Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PENDAHULUANANAK DENGAN FEBRIS TYPOID

Typhoid adalah penyakit infeksi yang di sebabkan oleh Salmonella typhosa atau Salmonella
typhi A, B, atau C. Penyakit ini mempunyai tanda-tanda khas berupa perjalanan yang cepat
yang berlangsung kurang lebih 3 minggu di sertai dengan gejala-gejala demam, nyeri perut,
pembesaran limpa dan erupsi kulit. Penyakit ini termasuk dalam penyakit daerah tropis, dan
penyakit ini sangat sering di jumpai di Asia termasuk di Indonesia (Betz, 2002).
Berdasarkan artikel yang diakses dari www.who_pediatric.com di dunia pada tanggal 27
September 2005 sampai dengan 11 Januari 2007 WHO mencatat sekitar 42.564 orang
menderi typhoid dan 214 orang meninggal. Penyakit ini biasanya menyerang anak-anak usia
pra sekolah maupun sekolah akan tetapi tidak menutup kemungkinan juga menyerang orang
dewasa (Robert, 2007).
1. Pengertian
Febris typhoid adalah merupakan salah satu penyakit infeksi akut usus halus yang menyerang
saluran pencernaan disebabkan oleh kuman salmonella typhi dari terkontaminasinya air /
makanan yang biasa menyebabkan enteritis akut disertai gangguan kesadaran (Suriadi dan
Yuliani, R., 2001).
Demam typhoid adalah penyakit sistemik akut akibat infeksi salmonella typhi yang ditandai
dengan malaise (Corwin, 2000).
2. Etiologi
Menurut Ngastiyah (2005) penyebab utama dari penyakit ini adalah kuman Salmonella
typhosa, Salmonella typhi, A, B, dan C. Kuman ini banyak terdapat di kotoran, tinja manusia,
dan makanan atau minuman yang terkena kuman yang di bawa oleh lalat. Sebenarnya
sumber utama dari penyakit ini adalah lingkungan yang kotor dan tidak sehat. Tidak seperti
virus yang dapat beterbangan di udara, bakteri ini hidup di sanitasi yang buruk seperti
lingkungan kumuh, makanan, dan minuman yang tidak higienis.
Salmonella typosa merupakan basil gram negatif yang bergerak dengan bulu getar, tidak
berspora, mempunyai sekurang-kurangnya 3 macam antigen, yaitu antigen O, antigen
somatik yang tidak menyebar, terdiri dari zat komplek lipopolisakarida, antigen Vi (kapsul)
yang meliputi tubuh kuman dan melindungi O antigen terhadap fagositosis dan antigen H
(flagella). Ketiga jenis antigen tersebut dalam tubuh manusia akan menimbulkan
pembentukkan tiga macam antibody yang biasa disebut agglutinin (Arif Mansjoer, 2000).
3. Patofisiologi
Corwin (2000) mengemukakan bahwa kuman salmonella typhi masuk ke dalam tubuh
manusia melalui mulut dengan makanan dan air yang tercemar. Sebagian kuman
dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus dan mencapai
jaringan limfoid plaque pleyeri di liteum terminalis yang mengalami hipertropi. Ditempat ini
komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi. Kuman salmonella typhi
kemudian menembus ke dalam lamina profia, masuk aliran limfe dan mencapai kelenjar limfe
mesentrial yang juga mengalami hipertropi.
Setelah melewati kelenjar-kelenjar limfe ini, salmonella typhi masuk aliran darah melalui
duktus toracicus. Kuman-kuman salmonella typhi mencapai hati melalui sirkulasi portal dari
usus. Salmonella typhi bersarang di plaque pleyeri, limfe, hati dan bagian-bagian lain dari
sistem retikulo endotelial. Semula disangka demam dan gejala-gejala syoksemia pada demam
typhoid disebabkan oleh endotoksemia, tetapi kemudian berdasarkan penelitian
eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan penyebab utama demam dan gejalagejala toksemia pada demam typhoid. Endotoksin salmonella typhi salmonella typhi berperan
dalam patogenesis demam typhoid, karena membantu proses terjadinya inflamasi lokal pada
jaringan tempat salmonella typhi berkembang biak. Demam pada typhoid disebabkan karena
salmonella typhi dan endotoksinnya merangsang sintesis dan pelepasan septi pirogen oleh
leukosit pada jaringan yang meradang.
4. Manifestasi Klinik
Menurut Corwin (2000) proses bekerjanya bakteri ini ke dalam tubuh manusia cukup cepat,
yaitu 24-72 jam setelah masuk, meski belum menimbulkan gejala, tetapi bakteri telah
mencapai organ-organ hati, kandung empedu, limpa, sumsum tulang, dan ginjal. Rentang
waktu antara masuknya kuman sampai dengan timbulnya gejala penyakit, sekitar 7 hari.
Gejalanya sendiri baru muncul setelah 3 sampai 60 hari. Pada masa-masa itulah kuman akan
menyebar dan berkembang biak.
Soedarto (2007) mengemukakan bahwa manifestasi klinis klasik yang umum ditemui pada
penderita demam typhoid biasanya disebut febris remitter atau demam yang bertahap
naiknya dan berubah-ubah sesuai dengan keadaan lingkungan dengan perincian :
1. Minggu pertama, demam lebih dari 40C, nadi yang lemah bersifat dikrotik, dengan denyut
nadi 80-100 per menit.
2. Minggu kedua, suhu tetap tinggi, penderita mengalami delirium, lidah tampak kering

mengkilat, denyut nadi cepat. Tekanan darah menurun dan limpa dapat diraba.
3. Minggu ketiga,
a. Jika keadaan membaik : suhu tubuh turun, gejala dan keluhan berkurang.
b. Jika keadaan memburuk : penderita mengalami delirium, stupor, otot-otot bergerak terus,
terjadi inkontinensia alvi dan urine. Selain itu terjadi meteorisme dan timpani, dan tekanan
perut meningkat, disertai nyeri perut. Penderita kemudian kolaps, dan akhirnya meninggal
dunia akibat terjadinya degenerasi mikardial toksik.
4. Minggu keempat, bila keadaan membaik, penderita akan mengalami penyembuhan
meskipun pada awal minggu ini dapat dijumpai adanya pneumonia lobar atau tromboflebitis
vena femoralis.
5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik untuk pasien dengan kasus febris typhoid menurut Corwin (2000)
antara lain :
a. Pemeriksaan Leukosit
Pada febris typhoid terhadap ileumopenia dan limfobrastis relatif tetap kenyataan leukopenia
tidaklah sering dijumpai. Pada kasus febris typhoid jumlah leukosit pada sediaan darah tepi
pada berada dalam batas normal, walaupun kadang-kadang terikat leukositanis tidak ada
komplikasi berguna untuk febris typhoid.
b. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
Sering kali meningkat tetapi kembali normal setelah sembuhnya febris typhoid, kenaikan
SGOT dan SGPT tidak memerlukan pembatasan pengobatan.
c. Kenaikan Darah
Gerakan darah (+) memastikan febris typhoid tetapi biakan (-) tidak menyingkirkan febris
typhoid. Hal ini karena hasil biakan darah bergantung pada beberapa faktor, yaitu :
1) Tekhnik pemeriksaan laboratorium.
2) Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit.
3) Laksinasi di masa lampau.
4) Pengobatan dengan obat anti mikroba.
d. Uji Widal
Suatu uji dimana antara antigen dan antibodi yang spesifik terhadap saluran monolle typhi
dalam serum pasien dengan febris typhoid juga pada orang yang pernah terkena salmonella
typhi dan pada orang yang pernah divaksinasi terhadap febris typhoid dengan tujuan untuk
menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita yang disangka menderita febris
typhoid. Hasil pemeriksaan widal, titer antibodi terhadap antigen O yang bernilai 1/200 atau
peningkatan 4 kali antara masa akut dan konvalesens mengarah pada demam typhoid,
meskipun dapat terjadi positif ataupun negatif palsu akibat adanya reaksi silang antara
spesies salmonella.
Diagnosis mikrobiologis merupakan metode diagnosis yang paling spesifik. Kultur darah dan
sum-sum tulang positif pada minggu pertama dan kedua, sedang minggu ketiga dan keempat
kultur tinja dan kultur urin positif (Wong, 2003)
6. Penatalaksanaan
Penderita tifus perlu dirawat dirumah sakit untuk isolasi (agar penyakit ini tidak menular ke
orang lain). Penderita harus istirahat total minimal 7 hari bebas panas. Istirahat total ini untuk
mencegah terjadinya komplikasi di usus. Makanan yang dikonsumsi adalah makanan lunak
dan tidak banyak berserat. Sayuran dengan serat kasar seperti daun singkong harus dihindari,
jadi harus benar-benar dijaga makanannya untuk memberi kesempatan kepada usus
menjalani upaya penyembuhan.
Pengobatan yang diberikan untuk pasien febris typoid adalah antibiotika golongan
Chloramphenicol dengan dosis 3-4 x 500 mg/hari; pada anak dosisnya adalah 50-100 mg/kg
berat badan/hari. Jika hasilnya kurang memuaskan dapat memberikan obat seperti :
a. Tiamfenikol, dosis dewasa 3 x 500 mg/hari, dosis anak: 30-50 mg/kg berat badan/hari.
b. Ampisilin, dosis dewasa 4 x 500 mg, dosis anak 4 x 500-100 mg/kg berat badan/hari.
c. Kotrimoksasol ( sulfametoksasol 400 mg + trimetoprim 80 mg ) diberikan dengan dosis 2 x
2 tablet/hari.
Dan untuk pencegahan agar tidak terjangkit penyakit febris typoid perlu memperhatikan
beberpa hal sebagai berikut :
a. Harus menyediakan air yang memenuhi syarat. Misalnya, diambil dari tempat yang
higienis, seperti sumur dan produk minuman yang terjamin. Jangan gunakan air yang sudah
tercemar. Apabila menggunakan air yang harus dimasak terlebih dahulu maka dimasaknya
harus 1000C.
b. Menjaga kebersihan tempat pembuangan sampah.
c. Upayakan tinja dibuang pada tempatnya dan jangan pernah membuangnya secara
sembarangan sehingga mengundang lalat karena lalat akan membawa bakteri Salmonella
typhi.
d. Bila di rumah banyak lalat, basmilah hingga tuntas.

e. Daya tahan tubuh juga harus ditingkatkan ( gizi yang cukup, tidur cukup dan teratur, olah
raga secara teratur 3-4 kali seminggu). Hindarilah makanan yang tidak bersih. Belilah
makanan yang masih panas sehingga menjamin kebersihannya. Jangan banyak jajan
makanan/minuman di luar rumah.
(Soedarto, 2007)
7. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
Data dasar pengkajian pasien dengan febris typhoid menurut Doenges (2002) adalah
1) Aktivitas atau istirahat
Gejala yang ditemukan pada kasus febris typhoid antara lain kelemahan, malaise, kelelahan,
merasa gelisah dan ansietas, cepat lelah dan insomnia.
2) Sirkulasi
Tanda takikardi, kemerahan, tekanan darah hipotensi, kulit membrane mukosa kotor, turgor
buruk, kering dan lidah pecah-pecah akan ditemukan pada pasien febris typhoid.
3) Integritas ego
Gejala seperti ansietas, emosi, kesal dan faktor stress serta tanda seperti menolak dan
depresi juga akan ditemukan dalam pengkajian integrits ego pasien.
4) Eliminasi
Pengkajian eiminasi akan menemukan gejala tekstur feses yang bervariasi dari lunak sampai
bau atau berair, perdarahan per rectal dan riwayat batu ginjal dengan tanda menurunnya
bising usus, tidak ada peristaltik dan ada haemoroid.
5) Makanan dan cairan
Pasien akan mengalami anoreksia, mual, muntah, penurunan berat badan dan tidak toleran
terhadap diet. Dan tanda yang ditemukan berupa penurunan lemak sub kutan, kelemahan
hingga inflamasi rongga mulut.
6) Hygiene
Pasien akan mengalami ketidakmampuan mempertahankan perawatan diri dan bau badan.
7) Nyeri atau ketidaknyamanan
Nyeri tekan pada kuadran kiri bawah akan dialami pasien dengan titik nyeri yang dapat
berpindah.
8) Keamanan
Pasien mengalami anemia hemolitik, vaskulotis, arthritis dan peningkatan suhu tubuh dengan
kemungkinan muncul lesi kulit.
b. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pathway keperawatan maka diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus
febris typhoid antara lain :
1) Hypertermi berhubungan dengan penyakit atau trauma
2) Nyeri berhubungan agen injuri (biologi)
3) Kurang volume cairan berhubungan dengan kegagalan dalam mekanisme pengaturan
termoregulasi.
4) Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakmampuan
dalam memasukkan, mencerna, mengabsorbsi makanan karena faktor biologi.
5) Resiko infeksi berhubungan dengan faktor resiko pertahanan primer tidak adekuat
No.
Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
1. Hypertermi berhubungan dengan penyakit atau trauma
1. Thermoregulation
2. Thermoregulation : neonatus Fever treatment
1. Monitor suhu sesering mungkin
2. Monitor IWL
3. Monitor warna dan suhu kulit
4. Monitor tekanan darah. Nadi dan RR
5. Monitor penurunan tngkat kesadaran
6. Monitor WBC, Hb, Hct
7. Monitor intake dan out put
8. Berikan antipiretik
9. Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam
10. Selimuti pasien
11. Lakukan tapid sponge
12. Berikan cairan intra vena
13. Kompren pasien pada lipat paha dan aksila
14. Tingkatkan sirkulasi udara
15. Berikan pengobatan untuk mencegah terjadinya menggigil

Temperature regulation
1. Monitor suhu minimal tiap 2 jam
2. Rencanakan monitoring suhu secara kontineu
3. Monitor TD, nada dan RR
4. Monitor warna dan suhu kulit
5. Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi
6. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
7. Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh
8. Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan akibat panas
9. Diskusikan tentang pentingnya pengaturan suhu dan kemungkinan efek negatif dari
kedinginan
10. Beritahukan tentang indikasi terjadinya keletihan dan penanganan emergency yang
diperlukan
11. Ajarkan indikasi dari hipotermi dan penanganan yang diperlukan
12. Berikan antipiretik jika perlu
Vital sign monitoing
1. Monitor TD, Nadi dan RR
2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
3. Monitor VS pada saat pasien berbaring, duduk atau berdiri
4. Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
5. Monitor TD, nadi dan RR sebelum, sesudah dan selama aktivitas
6. Monitor koalitas dari nadi
7. Monitor frekuensi dan irama pernafasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola pernafasan abnormal
10. Monitor suhu, warna dan kelembaban kulit
11. Monitor perifer
12. Monitor adanya chusing triad (TD yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
13. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
2. Nyeri (akut) berhubungan dengan agen injuri biologi 1. Tingkat kenyamanan
2. Kontrol nyeri
3. Nyeri : efek yang merusak
4. Tingkat nyeri Pain Management :
1. Kaji secara komprehensif tentang nyeri meliputi lokasi, karakteristik serta onset, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas / beratnya, nyeri dan faktor-faktor presipitasi.
2. Observasi isyarat-isyarat non verbal dan ketidaknyamanan, khususnya dalam
ketidakmampuan untuk komunikasi secara efektif.
3. Gunakan komunikasi terapeutik agar pasien dapat mengekspresikan nyeri
4. Kaji latarbelakang budaya pasien
5. Kaji pengalaman individu terhadap nyeri, keluarga dengan nyeri kronis
6. Evaluasi tentang keefektifan dan tindakan mengontrol nyeri yang telah digunakan
7. Berikan dukungan terhadap pasien dan keluarga
8. Kontrol faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap
ketidaknyamanan
9. Beri informasi tentang nyeri seperti penyebab, berapa lama terjadi dan tindkaan
pencegahan
10. Anjutkan pasien untuk memonitor sendiri nyerinya
11. Anjurkan penggunaan tekhnik non farmakologis (relaksasi, guided imagery, terapi musik,
distraksi, aplikasi panas-dingin, massase, TENS, hipnotis, terapi bermain, terapi aktivitas,
akupresure)
12. Berikan analgetik sesuai anjuran
13. Evaluasi ketidakefektifan dari tindakan mengontrol nyeri
14. Modifikasi tindakan nyeri berdasarkan respon pasien
15. Tingkatkan tidur / istirahat yang cukup
16. Anjurkan pasien untuk berdiskusi tentang pengalaman nyeri secara tepat
17. Anjurkan pasien untuk berdiskusi tentang pengalaman nyeri secara tepat
18. Beritahu dokter jika tindakan tidak berhasil atau terjadi keluhan
19. Informasikan kepada tim kesehatan lainnya / anggota kleuarga saat tindakan non
farmakologi dilakukan, untuk pendekatan prefentif
20. Monitor kenyamanan pasien terhadap manajemen nyeri
21. Monitor perubahan nyeri dan bantu pasien mengidentifikasi faktor presipitasi nyeri baik
aktual dan potensial
22. Lakukan pengkajian terhadap pasien dengan nyaman dan lakukan monitoring dari
rencana yang dibuat
23. Turunkan dan hilangkan faktor yang dapat meningkatkan pengalaman nyeri (rasa takut,
kelelahan dan kurang pengetahuan)
24. Pertimbangan pasien untuk berpartisipasi, dukungan dari keluarga dekat dan

kontraindikasi ketika strategi penurunan nyeri telah dipilih


25. Lakukan tekhnik variasi untuk mengontrol nyeri (farmakologi, non frmakologi dan
interpersonal)
26. Libatkan keluarga untuk mengurangi nyeri
Analgetik administration :
1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan derajat nyeri sebelum pemberian obat.
2. Cek instruksi dokter tentang pemberian
bat, dosisi dan frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika pemberian lebih dari
satu
5. Tentukan pilihan analgetik tergantung tipe dan beratnya nyeri
6. tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal
7. Pilih rute pemberian secra IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur
8. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali
9. Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
10. Evaluasi efektifitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping)
3. Kurang volume cairan berhubungan dengan kegagalan dalam mekanisme pengaturan
termoregulasi. 1. Electrolyte and acid / base balance
2. Fluid balance
3. Hydration
4. Nutritional status : food and fluid intake Fluid management
1. Timbang popok / pembalut jika perlu
2. Pertahankanian ite dan outuyang akurat
3. Monitor status hidrasi (kelembaban membarn mukosa, nadi adekuat, tekanan darah
ortostatik) jika diperlukan
4. Monitor vital sign
5. Monitor masukkan makanan / cairan dan hitung intake kalori harian
6. Kolaborasikan pemberian cairan IV
7. Monitor status nutrisi
8. Berikan cairan IV pada suhu ruangan
9. Dorong masukkan oral
10. Berikan pemberian nasogastrik sesuia output
11. Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
12. Tawarkan snack (jus buah, buah segar)
13. Kolaborasi okter jika tanda cairan berlebihan muncul memburuk
14. Atur kemungkinan tranfusi
15. Persiapan untuk tranfusi
4. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakmampuan
dalam memasukkan, mencerna, mengabsorbsi makanan karena faktor biologi. 1. Nutritional
status
2. Nutritional status : food and fluid intake
3. Nutritional status : nutrition intake
4. Weight control Manajemen Nutrisi:
1. Catat jika klien memiliki alergi makanan
2. Tentukan jumlah kalori dan tipe nutrien yang dibutuhkan
3. Dorong asupan kalori sesuai tipe tubuh dan gaya hidup
4. Dorong asupan zat besi
5. Berikan gula tambahan k/p
6. Berikan makanan tinggi kalori, protein dan minuman yang mudah dikonsumsi
7. Ajarkan keluarga cara membuat catatan makanan
8. Monitor asupan nutrisi dan kalori
9. Timbang berat badan secara teratur
10. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana memenuhinya
11. Ajarkan teknik penyiapan dan penyimpanan makanan
12. Tentukan kemampuan klien untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya
Monitor nutrisi
1. BB klien dalam interval spesifik
2. Monitor adanya penurunan BB
3. Monitor tipe dan jumlah nutrisi untuk aktivitas biasa
4. Monitor respon emosi klien saat berada dalam situasi yang mengharuskan makan.
5. Monitor interaksi anak dengan orang tua selama makan.
6. Monitor lingkungan selama makan.
7. Jadwalkan pengobatan dan tindakan, tidak selama jam makan.
8. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
9. Monitor turgor kulit
10. Monitor kekeringan, rambut kusam dan mudah patah.

11. Monitor adanya bengkak pada alat pengunyah, peningkatan perdarahan, dll.
12. Monitor mual dan muntah
13. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, kadar Ht.
14. Monitor kadar limfosit dan elektrolit.
15. Monitor makanan kesukaan.
16. Monitor pertumbuhan dan perkembangan.
17. Monitor kadar energi, kelelahan, kelemahan.
18. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan pada jaringan konjungtiva.
19. Monitor kalori dan intake nutrisi.
20. Catat adanya edema, hiperemia, hipertropik papila lidah dan cavitas oral.
21. Catat jika lidah berwarna merah keunguan.
5. Resiko infeksi berhubungan dengan faktor resiko pertahanan primer tidak adekuat
1. Immune status
2. Knowledge : infection control
3. Risk control Kontrol Infeksi:
1. Bersikan lingkungan secara tepat setelah digunakan oleh klien
2. Ganti peralatan klien setiap selesai tindakan
3. Batasi jumlah pengunjung
4. Ajarkan cuci tangan untuk menjaga kesehatan individu
5. Anjurkan klien untuk cuci tangan dengan tepat
6. Gunakan sabun antimikrobial untuk cuci tangan
7. Anjurkan pengunjung untuk mencuci tangan sebelum dan setelah meninggalkan ruangan
klien
8. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan klien
9. Lakukan universal precautions
10. Gunakan sarung tangan steril
11. Lakukan perawatan aseptic pada semua jalur IV dan insersi cateter
12. Tingkatkan asupan nutrisi
13. Anjurkan asupan cairan
14. Anjurkan istirahat
15. Berikan terapi antibiotik (kolaborasi)
16. Ajarkan klien dan keluarga tentang tanda-tanda dan gejala dari infeksi. Ajarkan klien dan
anggota keluarga bagaimana mencegah infeksi
Proteksi Terhadap Infeksi :
1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
2. Monitor hitung granulosit WBC
3. Monitor kerentanan terhadap infeksi
4. Batasi pengunjung
5. Saring pengunjung terhadap penyakit menular
6. Pertahankan tekhnik aseptik pada pasien yang beresiko
7. Pertahankan tekhnik isolasi k/p
8. Berikan perawatan kulit pada are epidema
9. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas dan drainase
10. Inspeksi kondisi luka / insisi bedah
11. Dorong masukan nutrisi yang cukup
12. Dorong masukan cairan
13. Dorong istirahat cukup
14. Ajarkan keluarga tanda dan gejala infeksi
15. Laporkan kecurigaan infeksi
16. Laporkan kultur positif
DAFTAR PUSTAKA
Betz, C. L., 2002, Buku Saku Keperawatan Pediatrik, EGC, Jakarta.
Corwin, 2000, Hand Book Of Pathofisiologi, EGC, Jakarta.
Hidayat, A. A., 2005, Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, Salemba Medika, Jakarta.
Mansjoer, Arif, dkk, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius FK-UI, Jakarta.
Nanda, 2005, Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi, Prima Medika,
Jakarta.
Ngastiyah, 2005, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta.
Robert, 2007, Penyakit Penyakit Tropis, Artikel diakses dari www.who_peditric.com

Soedarto, 2007, Sinopsis Kedokteran Tropis, Airlangga Universitas Press, Surabaya.


Suriadi dan Yuliani, R., 2001, Asuhan Keperawatan Pada Anak, CV. Sagung Seto, Jakarta.
Wilkinson, Judith, 2007, Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria
Hasil NOC, EGC, Jakarta.
Wong, D. L., 2003, Pedoman Klinis Perawatan Pediatrik, EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai