Anda di halaman 1dari 52

MENINGITIS PADA ANAK

DEFINISI MENINGITIS

Manifestasi klinis meningitis

Anatomi
Otak dilindungi oleh kranium, meningea/selaput
otak dan LCS
Meningea terdiri atas 3 lapisan, yaitu:
Duramater
Luar : melapisi tengkorak
Dalam : membentuk falk serebri, falk serebelli,
tentorium serebellin. Membentuk sinus
sagitalis/longitudinalis superior dan inferior.

Arakhnoid : Terdapat granulasi arackhnoid,


dilalui LCS
Piamater : Melekat pada otak / sumsum tulang.

Gambar 1 Anatomi lapisan meningea


kranium

Gambar 2 Anatomi lapisan


meningea kranium

EPIDEMIOLOGI
(Meningitis bakterialis)
Amerika Serikat

Indonesia

- N.meningitidis
menyebabkan 4 kasus
per 100.000 anak
(usia 1-23 bulan).
- S. pneumoniae
menyebabkan 6,5
kasus per 100.000
anak (usia 1-23
bulan).

- angka kejadian tertinggi


pada umur antara 2 bulan2 tahun.
- Insidens pada neonatus
adalah sekitar 0.5 kasus per
1000 kelahiran hidup.
- Streptococcus group B dan
E.coli merupakan penyebab
utama meningits bakterial
pada neonatus.
- gejala sisa berupa gangguan
pendengaran dan defisit
neurologis (40%)

Meningitis
Tuberkulosis

Meningitis Viral

tertinggi pada bayi dan


anak kecil dengan
kekebalan alamiah yang
masih rendah.
Angka kejadian jarang
dibawah usia 3 bulan dan
mulai meningkat dalam
usia 5 tahun pertama,
tertinggi pada usia 6 bulan
sampai 2 tahun.
Angka kematian berkisar
antara 10-20%.

enterovirus, mumps virus,


virus measles, virus varicella
zoster dan HIV.
Menurut WHO tahun 1997,
meningitis enteroviral dengan
sepsis merupakan penyebab
tersering ke 5 kematian pada
neonatus.
Di luar periode neonatal,
mortalitas dan morbiditas
kurang dari 1%.
lebih sering dijumpai pada
anak daripada orang dewasa.

ETIOLOGI

PATOGENESIS

MENINGITIS BAKTERIA
Infeksi mencapai otak melalui:
- Aliran darah (hematogen) oleh
karena infeksi di tempat lain
- Perluasan langsung dari infeksi
(perkontinuitatum)
- Implantasi langsung
- Aspirasi cairan amnion

Meningitis bakterial melalui jalur


hematogen:

MENINGITIS TUBERKULOSIS
komplikasi penyebaran tuberkulosis primer,
biasanya dari paru.
sekunder melalui pembentukan tuberkel pada
pemukaan otak, sumsum tulang belakang atau
vertebra yang kemudian pecah ke dalam rongga
arachnoid (rich dan McCordeck).
Dapat terjadi perkontinuitatum dari mastoiditis
dan spondilitis.
Peradangan sebagian besar ditemukan pada
dasar otak, terutama batang otak, tempat
terdapat eksudat dan tuberkel.

Eksudat yang serofibrinosa dan gelatinosa


dapat menimbulkan obstruksi pada
sisterna basalis dan mengakibatkan
hidrocephalus serta kelainan saraf
pusat.
Tampak juga kelainan pembuluh darah
seperti Arteritis dan Phlebitis yang
menimbulkan penyumbatan, yang
berakibat terjadinya infark otak yang
kemudian menyebabkan perlunakan otak.

MENINGITIS VIRUS
Setempat: virus hanya terbatas menginfeksi selaput
lendir permukaan atau organ tertentu.
Penyebaran hematogen primer: virus masuk ke
dalam darah kemudian menyebar ke organ dan
berkembang biak di organ tersebut
Penyebaran hematogen sekunder: virus
berkembang biak di daerah pertama kali masuk
(permukaan selaput lendir) kemudian menyebar ke
organ lain.
Penyebaran melalui saraf: virus berkembang
biak dipermukaan selaput lendir dan menyebar
melalui sistem saraf.

Kerusakan neurologis disebabkan:


- Oleh invasi langsung dan
penghancuran jaringan secara aktif
- Oleh reaksi hospes terhadap antigen
virus.
- Oleh reaksi aktivitas virus
neurotropik yang bersifat laten

MENINGITIS JAMUR
Infeksi pertama terjadi akibat inhalasi
yeast dari lingkungan sekitar.
host cryptococcus membentuk kapsul
polisakarida yang besar yang resisten
terhadap fagositosis.
Reaksi inflamasi ini menghasilkan reaksi
kompleks primer paru kelenjar limfe
(primary lung lymp node complex) yang
biasanya membatasi penyebaran
organisme.

Pada pasien lainnya dapat terbentuk lesi


pumonar fokal atau nodular.
Cryptococcus dapat dorman dalam paru atau
limfonodus sampai pertahanan host melemah.
Cryptococcus neoformans dapat menyebar dari
paru dan limfonodus torakal ke aliran darah
terutama pada host yang sistem kekebalannya
terganggu.
Jika terjadi infeksi jauh, maka tempat yang
paling sering terkena adalah susunan saraf
pusat.

PATOFISIOLOGI MENINGITIS
BAKTERIALIS
Setelah ada bakteremia atau
embolus septik, bakteri masuk ke
dalam SSP dengan menembus
mikrovaskular otak atau pleksus
koroid.
Di CSS, maka bakteri tersebut
memperbanyak diri dengan mudah
dan cepat

Bakteri pada waktu berkembang biak


atau pada waktu mati (lisis) akan
melepaskan dinding sel atau komponenkomponen membran sel (endoktoksin)
Bakteri gram negative pada waktu lisis
melepaskan lipopolisakarida/
endotoksin, dan kuman gram positif
akan melepaskan teichoic acid (asam
teikoat).

merangsang sel endotel dan makrofag di SSP( sel


astrosit dan microglia) memproduksi mediator
inflamasi seperti interleukin-1 (IL-1) dan tumor
necrosis factor (TNF) berperan dalam
peningkatan TIK, yang selanjutnya mengakibatkan
menurunnya aliran darah otak.
Pada meningitis bakterial dapat juga terjadi syndrome
inappropriate antidiuretic hormone (SIADH)
menyebabkan hipovolemia, oliguria dan peningkatan
osmolaritas urin meskipun osmolaritas serum
menurun, sehingga timbul gejala-gejala water
intoxication, yaitu mengantuk, iritabel, dan kejang.

Perubahan TIKmenyebabkan terjadinya


gangguan kesadaran dan refleks postural.
Pergeseran ke kaudal dari batang otak
menyebabkan lumpuhnya saraf kranial
ketiga dan keenam.
Jika tidak diobati, perubahan ini akan
menyebabkan dekortikasi atau deserebrasi
dan dengan cepat dan progresif
menyebabkan henti nafas dan jantung.

TIK menyebabkan penurunan aliran


darah otak .
Dalam keadaan ini otak mudah
mengalami iskemia, penurunan
autoregulasi serebral dan
vaskulopati, sehingga menimbulkan
gejala sisa.

Ensefalopati terjadi juga akibat hipoksia sistemik dan


demam.
Peradangan meningens akan menimbulkan rangsangan
pada saraf sensoris, akibatnya terjadi refleks kontraksi
otot-otot tertentu untuk mengurangi rasa sakit,
sehingga timbul tanda Kernig dan Brudzinski serta
kaku kuduk.
Manifestasi klinis lain yang timbul akibat peradangan
meningens adalah mual, muntah, iritabel, nafsu makan
menurun dan sakit kepala. Gejala-gejala tersebut dapat
juga disebabkan karena peningkatan tekanan
intrakranial, dan bila disertai dengan distorsi dari nerve
roots, maka timbul hiperestasi dan fotofobia.

Sakit kepala disebabkan oleh inflamasi pada struktur


intrakranial yang sensitif terhadap nyeri, termasuk
pembuluh darah pada dasar otak. Sindrom sakit kepala
yang dihasilkan pada umumnya bersifat berdenyut,
bilateral, dan berlokasi di oksipital atau tengkuk.
Sakit kepala meningkat dengan posisi duduk tegak lurus,
menggerakkan kepala, menekan vena jugularis, atau
melakukan gerakan lain (seperti bersin, batuk) yang
meningkatkan tekanan intrakranial sementara. Fotofobia
bisa jadi menonjol.
Sakit kepala jarang muncul tiba-tiba, tetapi biasanya
berkembang selama berjam-jam hingga berhari-hari,
terutama pada infeksi subakut (misalnya meningitis
tuberkulosa).

MANIFESTASI KLINIS
onset yang mendadak dari demam,
sakit kepala dan kaku leher (stiff
neck) .
Biasanya disertai beberapa gejala
lain, yaitu mual, muntah, fotofobia
dan penurunan kesadaran.

MANIFESTASI KLINIS Meningitis bakterial

Demam pada meningitis bayi baru lahir


hanya dari jumlah kasus. Biasanya
pasien tampak lemas dan malas, tidak mau
makan, muntah-muntah, kesadaran
menurun, ubun-ubun besar tegang dan
mebonjol, leher lemas, respirasi tidak
teratur, kadang-kadang disertai iterus kalau
sepsis.
Secara umum, apabila didapatkan sepsis
pada bayi baru lahir, kita harus
mencurigai meningitis.
Bayi berumur 3 bulan hingga 2 tahun
Biasanya manifestasi yang timbul hanya
berupa demam, muntah, gelisah, kejang
berulang, kadang-kadang didapatkan high
pitch cry pada bayi. Tanda fisik yang
tampak jelas adalah ubun-ubun tegang
dan membonjol,

Pada anak besar dan dewasa


Kadang-kadang gejala pertama
adalah kejang, gelisah, gangguan
tingkah laku.
Penurunan kesadaran seperi
delirium, stupor, koma dapat
juga terjadi. Tanda klinis yang
biasa didapatkan adalah kaku
kuduk, tanda Bruszinki dan
Kernig.
Nyeri kepala, fotofobia dan
hiperestasi dan kaku kuduk
disertai rigiditas spinal.

Manifestasi klinis yang dapat timbul adalah:


Gejala infeksi akut
Lethargy
Iritablitas
Demam ringan
Muntah
Anoreksia
Sakit kepala (pada anak yang
lebih besar)
Petechia dan Herpes Labialis
(untuk infeksi Pneumococcus)
Gejala peningkatan tekanan
intrakranial
Muntah
Nyeri kepala (pada anak yang
lebih besar)
Moaning cry ( tangisan
merintih pada neonatus)
Penurunan kesadaran

Kejang (umum, fokal atau twitching)


Bulging fontanel (ubun-ubun besar
yang menonjol dan tegang)
Gejala elainan serebral
lain( hemiparesis, paralisis,
strabismus)
Crack pot sign
Pernafasan Cheyne Stokes
Hipertensi dan Chocked disc papila
n.optikus (pada anak yang lebih
besar)
Gejala rangsangan meningeal
Kaku kuduk positif
Kernig, Brudzinski I dan II positif
Pada anak dengan usia kurang 1
tahun, gejala meningeal tidak dapat
diandalkan sebagai diagnosis. Bila
terdapat gejala-gejala tersebut,
maka perlu dilakukan pungis lumbal
untuk mendapatkan cairan
serebrospinal (CSS).

Manifestasi klinis Meningitis tuberkulosis

Secara klinis, ada tiga stadium, yaitu:


Stadium prodormal (Iritasi selaput
otak)
Stadium transisi (adanya kejang)
Stadium terminal (kelumpuhankelumpuhan, koma menjadi lebih
dalam, pupil melebar dan tidak
beraksi sama sekali)

Manifestasi klinis Meningitis viral


Mendadak.
Pada anak besar - panas dan nyeri
kepala mendadak yang disertai
dengan kaku kuduk. Gejala lain
yang dapat timbul ialah nyeri
tenggorok, nausea, muntah,
penurunan kesadaran, nyeri pada
kuduk dan punggung, fotophobia,
parestesia dan myalgia.
Gejala pada bayi tidak khas. Mual
dan muntah sering dijumpai tetapi
gejala kejang jarang didapati. Bila
penyebabnya Echovirus atau
Coxsackie, maka dapat disertai ruam
dengan panas yang akan menghilang
setelah 4-5 hari.
Kaku kuduk, tanda Kernig dan
Brudzinski kadang-kadang positif.

Variasi lain dari infeksi viral dapat


membantu diagnosis seperti:
Gastroenteritis, rash, faringitis dan
pleurodynia pada infeksi enterovirus.
Manifestasi kulit, seperti erupsi
zooster dari VZV, makulopapular
rash dari campak dan enterovirus,
erupsi vesikular dari herpes
simpleks.
Faringitis, limfadenopati dan
splenomegali mengarah ke infeksi
EBV.
Immunodefisiensi dan pneumonia,
mengarah ke infeksi adenovirus,
CMV atau HIV.
Parotitis dan orchitis ke arah virus
Mumps.

Manifestasi klinis Meningitis jamur


Gejala klinis sama seperti meningitis
jenis lainnya, namun gejalanya sering
timbul bertahap.
Sebagai tambahan dari gejala klasik
meningitis seperti sakit kepala, demam,
mual dan kekakuan leher, orang dengan
meningitis jamur juga mengalami
fotofobia, perubahan status mental,
halusinasi dan perubahan personaliti.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pungsi Lumbal
Indikasi:
Kejang atau twitching
Paresis atau paralisis termasuk paresis N.VI
Koma
Ubun-ubun besar menonjol
Kaku kuduk dengan kesadaran menurun
TBC milier
Leukemia
Mastoiditis kronik yang dicurigai meningitis
Sepsis

Pungsi lumbal juga dilakukan pada demam yang tidak diketahui


sebabnya dan pada pasien dengan proses degeneratif. Pungsi
lumbal sebagai pengobatan dilakukan pada meningitis kronis
yang disebabkan oleh limfoma dan sarkoidosis.

Pungsi lumbal
Kontrainidikasi:
Kontraindikasi mutlak adalah pada syok, infeksi di sekitar
tempat pungsi, tekanan intrakranial meninggi pada proses
desak ruang dalam otak (space occupying lesion) dan pada
kelainan pembekuan yang belum diobati. Pada tekanan
intrakranial meninggi yang diduga karena infeksi (meningitis)
bukan kontraindikasi tetapi harus dilakukan dengan hati-hati.
Komplikasi:
Sakit kepala, infeksi, iritasi zat kimia terhadap selaput otak,
bila penggunaan jarum pungsi tidak kering, jarum patah,
herniasi dan tertusuknya saraf oleh jarum pungsi karena
penusukan tidak tepat yaitu ke arah lateral dan menembus
saraf di ruang ekstradural.

Penilaian LCS
Nilai normal tekanan LCS adalah 50200 mm pada keadaan tenang. Pada
anak yang berontak, menangis atau
batuk, tekanan akan meningkat.
Pada keadaan normal, LCS berwarna
jernih seperti adekuest, tetapi pada
neonatus bisa xantokrom.

1-2 tetes LCS


UJIditeteskan
PANDY ke dalam
tabung reaksi yang
sebelumnya telah diisi
dnegan 1 ml larutan
fenol jenuh (carbolic
acid).
Bila kadar protein
meninggi akan
didapatkan warna
putih keruh atau
endapan putih dalam
tabung reaksi
tersebut.

UJI NONNE
0.5 ml LCS
dimasukkan ke dalam
tabung reaksi yang
sebelumnya telah diisi
dengan 1 ml larutan
amonium-sulfat jenuh.
Bila kadar protein LCS
meningkat didapati
cincin putih pada
perbatasan kedua
cairan tersebut

SEL

PROTEIN

Jumlah sel leukosit normal pada


bayi sampai umur 1 tahun adalah
10 sel / l, 1-4 tahun 8 sel/l,
remaja dan dewasa 2,59 1,73
leukosit/l.
Apabila terdapat peninggian jumlah sel
dan terutama PMN, maka kemungkinan
pasien menderita meningitis bakterial,
atau pada meningitis virus dini atau
neoplasma.
Di bagian ilmu kesehatan anak FKUI
dipakai patokan jumlah sel LCS normal
pada anak 20/3 per l dan pada
neonatus minggu pertama 100/3 per
l, tetapi tergantung juga pada
keadaan klinis pasien dan diferensiasi
sel.

Kadar protein normal 20-40


mg/dl.
Pada neonatus, kadar protein agak
lebih tinggi, yaitu 40-80 mg/dl
pada umur 0-2 minggu, dan 30-50
mg/dl pada umur 2-4 minggu.
Pada neonatus dengan berat
badan lahir rendah, kadar protein
lebih tinggi lagi, rata-rata 100
mg/dl.
Kadar protein yang tinggi pada
neonatus mungkin disebabkan
oleh fungsi sawar otak yang belum
matang dan adanya perdarahanperdarahan kecil saat partus.

GLUKOSA

MIKROORGANISME

kadar normal glukosa dalam


LCS antara hingga 2/3 kadar
glukosa plasma, biasanya 5090 mg/dl.
Bila kadar glukosa LCS kurang
dari 50% kadar glukosa plasma,
maka dapat dikatakan bahwa
kadar glukosa dalam LCS
merendah.
Penurunan kadar glukosa
dalam LCS didapati pada
pasien dengan meningitis
bakterial, karsinomatosis
selaput otak dan lain-lain.

perwarnaan gram.
Biakan LCS dalam
media dan uji
sensitivitas terhadap
obat dapat
menentukan kuman
penyebab yang
sebenarnya dan obat
yang serasi.

Meningitis bakterial
Didapatkan cairan keruh atau opalesens dengan
Nonne (-)/(+) dan Pandy (+)/(++).
Jumlah sel 100-10.000/m3 dengan hitung jenis
predominan polimorfonuklear, protein 200-500
mg/dl, glukosa <40 mg/dl. Pada stadium dini,
jumlah sel dapat normal dengan predominan
limfosit
Pada pemeriksaan darah tepi, ditemukan
leukositosis yang tinggi dengan pergeseran ke
kiri.
Umumnya terdapat anemia megaloblastik

Meningitis Tuberkulosis
Leukosit darah tepi sering meningkat (10.00020.000 sel/mm3). Sering ditemukan
hiponatremia dan hipokloremia karena sekresi
antidiuretik hormon yang tidak adekuat.
LCS jernih, cloudy atau xantokrom.
Jumlah sel meningkat antara 10-250 sel/mm 3
dan jarang melebih 500 sel/mm3. Hitung jenis
predominan sel limfosit walaupun pada
stadium awal dapat dominan
polimorfonuklear.

Protein meningkat di atas 100 mg/dl sedangkan


glukosa menurun di bawah 35 mg/dl, rasio
glukosa LCS dan darah dibawah normal.
Ditemukan kuman tuberkulosis dalam LCS.
Uji tuberkulin positif
Kelainan radiologis tampak pada foto rontgen
thoraks.
Uji tuberkulin pada meningitis tuberkulosis
sering negatif karena reaksi anergi (falsenegative), terutama dalam stadium terminalis.

Meningitis Viral
Sel: pleocytosis dengan hitung WBC pada
kisaran 50 hingga >1000 x 109/L darah.
PMN dapat merupakan sel utama pada 1224 jam pertama, walaupun sel
mononuklear predominan. Hitung sel
kemudian biasanya didominasi limfosit.
Protein: kadar protein LCS biasanya sedikit
meningkat, tetapi dapat bervariasi dari
normal hingga setinggi 200 mg/dL.
Biakan LCS, isolasi virus

Meningitis Jamur
Tekanan meningkat bervariasi, pleiositosis
moderat, biasanya kurang dari 1000
sel/mm3, dengan predominan limfosit.
Pada kasus akut, sela dapat meningkat
lebih dari 1000 sel/mm3 dengan
predominan polimorfonukelar.
Glukosa biasanya agak menurun
(subnormal) dan protein meningkat kadangkadang pada kadar yang sangat tinggi.

DIAGNOSIS
BANDING
Abses otak
Ensephalitis
Herpes simpleks
Herpes simpleks
ensephalitis
Neoplasma
Kejang demam
Subarachnoid
hemorrhage

KOMPLIKASI
Komplikasi dini:
Syok septik
Koma
Kejang (30-40% pada anak, insidens
tinggi pada anak <1 tahun)
Edema serebri (penyebab penting
kematian)
Septic arthirits
Efusi pericardial
Anemia hemolitik

Komplikasi lanjut:
Gangguan pendengaran sampai
tuli,Disfungsi saraf kranial,Kejang
multipel,Paralisis fokal,Efusi
subdural,Hidrocephalus,Defisit
intelektual,Ataksia,Buta,Waterhous
e-Friderichsen syndrome,Gangren
periferal

PENATALAKSANAAN
(Meningitis Bakterial)
Tabel . Agen etiologik dan terapi antibiotik empirik pada meningitis bakterialis, berdasarkan usia dan kondisi predisposisi 3
Usia atau Kondisi

Agen Etiologik

Antibiotik Pilihan

Kurang dari 3 bulan

Streptococcus agalactiae

Ampisilin, 100 mg/kg I.V. setiap 8 jam +

Escherichia coli

[Cefotaxime, 50 mg/kg I.V. setiap 6 jam

Listeria monocytogenes

Atau
Ceftriaxone, 50-100 mg/kg I.V. setiap 12
jam]

3 bulan 8 tahun

N. meningitidis, S. pneumoniae

[Cefotaxime, 50 mg/kg I.V. setiap 6 jam

H. influenzae

atau
Ceftriaxone, 50-100 mg/kg I.V. setiap 12
jam] +
Vancomycin, 15 mg/kg I.V. setiap 6 jam,
max 4 g/hari

18-50 tahun

S. pneumoniae

Vancomycin, 15 mg/kg I.V. setiap 6 jam,

N. meningitidis

max 4 g/hari
+ [cefotaxime, 2 g I.V. setiap 6 jam atau
ceftriaxone, 2 g I.V. setiap 6 jam]

Lebih dari 50 tahun

S. pneumoniae

Vancomycin, 15 mg/kg I.V. setiap 6 jam,

L. monocytogenes

max 4 g/hari

Basil Gram-negatif

+ [cefotaxime, 2 g I.V. setiap 6 jam atau


ceftriaxone, 2 g I.V. setiap 6 jam]

Ampicilin, 2 g I.V. setiap 4 jam


Imunitas selular terganggu

L. monocytogenes

Vancomycin, 15 mg/kg I.V. setiap 6 jam,

Basil Gram-negatif

max 4 g/hari
+ [cefotaxime, 2 g I.V. setiap 6 jam atau
ceftriaxone, 2 g I.V. setiap 6 jam]

Ampicilin, 2 g I.V. setiap 4 jam


Trauma kepala, pembedahan saraf (otak), Staphylococci

Vancomycin, 15 mg/kg I.V. setiap 6 jam,

atau CSF shunt

Basil Gram-negatif

max 4 g/hari

S. pneumoniae

+ Ceftazidime, 50-100 mg/kg I.V. setiap 8


jam, max 2 g setiap 8 jam

Diadaptasi dari van de Beek D et al. Community-acquired bacterial meningitidis in adults. N Engl J Med. 2006;354(1):44-53.

Meningitis Tuberkulosis
isoniazid 300 mg (5 mg/kg/hari),
rifampin 600 mg (10
mg/kg/hari), pyrazinamide 25
mg/kg (max 2 g/hari), dan
ethambutol 15-20 mg/kg (max
1,2 g/hari), masing-masing
diberikan sekali sehari per oral.
Untuk jenis kuman yang sensitif,
ethambutol dapat dihentikan,
dan terapi tripel diteruskan
selama 2 bulan, diikuti dengan
isoniazid dan rifampin saja
selama 4-10 bulan berikutnya.
Pyridoxine 50 mg/hari dapat
digunakan untuk menurunkan
kemungkinan terjadinya
polineuropati yang diinduksi
isoniazid.

Komplikasi terapi termasuk disfungsi


hepatik (isoniazid, rifampin, dan
pyrazinamide), polineuropati
(isoniazid), neuritis optik
(ethambutol), kejang (isoniazid), dan
ototoksisitas (streptomisin).
Kortikosteroid diindikasikan sebagai
terapi tambahan pada pasien yang
negatif HIV.
Pada meningitis TB grade I,
dexametasone diberikan selama 1
bulan dengan dosis sebagai berikut:
- Minggu I : 0,3 mg/kgBB/hari i.v.
- Minggu II : 0,2 mg/kgBB/hari i.v.
- Minggu III IV : mulai 4 mg/hari p.o.
dan diturunkan 1 mg/hari tiap
minggu

Pada meningitis TB grade II/III,


dexametasone diberikan
selama 2 bulan dengan dosis
sebagai berikut:
- Minggu I :0,4 mg/kgBB/hari i.v.
- Minggu II : 0,3 mg/kgBB/hari
i.v.
- Minggu III : 0,2 mg/kgBB/hari
i.v.
- Minggu IV : 0,1 mg/kgBB/hari
i.v.
- Minggu V-VIII : mulai 4 mg/hari
p.o. dan diturunkan 1 mg/hari
tiap minggu

Karena
kortikosteroid dapat
mencetuskan
meningitis jamur,
terapi antijamur
perlu ditambahkan
bersama pemberian
kortikosteroid jika
kemungkinan
meningitis jamur
belum tersingkirkan.

Meningitis Viral
Kecuali untuk ensefalitis herpes simpleks, tidak
ada terapi spesifik untuk meningitis dan
ensefalitis viral.
Sakit kepala dan demam dapat diterapi dengan
asetaminofen
Untuk infeksi oleh CMV, dapat diberikan
ganciclovir, 5 mg/kg setiap 12 jam selama 2
minggu, dikombinasi dengan foscarnet.
Cidofovir tidak direkomendasikan karena
kemampuannya untuk menembus sawar darah
otak ditemukan sangat rendah.

Meningitis Jamur
Amfoterisin diberikan 0,7-1
mg/kg/hari dalam infus
dekstrosa 5% dan diberikan
selama 4-6 jam.
Dosis inisial intratekal 0,1
mg untuk 3 kali suntikan
pertama. Selanjutnya dosis
ditingkatkan 0,25-0,5 mg,
3-4 kali tiap minggu.
Efek samping pada
pemberian intratekal
seperti meningitis aseptik,
nyeri punggung dan
tungkai

Mikonazol dapat diberikan secara


intravena dan intratekal pada
pasien yang tidak dapat
mentoleransi dosis tinggi dari
Amfoterisin B.
Flukonazol dapat ditambahkan
sebesar 800 mg/hari. Kombinasi ini
dapat digunakan selama 2 minggu
pertama lalu selanjutnya flukonzaol
800 mg/hari per oral selama 800
mg/hari per oral.
Bila tidak ada Amfoterisin B, dapat
digunakan flukonazole saja dengan
dosis 800-2000 g/hari selama 12
minggu. Untuk dosis rumatan
digunakan flukonazole sebsesar 200
mg/hari sampai kadar CD4> 200.

PROGNOSIS
Meningitis bakterial
Tergantung dari:
Umur pasien
Jenis mikroorganisme
Berat ringannya infeksi
Lamanya sakit sebelum mendapat
pengobatan
Kepekaan bakteri terhadap antibiotik
yang diberikan

Meningitis TB
Sebelum ditemukan OAT, mortalitas
meningitis tuberkulosa hampir 100%. Dengan
OAT, mortalitias dapat diturunkan, walaupun
masih tinggi yaitu berkisar 10-20% kasus.
Penyembuhan sempurna dapat juga terlihat.
Gejala sisa yang sering adalah gangguan
fungsi mata dan pendengaran, hemiparesis,
retardasi mental dan kejang

Meningitis Viral
Penyakit ini selflimited dan
penyembuhan
sempurna dijumpai
setelah 3-4 hari pada
kasus ringan, dan
setelah 7-14 hari pada
keadaan berat.

Meningitis
Jamur
Pada pasien
yang
tidak diobati, biasanya
fatal dalam beberapa
bulan, tetapi kadangkadang menetap
sampai beberapa
tahun dengan rekuren,
remisi dan
eksaserbasi.
Ada juga yang sembuh
spontan.

Anda mungkin juga menyukai