporan operasi

Leader : dr. Dewi Haryanti,Sp.BP-RE

Asisten : dr. Is Ikhsan

Diagnosis pre oprasi : Open degloving R. Calvaria

Diagnosis post operasi :post debridement + jahit primer ai vulnus degloving R.


Calvaria

Laporan :
1. Pasien dalam posisi supine dengan GA

2. Tutup denganRedell tule

3. tutup luka pada vulnus eksisi, spektrum dengan lukakrematum


4. dilakukan . jahit luka, dan debridemant

5. dilakukan graft. Pada sisi panggul

6. uk rupture plastc

7. pasang

8. jahit dengan benang silver 1.0

9. tutup luka dengan ecle

10. operasi selesai

FOTO KLINIS PREOP


FOTO KLINIS POST OP
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI

Kulit merupakan bagian yang sering mengalami deglovinginjury, karena merupakan


bagian dari organ tubuh yang terletak paling luar.Kulit merupakan jaringan yang sangat
kompleks, elastis dan sensitif, bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras dan juga
bergantung pada lokasi tubuh. Luas kulit orang dewasa 1,5-2 m2, dengan berat kira-kira 15%
berat badan. Tebalnya antara 1,5-5 mm, bergantung pada letak kulit, umur, jenis kelamin,
suhu dan keadaan gizi. Kulit paling tipis di kelopak mata, penis, labium minor,dan bagian
medial lengan atas. Sedangkan kulit yang tebal terdapat di telapak tangan dan kaki,
punggung, bahu, bokong.2

B. DEFINISI

Degloving injury adalah salah satu jenis cedera avulsi dimana sebagian besar kulit
terlepas dari jaringan dibawahnya,sehingga membahayakan dalam pemenuhan suplai darah.
Dinamakan degloving karena dianalogikan dengan proses melepas glove (sarung tangan).
Terminologi degloving terutama digunakan untuk cedera pada ektremitas atau anggota gerak
atau yang berbentuk tabung.

C. ETIOLOGI

Trauma degloving dapat disebabkan beberapa faktor, antara lain karena kecelakaan
lalu lintas seperti terlindas dari kendaraan atau kecelakaan akibat dari olah raga seperti roleer
blade, sepeda gunung, acrobat dan skate board. Trauma degloving ini mengakibatkan
penurunan suplai darah ke kulit, yang pada akhirnya dapat terjadi kerusakan kulit. Degloving
sering terjadi pada trauma giling, keras dan sifatnya mendadak, trauma multiple. Pada
keadaan ini kulit dan subkutis terelevasi secara paksa dan sering kali terjadi pada ekstremitas
bawah. Degloving minimal biasa terjadi pada pasien yang sudah tua, misalnya benturan
terhadap meja. Selain pada extremitas, degloving juga biasa terjadi pada mucosa mandibula,
yang diakibatkan oleh high jump pada acrobat biking atau kecelekaan lalu lintas. Hal utama
yang perlu diperhatikan adalah vitalitas jaringan dan angka morbiditas yang tinggi.

D. MEKANISME TRAUMA

Mekanisme trauma yang menyebabkan degloving injury antara lain :

• Pada degloving, kulit dan jaringan subcutis terlepas secara paksa dari dasar oleh
kekuatan yang keras dan mendadak. Bisa karena tungkai terlindas antara ban dan
permukaan jalan.

• Saat roda berputar diatas tungkai akan menyebabkan tarikan kulit.

• Terjadi gaya puntir dari kulit sekitar poros tungkai.

• Kulit terputus kontinuitasnya, sebagian kulit melekat seperti flap.

• Bisa juga terjadi akibat kipas angin, trauma tumpul, dan lain-lain.

E. KLASIFIKASI

Ada dua jenis degloving injury, yaitu:

1. Trauma degloving dengan luka tertutup (closed degloving/physiological


degloving).3,7 Trauma ini jarang terjadi tapi penting diperhatikan karena terjadi pada pasien
dengan multiple trauma, dimana jaringan subkutan terlepas dari jaringan dibawahnya. Klinis
awalnya dari jenis ini seringkali tampak normal pada permukaan kulit, dapat disertai dengan
echimosis. Dan jika tidak dikoreksi, akan menyebabkan peningkatan dari morbiditas yaitu
jaringan yang terkena akan mengalami necrosis. Untuk itu dilakukan drainase dengan
membuat insisi kecil yang bertujuan untuk kompresi, karena terdapat ruangan yang terisi oleh
hematome dan cairan. Luka degloving yang tertutup terjadi jika ada kekuatan shear dengan
energi yang cukup dalam waktu yang singkat sehingga kulit tidak terkelupas. Tapi
didalamnya kadang dapat terjadi pemisahan antara jaringan dengan pembuluh darah, hal ini
menyebabkan bagian yang atas dari jaringan yang terpisah menjadi nekrosis karena tidak
mendapat aliran darah. Komplikasi dari traksi dapat mengakibatkan trauma degloving luka
tertutup pada kulit sehingga dapat menyebabkan terjadinya lesi pada kulit. Hal ini mungkin
disebabkan oleh usia lanjut dan kulit yang lemah. Jadi pada trauma degloving tertutup
jaringan subkutan terlepas dari jaringan dibawahnya, sedang bagian luar atau permukaan kulit
tanpa luka atau ada luka dengan ukuranyang kecil.3,4

Degloving tertutup terjadi apabila :

• Disebut juga physiological degloving.

• Permukaan kulit intak.

• Jaringan subkutan terlepas dari jaringan dibawahnya, sedang permukaan luar tanpa luka.

• Terjadi jika ada kekuatan shear dengan energi yang besar dalam waktu singkat

• Tanda: mobilitas kulit dan fluktuasi di subcutis, disertai jejas seperti ban mobil, luka abrasi.

• Bila tidak diatasi: jaringan bisa necrosis.

2. Trauma degloving dengan luka terbuka (open degloving/anatomically degloving).


Trauma degloving ini terjadi akibat trauma pada tubuh yang menyebabkan jaringan terpisah.
Gambarannya berupa terangkatnya kulit dari jaringan dibawahnya disertai dengan luka yang
terbuka. Ini merupakan trauma degloving dengan luka terbuka.3

Degloving terbuka terjadi apabila :

• Akibat trauma yang menyebabkan jaringan kulit terpisah dari dasarnya dengan
disertai terputusnya permukaan kulit.
• Disebut juga anatomical degloving.

• 80 % kasus disertai dengan fraktur.

F. GAMBARAN KLINIS

Terkelupasnya lapisan kutis dan subkutis dari jaringan dibawahnya, dapat juga masih
terdapat bagian dari kulit yang melekat, ini terjadi pada trauma degloving terbuka. Gejala
klinik yang lain dapat pula ditemukan gambaran permukaan kulit yang normal atau dapat
disertai dengan echimosis, ini terjadi pada trauma degloving tertutup.4

G. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaaan fisik pada pasien dengan cedera degloving terdiri dari beberapa langkah
berikut:

• Pemeriksaaan kondisi umum

• Pemeriksaan cedera yang mengancam jiwa

• Pemeriksaaan cedera mayor

• Pemeriksaan area degloving

• Sejauh mana kulit yang hilang

• Ekspos/cedera struktur vital

• Gerakan yang bisa dilakukan

H. MANAJEMEN

Prinsip terapi:

• Pertahankan struktur sebanyak mungkin


• Penutupan kulit definitif sesegera mungkin

• Debridement dan perbaikan struktur di bawahnya (ORIF, OREF, repair otot, tendon
dsb)

• Penilaian vitalitas jaringan

• Penutup kulit berkualitas baik

• Pengembalian fungsi segera

• Kemungkinan pengerjaan prosedur sekunder

• Fisioterapi

• Refinement

Pada pasien lanjut usia, perlu diperhatikan pula risiko terjadinya hematoma yang
dapat menyebabkan komplikasi pada infeksi, bahkan berpotensi menjadi massa jaringan
lunak. Proses aging mempengaruhi turgor dan menurunkan resistensi terhadap cedera.
Penting untuk menginvestigasi penyebab cedera dan mencari kondisi medis yang menyertai,
seperti neuropati diabetik dan penyakit vaskular pada ekstremitas bawah.

I. PENILAIAN VITALITAS JARINGAN

Semua pasien harus diperiksa secara menyeluruh dan setiap cedera yang mengancam
nyawa harus segera ditangani. Gangguan sirkulasi dan masalah skeletal harus segera
ditangani dengan melakukan kontrol perdarahan dan stabilisasi fraktur. Berkaitan dengan
cedera jaringan lunak, maka yang paling penting adalah menentukan viabilitasnya. Hal ini
akan membantusaat dilakukan debridement dan membantu dalam memutuskan apakah luka
akan ditutup secara primer atau tidak, apakah akan segera dilakukan rekonsruksi atau tidak.
Banyak cara untuk menentukan viabilitas jaringan baik secara klinis maupun secara
eksperimental9. Penilaian vitalitas jaringan dapat dilihat dengan:

1. Marginal bleeding test


2. Fluorescence test

3. Split Thickness Skin Excision (STSE)

Deteksi dini gangguan vaskular dan yang cepat yang koreksidemikian penting untuk
keberhasilan prosedur ini. Banyak perangkat pemantauan intraoperatif dan pasca operasi
telah dikembangkan untuk membantu mencegah dan mengidentifikasi oklusi pembuluh
darah, dengan berbagai tingkat keberhasilan. Saat ini, baku emas dalam evaluasi rekonstruksi
mikrovaskular berupa evaluasi klinis terhadap warna, turgor, perdarahan, dan kehangatan
jaringan lunak yang terkena trauma. Beberapa teknologi non-invasif dan invasif telah
dikembangkan untuk meningkatkan akurasi pemeriksaan klinis, namun tidak satupun dari
perangkat ini telah diberlakukan secara universal.21

Teknik noninvasif termasuk hand hold USG Doppler, inframerah, termografi


pencitraan spektral terpolarisasi, dan laser Doppler perfusion imaging. Sementara teknik
invasif termasuk probe Doppler yang dapat diimplan, microdialysis, dan pengukuran tekanan
vena dengan beberapa kateter vena yang ditinggal dalam tubuh. Meskipun kecanggihan
teknologi baru, evaluasi klinis perfusi flap masih berdasarkan kriteria subjektif baik di
intraoperatif dan periode pasca operasi. Selama operasi, evaluasi aliran melalui anastomosis
mikrovaskular sebelumnya hanya mungkin dengan tes patensi klinis intraoperatif (yaitu, strip
tes). Yang telah dilaporkan memiliki sensitivitas rendah dalam diagnosis obstruksi lumen baik
dengan menggunakan flap pedikel atau transfer jaringan mikrovaskuler bebas, deteksi dini
gangguan vaskular dengan koreksi yang cepat masih tetap penting untuk keberhasilan
prosedur.21

Sistem evaluasi flap ideal untuk bedah rekonstruktif kepala dan leher memiliki
sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi dalam deteksi kemampuan perfusi,dan memiliki
prognosis dari yang ideal juga dapat membedakan kemampuan arteri dan vena dan mampu
memprediksi nekrosis jaringan. Pengenalan angiografi fluoresen intraoperatifmendekati
kriteria yang tercantum sebelumnya dengan, sistem intraoperatif non-invasif yang mampu
memvisualisasikan aliran darah dan perfusi jaringan. Dengan sistem ini, penilaian dari
anastomosis dan patensi pembuluh darah selama perfusi jaringan lunak flap membantu
memprediksi prognosis flap.21
Untuk mengevaluasi aliran melalui pembuluh darah, pembuluh tersebut disumbat
dengan 2 klem mikrovaskular. Klem distal digerakkan lebih hilir dengan posisi klem masih
menjepit. Klem yang atas kemudian dilepaskan dan anastomosis paten harus memungkinkan
darah untuk mengisi daerah antara klem.21

MARGINAL BLEEDING TEST

Dari pengamatan langsung/ klinis, kita bisa menilai dari batas perdarahan pada kulit,
warna kulit dan capillary refill dan adanya tanda klinis perdarahan yang berupa darah merah
segar pada tepi luka dan munculnya bintik perdarahan saat dilakukan eksisi flap 10 Metode
ini masih subjektif, dan sekarang lebih direkomendasikan untuk menggunakan teknik analisis
perfusi yang objektif menggunakan vital dye techniques.

FLUORESCENCE TEST

Luka degloving yang luas pada ekstremitas biasanya diakibatkan kecelakaan lalu
lintas. kekuatan torsi dan kompresi dapat memengaruhi tingkat yang berbeda pada jaringan
subkutan dan fasia, dan bahkan dapat memisahkan dan merobek kulit dari fasia profunda. Hal
ini dapat mengakibatkan avulsi luas pada seluruh kulit dan pembungkus jaringan subkutan
pada kaki. Mengandalkan pasokan darah yang cukup pada penutupan primer setelah
debridemen minimal adalah metode umum yang digunakan untuk tatalaksana. Namun,
menentukan kelangsungan hidup flap avulsi seringkali sulit. Jika terjadi nekrosis, diperlukan
jaringan lain untuk menutupi cacat setelah debridemen serial. biasanya, Splint Thickness Skin
Graft (STSG) atau rekonstruksi flap bebas dilakukan pada langkah akhir penutupan. Hasil
STSG secara fungsional dan kosmetik kurang memuaskan meskipun rata-rata memiliki hasil
bagus pada kasus tertentu. Penelitian terbaru mencoba menggunakan Full Thickness Skin
Graft (FTSG) pada flap avulsi yang segera divaskularisasi. Kemudian setelah injeksi
intravena zat pewarna fluoresens, penilaian viabilitas flap ditentukan dengan menggunakan
iluminasi lampu wood’s (Waldmann).22

Di ruang operasi, debridemen yang memadai pada otot yang rusak atau fasia
dilakukan. Setelah debridement dan irigasiluka, dua vial pewarna fluoresens (Fluorescite
10%, sampai 1,5 gm) disuntikkan secara intravena. Setelah 15 menit, flap avulsi kulit
diperiksa. Daerah nonfluorescence ditandai di bawah pencahayaan lampu Wood kemudian
dihilangkan lemaknya dan kemudian digunakan untuk FTSG. Daerah fluorescence dijahit
langsung tanpa penegangan setelah debridemen minimal. Daerah non-fluorescent ditutupi
oleh kulit yang dihilangkan lemaknya. Pada FTSG dilakukan penutupan dengan
bantuanVacuum Asisted Closure(VAC). Pasca operasi, lipo-prostaglandin E1 (Eglandin)
diberikan secara intravena untuk menambah suplai darah jaringan non-lemaknya selama
seminggu. Kaki pasien terus dipertahankan pada posisi elevasi dan imobilisasi selama 2
minggu. Area kulit yang nekrosis dievaluasi setelah beberapa hari. Jika ditemukan batas-batas
nekrosis dapat dilakukan operasi revisi.22

Hasil dari penelitian yang dilakukan, area nekrosis yang terjadi rata-rata 21,3%.
Pasien yang memiliki beberapa luka diperlukan eksisi kulit yang nekrotik dan penutupan
langsung. Kebanyakan respon pasien terhadap operasi menggunakan metode STSG cukup
puas dengan hasil kosmetik yang didapat, namun pada pasien yang memerlukan STSG
dengan area luas sedikit kecewa dengan hasil akhir dari STSG tersebut. FTSG memiliki
keunggulan dalam kosmetik dan fungsional dibandingkan dengan STSG. FTSG
jugamenunjukkan kualitas yang hampir sama dengan flap kulit sepenuhnya, terutama dalam
hal vaskularisasi dan berkaitan dengan tekstur, elastisitas, dan penampilan. FTSG juga jarang
mengakibatkan kontraktur dan dapat tumbuh kembali pada pasien muda.22

Penentuan kelangsungan hidup flap avulsi sulit untuk dinilai. Untuk mengevaluasi
kelayakan flap, teknik non invasif yang tersedia saat ini meliputi fluorometry permukaan,
ultrasound, laser Doppler, photoplethysmography, pemantauan suhu, dan pemantauan
oksigen transkutan. Teknik ini melibatkan peralatan canggih yang tidak tersedia dan kurang
ideal untuk menilai kelayakan flap cedera akut pada saat operasi awal.Metode ini lebih cocok
untuk menilai kelangsungan flap pasca operasi.22

Baru-baru ini, beberapa ahli bedah telah memastikan evaluasi akurat viabilitas flap
dengan laser yang dibantu angiografi dengan pewarna hijau docyanine untuk melihat sistem
pencitraan SPY (LifeCell). Namun, sistem ini lebih mahal dari lampu Wood. Peneliti
menggunakan pewarna fluoresens dengan pencahayaan (iluminasi) untuk evaluasi
intraoperative pada availabilitas flap. Cara ini terbukti akurat dan murah untuk menurunkan
morbiditas daerah donor.22
Injeksi pewarna fluoresens untuk mengevaluasi kelayakan flap digunakan sejak abad
ke-19. Akurasi dapat ditingkatkan dengan penggunaan lampu Wood, perangkat yang
memancarkan sinar ultraviolet dalam kisaran 365 nm. Pemeriksaan ini dapat memperkuat
atau mengurangi kecurigaan diagnosis tertentu, berdasarkan warna fluoresensi dari kulit yang
terkena yang diterangi.22

Metode ini sederhana, murah, dan noninvasif. Hal ini dapat digunakan dalam bidang
operasi. Metode ini juga telah digunakan dalam operasi mastektomi. Penggunaannya pada
tahun 1978 sebagai redictor viabilitas penutup kulit pada mastektomi yang berhubungan
dengan rekonstruksi implan, yang sangat penting terutama daerah yang dipotong dengan
potensial nekrosis. Operasi revisi diperlukan dalam 21,3% dari flap avulsion. Kemungkinan
penyebab nekrosis meliputi tidak lengkapnya debridemen, kerusakan kulit, viabilitas flap
yang terlalu tinggi, dan penggunakan yang tidak aplikatif untuk metode ini (misalnya, cedera
avulsi plantar). Jaringan di bawahnya mungkin kurang tersedia untuk dilakukan FTSG karena
debridemen yang tidak mencukupi. Jika kulit sendiri telah rusak, ahli bedah harus menilai
kelayakan kulit dengan pemeriksaan visual langsung. Jika tidak ada yang hilang, ahli bedah
biasanya mencoba untuk memasang kembali flap kulit. Metode iluminasi ini biasanya
menganggap remeh kelangsungan hidup flaps dan daerah yang mottled dapat bertahan hidup
setelah operasi flap. Daerah kecil pada fluoresensi (<4 cm dapat digunakan sebagai penutup
pada skin sparing mastektomi. Namun, area yang berbintik tersebut dihilangkan lemaknya
untuk FTSG karena memiliki kecenderungan nekrosis pada tepi daerah yang berlemak.22

Perubahan pendekatan dengan uji lampu Wood setelah dilakukan pewarnaan dengan
fluoresens dapat menghasilkan output yang lebih baik. Jika akurasi penentuan viabilitas
jaringan sempurna, tidak perlu dilakukan operasi sekunder atau kemungkinan gangguan
fungsional atau kosmetik. Injeksi pewarna fluoresens dengan pencahayaan lampu Wood dapat
meningkatkan akurasi, mengurangi biaya, dan menyederhanakan penilaian kelayakan
jaringan.FTSG dari flap avulsi adalah metode yang baik untuk mengatasi masalah estetika
tanpa morbiditas pada daerah donor.22

SPLIT THICKNESS SKIN EXCISION (STSE)

Permukaan kulit yang mengalami perdarahan berfungsi sebagai indakator kelayakan,


sehingga garis untuk eksisi pada kulit yang devascularisasi. Luka-luka yang dibuka kembali
dan setelah fiksasi fraktur, bagian yang layak dari flap dikembalikan ke tempat aslinya dan
cacat tersisa ditutupi dengan graft. Menurut penelitian, dari 16 pasien dengan cedera
degloving luas yang diperlakukan dengan cara ini, 15 hanya membutuhkan prosedur bedah
tunggal. Semua flaps yang dipertahankan selamat, donorsiteyang diperlukan dan split
thickness graft 90% sampai 100% sukses dan viabel.23

Viabilitas otot ditentukan oleh warna, turgor, perdarahan dan dilakukan STSE flap
avulsion yang kemudian dijahit. Semua otot hancur dan mati dipotong. Otot yang viable
dapat digunakan untuk menutupi tulang yang terekspos. Flap kulit yang tersisa kemudian
dihilangkan lemaknya dan dijahit kembali ke posisi dengan ketegangan minimal. STSE
diambil dari flap dengan perbandingan 1:3 dan digunakan sebagai graft untuk menutup sisa
daerah yang terkena. Graft dijahit dengan jahitan perifer atau klip, kassa minyak dan kapas
basah digunakan untuk meningkatkan kelembaban kulit yang akan dijadikan graft.
Sefalosporin intravena diberikan selama operasi dan untuk tambahan 10 hari. Luka-luka
diperiksa pada hari ketiga pasca operasi. Jika ada cangkok kulit tambahan yang diperlukan,
diterapkan di bangsal dalam kondisi aseptik, menggunakan sisa-sisa graft asli yang telah
diawetkan di lemari es.23

STSE digunakan untuk diagnosis awal pada vaskularisasi flap dan tatalaksana luka
selanjutnya. Kira-kira setengah dari area degloving terselamatkan, dan split thickness skin
sembuh tanpa komplikasi luka yang besar. STSE adalah langkah pertama prosedur yang
memiliki manfaat.23

• Menyiapkan vaskularisasi pada flap

• Menutup luka sesegera mungkin dengan kemungkinan drainase

• Prosedur operasi yang lebih sedikit

• Menyelamatkan kulit pada area donor

• Hospitalisasi yang lebih cepat dan rehabilitasi yang lebih awal.

Dengan metode STSE, flap dikembalikan ke posisi anatomis, lalu dilakukan


fluoresesin. Batas devaskularisasi ditandai. Selanjutnya melakukan STSE ke arah pedikel.
Daerah yang berwarna merah terang adalah daerah vital, sementara daerah yang gelap adalah
daerah nonvital. Daerah nonvital tersebut kemudian dieksisi.23

Flap yang vital tersebut kemudian dikembalikan tanpa tegangan, raw suface ditutup
dengan STSG yang diperluas dengan mesher (1:3) Keuntungan dari petode ini adalah:
tersediannya donor untuk menutup raw surface, mengurangi kongesti vena. Sementara
kerugiannya adalah bagian yang mengalami skin grafting lebih cekung, hipopigmentasi dan
adanya scar.23

ANGIOGRAFI DENGAN INDOCYANINE HIJAU

Pencitraan intraoperatif fluorescen angiografi menggunakan pewarna hijau


indocyanine (ICG) diberikan secara intravena melalui vena perifer. ICG adalah watersoluble,
pewarna tricarbocyanine dan telah digunakan selama lebih dari 40 tahun untuk mengukur
output jantung, sebagai tes fungsi hati, dan untuk angiografi fluoresen dari choroidea mata.
ICG pewarna menyerap cahaya di dekat inframerah jarakspektral dengan maksimum pada
805 nm dan memancarkan fluoresensi dengan maksimum pada 835 nm. Penyerapan dan
emisi karakteristik ini optimal dalam visualisasi struktur yang lebih dalam karena penyerapan
chromophores intrinsik seperti hemoglobin dan air rendah di kulit. Hal ini membuat kulit
transparan untuk spektrum cahaya yang dipancarkan ICG dan karena itu dapat
divisualisasikan dan direkam dengan kamera yang cocok. Sistem ini menggunakan cahaya
inframerah dekat diproyeksikan ke daerah sasaran,di mana ia menembus jauh ke dalam kulit
dan bertindak sebagai cahaya eksitasi untuk pewarna ICG dan menginduksi fluoresensi dari
pembuluh darah yang mengandung zat warna dalam pleksus dermal dalam dan lemak
subkutan, dibandingkan dermis superfisial seperti ketika fluoresens digunakan. Seiring
dengan spektrumyang dipancarkan cahaya dari ICG, ini memungkinkan lebih dalam
pencitraan pembuluh darah daripada dengan fluoresens.21

Deteksi pembuluh darah pada kedalaman hingga 2 cm dari permukaan tubuh telah terbukti.
Setelah injeksi intravaskular dari ICG, hal ini mengakibatkan ikatan komplit pada protein
plasma besar, memungkinkan lokalisasi pewarnaan lengkap pada intravaskular. Pengikatan
pewarna pada protein memudahkan menilai perfusi pembuluh darah karena tidak ada
kebocoran kapiler terjadi saat pewarnaan. Pewarnaan ini juga memiliki waktu paruh yang
pendek, yaitu 3 sampai 4 menit, sehingga memungkinkan pemantauan berurutan perfusi kulit
karena penggunaan sebelumnya tidak mempengaruhi pemeriksaan berikutnya. Pewarna ICG
secara efisien hilang dari darah ketika melewati hati dan diekskresikan ke empedu.21

Efek samping setelahinjeksi intravena rendah, dan tidak memiliki efek pada
konstituen darah atau sistem hemostatik. Dosis yang biasa digunakan untuk perfusi
pencitraan berada di kisaran 0,1 sampai 1 mg / kg; Toksisitas tidak tercapai bila kurang dari 5
mg / kg digunakan.21

Ada beberapa sistem kamera video di dekatinframerah yang dapat digunakan untuk
ICG angiografi (ICGA). Sistem ini meliputi sistem SPY Elite (LifeCell corporation), IC View
System, dan sistem PDE (keduanya berasal dari PULSION Medical Systems dan Hamamatsu
Photonics). Sistem pencitraan ini mengaktifkan semua ICG dengan memancarkan cahaya
pada panjang gelombang yang sesuai (806 nm), yang mengeksitasi pewarna untuk
memancarkan cahaya pada ~830 nm. Sistem ini menggunakan kamera dengan filter yang
sesuai untuk mendeteksi sinyal fluorescen. Teknologi ICG juga baru-baru ini telah
diintegrasikan ke dalam jalur optik pada mikroskop bedah yang memungkinkan
microangiography kapal dengan diameter kurang dari 1 mm. Hal ini juga memungkinkan
perbesaran visualisasi aliran pembuluh darah melalui anastomosis.21

Teknologi ICGA semakin banyak diadopsi oleh ahli bedah rekonstruktif untuk
digunakan dalam flap jaringan pedikel dan prosedur mikrovaskuler bebas transfer jaringan.
Teknologi inovatif ini memberikan penilaian obyektif dan assessment rekonstruksi yang
dapat diukur yang tidak layak hanya pada beberapa tahun yang lalu.21

Banyak keuntungan yang didapatkan bagi dokter bedah maupun pasien.Bagi tim
bedah adanya akses intravena perifer, kemudahan penggunaan, dan hanya membutuhkan
peralatan yang minimal. Pasien tidak terkena radiasi yang tidak perlu,dan komplikasi
minimal terkait dengan pewarnaan ICG. Dengan meningkatnya penggunaan teknologi ini,
rerata komplikasi postoperasi dan kebutuhan untuk operasi ulang menjadi lebih sedikit,
membuat prosedur rekonstruksi ini bahkan lebih dapat diprediksi. Saat ini, kelemahan utama
dari teknologi ini adalah biaya. Penurunan komplikasi pasca operasi dan mengurangi
kebutuhan untuk operasi revisi dengan penggunaan teknologi ini akan memainkan peran
penting dalam mengurangi biaya perawatan kesehatan secara keseluruhan.21
INJEKSI DISULPHINE BLUE DAN KITON FAST GREEN

Selain dengan fluorescein, injeksi disulphine Blue dan Kiton Fast Green (Ciba) juga
bisa dilakukan.11 Metode lain seperti angiografi bagus untuk mendeteksi adanya gangguan
pada pembuluh darah besar tetapi jarang digunakan untuk mengukur vaskularitas flap kulit
atau jaringan yang mengalami degloving.

USG DOPLER

USG Doppler banyak digunakan untuk untuk menilai aliran darah pada pembuluh
darah kecil tetapi jarang digunakan untuk menilai vaskularitas dari flap.

J. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan pasien dengan skin avulsi atau degloving dibagi menjadi dua bagian,
yaitu :

• umum,berupa penutupan luka

• khusus, perbaikan fungsi dan penampakan Kemudian ada beberapa cara yang
digunakan untuk mengatasi trauma degloving:

1. Resusitasi

2. Rekonstruksi

Managemen standar untuk penatalaksanaan skin avulsi dibagi menjadi dua kategori.
Yang pertama adalah mengembalikan secara langsung flap pada bed nya dengan perkiraan
bahwa flap vital. Kedua adalah membuang flap dan menggantinya dengan graft, dimana graft
bisa diperoleh dari flap tersebut (split atau full thickness) atau mengambil donor dari tempat
lain.12

Jika terjadi kehilangan jaringan yang luas dapat terjadi syok dilakukan penanganan
dari syok. Penanganan dari trauma degloving ini berupa kontrol perdarahan dengan
membungkusnya dengan kassa steril pada luka dan sekitar luka, debridement luka dan
dilakukan amputasi bila jaringan tersebut nekrosis. Trauma degloving seharusnya di lakukan
pencucian atau debridemen dari benda asing dan jaringan nekrotik juga dilakukan penutupan
dari luka. Bila lukanya kotor maka dilakukan perawatan secara terbuka sehingga terjadi
penyembuhan secara sekunder, lukanya bersih dilakukan penutupan luka primer.8

Pada trauma degloving tertutup sering tidak diketahui, dimana tidak terdapat luka
pada kulit, yang mana jaringan subkutan terlepas dari jaringan dibawahnya, menimbulkan
suatu rongga yang berisi hematoma dan cairan. Pada degloving tertutup ini dapat dilakukan
aspirasi dari hematom atau insisi kecil selanjutnya dilakukan perban kompresi. Insisi dan
aspirasi untuk mengeluarkan darah dan lemak nekrosis, volume yang dievakuasi antara 15
-800 ml (rata-rata 120 ml).6

Sedang pada trauma degloving dengan luka terbuka, yang mana terdapat avulsi dari
kulit, dilakukan pencucian dari jaringan tersebut yaitu debridement dari benda asing dan
jaringan nekrotik. Pada luka yang kotor atau infeksi dilakukan rawat terbuka sehingga terjadi
penyembuhan secara sekunder. Kulit dari degloving luka yang terbuka dapat dikembalikan
pada tempatnya seperti skin graft dan dinilai tiap hari, keadaan dari kulit tersebut. Jika kulit
menjadi nekrotik, maka dilakukan debridemen dan luka ditutup secara split thickness skin
graft5.

Terapi degloving yang sekarang dipakai adalah Dermal Regeneration Template


(DRT), yaitu pembentukan neodermis dengan cara Graft Epidermal. Adapun tekniknya
berupa Full Thickness Skin Graft (FTSG), Split Thickness Skin Graft (STSG) ,Pedical Flap
atau Mikrovascular Free Flap. Penggunaan DRT merupakan terapi terbaik untuk trauma
degloving dan juga dapat dipertimbangkan sebagai terapi, jika terdapat kehilangan jaringan
sekunder yang bisa menyebabkan avulsi. 5

Sebelum dilakukan FTSG dan STSG, diperlukan tindakan berupa mempersiapkan


daerah luka dengan Vacum Assisted Closure ( VAC ). Tiga minggu setelah terapi VAC, maka
pada daerah luka terjadi revascularisasi disertai dengan terbentuknya jaringan granulasi
sehingga siap untuk di graft. Biasanya pada degloving yang luas, terjadi drainase yang
berlebihan, resiko kontaminasi bakteri yang luas dan cenderung menyebabkan luka yang
avaskuler . Ketiga hal tersebut mengakibatkan sukar sembuh pada luka yang telah dilakukan
skin graft. Oleh karena itu dengan VAC diharapkan drainase lebih terkontrol, kontaminasi
bakteri menurun serta terjadi stimulasi jaringan granulasi pada dasar luka.5

Pada kasus skin avulsi, masalah yang dihadapi dapat dibagi menjadi dua. Yang
pertama adalah apa yang harus dilakukan dengan flap avulsi dan kedua metode apa yang
digunakan untuk menutup defek pada kulit. Beberapa cara yang mungkin bisa dilakukan
untuk mengatasi masalahdiatas adalah :

1. Mengembalikan kembali secara langsung flap pada bed nya Tindakan ini sudah
ditinggalkan karena terbukti flap akan mengalami pembengkakan, nekrosis, dan terinfeksi.
Seringkali hal ini menyebabkan pasien jatuh kedalam kondisi toksis sehingga memperlama
waktu perawatan. Pada saat awal, mungkin flap terlihat baik, denganperfusi arteri baik, tetapi
ternyata system vena dan limfe nya sudah rusak, sehinggga system drainase nya kurang baik,
flap menjadi bengkak dan lama kelamaan akan menghambat aliranarteri sehingga pada
akhirnya flap akan nekrosis.10.11 Pada flap yang masih tampak vital, bila panjangnya tidak
melebihi lebar dari pedikelnya,flap dapat dikembalikan ke bed nya setelah dibersihkan dan
memberikan hasil yang baik.11

Pengalaman nenunjukan bahwa metode ini juga kurang baik. Pada saat awal tampak
baik, tetapikemudian mengalami nekrosis. Hal ini juga terjadi karena gangguan system
drainase dimanasuplai darah arteri yang baik tidak ditunjang system drainase vena dan limfe.
Hal berbeda terjadijika flap dipotong pada pedikelnya dan ditanam sebagai split atau full
thickness.

2. Melakukan eksisi pada flap dan menutup defek dengan skin graft baik berupa split
ataufull thickness. Metode ini dikatakan sebagai terapi terpilih dan pada penelitian terbukti
lebih baik dibandingkandengan metode lainnya. Yang penting untuk diperhatikan pada
metode ini adalah menentukansampai sebatas mana jaringan yang masih viabel dan sejauh
mana dilakukan eksisi. Denganmetode ini flap yang tidak vital dipotong, dibuang jaringan
sub kutis nya dan digunakan untukmenutup defek sebagai graft. berupa split atau full
thickness. Penanaman graft bisa dilakukansecara langsung atau ditunda. 10

Pengembangan teknik ini adalah apa yang disebut dengan trilaminar skin coverage
technique,dimana flap dari avulsi dilakukan STSG untuk mendapatkan lapisan epitel dan
dermissuperficial, lapisan dermis tengah sampai dalam diambil lagi dan sisa lapisan dermis
dalamdibersihkan dari lemak subkutis. Disini kita bisa mendapatkan tiga lapis graf yang bisa
digunakan untuk menutup luka.13

Pemilihan split atau full thicknes akan memiliki konsekwensi masing masing.
Denganmenggunakan split thickness maka kemungkinan graft “take” lebih tinggi, tetapi pada
evaluasisetelah 2 tahun, kulit tampak tipis, gelap dan seperti bersisik sehingga misalnya
tempatnya tepatdidistal amputate, maka pada saat menggunakan protesis akan timbul luka.
Keuntungan lain darisplit thickness adalah lapisan ini hampir pasti bebas trauma sehingga
jaringannya lebih sehatdibandingkan jika menggunakan full thickness terutama jika avulsi
disebabkan oleh mesinindustry. Sedangkan jika menggunakan full thickness, walaupun
kemungkinan “take” nya lebihkecil tetapi kulit akan lebih kuat dan secara kosmetik lebih
baik.10,13

Mengenai waktu dilakukan kapan dilakukan graft, bisa dilakukan langsung atau
ditunda.Keuntungan langsung adalah luka segera tertutup sehingga bisa sebagai barier
terhadap infeksidan jika graf baik maka lama rawatnya juga berkurang. Kelemahan cara ini
adalah sulitnyamencapai haemostasis yang adekuat. Dengan menunda pemasangan graf maka
ada beberapakeuntungan yang bisa diperoleh yaitu:haemostasis cukup, sisa jaringan nonvital
terlihat, kondisipasien akan lebih baik. Graf yang diperoleh dari flap bisa disimpan didalam
refrigatr untuk sementara waktu.10

K. PERAWATAN POST OPERASI

Setelah dilakukan penutupan defek, baik dengan flap, STSG, ataupun FTSG, perlu
dilakukan penilaian harian pada area degloving. Apabila terjadi nekrosis, maka perlu
dilakukan debridement kembali untuk membuang jaringan nekrotik, karena jaringan nekrotik
dapat menjadi fokus infeksi yang pada akhirnya dapat menyebabkan keselurahan graft
menjadi gagal, atau bahkan dapat mengakibatkan sepsis. Kontak graft sangat penting untuk
tetap dipertahankan, untuk mencapai hal ini, tekanan negatif dalam bentuk suction digunakan
di bawah graft dan tekanan positif diberikan bersama dengan dressing dan kompresi. Bagian
graft sebaiknya dilakukan imobilisasi selama 1-2 minggu agar graft dapat tumbuh dengan
sempurna, hal ini dapat dicapai dengan bantuan splint. Setelah 1-2 minggu, splint sebaiknya
dilepas dan mulai dilakukan fisioterapi pada sendi yang bersangkutan untuk mencegah terjadi
kekakuan sendi.

BAB III

PEMBAHASAN

Kulit merupakan organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari
lingkungan hidup manusia, juga mempunyai peranan yang sangat penting. Fungsi utama kulit
adalah proteksi, ekskresi, persepsi, pengaturan suhu tubuh, pembentukan pigmen,
pembentukan vitamin D dan keratinisasi. Kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap
gangguan fisis atau mekanis, misalnya gesekan atau tarikan. Trauma mekanis ini yang
menyebabkan terjadinya degloving. 2

Degloving injury merupakan hasil cedera dari penerapan gaya tangensial ke


permukaan kulit yang menyebabkan terpisahnya kulit dan jaringan subcutaneus dari otot dan
fascia yang menjadi dasar dari struktur tersebut. Degloving injury adalah salah satu jenis
cedera avulsi dimana sebagian besar kulit terlepas dari jaringan dibawahnya,sehingga
membahayakan suplai darah. Dinamakan degloving karena dianalogikan dengan proses
melepas glove (sarung tangan). Terminologi degloving terutama digunakan untuk cedera pada
ektremitas atau anggota gerak atau yang berbentuk tabung. Klasifikasi degloving injury
dibagi menjadi degoving tertutup dan degloving terbuka. Terkelupasnya lapisan kutis dan
subkutis dari jaringan dibawahnya, dapat juga masih terdapat bagian dari kulit yang melekat,
ini terjadi pada trauma degloving terbuka. Gejala klinik yang lain dapat pula ditemukan
gambaran permukaan kulit yang normal atau dapat disertai dengan echimosis, ini terjadi pada
trauma degloving tertutup. Menentukan viabilitas jaringan pada degloving injury, yaitu :
inspeksi, McGrouther; menyuntikan zat fluoresensi, Arnez; ‘shaves test’, dan STSE (Split
Thickness Skin Excision), Angiografi dan USG Doppler.
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat, Wim de jong , Buku ajar ilmu bedah , edisi 2 , Jakarta , EGC , 2004 ,hal
320-321 , 310-317.

2. Grant karen .R.N ,Degloving injury , accessed Oktober 2012. 3. Lozano.D ,The use of
dermal regeneration template for the repair of degloving injury : a case report , accessed on
www.medscape.com. Oktober 2012.

4. Wong .K.L , Robert .D.N , Tuner .L.A ,et all management of circumferential lower
extremity degloving injury with the use of vaccum assisted closure , accessed on
www.medscape.com. Oktober 2012.

5. Clifford R. Wheeless, Closed Degloving Injuries: Results following Conservative Surgery ,


accessed on www.deroyal.com. May 1992.

6. Revuelta. R, Sandor. G.K.B. Degloving injury of the mandibular mucosa following an


extreme sport accident : A case report . Oktober 2006 .

7. Anonyma. Management of specific wounds . Merck & Co , Inc . white house, NJ USA ,
2006.

8. Kenneth A. Kudsk MD, Sheldon GF, and Robert Walton.Degloving Injuries of the
Extremities and Torso. 1981 by The Williams & Wilkins Co Printed in U.S.A
9. Mandel, MA, 1981, The Management of Lower Extremity Degloving Injuries, Annals of
Plastic Surgery Vol 6 No 1

10. Solomons Donald, MB B. CH, 1968, The Treatment of Skin Avulsion Injuries, S.A
Medical Journal).

11. Coryllos, Elizabeth, MD et al, March 1960, Treatment of an Avulsed Skin-Flap Involving
the Circumference of the Entire Lower Leg: A Case Report, Annal of Surgery

12. .Kudsk, K.A, GF. Sheldon and RL. atson, 1981, Degloving Injuries of the Extremities and
Torso. J. Trauma, 21 (10): 835-839

13. Lozano.D ,The use of dermal regeneration template for the repair of deglovinginjury : a
case report , accessed on www.medscape.com ,

14. Fujiwara M, Fukamizu H. Delayed wraparound abdominal flap reconstruction for a


totally degloved hand. J Hand Surg 2008; 13:115-119

15. Hede Yan; Shen Liu; Weiyang Gao. Management of Degloving Injuries of the Foot with a
Defatted Full-Thickness Skin Graft. J Bone Joint Surg Am, 2013 Sep 18; 95 (18): 1675-1681

16. Krishnamoorty R, Karthikeyan G. Degloving injuries of the hand. Ind J Plast Surg 2011;
44(2):227-236

17. Leatherwood, DF. Emergency room treatment of the hand. U P Onl J 1997;10:40-48

18. Pagan M, Hunter J. Lower leg haematomas: Potential for complications in older people. J
Wound Practice Research 2011;19: 21-28

19. Wojcicki P, Wojtkiewicz W, Drozdowski P. Severe lower extremities degloving


injuriesmedical problems and treatment results. Polski Przeglad Chirurgiczny 2011;83(5):
276-282

20. Yorganci, K, Atli M, Kayikci, A, Kaynaroglu V. Closed degloving injury complicated


with paraplegia. Turkish J Trauma Em Surg 2002;8:118-119
21. Yeoh MS,Kim DD, Ghali GE. Fluorescence Angiography inthe Assessment of
FlapPerfusion and Vitality. Oral Maxillofacial Surg Clin N Am 25 (2013) 61–66

22. Lim H, Han Dh, Lee IJ, Park MC. A Simple Strategy in Avulsion Flap Injury: Prediction
of Flap Viability Using Wood’s Lamp Illumination and Resurfacing with a Full-thicknessSkin
Graft. Arch Plast Surg 2014;41:126-13

23. Ziv I, Zelogowski A, Mosheiff R, Lowe J, Wexler MR, Segal D. Split Thickness Skin
Excision in severe open fracfures. J Bone Joint Surg [Br] 1988;70-B:23-6.

Anda mungkin juga menyukai