Daftar Isi
BAB I. Pendahuluan
Definisi
Anatomi
Etiologi
Epidemiologi
Patofisiologi
Manifestasi klinis
10
Diagnosis
11
Penatalaksanaan
14
Prognosis
20
21
Kesimpulan
Daftar pustaka
21
22
BAB I
Pendahuluan
Nyeri pinggang mempengaruhi jutaan orang setiap tahun, dan dalam kebanyakan
kasus, bisa sembuh tanpa operasi. Tapi nyeri pinggang yang hebat dapat menjadi gejala dari
kondisi yang serius yang sering tidak terdiagnosa. Cauda equina syndrome merupakan salah
satu keadaan dimana penderita sering merasakan nyeri pinggang yang hebat. Cauda equina
syndrome (CES) terjadi ketika akar saraf cauda equina tertekan dan mengganggu fungsi
motorik dan sensoris ekstremitas bawah dan kandung kemih. Sindrom kauda equina dapat
menyebabkan inkontinensia dan bahkan kelumpuhan permanen.
Sindrom cauda equina jarang terjadi, baik atraumatis atau traumatis. Hal ini sering
dilaporkan sebagai laporan kasus yang langka. Meskipun jarang terjadi, sindrom cauda equina
adalah diagnosa yang harus diperhatikan pada pasien yang mengeluh sakit pinggang ditambah
dengan keluhan neurologis, terutama gejala kencing. Sindrom cauda equina tidak fatal. Angka
morbiditasnya bervariasi, tergantung pada etiologi sindromnya. Morbiditas berhubungan
dengan sequelae jangka panjang efek dari sindrom cauda equina, seperti disfungsi kandung
kemih, hilangnya kontrol usus atau kandung kemih, berhubungan dengan kelemahan kaki,
ulkus decubitus, atau tromboemboli vena.
Cauda equina (CE) dibentuk oleh akar saraf caudal tingkat akhir sumsum tulang
belakang. Gambaran sindrom cauda equina yaitu adanya nyeri pinggang, biasanya perasaan
linu pada panggul yang bersifat unilateral atau bilateral, disfungsi kandung kemih dan usus,
dan berbagai kehilangan motorik dan sensorik ekstremitas bawah karena kompresi mekanik
dari cauda. Meskipun lesi ini pada teknisnya hanya pada saraf akar dan merupakan cedera
saraf perifer, tetapi kerusakan dapat ireversibel dan mungkin memerlukan bedah darurat.
Seorang pasien dengan sindrom cauda equina (CES) sering merasakan gejala yang
tidak spesifik, dengan nyeri pinggang yang paling signifikan dan dramatis. Kadang-kadang,
riwayat inkontinensia urin atau defekasi, atau kadang-kadang sadel paresthesia sering terjadi.
Diagnostik yang akurat berdasarkan adanya retensi urin, frekuensi urin, inkontinensia,
perubahan sensasi berkemih, dan perubahan sensasi perineal dengan temuan MRI
menunjukkan prolapsus diskus.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Definisi
Cauda equina merupakan kumpulan akar saraf intradural pada ujung medulla spinalis.
Cauda merupakan bahasa latin dari ekor, dan equina adalah bahasa latin untuk kuda, sehingga
berarti ekor kuda. Medula spinalis adalah kelanjutan medulla kearah bawah yang dimulai
tepat dibawah foramen magnum dan berakhir pada diskus intervertebralis antara vertebrae
lumbalis pertama dan kedua sebagai struktur yang mengecil yang disebut conus medullaris,
terdiri dari segmen medulla spinalis sakralis. Ini memberi inervasi sensorik ke saddle area,
inervasi motorik ke sfingter dan inrevasi parasimpatis ke kandung kencing dan usus bagian
bawah, yaitu dari flexura lienalis kiri ke rektum.
Cauda equina syndrome (CES) adalah kondisi neurologis yang serius di mana terjadi
kerusakan pada cauda equina akibat pemadatan atau penyempitan yang simultan dari radik
saraf lumbosacral multipel dibawah konus medullaris, sehingga menyebabkan hilangnya
fungsi pleksus lumbal secara akut dari bagian bawah conus medullaris berupa gangguan
neuromuscular dan gejala-gejala urogenital.
Anatomi
Ruas-ruas tulang belakang disebut juga tulang belakang disusun oleh 33 buah tulang
dengan bentuk tidak beraturan. ke 33 buah tulang tersebut terbagai atas 5 bagian yaitu:
1. Tujuh ruas pertama disebut tulang leher. Ruas pertama dari tulang leher disebut
tulang atlas, dan ruas kedua berupa tulang pemutar atau poros.
2. Dua belas ruas berikutnya membentuk tulang punggung. Ruas-ruas tulang
punggung pada bagian kiri dan kanannya merupakan tempat melekatnya tulang
rusuk.
3. Lima ruas berikutnya merupakan tulang pinggang. Ukuran tulang pinggang lebih
besar dibandingkan tulang punggung. Ruas-ruas tulang pinggang menahan
sebagian besar berat tubuh dan banyak melekat otot-otot.
4. Lima ruas tulang kelangkangan (sacrum), yang menyatu, berbentuk segitiga
terletak dibawah ruas-ruas tulang pinggang.
5. Bagian bawah ruas tulang belakang disebut tulang ekor (coccyx), tersusun atas 3
sampai dengan 5 ruas tulang belakang yang menyatu.
4
Foramen vertebra adalah cincin tipis tulang vertebra yang terdiri dari bagian corpus,
pediculus, dan lamina. Setiap segmen tulang belakang memiliki karakter yang berbeda.
Foramen vertebra dari kumpulan tiap level vertebra akan membentuk canalis vertebralis,
ruang dimana medulla spinalis berada.
Antara tulang vertebra dihubungkan oleh diskus intervertebralis dan facet joint. Diskus
intervertebralis berada di antara corpus vertebra, berupa sebuah massa fibrous yang berfungsi
sebagai bantalan absorber. Diskus ini tetap berada di tempatnya karena disokong oleh
ligamen-ligamen.Fungsi ini melindungi vertebra, otak dan struktur lainnya. Adanya diskus
intervertebralis juga memungkinkan gerakan fleksi dan ekstensi.
Diskus intervertebralis terdiri dari dua komponen yang berbeda: annulus fibrosus di
bagian luar dan nucleus pulposus, massa gelatin di bagian dalam. Mereka tertambat pada
vertebra di bagian atas dan bagian bawah oleh cartilage end plates. Pada diskus normal, air
merupakan komponen penting dari nucleus. Namun, seiring dengan bertambahnya usia,
kandungan air dalam diskus berkurang dan menyebabkan degenerasi diskus. Medula spinalis
pada orang dewasa berakhir pada level vertebra antara L1 dan L2 dengan sekumpulan berkas
akar saraf lumbal dan sacral dalam kanalis spinalis yang membentuk cauda equina di bawah
medulla spinalis. Akar-akar saraf itu kemudian terpisah dan keluar dari kanalis spinalis
melalui foramina intervertebrale yang sesuai. Cauda equina terlindung dalam ruang
subarakhnoid hingga setinggi vertebra sakralis II. Nyeri dan gejala lain dapat timbul bila
diskus yang rusak menekan ke dalam kanalis spinalis atau radiks saraf.
Kasus yang jarang berupa fraktur insufisiensi sacral telah dilaporkan menyebabkan
sindrom cauda equina.
8
Herniasi diskus
Kejadian sindroma cauda equina yang disebabkan oleh herniasi diskus lumbalis
dilaporkan bervariasi dari 1-15%.
Sembilan puluh persen herniasi diskus lumbalis terjadi baik pada L4-L5 atau L5-S1.
Tujuh puluh persen kasus herniasi diskus yang menyebabkan sindrom cauda equina
terjadi pada pasien dengan riwayat low back pain kronis, dan 30% berkembang
menjadi sindrom cauda equina sebagai gejala pertama herniasi diskus lumbalis.
Laki-laki usia dekade 4 dan 5 adalah yang paling rawan terhadap sindrom cauda
equina akibat herniasi diskus.
Sebagian besar kasus sindrom cauda equina yang disebabkan herniasi diskus
melibatkan partikel besar dari materi diskus yang rusak, mengganggu setidaknya
sepertiga diameter canalis spinalis.
Pasien dengan stenosis kongenital yang menderita herniasi diskus yang menetap lebih
mungkin untuk mengalami sindrom cauda equina yang disebabkan bahkan oleh
herniasi diskus yang ringan dapat secara drastis membatasi ruang yang tersedia untuk
akar saraf.
Kasus herniasi diskus transdural yang jarang telah dilaporkan menyebabkan sindrom
cauda equina.
Stenosis spinalis
Neoplasma
Sindrom cauda equina dapat disebabkan oleh neoplasma spinal baik primer atau
metastasis, biasanya berasal dari prostat (pada laki-laki).
Sindrom cauda equina dapat disebabkan oleh neoplasma spinal baik primer atau
metastasis, biasanya berasal dari prostat (pada laki-laki).
Schwannoma
Schwannoma adalah neoplasma jinak dengan kapsul yang secara struktural identik
dengan sinsisium sel Schwann.
Ependimoma
Ependimoma adalah glioma yang berasal dari sel ependim yang relatif
undifferentiated.
Mereka sering berasal dari canalis sentralis medula spinalis dan cenderung tersusun
secara radial di sekitar pembuluh darah.
Ependimoma paling umum ditemukan pada pasien yang berusia sekitar 35 tahun.
10
Temuan pada MRI dapat digunakan untuk membantu dokter dalam mendiagnosis
sindrom cauda equina. Lesi tampak isointense pada T1-weighted image, hypointense
pada T2-weighted image, dan enhanced dengan kontras gadolinium.
Kondisi peradangan
Kondisi peradangan pada medula spinalis yang berlangsung lama, misalnya Pagets
disease dan spondilitis ankilosa, dapat menyebabkan sindrom cauda equina karena
stenosis ataupun fraktur spinal.
Kondisi infeksi
Kondisi infeksi, misalnya abses epidural, dapat menyebabkan deformitas akar saraf
dan medula spinalis.
MRI dapat menampilkan penampakan abnormal akar saraf yang tertekan ke satu sisi
sacus duralis.
Gejala secara umum meliputi nyeri punggung yang berat dan kelemahan motorik
yang berkembang sangat cepat.
Penyebab iatrogenik
Anestesi spinal yang kontinyu juga telah dihubungkan sebagai penyebab sindrom
cauda equina.
Injeksi steroid epidural, injeksi lem fibrin, dan penempatan free fat graft merupakan
penyebab yang juga dilaporkan sebagai penyebab sindrom cauda equina meskipun
jarang.
syndrome
Conus medullaris lipoma
Multiple sclerosis
Malformasi arteri Spinal
Stadium ankylosing spondylitis
Neurosarcoidosis
Trombosis vena dalam dari pembuluh darah tulang belakang
Trombosis vena cava inferior
Epidemiologi
Angka kejadian cauda equina syndrome realtif cukup jarang, baik yang disebakan oleh
trauma maupun yang bukan disebakan oleh trauma di mana dilaporkan hanya 4-7 kasus dari
10.000-100.000 pasien. Hal ini sering dilaporkan sebagai laporan kasus karena
kelangkaannya. Meskipun jarang terjadi, itu adalah diagnosis yang harus diperhatikan pada
pasien yang mengeluh sakit punggung bagian bawah ditambah dengan keluhan neurologis,
terutama gejala kencing.
CES yang disebakan oleh trauma dapat terjadi pada segala usia. Sedangkan CES yang
bukan disebakan oleh trauma terjadi terutama pada orang dewasa yaitu pada usia 40-50
tahunan dan lebih sering terjadi pada pria sebagai akibat dari morbiditas bedah, penyakit sendi
tulang belakang, metastase kanker, ataupun abses epidural.
Hernia nukleus pulposus lumbal dilaporkan penyebab paling umum dari Cauda equina
syndrome, dan diperkirakan sekitar 2% dari semua kasus hernia nukleus lumbal
mengakibatkan CES. Kanal tulang belakang yang sempit secara kongenital atau adanya spinal
stenosis yang timbul akibat perubahan degeneratif diskus intervertebralis dan sendi bagian
posterior diduga merupakan predisposisi timbulnya CES.
12
Patofisiologi
Dalam memahami dasar patologis dari setiap penyakit yang melibatkan cauda equina,
perlu diingat bahwa struktur ini merupakan bagian dari susunan saraf perifer. Dengan
demikian, cedera pada daerah ini sering menghasilkan gejala lower motor neuron (LMN)
yaitu gejala dan tanda-tanda di dermatom dan miotom yang lebih rendah dari segmen yang
terkena.
CES mungkin akibat dari setiap lesi yang menekan akar saraf cauda equina. Akar saraf
ini sangat rentan terhadap cedera, apabila memiliki epineurium yang kurang berkembang.
Epineurium yang berkembang dengan baik dapat melindungi cauda equina dari tegangan dan
tarikan.
Sistem mikrovaskuler cauda equina memiliki wilayah yang relatif hipovaskular pada
sepertiga bagian proximal. Peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan difusi dari LCS
menambah pasokan nutrisi. Peningkatan permeabilitas mungkin berhubungan dengan
kecenderungan ke arah pembentukan edema dari akar saraf, yang dapat mengakibatkan cedera
awal dengan keluhan yang ringan.
Beberapa penelitian pada model hewan yang berbeda telah menilai patofisiologi CES.
Olmarker et al (menggunakan metode tekanan balon yang dinilai pada babi) melaporkan
bahwa venula di wilayah CE mulai terkompresi pada tekanan terendah sebesar 5 mm Hg
sedangkan arteriol mulai menutup akibat tekanan balon apabila tekanannya telah melampaui
tekanan arteri rata-rata. Meskipun demikian, tekanan setinggi 200 mmHg tidak secara total
mematikan pasokan gizi ke cauda equina.
Studi ini menunjukkan bahwa tidak hanya besar obstruksi tetapi panjang dan
kecepatan obstruksi juga penting dalam merusak wilayah CE. Hasil yang sama dilaporkan
dalam penelitian lain, di mana Takahashi et al melaporkan penurunan aliran darah ke saraf
segmen menengah ketika terdapat 2 titik tekanan di sepanjang jalur saraf pada cauda equina.
Penelitian lain telah mempelajari potensial aksi dalam segmen aferen dan eferen saraf
di wilayah CE setelah aplikasi kompresi balon. Para peneliti melaporkan bahwa tekanan 0-50
mmHg tidak mempengaruhi potensial aksi (di mana ambang batas untuk gangguan potensial
aksi adalah 50-75 mmHg), dan defisit yang signifikan terjadi ketika tekanan meningkat
menjadi 100-200 mmHg.
Manifestasi Klinis
13
radikuler. Nyeri lokal umumnya dalam, timbul akibat iritasi jaringan lunak tubuh dan tulang
belakang. Sedangkan nyeri radikuler umumnya tajam, terasa menusuk akibat kompresi akar
saraf dorsal. Proyek nyeri radikuler sesuai distribusi dermatomal. Low back pain pada CES
mungkin memiliki beberapa karakteristik khusus. Pasien dapat melaporkan tingkat keparahan
atau pemicu tertentu, seperti kepala berputar, yang tampaknya tidak biasa.
Nyeri yang berat (severe pain) adalah temuan awal pada 96% pasien dengan CES
sekunder untuk neoplasma tulang belakang. Kelemahan motorik ekstremitas bawah timbul
akibat keterlibatan akar ventral. Selain itu, ekstremitas bawah tampak hipotonia dan
hiporeflexia serta timbul defisit sensorik dan disfungsi sfingter.
Manifestasi urin pada CES meliputi retensi urin, kesulitan memulai berkemih, dan
penurunan sensasi uretra. Biasanya, manifestasi dimulai dengan retensi urin dan kemudian
diikuti oleh inkontinensia overflow. Bell dkk menunjukkan bahwa retensi urin, frekuensi
kencing, inkontinensia, penurunan sensasi kemih, dan penurunan sensasi perineal
kemungkinan disebabkan prolaps diskus yang merupakan indikasi dilakukannya pemeriksaan
MRI.
Sedangkan gangguan usus antara lain inkontinensia alvii, konstipasi, kehilangan tonus
dan sensasi anal.
14
Diagnosis
Pada lebih 85% kasus, gejala dan tanda klinis CES berkembang dalam waktu kurang
dari 24 jam. Terdapat tiga variasi CES yang sudah diketahui :
1. CES akut yang terjadi mendadak tanpa didahului problem punggung bawah sebelumnya.
2. Defisit neurologis akut (disfungsi bladder) pada pasien yang memiliki riwayat nyeri
punggung dan ischialgia.
3. Progresi bertahap ke arah CES pada pasien yang yang menderita nyeri punggung kronik
dan ischialgia.
Anamnesis
Pasien CES sering menunjukkan gejala-gejala yang tidak spesifk, dengan nyeri
punggung yang merupakan gejala yang paling menonjol. Bell et al menunjukkan bahwa
didapatkan akurasi diagnostik antara retensi urin, frekuensi urin, inkontinensia urin,
penurunan sensasi berkemih dan penurunan sensasi perineal dengan hasil MRI yang
menunjukkan adanya prolaps diskus. Anamnesis yang harus didapatkan dari pasien antara
lain:
Nyeri punggung bawah. Nyeri ini mungkin memiliki beberapa karakteristik yang
mengesankan adanya hal yang berbeda dari strain lumbal pada umumnya. Pasien
mungkin melaporkan adanya trigger yang memperparah, seperti menolehkan
kepala.
Nyeri tungkai atau nyeri menjalar ke kaki yang bersifat akut atau kronik
Kelemahan motorik ekstremitas bawah unilateral atau bilateral dan/atau
abnormalitas sensorik
Disfungsi bowel dan bladder
Gejala awal biasanya adalah retensi urin yang diikuti dengan munculnya
overflow incontinence, dan kemudian bisa juga diikuti dengan keluhan
inkontinensia alvi
Biasanya dihubungkan dengan anesthesia/hipestesia tipe sadel
Gangguan ereksi dan ejakulasi
Pemeriksaan Fisik
15
Nyeri sering berlokasi di punggung bawah. Mungkin didapatkan nyeri tekan setempat
atau nyeri sewaktu diperkusi. Nyeri punggung bawah dapat dibagi menjadi nyeri lokal dan
radikular. Nyeri lokal biasanya nyeri yang dalam akibat iritasi jaringan lunak dan korpus
vertebra. Nyeri radikular umumnya bersifat tajam, seperti tertusuk-tusuk akibat dari kompresi
radiks saraf dorsal. Nyeri radikular diproyeksikan dalam distribusi dermatomal.
Abnormalitas refleks mungkin ada, berupa berkurangnya atau hilangnya refleks
fisiologis. Refleks yang meningkat merupakan tanda adanya keterlibatan medula spinalis
sehingga diagnosis CES bisa disingkirkan. Nyeri menjalar ke kaki (ischialgia) unilateral atau
bilateral merupakan karakteristik CES, diperburuk dengan manuver valsava. Abnormalitas
sensorik mungkin muncul di area perineal atau ekstremitas bawah. Pemeriksaan raba ringan
(light touch) pada area perineal seharusnya dilakukan. Area yang mengalami anestesi
mungkin menunjukkan adanya kerusakan kulit.
Kelemahan otot mungkin timbul pada otot-otot yang mendapatkan inervasi dari radiks
saraf yang terkena. Atrofi otot dapat terjadi pada CES kronik. Tonus sphincter ani yang
menurun atau hilang merupakan karakteristik CES. Adanya tanda babinski atau tanda-tanda
upper motor neuron lainnya menunjukkan diagnosis selain CES, kemungkinan merupakan
kompresi medula spinalis. Penurunan fungsi bladder dapat dinilai secara empiris dengan
kateterisasi urin.
CES harus dipertimbangkan kemungkinannya pada semua pasien yang memiliki
keluhan nyeri punggung bawah dengan inkontinensia bowel atau bladder. Disfungsi bladder
biasanya merupakan akibat dari kelemahan otot detrussor dan areflexic bladder; disfungsi ini
awalnya menyebabkan retensi urin yang kemudian diikuti dengan overflow incontinence pada
stadium selanjutnya. Pasien yang menderita nyeri punggung dan inkontinensia urin tetapi
hasil pemeriksaan neurologisnya normal seharusnya diukur volume residual postvoid-nya.
Volume residual postvoid yang lebih besar dari 100 mL menunjukkan adanya overflow
incontinence dan memerlukan evaluasi lebih lanjut; sedangkan volume kurang dari 100 mL
menyingkirkan diagnosis CES. Refleks anal, yang ditimbulkan dengan mengusap kulit lateral
anus, normalnya menyebabkan kontraksi refleks sphincter ani eksterna. Pemeriksaan rektal
seharusnya dilakukan untuk menilai tonus sphincter ani dan sensibilitas jika ditemukan tanda
atau gejala CES.
Radik
Saraf
Defisit
Nyeri
sensorik
Defisit motorik
Kelemahan
L2
quadricep
L3
Defisit reflek
Penyusutan
ringan
suprapatella
quadricep,
L4
Paha
Posterolateral,
anterior tibia
Kaki medial
L5
Dorsum pedis
Dorsum pedis
S1-2
Lateral pedis
Lateral pedis
S3-5
Perineum
Saddle
Hamstrings
Achiles
Bulbocavernosus; anal
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologi dan laboratorium digunakan untuk mengonfirmasi diagnosis
dan untuk menentukan lokasi patologik dan penyakit yang mendasari. Pemeriksaan yang
dapat dilakukan dalam penelusuran diagnosis CES adalah:
X-foto polos. Tidak banyak membantu dalam diagnosis CES tapi mungkin dapat
dilakukan dalam kasus-kasus cedera akibat trauma atau penelusuran adanya
perubahan destruktif pada vertebra, penyempitan diskus intervertebralis atau
adanya spondilosis, spondilolistesis
CT dengan atau tanpa kontras. Myelogram lumbar diikuti dengan CT
MRI. Berdasarkan kemampuannya untuk menggambarkan jaringan lunak, MRI
umumnya merupakan tes yang disukai dokter dalam mendiagnosis CES. MRI
direkomendasikan untuk seluruh pasien yang memiliki gejala urinari yang baru
muncul yang berhubungan dengan nyeri punggung bawah dan ischialgia.
17
18
Penatalaksanaan
Belum ada bukti yang menunjukkan terapi apa yang paling baik pada CES. Terapi
umumnya ditujukan pada penyebab yang mendasari terjadinya CES.
Medikamentosa
Agen vasodilator
Iskemik radik saraf sebagian dapat memungkinkan timbulnya nyeri dan penurunan
kekuatan otot yang dihubungkan dengan cauda equina sindrom. Berdasarkan penelitian,
terapi vasodilator sangat berguna untuk beberapa pasien.
Terapi dengan Lipoprostaglandin E1 dan derivatnya telah dilaporkan lebih efektif
dalam meningkatkan aliran darah di bagian cauda equina dan mengurangi gejala nyeri dan
kelemahan motorik. Pilihan terapi sebaiknya diberikan pada pasien dengan gejala stenosis
spinal ringan dengan klaudikasio neurogenik. Dari laporan, tidak ada keuntungan
menggunakan terapi ini pada pasien dengan gejala-gejala berat atau pasien dengan gejalagejala radikular.
Agen anti-inflamasi
Agen anti-inflamasi, meliputi steroid dan NSAID, mungkin efektif pada pasien dengan
penyebab inflamasi dan sudah banyak digunakan dalam pengobatan nyeri punggung, tapi
tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa obat-obat tersebut memberikan manfaat yang
signifikan. Regimen steroid yang biasa dipakai adalah deksametason dengan dosis awal 10
mg secara intravena, diikuti 4 mg secara intravena diberikan setiap enam jam.
Deksametason umumya diberikan intravena pada dosis 4 sampai 100 mg.
NSAID telah terbukti berguna untuk mencegah kalsifikasi jaringan lunak, osifikasi
heterotopik dan perlengketan. Beberapa peneliti juga menegaskan resiko potensial
penggunaan steroid. Pernah dilaporkan bahwa penggunaan agen antiinflamasi mungkin
menghambat penyembuhan dan seringkali menimbulkan pembentukan abses.
Pasien dengan cauda equina sindrom yang penyebabnya berasal dari infeksi sebaiknya
diberikan terapi antibiotik. Pasien dengan neoplasma spinal sebaiknya dievaluasi untuk
kemoterapi yang cocok dan terapi radiasi. Sebaiknya perlu diperhatikan dalam menggunakan
obat-obatan untuk manajemen terapi dari cauda equina sindrom. Beberapa pasien dengan true
19
cauda equina sindrom dengan gejala anastesi saddle dan atau kelemahan anggota gerak bawah
bilateral atau kehilangan kontrol berkemih atau defekasi sebaiknya mendapatkan terapi medis
awal tidak lebih dari 24 jam pertama. Jika tidak ada keringanan gejala yang diperlihatkan
selama periode ini, dekompresi bedah perlu secepatnya dilakukan untuk meminimalisir
kesempatan luka neurogenik yang permanen.
Pembedahan
Pada beberapa kasus dari cauda equina sindrom, dekompresi segera dari kanalis
spinalis adalah pilihan terapi yang tepat. Tujuannya adalah untuk memebebaskan tekanan
saraf pada cauda equina dengan memindahkan alat-alat yang mengkompresi dan
meningkatkan ruang kanalis spinalis. Dulunya, pada penderita cauda equina sindrom diyakini
perlu dilakukan bedah segera dengan dekompresi bedah selama 48 jam dari awal onset gejala.
Pada pasien dengan herniasi diskus sebagai penyebab cauda equina sindrom,
dianjurkan melakukan laminektomi untuk melepaskan penekanan dari kanalis, diikuti dengan
retraksi terbaik dan laminektomi.
Banyak tim medis dan peneliti melaporkan telah mempresentasikan data fungsional
dengan melakukan dekompresi bedah. Beberapa peneliti telah melaporkan bahwa
pembedahan yang dilakukan secara elektif dibandingkan pembedahan emergensi (dalam 24
jam pertama) tidak mengganggu perbaikan neurologis. Meskipun begitu, sebagian besar
peneliti merekomendasikan tindakan operasi dekompresi secepat mungkin setelah munculnya
gejala untuk meningkatkan kemungkinan memperoleh perbaikan neurologis komplit.
Rehabilitasi Medik
Perawatan kulit
Pada saat terjadinya cedera medulla spinalis seringkali menyebabkan pasien
memerlukan tirah baring dalam waktu lama. Hal ini merupakan faktor risiko terjadinya
ulkus dekubitus pada daerah-daerah tubuh tertentu yang mengalami penekanan terus
menerus. Usaha terhadap pencegahan penanganan dekubitus harus dimulai segera setelah
terjadinya cedera. Dasar perawatan adalah membebaskan tonjolan tulang dari tekanan
setiap 2-3 jam sekali.
Lower Motor Neuron Bladder Training
20
Pada tipe ini refleks bulbocavernosus dan anal superficial selalu negatif, penekanan /
pemijatan kandung kemih dengan mengejangkan otot-otot abdomen dan diafragma yang
tidak mengalami paralisis serta dibantu manual kompresi (maneuver Crede) dapat
dilakukan untuk membantu pengosongan kandung kemih (pertama kali dilakukan 2
minggu setelah terjadinya cedera). Bila ini gagal, ulangi 2 kali seminggu sampai terjadi
pengosongan kandung kemih ( biasanya terjadi setelah 2-8 minggu). Dapat juga dilakukan
usaha dengan kateter intermiten setiap 4-6 jam untuk melatih pengosongan kandung kemih
secara efektif. Bila pengosongan kandung kemih sudah dapat terjadi, maka usaha
selanjutnya dilakukan oleh penderita sendiri tiap 2 jam di siang hari dan perawat
membantu melakukan penekanan secara manual di malam hari saat membalik posisi
pasien. Setelah penderita menguasai tehnik pengosongan kandung kemih ini dengan baik,
maka frekuensi pengosongan dapat diatur sendiri.
Fisioterapi
Program fisioterapi harus sudah dimulai sejak pasien dirawat. Ada berbagai macam
program fisioterapi yang dapat diberikan pada pasien dengan sindrom kauda equina dan
tentunya tidak semuanya cocok diberikan untuk setiap pasien. Jelas pemberian latihan ini
disesuaikan dengan keadaan klinis pasien dan juga gangguan neurologis yang ditemukan pada
pasien tersebut. Adapun program-program tersebut antara lain:
1. Gerakan pasif.
Tiap persendian dari group otot ekstremitas inferior digerakan secara pasif dan full
ROM, sekurang kurangnya 2 kali sehari. Hal ini perlu untuk mencegah terjadinya
kontraktur, karena gerakan pasif tersebut memelihara tonus dan panjang otot, serta
melancarkan aliran darah dari ekstremitas inferior yang rentan terhadap kemungkinan
timbulnya trombosis yang disebabkan aliran darah biasanya ditempat tersebut sangat
lambat.
2. Keseimbangan duduk.
Pada pasien dengan kelemahan otot ekstremitas inferior yang cukup berat saat mulamula di pindah ke kursi roda perlu waktu beberapa hari bagi pasien dapat duduk tegak
dengan baik. Paralisis otot-otot tubuh seringkali mengganggu keseimbangan dan bagi
pasien hal ini dirasakan sangan mengganggu. Jika duduk tegak maka pasien akan
merasakan gejala-gejala seperti hipotensi antara lain pusing dan mual. Biasanya secara
bertahap pasien dapat menyesuaikan diri. Jika hal ini terus berlanjut, maka dapat
digunakan tilt table untuk membantu pasien membiasakan diri duduk tegak.
21
3. Berenang
Latihan berenang di kolam sangat bermanfaat dan menyenangkan karena akan
membantu dan mempermudah otot-otot ekstremitas inferior untuk aktif berfungsi. Ban dan
jaket penyelamat dapat digunakan untuk pengaman dan memperbesar rasa percaya diri
pasien. Jika pasien ragu-ragu, maka terapis dapat membantu dengan menyangga tubuh
pasien pada tempat yang sensoriknya masih berfungsi. Latihan renang ini dari sejak
awalnya sudah dapat dikembangkan menjadi salah satu latihan yang dapat menyenangkan
sekaligus sebagai suatu rekreasi.
4. Gym work
Tujuan latihan di ruang senam ini adalah untuk mengembangkan sepenuhya aktifitas
otot-otot yang persyarafannya masih baik. Latihan dengan tahanan, per dan beban, press
up, dan memanjat dengan tali.
5. Mat work (senam lantai di matras),
Pasien dalam posisi berbaring di lantai bertujuan untuk menguatkan otototot trunkus
dan meningkatkan tonus otot-otot paravertebralis sehingga nantinya hal tersebut dapat
membantu pasien dalam memperbaiki keseimbangan duduk dan postur. Latihan di matras
ini bertujuan membantu mengurangi spastisitas otot-otot tersebut dan ini kelak akan
membantu berfungsinya bladder dan bowel. Semua pasien diajarkan berguling di lantai dan
jika mungkin belajar duduk tanpa dibantu. Selanjutnya latihan keseimbangan dapat terus di
kembangkan dengan latihan duduk di tepi tempat tidur.
6. Berdiri
Pasien paraparese atau paraplegia secara teratur harus diajarkan cara untuk berdiri
tegak. Disamping meningkatkan moril dan kepercayaan diri pasien, hal ini bertujuan untuk
meringankan beban tekanan di sakrum dan pantat, memperbaiki tonus otot di trunkus dan
ekstremitas inferior, mencegah deformitas fleksi di pangkal paha, lutut dan pergelangan
kaki, memperbaiki efisiensi pengosongan ginjal dan kandung kemih serta fungsi rektum
dan juga berperan dalam pencegahan osteoporosis dan fraktur patologis. Untuk
memungkinkan latihan berdiri tegak ini dapat digunakan alat yang dinamakan standing
frame.
7. Latihan jalan.
Faktor yang sangat menentukan kemampuan pasien dalam berjalan ialah: kekuatan
otot quadriceps, propioseptif lutut, tidak adanya kontraktur fleksi dari panggul dan kontrol
lengan. Untuk melangkah adalah merupakan problem yang besar bagi pasien. Kemauan
22
merupakan kunci kearah keberhasilan, yang juga sangat tergantung faktor umur, berat
badan dan jumlah otot-otot yang masih berfungsi.
8. Pemakaian kursi roda
Harus dipesan kursi roda yang sesuai untuk tiap pasien. Idealnya pasien dipesankan
kursi roda sedini mungkin yang tipenya disesuaikan dengan hasil pemeriksaan. Waktu yang
paling tepat adalah saat pasien mulai belajar duduk.
Sebaiknya pemesanan kursi roda ini didiskusikan oleh tim. Pemilihan jenis kursi roda
sangat tergantung kepada usia, ukuran tubuh, tinggi badan dan berat badan dan ditentukan
oleh kekuatan lengan (1,2,3). Tempat kaki yang dapat dibuka dan berputar, ketinggian yang
dapat diatur serta sandaran tangan yang dapat dilepaskan merupakan bentuk standart.
Latihan mengendalikan kursi roda diberikan sampai pasien betul betul yakin akan
kemampuannya. Antara lain latihan tersebut adalah bagaimana cara cara melintasi pintu,
permukaan lantai yang tidak rata, kemiringan dari trotoar. Kepada pasien juga diajarkan
caracara mundur dengan baik.
9. Ortotik
Pada trauma medula spinalis daerah torako lumbal dapat diberikan torako lumbal
brace. Prinsip kerja ini alat ini adalah memberikan penekanan pada 3 buah titik yang
dikenal dengan three point pressure. Penekanan tersebut diberikan dibagian antero distal
yang terletak diatas pubis, dibagian antero proksimal pada sternum, sedangkan dibagian
posterior tekanan diberikan pada daerah thorax bagian distal hingga lumbal bagian
proksimal yang berupa padding.
Sedangkan pada trauma medula spinalis daerah torako lumbo sakral dapat diberikan
torako lumbo sakral brace (TLSO). Prinsip kerja alat ini untuk menghambat gerakan tulang
punggung kearak fleksi, ekstensi, laterofleksi. Frame dan padding yang menahan otot
otot abdominal mulai dari umbilikus sampai daerah supra pubis. Gambar menunjukkan
salah satu bentuk torako lumbo sakral brace yaitu Goltwait brace.
Lesi pada T12 L1 mengakibatkan hilangnya fungsi motorik dan sensorik mulai dari
panggul ke bawah. Pada keadaan ini diperlukan pola jalan swing throuh yang
memerlukan energi 6 kali lebih besar dibandingkan keadaan normal untuk setiap meternya.
Pasien yang mampu berjalan dengan pola ini dan dalam kecepatan yang cukup baik 60
m/menit sangat jarang.
Psikologi
23
Secara umum dikatakan bahwa depresi dapat mengganggu proses rehabilitasi. Depresi
dan ansietas dapat mengakibatkan disabilitas yang sama beratnya dengan yang disebabkan
trauma medula spinalis. Kekuatiran akan masa depan dan akibat cacat yang diderita, sikap
tidak realistis, sikap agresif merupakan tandatanda keresahan emosional. Dorongan dari
terapis dan keluarga, pendekatan positif kepada pasien dan kemampuannya, sangat membantu
dalam menghilangkan gejala. Mereka yang mengalami depresi ringan biasanya memberikan
respon yang baik terhadap obat-obat anti depresi. Waktu penyesuaian psikologi biasanya
memerlukan waktu sekitar 18-24 bulan.
24
Prognosis
Prediksi prognosis pasien dengan CES dapat dipengaruhi oleh beberapa kriteriakriteria tertentu yaitu:
o Pasien dengan ischialgia bilateral dilaporkan memiliki prognosis yang kurang baik
dibanding yang mengalami ishialgia unilateral.
o Pasien dengan gejala anestesi perineal komplit kemungkinan besar akan menderita
paralisis bladder permanen.
o Luasnya defisit sensorik tipe sadel atau perineal merupakan prediktor
perbaikan/penyembuhan yang paling penting. Pasien dengan defisit unilateral
memiliki prognosis yang lebih baik daripada pasien dengan defisit bilateral.
o Wanita dan pasien dengan disfungsi bowel memiliki outcome yang lebih buruk.
25
BAB III
KESIMPULAN
Cauda equina syndrome (CES) adalah kondisi neurologis yang serius di mana terjadi
kerusakan pada cauda equina akibat pemadatan atau penyempitan yang simultan dari radik
saraf lumbosacral multipel dibawah konus medullaris, sehingga menyebabkan hilangnya
fungsi pleksus lumbal secara akut dari bagian bawah conus medullaris berupa gangguan
neuromuscular dan gejala-gejala urogenital.
Gejala sindrom cauda equina meliputi nyeri punggung bawah (low back pain),
unilateral atau bilateral sciatica, saddle dan perineum hypoesthesia atau anestesi, gangguan
fungsi usus dan kandung kemih, defisit motorik dan sensorik ekstremitas bawah, berkurang
atau tidak ada refleks tungkai bawah.
Penatalaksanaan pasien CES meliputi pemberian obat vasodilator untuk menghentikan
iskemik yang dapat memungkinkan timbulnya nyeri dan penurunan kekuatan otot yang
dihubungkan dengan cauda equina sindrom dan pemberian agen anti-inflamasi meliputi
steroid dan NSAID, mungkin efektif pada pasien dengan penyebab inflamasi serta untuk
mencegah kalsifikasi jaringan lunak, osifikasi heterotopik dan perlengketan. Pasien dengan
cauda equina sindrom yang penyebabnya berasal dari infeksi sebaiknya diberikan terapi
antibiotik. Pasien dengan neoplasma spinal sebaiknya dievaluasi untuk kemoterapi yang
cocok dan terapi radiasi. Beberapa pasien dengan true cauda equina sindrom dengan gejala
anastesi saddle dan atau kelemahan anggota gerak bawah bilateral atau kehilangan kontrol
berkemih atau defekasi sebaiknya mendapatkan terapi medis awal tidak lebih dari 24 jam
pertama. Jika tidak ada keringanan gejala yang diperlihatkan selama periode ini, dekompresi
bedah perlu secepatnya dilakukan untuk meminimalisir kesempatan luka neurogenik yang
permanen. Tujuan bedah dekompresi adalah untuk memebebaskan tekanan saraf pada cauda
equina dengan memindahkan alat-alat yang mengkompresi dan meningkatkan ruang kanalis
spinalis.
DAFTAR PUSTAKA
26
1. Dawodu ST, Bechtel KA, Beeson MS, Humphreys SC, Kellam JF, et all. Cauda equina
and conus medullaris syndromes. March 2013.
2. Gardner A, Gardner E, Morley E. Cauda equina syndrome: a review of the current
clinical and medico-legal position. May 2011Shiel WC, Davis C. Cauda equina syndrome.
3. Lavy C. James A, Macdonald JW, Fairbank J. Cauda equina syndrome.29 Oktober 2013
4. Meliala L. Patofisiologi dan penatalaksanaan nyeri punggung bawah. Dalam Meliala L,
Suryono B, Wibowo S. Kumpulan makalah pertemuan ilmiah I Indonesia Pain Society.
Jogjakarta. 2003.
27