Anda di halaman 1dari 19

EPIDEMIOLOGI

Polineuropati muncul sebagai salah satu komponen dari beberapa penyakit yang
sering muncul
dan tidak sedikit pula dari penyakit-penyakit yang langka. Polineuropati memiliki
etiologi yang
heterogen, berbeda-beda dalam patologinya, dan bermacam-macam pula
tingkat keparahannya.
Insiden kasus dari polineuropati didunia ini juga tergolong tidak sedikit, hal
tersebut dapat dilihat pada
tabel berikut

EPIDEMIOLOGI
Polineuropati muncul sebagai salah satu komponen dari beberapa penyakit yang sering
muncul dan tidak sedikit pula dari penyakit-penyakit yang langka. Polineuropati memiliki
etiologi yang heterogen, berbeda-beda dalam patologinya, dan bermacam-macam pula
tingkat keparahannya. Insiden kasus dari polineuropati didunia ini juga tergolong tidak
sedikit, hal tersebut dapat dilihat pada tabel beriku

Gangguan bersifat simetris pada kedua sisi. Tungkai lebih dulu terkena dibanding
lengan. Gangguan sensorik berupa parestesia, disestesia, dan perasaan baal
pada ujung-ujung jari kaki yang dapat menyebar ke arah proksimal sesuai
dengan penyebaran saraf tepi sesuai dengan pola stocking and gloves
distribution. Kadang-kadang parestesia dapat berupa rasa yang aneh, seperti
rasa terbakar. Nyeri pada otot sepanjang saraf tepi jarang dijumpai.
Penderita tidak bisa merasakan suhu dan nyeri, sehingga mereka sering
melukai dirinya sendiri dan terjadilah luka terbuka (ulkus di kulit) akibat
penekanan terus menerus atau cedera lainnya. Karena tidak dapat merasakan
nyeri, maka sendi sering mengalami cedera (persendian Charcot).
Ketidakmampuan untuk merasakan posisi sendi menyebabkan ketidakstabilan

ketika berdiri dan berjalan. Pada akhirnya akan terjadi kelemahan otot dan atrofi
(penyusutan otot).Kelemahan pada otot awalnya dijumpai pada bagian distal
kemudian ke arah proksimal. Atrofi otot, hipotoni, dan menurunnya refleks
tendon dapat dijumpai pada fase dini sebelum kelemahan otot dijumpai. Saraf
otonom dapat juga terkena sehingga menyebabkan gangguan trofik pada kulit
dan hilangnya keringat serta gangguan vaskular perifer yang dapat
menyebabkan hipotensi postural.
Proses patologik pada sistem motorik dan sensorik dapat mengalami
gangguan yang tidak sama beratnya. Tidak jarang satu fungsi masih normal
sedangkan yang lain mengalami gangguan yang berat.

IX. Pemeriksaan
1. Nerve Conduction Studies
Pemeriksaan ini dilakukan dengan memberikan impuls elektrik (20-100 V
dalam 0,05-0,1 ms) pada beberapa titik sepanjang perjalanan serabut saraf,
kemudian respon yang terjadi direkam.Dengan merekam latensi antara impuls
dan respon serabut otot, kecepatan konduksi dari serabut saraf motoris dapat
dihitung.
Jarak antara 2 titik impuls
Kecepatan konduksi = ----------------------------------------------Selisih waktu konduksi antara 2 tempat
Kecepatan konduksi motoris dapat dihitung pada serabut saraf perifer plexus
brachialis dari ekstremitas atas dan serabut saraf sciatic dan femoral dari
ekstremitas bawah. Pemeriksaan ini tidak hanya berguna dalam mendiagnosis
neuropati umum, tetapi juga penjepitan serabut saraf, (misalnya n. ulnaris pada
siku atau n. medianus pada pergelangan tangan).
Konduksi sensoris juga dapat dihitung, pada jari II ekstremitas atas diberi
impuls, kemudian potensial sensori yang terjadi direkam pada pergelangan
tangan dan siku.
Jarak antara 2 tempat
Kecepatan konduksi = ----------------------------------------------

Selisih latensi antara 2 respon


Observasi umum:
Amplitudo dari respon : Jumlah axon yang berespon terhadap
impuls
Latensi dari respon : Kecepatan konduksi dari serabut terbesar
dalam saraf.
Degenerasi axon : Menurunnya amplitudo atau tidak adanya respon
terhadap impuls dengan penurunan kecepatan konduksi yang lambat.
Demyelinasi : Penurunan kecepatan konduksi yang nyata (30%)
dengan penurunan amplitudo yang progresif.
Kompresi saraf terlokalisasi : Perlambatan konduksi pada daerah yang
ter-blok, (misalnya pada daerah siku, bila n. ulnaris terkompresi). Blok
konduksi yang jauh dari sisi penjepitan mengarah pada neuropati
motoris yang multifokal.
2. Elektromyografi
Pemeriksaan ini dilakukan dengan memasukkan fine needle ke dalam otot,
kemudian aktivitas yang terekam dilihat melalui oscilloscope. Elektromyografi
adalah pemeriksaan yang paling bermakna pada kelainan otot, yang juga dapat
memberi tanda adanya proses neuropati secara tidak langsung. Denervasi pada
otot paraspinal mengindikasikan adanya kelainan radiks saraf proksimal.
Bila terjadi denervasi yang kronis, reinervasi dapat terjadi, dengan potensial
motoris berdurasi panjang dan beramplitudo tinggi.
Juga, pada gerak voluntary, kelemahan komponen motoris dapat terlihat
pada layar oscilloscope.
3. Biopsi Serabut Saraf
Pemeriksaan ini sering dilakukan untuk membantu diagnosa pada
mononeuropati multipel asimetris (vaskulitis, amyloidosis, sarkoidosis). Serabut
saraf yang dipilih biasanya n. suralis, untuk melihat abnormalitas dari konduksi

sensorisnya.

TINJAUAN PUSTAKA

I.

ANATOMI DAN FISIOLOGI SEL SARAF

1.

NEURON

Neuron adalah suatu sel saraf dan merupakan unit anatomi dan fungsional
sistem persarafan.

Gambar 1. Neuron
a) Neuron terdiri dari1:
(1) Badan sel
Secara relatif badan sel lebih besar dan mengelilingi nukleus yang di dalamnya
terdapat nukleolus. Di sekelilingnya terdapat perikarion yang berisi neurofilamen
yang berkelompok yang disebut neurofibril. Di luarnya berhubungan dengan
dendrit dan akson yang memberikan dukungan terhadap proses-proses fisiologis.
(2) Dendrit
Dendrit adalah tonjolan yang menghantarkan informasi menuju badan sel.
Merupakn bagian yang menjulur keluar dari badan sel dan menjalar ke segala
arah. Khususnya di korteks serebri dan serebellum, dendrit mempunyai tonjolantonjolan kecil bulat, yang disebut tonjolan dendrit.

(3) Akson
Tonjolan tunggal dan panjang yang menghantarkan informasi keluar dari badan
sel disebut akson. Dendrit dan akson secara kolektif sering disebut sebagai
serabut saraf atau tonjolan saraf. Kemampuan untuk menerima, menyampaikan
dan meneruskan pesan-pesan neural disebabkan sifat khusus membran sel
neuron yang mudah dirangsang dan dapat menghantarkan pesan elektrokimia.
b) Klasifikasi sruktural neuron
Klasifikasi sruktural neuron berdasarkan pada hubungan antara dendrit, badan
sel dan akson mencakup 1:
(1) Neuron tanpa akson
Secara struktur lebih kecil dan tidak mempunyai akson. Neuron ini belokasi pada
otak dan beberapa organ perasa khusus
(2) Neuron bipolar

Ukuran dari neuron bipolar lebih kecil dibandingkan dengan neuron unipolar dan
multipolar. Neuron bipilar sangat jarang ada, tetapi meraka ada di dalam rongga
perasa khusus, neuron ini menyiarkan ulang informasi tentang penglihatan,
penciuman dan pendengaran dari sel-sel yang peka terhadap rangsang ke
neuron-neuron lainnya.
(3) Neuron unipolar
Di dalam suatu neuron unipolar, dendrit dan akson melakukan proses secara
berlanjutan. Dalam suatu neuron, segmen awal dari cabang dendrit membawa
aksi potensial dan neuron ini memiliki akson. Beberapa neuron sensorik dari
saraf tepi merupakan neuron unipolar dan sinaps neuron berakhir di sistem saraf
pusat (SSP).
(4) Neuron multipolar
Neuron multipolar lebih banyak memiliki dendrit dan dengan satu akson. Neuron
ini merupakan tipe neuron yang sebagian besar berada di SSP. Contoh tipe
neuron ini adalah seluruh neuron motorik yang mengendalikan otot rangka.
c) Klasifikasi fungsional
(1) Neuron sensorik
Neuron sensorik merupakan neuron unipolar atau disebut juga dengan serabut
aferen yang menghubungkan antara reseptor sensorik dan batang otak atau
otak. Neuron ini mengumpulkan informasi dengan memperhatikan lingkungan
luar tubuh. Tubuh manusia memiliki sekitar 10 juta neuron sensorik. Neuron
sensorik somatis melakukan pengawasan di luar tubuh dan neuron sensorik
viseral memonitor kondisi di dalam tubuh. Reseptor sensorik yang lebih spesifik
meliputi 1:
a) Eksteroseptor, menyediakan informasi tentang kondisi lingkungan luar dan
lingkungan yang didapat dari indera seperti penglihatan, penciuman,
pendengaran dan peraba.
b) Proprioseptor, memonitor keadaan posisi dan pergerakan otot rangka dan
sendi.
c) Interoseptor, memonitor kondisi sistem pencernaan, pernapasan,
kardiovaskuler, perkemihan, reproduksi, serta beberapa sensasi perasa dan rasa
nyeri.
(2) Neuron motorik
Neuron motorik atau neuron eferen membawa instruksi-instruksi dari SSP
menuju efektor perifer. Tubuh manusia memiliki sekitar 500 ribu neuron motorik.
Akson-akson pembawa pesan dari SSP yang disebut dengan serabut eferen,
terdiri atas sistem saraf somatis (SSS) dan sistem saraf otonom (SSO). 1
(3) Interneuron

Interneuron atau neuron eferen berada di antara neuron sensorik dan motorik.
Interneuron terdapat di seluruh otak dan batang otak. Tubuh manusia memiliki
20 juta interneuron dan berespons untuk mendistribusikan setiap informasi dari
neuron sensorik dan mengkoordinasikan aktivitas motorik. 1
2.

NEUROGLIA

Neuroglia adalah penyokong, pelindung neuron-neuron SSP dan sebagai sumber


nutrisi bagi neuron-neuron otak dan medula spinalis. Ada empat sel neuroglia
yaitu1:
a) Mikroglia, sel ini ditemukan di seluruh SSP dan dianggap berperan penting
dalam proses melawan infeksi.
b) Ependimal, berperan dalam produksi cairan serebrospinal (CSS).
c) Astroglia, berperan sebagai barier darah-otak, memperbaiki kerusakan
jaringan neuron dan menjaga perubahan interstisial.
d) Oligodendroglia, berperan dalam menghasilkan mielin.
3.

SEL SCHWANN

Sel schwann membentuk mielin maupun neurolema saraf tepi. Membran plasma
sel schwann secara konsentris mengelilingi tonjolan neuron sistem saraf tepi
(SST). 1
4.

MIELIN

Mielin merupakan suatu kompleks protein yang mengisolasi tonjolan saraf. Mielin
menghalangi aliran ion natrium dan kalium melintasi membran neuronal dengan
hampir sempurna. Selubung mielin tidak kontinu di sepanjang tonjolan saraf, dan
terdapat celah-celah yang tidak memiliki mielin, yang disebut nodus Renvier. 1
5.

TRANSMISI SINAPS

Neuron menyalurkan sinyal-sinyal saraf ke seluruh tubuh. Kejadian listrik ini yang
kita kenal dengan impuls saraf. Impuls saraf bersifat listrik di sepanjang neuron
dan bersifat kimia di antara neuron.
Neuron tidak bersambung satu sama lain. Tempat dimana neuron mengadakan
kontak dengan neuron lain atau dengan organ efektor disebut sinaps. Sinaps
merupakan satu-satunya tempat dimana suatu impuls dapat lewat dari suatu
neuron ke neuron lainnya atau efektor. Agar proses ini menjadi efektif, maka
sebuah pesan tidak selalu harus melalui perjalanan melalui akson, tetapi bisa
ditransmisikan melalui jalan lain untuk menuju sel lainnya.
Sinaps bisa bersifat elektrik untuk melakukan kontak antarsel atau bersifat kimia
dengan melibatkan neurotransmiter. 2
a) Sinaps listrik

Sinaps-sinaps listrik terletak di SSP dan SST, tetapi sinaps-sinaps tersebut jarang
ada. Sinaps ini sering ada di pusat otak, termasuk di vestibular nuklei, dan juga
ditemukan di mata dan sekitar di ganglia SSP.
b) Sinaps kimia
Situasi dari sinaps kimia jauh lebih dinamis dibandingkan dengan sinaps listrik,
karena sel-sel tidak berpasangan. Pada sinaps kimia, suatu potensial aksi dapat
muncul dengan atau melepaskan sejumlah neurotransmiter menuju neuron
postsinaps. Kondisi ini akan mengintervensi sel-sel postsinaps sehingga lebih
sensitif terhadap stimulus yang muncul. 2

Gambar 2. Transmisi Sinaps

6.

NEUROTRANSMITER

Neurotransmiter merupakan zat kimia yang disintesis dalam neuron dan


disimpan dalam gelembung sinaptik pada ujung akson. Zat kimia ini dilepaskan
dari akson terminal melalui eksositosis dan juga direabsorpsi untuk daur ulang.
Neurotransmiter merupakan cara komunikasi antarneuron. Setiap neuron
melepaskan satu transmiter. Zat-zat kimia ini menyebabkan perubahan
permeabilitas sel neuron, sehingga dengan bantuan zat-zat kimia ini, neuron
dapat lebih mudah dalam menyalurkan impuls, tergantung dari jenis neuron dan
trnsmiter tersebut (Ganong, 1999). 2

II.

POLINEUROPATI

DEFINISI
Neuropati adalah gangguan atau kelainan saraf perifer yang disebabkan
oleh keadaan patologik. Kelainan yang dapat menyebabkan neuropati dapat
digolongkan secara umum yaitu yang disebabkan oleh penyakit defisiensi,
kelainan metabolisme, intoksikasi, alergi, infeksi, penyakit keturunan, iskemik,
dan kompresi.
Polineuropati atau neuronopati adalah neuropati dengan lesi utama pada
neuron, ditandai gangguan fungsi dan atau struktur yang mengenai banyak saraf
tepi, dimana dimanifestasikan sebagai kelemahan, kehilangan kemampuan
sensor, dan disfungsi autonom, serta biasanya terdistribusi secara simetris dan
bilateral. 3
KLASIFIKASI
Klasifikasi polineuropati dapat dibagi berdasarkan4 :
a.

Onset : akut, subakut, kronis

b.

Gangguan fungsi : motoris, sensoris, otonom, campuran

c.

Proses patologis : aksonal, deamyelinisasi

d.

Penyebab : infeksi, karsinoma, diabetes, inflamasi, vaskular

e.

Penyebaran : simetris-asimetris, proksimal-distal

Dalam praktek klinis, biasanya diklasifikasikan berdasar onsetnya, yaitu akut,


subakut, atau kronik. Berikut akan lebih dijelaskan seperti dalam tabel dibawah
ini4:

Tabel 1. Klasifikasi Polineuropati

EPIDEMIOLOGI
Polineuropati muncul sebagai salah satu komponen dari beberapa penyakit yang
sering muncul dan tidak sedikit pula dari penyakit-penyakit yang langka.
Polineuropati memiliki etiologi yang heterogen, berbeda-beda dalam
patologinya, dan bermacam-macam pula tingkat keparahannya.
Insiden kasus dari polineuropati didunia ini juga tergolong tidak sedikit, hal
tersebut dapat dilihat pada tabel berikut5:
Tabel 2. Prevalensi Polineuropati

ETIOLOGI 5
1. Polineuropati Herediter
- Hereditary motor and sensory neuropathies
- Neuropathy with tendency to pressure palsy
- Prophyria
- Primary amyloidosis

2. Trauma
- Fisik : berupa tekanan,tarikan,trauma lahir,luka bakar,listrik.
- Toksik : obat-obat (streptomysin,INH) dan racun-racun bakteri.

3. Polineuropati karena kelainan metabolik


- Diabetic neuropathy
- Uremia

- Cirrhosis
- Gout
- Hypothyroidism

4. Polineuropati karena penyakit infeksi


- Leprosy
- Mumps
- Typhus
- HIV infection

5. Polineuropati karena penyakit arteri


- Polyarteritis nodosa
- Atherosclerosis

6. Polineuropati karena kurang gizi

7. Polineuropati karena malabsorbsi vitamin B12

8. Polineuropati karena disproteinemia atau paraproteinemia

9. Polineuropati karena zat-zat toksik eksogen

PATOGENESIS 4
Kerusakan serabut saraf dapat terjadi pada axon, selubung myelin, badan sel,
jaringan ikat sekitar, atau pada pembuluh darah yang mensuplai serabut saraf
tersebut. Terdapat 3 patomekanisme dasar yang mungkin terjadi, yaitu:

1. Degenerasi Wallerian

Pada bagian distal dari lesi, axon mengalami disintegrasi dan myelin rusak.
Dengan saling mendekatnya ujung-ujung saraf, dapat terjadi regenerasi.
Membran basal dari sel schwann yang masih bertahan, berperan sebagai
skeleton bagi pertumbuhan axon.
2. Demyelinasi Segmental
Terjadi kerusakan pada selubung myelin tanpa kerusakan serabut saraf. Lesi
primer terjadi pada sel schwann. Prognosis dari mekanisme ini baik, karena tidak
terjadi denervasi serabut otot.
3. Degenerasi Axon Distal
Kerusakan badan sel atau axon dapat mempengaruhi viabilitas dari axon,
dimana akan terjadi die back dari bagian distal serabut saraf. Kerusakan
selubung myelin dapat menyertai mekanisme ini. Proses penyembuhannya akan
berlangsung lambat, karena axon harus beregenerasi. Bila badan sel rusak,
serabut otot akan mengalami reinervasi dari serabut saraf sekitarnya.

Gambar 3. Patogenesis Polineuropati


PERJALANAN PENYAKIT 5
Perjalanan penyakit polineuropati sangat bervariasi. Polineuropati akut mencapai
puncak gejala dalam waktu 3 minggu, setelah itu gejala menetap atau berkurang
dan berakhir dengan kesembuhan sempurna atau kecacatan menetap. Bila
gejala berkembang dan mencapai puncaknya dalam waktu 3 minggu sampai 3
bulan dikatakan sebagai polineuropati subakut. Sedangkan bila setelah 3 bulan
gejala masih berlanjut dikatakan sebagai polineuropati kronik.
MANIFESTASI
Gejala dari polineuropati meliputi nyeri didaerah distal, parastesi, kelemahan,
dan gangguan fungsi sensoris. Nyeri mungkin bisa tiba-tiba saja timbul atau
mungkin dicetus oleh stimulasi pada daerah kulit dan nyerinya tajam atau
terbakar. Parastesi biasanya digambarkan dengan rasa tebal, gringgingen,
terbakar, atau kesemutan. Hilangnya persepsi rasa nyeri mengakibatkan trauma
berulang dengan degenerasi dari sendi-sendi.3
Penderita tidak bisa merasakan suhu dan nyeri, sehingga mereka sering melukai
dirinya sendiri dan terjadilah luka terbuka (ulkus di kulit) akibat penekanan terus
menerus atau cedera lainnya. Karena tidak dapat merasakan nyeri, maka sendi
sering mengalami cedera (persendian Charcot). Ketidakmampuan untuk
merasakan posisi sendi menyebabkan ketidakstabilan ketika berdiri dan berjalan.
Pada akhirnya akan terjadi kelemahan otot dan atrofi (penyusutan otot).
Kelemahan pada otot awalnya dijumpai pada bagian distal kemudian ke arah
proksimal. Atrofi otot, hipotoni, dan menurunnya refleks tendon dapat dijumpai
pada fase dini sebelum kelemahan otot dijumpai. Saraf otonom dapat juga
terkena sehingga menyebabkan gangguan trofik pada kulit dan hilangnya

keringat serta gangguan vaskular perifer yang dapat menyebabkan hipotensi


postural.5
Kelemahan dirasakan paling hebat pada otot-otot kaki pada kebanyakan
polineuropati, memungkinkan juga paralisa dari otot-otot intrinsik pada kaki dan
tangan yang mengakibatkan footdrop atau wristdrop. Refleks tendon biasanya
hilang, terutama pada neuropati demyelinisasi. Pada kasus polineuropati yang
berat, pasien bisa quadriplegi atau mengalami kelumpuhan pada ke semua alat
gerak dan mengalami respirator-dependent. Saraf-saraf kranialis juga bisa
terkena, biasanya pada SGB dan difteri. Kemampuan sensor kutan hilang pada
distribusi kasus stocking-and-glove. Segala macam mode sensor perasa tersebut
akan bermasalah.4
Kerusakan pada sistem saraf-saraf autonom dapat menyebabkan miosis
(mengecilnya pupil), anhidrosis (tidak bisa berkeringat), hipotensi ortostatik,
impotensi, dan keabnormalan vasomotor. Gejala-gejala tersebut dapat muncul
tanpa gejala lain yang sering menyertai polineuropati, tapi gangguan pada
sistem autonom tersebut sering menyertai polineuropati distal yang simetris. Di
negara Amerika Serikat, penyebab tersering gangguan saraf-saraf autonom
tersebut adalah penyakit diabetes melitus. Penyebab lainnya adalah amyloidosis.
Takikardi, perubahan tekanan darah yang cepat, kulit kemerah-merahan dan
berkeringat, dan gangguan pada sistem gastrointestinal biasanya disebabkan
karena keracunan thallium, prophyria, atau SGB (Lipincott).4
Saraf-saraf kutan superfisial bisa menjadi tebal dan terlihat karena kolagen
berproliferasi dan dideposisi pada sel schwann karena pengulangan episode
demyelinisasi dan remyelinisasi atau deposisi dari amyloid atau polisakarida
pada saraf-saraf tersebut. Fasikulasi atau kontraksi spontan dari unit motor dapat
terlihat berkejut-kejut dibawah kulit dan bisa juga terlihat di lidah pasien. Gejala
tersebut merupakan karakteristik dari penyakit yang menyerang cornu anterior
tapi juga bisa terlihat pada neuropati motoric dengan multifokal blok pada
konduksi motoricnya dan juga pada neuropati kronis yang menyertai kerusakan
dari axon. 4
Tanda dan gejala klinis dari polineuropati merupakan refleksi dari saraf apa yang
terkena. Gangguan dari tiap tipe saraf menghasilkan tanda dan gejala yang
positif atau negatif seperti yang terlihat pada tabel berikut:
Tabel 3. Manifestasi Polineuropati

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan neurologis sangat penting untuk dilakukan, memeriksa saraf
kranialis, kemampuan motorik dan sensorik, tonus otot apakah normal atau
menurun. Pola dari kelemahan membantu dalam mengkerucutkan diagnosis:
apakah simetris atau asimetris, distal atau proksimal. Pasien dengan neuropati
sensorimotor simetris distal, pemeriksaan sensoriknya menunjukkan penurunan
sensitifitas terhadap sentuhan ringan, tusukan jarum, dan suhu pada kasus

stocking-and-glove. Kemampuan mengenali fibrasi dan posisi juga terganggu,


pasien dengan tingkat keparahan yang tinggi dapat menunjukkan tanda positif
dari pseudoathetosis atau tes Romberg. Refleks tendon juga menurun ataupun
hilang. 4,5
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Apabila menemukan temuan gejala klinis yang tipikal menunjukkan bahwa hal
tersebut mengindikasikan adanya polineuropati, serangkaian tes laboratorium
dapat dilakukan untuk menentukan etiologinya (antara lain darah lengkap,
elektrolit, gula darah, elektroforesis, tes toleransi gula, HBA1c, faal ginjal dan
hepar, serum vitamin B12 dan asam folat, parameter vaskulitis, TSH, dan
mungkin pula dilakukan tes endokrin lebih jauh dan marker tumor.
Elektroneurografi dapat menunjukan tingkat gangguan dari konduksi impuls,
bergantung dari etiologi penyebabnya. Jika penyebab primernya adalah axonal,
EMG akan menunjukkan sebuah denervasi atau secara neurologis ptoensial yang
terganggu. Konsentrasi protein CSF bisa juga terganggu pada berbagai macam
polineuropati (e.g diabetik polineuropati), pada kasus langka, pemeriksaan
cairan serebrospinal dapat menunjukan suatu proses infeksi. Pemeriksaan
tambahan biopsi saraf betis dapat menyingkirkan polineuropati tipe axonal dari
tipe demyelinisasi. Pasien dengan polineuropati sensoris simetris distal memiliki
prevalensi tinggi terkena diabetes atau prediabetes, dimana dapat diketahui
dengan mengukur kadar gula darah dari pasien tersebut.
Elektromyografi (EMG) memiliki cara kerja dengan menggunakan jarum
ditusukkan kepada otot tertentu dan aktifitas dari otot tersebut ditampilkan pada
oscilloscope. EMG biasanya digunakan untuk mengevaluasi penyakit otot tapi
secara tidak langsung juga bisa digunakan untuk mengetahui proses neuropatik.
Apabila terdapat denervasi kronis, reinervasi mungkin muncul dengan durasi
lebih lama dengan amplitudo tinggi. 4
NCS (Nerve Conduction Studies) adalah suatu tes dengan memberikan stimulus
pada saraf (20-100 V selama 0.05-0.1 milidetik) dan respons dari pergerakan
otot yang terstimulasi direkam.4
EMG dan NCS seringkali digunakan untuk mengevaluasi pasien dengan
neuropati. Tes tersebut dapat mengetahui apabila terdapat neuropati dan
memberikan informasi juga tipe saraf apa yang terkena (motorik, sensorik, atau
kedua-duanya), perjalanan patologi yang seperti apa (axonal atau
demyelinisasi), dan apakah dia simetris atau tidak simetris. 4
Biopsi saraf secara luas sudah diterima untuk digunakan dalam mendiagnosis
penyakit inflamasi saraf oleh karena vaskulitis, sarkoidosis, CIDP, penyakit infeksi
seperti lepra, atau kelainan yang infiltratif seperti tumor dan amyloidosis. Biopsi
saraf sangat berguna pada mononeuropathy multiplex atau kecurigaan neuropati
vaskulitis. Biopsi kulit mengalami peningkatan untuk penggunaannya untuk
mengevaluasi pasien dengan polineuropati. Tekhnik yang paling sering adalah
dengan mengambil jaringan kulit pada kaki sebesar 3mm. Setelah memotong
nya dengan microtome, jaringan tersebut kemudian diberi antibodi anti-protein-

geneproduct 9.5 (PGP 9.5) dan di periksa dengan metode immunohistochemical


atau immunofluorescent.
DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
Elektromiografi dan uji kecepatan penghantaran saraf dilakukan untuk
memperkuat diagnosis. Pemeriksaan darah dilakukan jika diduga penyebabnya
adalah kelainan metabolik (anemia pernisiosa karena kekurangan vitamin B12),
diabetes (kadar gula darah meningkat) dan gagal ginjal (kadar kreatinin
meningkat). Pemeriksaan air kemih bisa menunjukkan adanya keracunan logam
berat atau mieloma multipel. 3,5
TERAPI
Terapi pasien dengan polineuropati dapat dibagi menjadi tiga cara: terapi spesifik
dilakukan bergantung kepada etiologi penyebab dari pasien tersebut, terapi
simptomatis, dan meningkatkan kemampuan pasien self-care. Terapi
simptomatis dari polineuropati terdiri dari mengurangi atau menghilangkan dari
nyeri yang diderita dan fisioterapi. Intubasi trakhea dan suport pernafasan
mungkin dibutuhkan untuk pasien SGB. Proteksi kornea diberikan apabila
terdapat kelemahan untuk menutup mata. Kasur tidur tempat pasien selalu
dibersihkan dan penutupnya dibuat halus untuk mencegah cedera kulit pada
kasus anesthetic skin. Fisioterapi termasuk pijat untuk otot yang lemah dan
melakukan pergerakan pasif terhadap semua sendi. Ketika pasien sudah bisa
untuk bergerak lagi, latihan otot dapat dilakukan setiap hari. Pasien mungkin
tidak diperbolehkan untuk jalan terlebih dahulu sebelum tes otot
mengindikasikan bahwa otot-otot tersebut sudah siap untuk digunakan. Pada
kasus polineuropati dengan footdrop, sebuah orthosis untuk kaki dapat
digunakan untuk membantu pasien berjalan. Pasien-pasien dengan hipotensi
postural, disuruh untuk bangun secara bertahap. 4
Terapi spesifik sebagai contoh pada kasus SGB, pemberian intravenous
immunoglobulins (IVIG) 0,4g/kg untuk 5 hari diketahui memiliki output yang
bagus. Pada kasus CIDP, terapi bergantung pada tingkat keparahan yang diderita
pasien. Pada pasien dengan diabetes, mengkontrol kadar gula darah sangat
penting. 4
PROGNOSIS
Prognosis dari penyakit polineuropati bergantung kepada jenis dan penyebabnya,
tingkat keparahan dari saraf yang terkena, dan komplikasi-komplikasi yang
ditimbulkan. Pada SGB, kerusakan saraf berhenti dalam 8 minggu atau kurang.
Tanpa pengobatan, sebagian besar orang membaik dengan waktu yang lebih
lama. Bagaimanapun, dengan terapi yang segera, kebanyakan orang membaik
dengan sangat cepat, dalam hitungan hari atau beberapa minggu saja. Hanya
kurang dari 2% dapat mengakibatkan kematian. Setelah membaik secara
bertahap, 3 10% orang menjadi kelainan yang mengarah ke CIDP. Pada CIDP
yang tertangani dengan baik 30% bisa sembuh dan tidak terdapat gangguan,

45% dengan tetap ada gangguan yang ringan, dan 25% tetap mengalami
gangguan saraf yang buruk (neurology and neurosurgery 425). Pada diabetik
polineuropati, komplikasi biasanya baik apabila kontrol diabetesnya baik, tetapi
akan memburuk apabila terjadi komplikasi neuropati autonom (diabetik
neuropati). 5

DAFTAR PUSTAKA

1.

Snell, Richard. Anatomi Klinik. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta: 2006

2.

Ganong, WF. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Ed. 22. EGC. Jakarta: 2002

3.
Harsono. Kapita Selekta Neurologi Ed. 2. Gajah Mada Unversity Press.
Yogyakarta: 2009
4.
Kenneth W. Lindsay, Ian Bone, Robin Callander. Neurology And
Neurosurgery Illustrated. Fourth Edition. Chuchill Livingstone. London : 2004.
5.

Polineuropati. www.medicastore.com

Anda mungkin juga menyukai