Anda di halaman 1dari 29

1) Biografi Presiden Soeharto

Soeharto dikenal sebaga satu-satunya Presiden di Indonesia yang


memiliki masa jabatan terlama yaitu sekitar 32 Tahun. Dikenal dengan
sebutan "Bapak Pembangunan" dan merupakan Presiden Kedua
Indonesia setelah Soekarno, Soeharto di bawah pemerintahannya
sukses mengantarkan Indonesia menjadi negara Swasembada dimana
sektor dibidang pertanian amat berkembang dengan pesatnya melalui
Program Rapelitanya. Tulisan kali ini akan mengulas tentang profil
kehidupan ataubiografi presiden Soeharto. Mantan Presiden
Indonesia kedua ini dilahirkan di Kemusuk, Yogyakarta pada tanggal
8 Juni 1921 dari rahim seorang ibu yang bernama Sukirah dan ayah
beliau yang merupakan seorang pembantu lurah dalam bidang
pengairan sawah dan juga sekaligus seorang petani yang bernama
Kertosudiro. Ketika berumur delapan tahun Soeharto mulai bersekolah
tetapi ia sering berpindah-pindah sekolah. Awalnya ia sekolah di
Sekolah Desa (SD) Puluhan, Godean kemudian ia pindah ke SD Pedes
dikarenakan keluarganya pindah ke Kemusuk, Kidul. Setelah itu
kemudian ayahnya Kertosudiro memindahkan Soeharto ke
Wuryantoro. Beliau kemudian dititipkn dan tinggal bersama

Prawirohardjo seorang mantri Tani yang menikah dengan adik


perempuan Soeharto.
Ditahun 1941 tepatnya di Sekolah Bintara, Gombong di Jawa Tengah,
Soeharto terpilih sebagai Prajurit Telatan, sejak kecil ia memang
bercita-cita menjadi seorang tentara atau militer. kemudian pada
tanggal 5 Oktober 1945 setelah Indonesia merdeka, Soeharto
kemudian resmi menjadi anggota TNI. Setelah itu kemudian Soeharto
menikahi Siti Hartinah atau Ibu Tien yang merupakan anak seorang
Mangkunegaran pada tanggal 27 Desember 1947 dimana usia
Soeharto etika itu 26 tahun dan Siti Hartinah atau Ibu Tien berusia 24
tahun. Dari pernikahannya kemudian ia dikarunia enam orang anak
yaitu Siti Hardiyanti Hastuti, Sigit Harjojudanto, Bambang
Trihatmodjo, Siti Hediati Herijadi, Hutomo Mandala Putra dan Siti
Hutami Endang Adiningsih.
Jalan panjang dan berliku dilalui Soeharto ketika merintis karier
militer dan juga karier politiknya. Dalam bidang militer Soeharto
memulainya dengan pangkat sersan tentara KNIL, dari situ ia
kemudian menjadi Komandan PETA pada zaman penjajahan Jepang,
setelah itu ia menjabat sebagai komandan resimen berpangkat mayor
kemudian menjabat komandan batalyon dengan pangkat Letnan
Kolonel.
Sejarah bangsa Indonesia tidak bisa dilepaskan dari peristiwa yang
dikenal sebagai Serangan Umum 1 Maret 1949, itu merupakan
peristiwa yang menjadi catatan penting dalam sejarah bangsa ketika
resmi merdeka dari penjajahan bangsa Belanda selama tiga setengah
abad. Banyak versi mengatakan bahwa Peranan Soeharto ketika
merebut Yogyakarta yang waktu itu sebagai Ibukota Republik
Indonesia dalam Serangan Umum 1 Maret tidak bisa dipisahkan.
Tujuan dari serangan umum 1 Maret adalah menunjukan pada dunia
internasional tentang eksistensi dari TNI (Tentara Nasional Indonesia)
ketika itu dalam membela Bangsa Indonesia. Dalam

kepemimpinannya, Soeharto berhasil merebut kota Yogyakarta dari


cengkraman penjajah Belanda pada waktu itu. Pada waktu itu beliau
juga menjadi pengawal dari Panglima Besar Jendral Sudirman. Dalam
operasi pembebasan Irian Barat dari tangan Belanda ketika itu beliau
yang menjadi panglima Mandala yang dipusatkan di Makassar.
Ketika peristiwa G-30-S/PKI meletus pada tanggal 1 Oktober 1965,
Soeharto kemudian bergerak cepat mengambil alih kendali pimpinan
Angkatan Darat ketika itu dan kemudian mengeluarkan perintah yang
cepat untuk mengatur dan mengendalikan keadaan negara yang kacau
akibat dari kudeta oelh PKI. Setelah peristiwa G-30-S/PKI, Soeharto
kemudian menjabat sebagai Panglima Angkatan Darat menggantikan
Jendral Ahmad Yani yang gugur di tangan PKI. Selain sebagai
Panglima Angkatan Darat, Soeharto juga menjabat sebagai
Pangkopkamtib yang ditunjuk oleh Presiden Soekarno pada waktu itu.
Puncak karier Soeharto ketika ia menerima Surat Perintah Sebelas
Maret atau yang dikenal sebagai "Supersemar" oelh Presiden
Soekarno pada bulan maret 1966 dimana tugasnya adalah
mengendalikan keamanan dan juga ketertiban negara yang kacau
setelah kudeta yang dilakukan oleh PKI dan mengamalkan
ajaran Besar Revolusi Bung Karno.
Setelah peristiwa G-30-S/PKI keadaan politik dan juga pemerintahan
Indonesia makin memburuk, kemudian pada bulan maret 1967 dalam
sidang istimewa MPRS yang kemudian menunjuk Soeharto sebagai
Presiden Kedua Republik Indonesia yang menggantikan Presiden
Soekarno, dimana pengukuhan dilakukan pada Maret 1968. Masa
pemerintahan presiden Soeharto dikenal dengan masaOrde
Baru dimana kebijakan politik baik dalam dan luar negeri diubah oleh
Presiden Soeharto. Salah satunya adalah kembalinya Indonesia
sebagai anggota PBB (Perserikatan Bangsa Bansa) pada tanggal 28
September 1966 setelah sebelumnya pada masa Soekarno, Indonesia
keluar sebagai anggota PBB.

Soeharto Menjadi Presiden Indonesia Kedua


Pada tahap awal, Soeharto menarik garis yang sangat tegas.
Pengucilan politik dilakukan terhadap orang-orang yang terkait
dengan Partai Komunis Indonesia. Sanksi kriminal dilakukan dengan
menggelar Mahkamah Militer Luar Biasa untuk mengadili pihak yang
dikonstruksikan Soeharto sebagai pemberontak. Pengadilan digelar
dan sebagian dari mereka yang terlibat "dibuang" ke Pulau Buru
bahkan sebagian yang terkait atau masih pendukung dari Partai PKI
dihabisi dengan cara dieksekusi massal di hutan oleh militer pada
waktu itu. Program pemerintah Soeharto diarahkan pada upaya
penyelamatan ekonomi nasional, terutama stabilisasi dan rehabilitasi
ekonomi. Yang dimaksud dengan stabilisasi ekonomi berarti
mengendalikan inflasi agar harga barang-barang tidak melonjak terus.
Dan rehabilitasi ekonomi adalah perbaikan secara fisik sarana dan
prasarana ekonomi. Hakikat dari kebijakan ini adalah pembinaan
sistem ekonomi berencana yang menjamin berlangsungnya demokrasi
ekonomi ke arah terwujudnya masyarakat adil dan makmur
berdasarkan Pancasila.
Program stabilsasi ini dilakukan dengan cara membendung laju
inflasi. Dan pemerintahan Soeharto berhasil membendung laju inflasi
pada akhir tahun 1967-1968, tetapi harga bahan kebutuhan pokok naik
melonjak. Sesudah dibentuk Kabinet Pembangunan pada bulan Juli
1968, pemerintah mengalihkan kebijakan ekonominya pada
pengendalian yang ketat terhadap gerak harga barang khususnya
sandang, pangan, dan kurs valuta asing. Sejak saat itu ekonomi
nasional relatif stabil
Setelah berhasil memulihkan kondisi politik bangsa Indonesia, maka
langkah selanjutnya yang ditempuh pemerintah Orde Baru adalah
melaksanakan pembangunan nasional. Pembangunan nasional yang
diupayakan pemerintah waktu itu direalisasikan melalui Pembangunan
Jangka pendek dan Pembangunan Jangka Panjang. Pambangunan

Jangka Pendek dirancang melalui Pembangunan Lima Tahun (Pelita).


Setiap Pelita memiliki misi pembangunan dalam rangka mencapai
tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia. Sedangkan Pembangunan
Jangka Panjang mencakup periode 25-30 tahun. Pembangunan
nasional adalah rangkaian upaya pembangunan yang
berkesinambungan yang meliputi seluruh aspek kehidupan
masyarakat, bangsa, dan Negara. Pembangunan nasional dilaksanakan
dalam upaya mewujudkan tujuan nasional yang tertulis dalam
pembukaan UUD 1945.
Pada masa orde baru, pemerintah menjalankan kebijakan yang tidak
mengalami perubahan terlalu signifikan selama 32 tahun. Dikarenakan
pada masa itu pemerintah sukses menghadirkan suatu stablilitas
politik sehingga mendukung terjadinya stabilitas ekonomi. Karena hal
itulah maka pemerintah jarang sekali melakukan perubahan-perubahan
kebijakan terutama dalam hal anggaran negara. Pada masa
pemerintahan orde baru, kebijakan ekonominya berorientasi kepada
pertumbuhan ekonomi. Kebijakan ekonomi tersebut didukung oleh
kestabilan politik yang dijalankan oleh pemerintah. Hal tersebut
dituangkan ke dalam jargon kebijakan ekonomi yang disebut dengan
Trilogi Pembangungan, yaitu stabilitas politik, pertumbuhan ekonomi
yang stabil, dan pemerataan pembangunan. Dari keberhasilannya
inilah sehingga Presiden Soeharto kemudian disebut sebagai "Bapak
Pembangunan".
Titik kejatuhan Soeharto, ketika pada tahun 1998 dimana masa
tersebut merupakan masa kelam bagi Presiden Soeharto dan masuknya
masa reformasi bagi Indonesia, Dengan besarnya demonstrasi yang
dilakukan oleh Mahasiswa serta rakyat yang tidak puas akan
kepemimpinan Soeharto serta makin tidak terkendalinya ekonomi
serta stabilitas politik Indonesia maka pada tanggal 21 Mei 1998 pukul
09.05 WIB Pak Harto membacakan pidato "pernyataan berhenti
sebagai presiden RI setelah runtuhnya dukungan untuk dirinya.
Soeharto telah menjadi presiden Indonesia selama 32 tahun. Sebelum

dia mundur, Indonesia mengalami krisis politik dan ekonomi dalam 6


sampai 12 bulan sebelumnya. BJ Habibie melanjutkan setidaknya
setahun dari sisa masa kepresidenannya sebelum kemudian digantikan

2) Ki Hajar Dewantara

Ki Hajar Dewantara, pendiri Taman Siswa Raden Mas Soewardi


Soerjaningrat sejak 1922 menjadi Ki Hadjar Dewantara, EYD: Ki
Hajar Dewantara, beberapa menuliskan bunyi bahasa Jawanya dengan
Ki Hajar Dewantoro selanjutnya disingkat sebagai Soewardi atau
KHD) adalah aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia, kolumnis,
politisi, dan pelopor pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia dari
zaman penjajahan Belanda. Ia adalah pendiri Perguruan Taman Siswa,
suatu lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan bagi para
pribumi jelata untuk bisa memperoleh hak pendidikan seperti halnya
para priyayi maupun orang-orang Belanda. Ki Hajar lahir di
Yogyakarta, 2 Mei 1889 meninggal di Yogyakarta, 26 April 1959
pada umur 69 tahun.Tanggal kelahirannya sekarang diperingati di
Indonesia sebagai Hari Pendidikan Nasional. Bagian dari semboyan
ciptaannya, tut wuri handayani, menjadi slogan Kementerian
Pendidikan Nasional Indonesia. Namanya diabadikan sebagai salah
sebuah nama kapal perang Indonesia, KRI Ki Hajar Dewantara. Potret
dirinya diabadikan pada uang kertas pecahan 20.000 rupiah tahun
emisi 1998. Ia dikukuhkan sebagai pahlawan nasional yang ke-2 oleh
Presiden RI, Soekarno, pada 28 November 1959 (Surat Keputusan

Presiden Republik Indonesia No. 305 Tahun 1959, tanggal 28


November 1959.Soewardi kembali ke Indonesia pada bulan
September 1919. Segera kemudian ia bergabung dalam sekolah binaan
saudaranya. Pengalaman mengajar ini kemudian digunakannya untuk
mengembangkan konsep mengajar bagi sekolah yang ia dirikan pada
tanggal 3 Juli 1922: Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa atau
Perguruan Nasional Tamansiswa. Saat ia genap berusia 40 tahun
menurut hitungan penanggalan Jawa, ia mengganti namanya menjadi
Ki Hadjar Dewantara. Ia tidak lagi menggunakan gelar
kebangsawanan di depan namanya. Hal ini dimaksudkan supaya ia
dapat bebas dekat dengan rakyat, baik secara fisik maupun jiwa.
Semboyan dalam sistem pendidikan yang dipakainya kini sangat
dikenal di kalangan pendidikan Indonesia. Secara utuh, semboyan itu
dalam bahasa Jawa berbunyi ing ngarsa sung tulada, ing madya
mangun karsa, tut wuri handayani. (di depan menjadi teladan, di
tengah membangun semangat, dari belakang mendukung). Semboyan
ini masih tetap dipakai dalam dunia pendidikan rakyat Indonesia,
terlebih di sekolah-sekolah Perguruan Tamansiswa. Dalam kabinet
pertama Republik Indonesia, KHD diangkat menjadi Menteri
Pengajaran Indonesia (posnya disebut sebagai Menteri Pendidikan,
Pengajaran dan Kebudayaan) yang pertama. Pada tahun 1957 ia
mendapat gelar doktor kehormatan (doctor honoris causa, Dr.H.C.)
dari universitas tertua Indonesia, Universitas Gadjah Mada. Atas jasajasanya dalam merintis pendidikan umum, ia dinyatakan sebagai
Bapak Pendidikan Nasional Indonesia dan hari kelahirannya dijadikan
Hari Pendidikan Nasional (Surat Keputusan Presiden RI no. 305 tahun
1959, tanggal 28 November 1959).

3) Ahmad Dahlan

Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah Kyai Haji Ahmad Dahlan


adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia. Ia adalah putera
keempat dari tujuh bersaudara dari keluarga K.H. Abu Bakar. KH Abu
Bakar adalah seorang ulama dan khatib terkemuka di Masjid Besar
Kasultanan Yogyakarta pada masa itu, dan ibu dari K.H. Ahmad
Dahlan adalah puteri dari H. Ibrahim yang juga menjabat penghulu
Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat pada masa itu. Ahmad
Dahlan lahir di Yogyakarta, 1 Agustus 1868 meninggal di
Yogyakarta, 23 Februari 1923 pada umur 54 tahun.Pada tahun 1912,
Ahmad Dahlan pun mendirikan organisasi Muhammadiyah untuk
melaksanakan cita-cita pembaruan Islam di bumi Nusantara. Ahmad
Dahlan ingin mengadakan suatu pembaruan dalam cara berpikir dan
beramal menurut tuntunan agama Islam. la ingin mengajak umat Islam
Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan al-Quran dan alHadits. Perkumpulan ini berdiri bertepatan pada tanggal 18 Nopember
1912. Dan sejak awal Dahlan telah menetapkan bahwa
Muhammadiyah bukan organisasi politik tetapi bersifat sosial dan
bergerak di bidang pendidikan.Gagasan pendirian Muhammadiyah
oleh Ahmad Dahlan ini juga mendapatkan resistensi, baik dari
keluarga maupun dari masyarakat sekitarnya. Berbagai fitnahan,
tuduhan dan hasutan datang bertubi-tubi kepadanya. la dituduh hendak
mendirikan agama baru yang menyalahi agama Islam. Ada yang
menuduhnya kyai palsu, karena sudah meniru-niru bangsa Belanda
yang Kristen, mengajar di sekolah Belanda, serta bergaul dengan
tokoh-tokoh Budi Utomo yang kebanyakan dari golongan priyayi, dan

bermacam-macam tuduhan lain. Saat itu Ahmad Dahlan sempat


mengajar agama Islam di sekolah OSVIA Magelang, yang merupakan
sekolah khusus Belanda untuk anak-anak priyayi. Bahkan ada pula
orang yang hendak membunuhnya. Namun ia berteguh hati untuk
melanjutkan cita-cita dan perjuangan pembaruan Islam di tanah air
bisa mengatasi semua rintangan tersebut.

4. Hasyim Asyari

Hasyim Asyari, pendiri Nahdlatul Ulama Kyai Haji Mohammad


Hasyim Asyarie adalah pendiri Nahdlatul Ulama, organisasi massa
Islam yang terbesar di Indonesia. Dia 10 April 1875 24 Dzulqaidah
1287H)25 Juli 1947; dimakamkan di Tebu Ireng, Jombang. Pada
tahun 1899, sepulangnya dari Mekah, KH Hasyim Asyari mendirikan
Pesantren Tebu Ireng, yang kelak menjadi pesantren terbesar dan
terpenting di Jawa pada abad 20. Pada tahun 1926, KH Hasyim Asyari
menjadi salah satu pemrakarsa berdirinya Nadhlatul Ulama (NU),
yang berarti kebangkitan ulama.

5) B.J Habibie

B.J Habibie, Ilmuwan, teknokrat dan birokrat paling


berpengaruh di Indonesia. Bacharuddin Jusuf Habibie adalah
Presiden Republik Indonesia yang ketiga. Ia menggantikan Soeharto
yang mengundurkan diri dari jabatan presiden pada tanggal 21 Mei
1998. Jabatannya digantikan oleh Abdurrahman Wahid (Gus Dur)
yang terpilih sebagai presiden pada 20 Oktober 1999 oleh MPR hasil
Pemilu 1999. Dengan menjabat selama 2 bulan dan 7 hari sebagai
wakil presiden, dan 1 tahun dan 5 bulan sebagai presiden, Habibie
merupakan Wakil Presiden dan juga Presiden Indonesia dengan masa
jabatan terpendek. Habibie lahir di Parepare, Sulawesi Selatan, 25 Juni
1936; umur 74 tahun.Habibie pernah bekerja di MesserschmittBlkow-Blohm, sebuah perusahaan penerbangan yang berpusat di
Hamburg, Jerman, sehingga mencapai puncak karier sebagai seorang
wakil presiden bidang teknologi. Pada tahun 1973, ia kembali ke
Indonesia atas permintaan mantan presiden Suharto. Ia kemudian
menjabat sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi sejak tahun
1978 sampai Maret 1998. Sebelum menjabat Presiden (21 Mei 1998
20 Oktober 1999), B.J. Habibie adalah Wakil Presiden (14 Maret 1998
21 Mei 1998) dalam Kabinet Pembangunan VII di bawah Presiden
Soeharto. Ia diangkat menjadi ketua umum ICMI (Ikatan
Cendekiawan Muslim Indonesia), pada masa jabatannya sebagai
menteri. Di bidang ekonomi, ia berhasil memotong nilai tukar rupiah

terhadap dollar masih berkisar antara Rp 10.000 Rp 15.000. Namun


pada akhir pemerintahannya, terutama setelah
pertanggungjawabannya ditolak MPR, nilai tukar rupiah meroket naik
pada level Rp 6500 per dolar AS nilai yang tidak akan pernah dicapai
lagi di era pemerintahan selanjutnya. Selain itu, ia juga memulai
menerapkan independensi Bank Indonesia agar lebih fokus mengurusi
perekonomian.

6) Cut Nyak Dhien Pahlawan Indonesia


Cut Nyak Dhien adalah seorang wanita Pahlawan Nasional Indonesia
dari Aceh yang berjuang melawan penjajahan Belanda pada masa
Perang Aceh.

Biodata
Nama Lengkap : Cut Nyak Dhien
Tempat Lahir : Lampadang, Kesultanan Aceh
Tahun Lahir : 1848
Meninggal : 6 November 1908. Sumedang, Hindia Belanda
Agama : Islam

Kehidupan
Cut Nyak Dhien lahir pada tahun 1848 di Aceh Besar di wilayah VI
Mukimm, ia terlahir dari kalangan keluarga bangsawan. Ayahnya
bernama Teuku Nanta Seutia, seorang uleebalang, yang juga
mempunyai keturunan dari Datuk Makhudum Sati.
Datuk Makhudum Sati datang ke Aceh pada abad ke 18 ketika
kesultanan Aceh diperintah oleh Sultan Jamalul Badrul Munir. Oleh
sebab itu, Ayah dari Cut Nyak Dhien merupakan keturunan
Minangkabau. Ibu Cut Nyak Dhien adalah putri uleebalang Lampagar.
Pada masa kecil Cut Nyak Dhien, Ia memperoleh pendidikan agama
(yang dididik oleh orang tua ataupun guru agama) dan rumah tangga
(memasak, melayani suami, dan yang menyangkut kehidupan seharihari yang dididik baik oleh orang tuanya). Banyak laki-laki yang suka
pada Cut Nyak Dhien dan berusaha melamarnya. Pada usia 12 tahun,
ia sudah dinikahkan oleh orang tuanya pada tahun 1862 dengan Teuku
Ibrahim Lamnga, putra dari uleebalang Lamnga XIII. Namun pada
tahun 1878 Teuku Ibrahim Lamnga suami dari Cut Nyak Dhien tewas
karena telah gugur dalam perang melawan Belanda di Gle Tarum pada
tanggal 29 Juni 1878.
Meninggalnya Ibrahim Lamnga membuat duka yang mendalam bagi
Cut Nyak Dhien. Tidak lama setelah kematian Ibrahim Lamnga, Cut
Nyak Dhien dipersunting oleh Teuku Umar pada tahun 1880.

Teuku Umar adalah salah satu tokoh yang melawan Belanda. Pada
awalnya Cut Nyak Dhien menolak, tetapi karena Teuku Umar
memperbolehkannya ikut serta dalam medan perang, Cut Nyak Dhien
setuju untuk menikah dengannya pada tahun 1880. Mereka dikaruniai
anak laki-laki yang diberi nama Cut Gambang. Setelah pernikahannya
dengan Teuku Umar, ia bersama Teuku Umar bertempur bersama
melawan Belanda.
Perang Aceh
Perang dilanjutkan secara gerilya dan dikobarkan perang fi'sabilillah.
Sekitar tahun 1875, Teuku Umar melakukan gerakan dengan
mendekati Belanda dan hubungannya dengan orang Belanda semakin
kuat. Pada tanggal 30 September 1893, Teuku Umar dan pasukannya
yang berjumlah 250 orang pergi ke Kutaraja dan "menyerahkan diri"
kepada Belanda. Belanda sangat senang karena musuh yang
berbahaya mau membantu mereka, sehingga mereka memberikan
Teuku Umar gelar Teuku Umar Johan Pahlawan dan menjadikannya
komandan unit pasukan Belanda dengan kekuasaan penuh. Teuku
Umar merahasiakan rencana untuk menipu Belanda, meskipun ia
dituduh sebagai penghianat oleh orang Aceh. Bahkan, Cut Nyak
Meutia datang menemui Cut Nyak Dhien dan memakinya.
Cut Nyak Dien berusaha menasehatinya untuk kembali melawan
Belanda. Namun, Teuku Umar masih terus berhubungan dengan
Belanda. Umar lalu mencoba untuk mempelajari taktik Belanda,
sementara pelan-pelan mengganti sebanyak mungkin orang Belanda di
unit yang ia kuasai. Ketika jumlah orang Aceh pada pasukan tersebut
cukup, Teuku Umar melakukan rencana palsu pada orang Belanda dan
mengklaim bahwa ia ingin menyerang basis Aceh.
Teuku Umar dan Cut Nyak Dhien pergi dengan semua pasukan dan
perlengkapan berat, senjata, dan amunisi Belanda, lalu tidak pernah
kembali. Penghianatan ini disebut Het verraad van Teukoe Oemar
(pengkhianatan Teuku Umar).
Teuku Umar yang mengkhianati Belanda menyebabkan Belanda
marah dan melancarkan operasi besar-besaran untuk menangkap
Teuku Umar dan Chut Nyak Dhien. Namun, gerilyawan kini
dilengkapi perlengkapan dari Belanda. Mereka mulai menyerang

Belanda dan pasukan musuh berada pada kekacauan sementara Jend.


Van Swieten diganti. Penggantinya, Jend. Jakobus Ludovicius
Hubertus Pel, dengan cepat terbunuh dan pasukan Belanda berada
pada kekacauan. Belanda lalu mencabut gelar Teuku Umar dan
membakar rumahnya, dan juga mengejar keberadaannya.
Teuku umar dan Chut Nyak Dhien terus menekan Belanda, lalu
menyerang Banda Aceh (Kutaraja) dan Meulaboh (bekas basis Teuku
Umar), sehingga Belanda terus-terusan mengganti jendral yang
bertugas. Unit "Marchausse" lalu dikirim ke Aceh. Mereka dianggap
biadab dan sangat sulit ditaklukan oleh orang Aceh. Selain itu,
kebanyakan pasukan "De Marsose" merupakan orang TionghoaAmbon yang menghancurkan semua yang ada di jalannya. Akibat dari
hal ini, pasukan Belanda merasa simpati kepada orang Aceh dan Van
der Heyden membubarkan unit "De Marsose". Peristiwa ini juga
menyebabkan kesuksesan jendral selanjutnya karena banyak orang
yang tidak ikut melakukan jihad kehilangan nyawa mereka, dan
ketakutan masih tetap ada pada penduduk Aceh.
Jendral Joannes Benedictus van Heutsz memanfaatkan ketakutan ini
dan mulai menyewa orang Aceh untuk memata-matai pasukan
pemberontak Teuku Umar sebagai informan sehingga Belanda
menemukan rencana Teuku Umar untuk menyerang Meulaboh pada
tanggal 11 Februari 1899. Akhirnya, Teuku Umar gugur tertembak
peluru.
Setelah kematian Teuku Umar, Cut Nyak Dien memimpin pasukan
perlawanan melawan Belanda di daerah pedalaman Meulaboh
bersama pasukan kecilnya dan mencoba melupakan suaminya.
Pasukan ini terus bertempur sampai kehancurannya pada tahun 1901
karena tentara Belanda sudah terbiasa berperang di medan daerah
Aceh. Selain itu, Cut Nyak Dien sudah semakin tua.
Masa Tua dan Kematian
Cut Nyak Dhien ditangkap dan dibawa ke Banda Aceh dan dirawat di
rumah sakit disana, sementara itu Cut Gambang berhasil melarikan
diri ke hutan dan meneruskan perlawanan yang sudah dilakukan oleh
ayah dan ibunya.
Penyakitnya seperti rabun dan encok berangsur-angsur sembuh.
Namun, Cut Nyak Dien akhirnya dibuang ke Sumedang, Jawa Barat,

karena ketakutan Belanda bahwa kehadirannya akan menciptakan


semangat perlawanan dan juga karena ia terus berhubungan dengan
pejuang yang belum tunduk.
Pada tanggal 6 November 1908, Cut Nyak Dhien meninggal karena
usianya yang sudah tua. Makam "Ibu Perbu" baru ditemukan pada
tahun 1959 berdasarkan permintaan Gubernur Aceh saat itu, Ali
Hasan. "Ibu Perbu" diakui oleh Presiden Soekarno sebagai Pahlawan
Nasional Indonesia melalui SK Presiden RI No.106 Tahun 1964 pada
tanggal 2 Mei 1964.
Makam Cut Nyak Dhien pertama kali dipugar pada 1987 dan dapat
terlihat melalui monumen peringatan di dekat pintu masuk yang
tertulis tentang peresmian makam yang ditandatangani oleh Gubernur
Aceh Ibrahim Hasan pada tanggal 7 Desember 1987. Makam Cut
Nyak Dhien dikelilingi pagar besi yang ditanam bersama beton
dengan luas 1.500 m2. Di belakang makam terdapat musholla dan di
sebelah kiri makam terdapat banyak batu nissan yang dikatakan
sebagai makam keluarga ulama H. Sanusi.

7) Bung Tomo

Bung Tomo adalah pahlawan yang berasal dari kota Surabaya. Beliau
memiliki jasa besar terhadap upaya mempertahankan kemerdekaan
Indonesia, yaitu pada saat melawan penjajah yang ingin kembali
menjajah Indonesia tepatnya di kota Surabaya. Beliau berhasil
menjadi orator dan membakar semangat arek-arek Suroboyo untuk
melawan kembalinya penjajah yang kita kenal dengan pertempuran 10
November 1945 yang diperingati sebagai Hari Pahlawan.
Biodata Bung Tomo
Nama Lengkap : Sutomo
Tempat Lahir : Surabaya, Jawa Timur
Tanggal Lahir : 03 Oktober 1920
Agama : Islam
Kebangsaan : Indonesia
Dikenal : Sebagai Pahlawan Indonesia
Kehidupan
Bung Tomo lahir pada 3 Oktober 1920 di Surabaya, Jawa Timur.
Sutomo lebih dikenal dengan nama Bung Tomo oleh rakyat. Bung
Tomo dibesarkan dalam keluarga kelas menengah, dan juga keluarga
yang sangat menghargai dan menjunjung tinggi pendidikan. Ayahnya
bernama Kartawan Tjiptowidjojo adalah seorang kepala keluarga dari
kelas menengah. Ia pernah bekerja sebagai pegawai pemerintahan,
sebagai staf pribadi di sebuah perusahaan swasta, sebagai asisten di
kantor pajak pemerintah, dan pegawai kecil di perusahan eksporimpor Belanda. Bung Tomo mengaku mempunyai pertalian darah
dengan beberapa pendamping dekat Pangeran Diponegoro. Ibunya
berdarah campuran Jawa Tengah, Sunda, dan Madura.
Bung Tomo suka bekerja keras untuk memperbaiki keadaan agar
menjadi lebih baik. Pada saat usia 12 tahun, ketika ia terpaksa
meninggalkan pendidikannya di MULO, Bung tomo melakukan
berbagai pekerjaan kecil-kecilan untuk mengatasi dampak depresi
yang melanda dunia saat itu. Belakangan ia menyelesaikan pendidikan
HBS-nya lewat korespondensi, namun tidak pernah resmi lulus.
Di usia muda Bung Tomo aktif dalam organisasi kepanduan atau KBI.
Bung Tomo kemudian bergabung dengan KBI (Kepanduan Bangsa
Indonesia). Sutomo menegaskan bahwa filsafat kepanduan, ditambah

dengan kesadaran nasionalis yang diperolehnya dari kelompok ini dan


dari kakeknya, merupakan pengganti yang baik untuk pendidikan
formalnya. Pada usia 17 tahun, ia menjadi terkenal ketika berhasil
menjadi orang kedua di Hindia Belanda yang mencapai peringkat
Pandu Garuda.
Bung Tomo memiliki minat pada dunia jurnalisme. Ia pernah bekerja
sebagai wartawan lepas pada Harian Soeara Oemoem di Surabaya
pada tahun 1937. Setahun kemudian, ia menjadi Redaktur Mingguan
Pembela Rakyat serta menjadi wartawan dan penulis pojok harian
berbahasa Jawa, Ekspres, di Surabaya pada tahun 1939.
Pada masa pendudukan Jepang, Bung Tomo bekerja di kantor berita
tentara pendudukan Jepang, Domei, bagian Bahasa Indonesia untuk
seluruh Jawa Timur di Surabaya pada tahun 1942-1945. Saat
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dikumandangkan, beliau
memberitakannya dalam bahasa Jawa bersama wartawan senior Romo
Bintarti untuk menghindari sensor Jepang. Selanjutnya, beliau
menjadi Pemimpin Redaksi Kantor Berita Antara di Surabaya.
Perjuangan Pertempuran Surabaya 10 November 1945
Pada tahun 1944 ia menjadi anggota Gerakan Rakyat Baru yang
disponsori Jepang, hampir tak seorang pun yang mengenal dia.
Namun semua ini mempersiapkan Bung Tomo untuk menjalankan
peranannya yang sangat penting.
Pada 19 September 1945 sebuah insiden terjadi di Hotel Yamato,
Surabaya. Sekelompok orang Belanda memasang bendera mereka.
Rakyat marah. Seorang Belanda tewas dan bendera merah-putih-biru
itu diturunkan. Bagian biru dirobek, tinggal merah-putih, yang
langsung dikibarkan.
Di Jakarta, pasukan Sekutu datang pada 30 September 1945. Para
serdadu Belanda ikut rombongan. Bendera Belanda berkibar di manamana. Saat itu, Bung Tomo masih berstatus wartawan kantor berita
ANTARA. Ia juga kepala bagian penerangan Pemuda Republik

Indonesia (PRI), organisasi terpenting dan terbesar di Surabaya pada


saat itu.
Di Jakarta, Bung Karno meminta para pemuda untuk menahan diri,
tak memulai konfrontasi bersenjata. Bung Tomo kembali ke Surabaya.
"Kita (di Surabaya) telah memperoleh kemerdekaan, sementara di
ibukota rakyat Indonesia terpaksa harus hidup dalam ketakutan,"
katanya seperti dicatat sejarawan William H. Frederick dari
Universitas Ohio, AS.
Pada bulan Oktober dan November 1945, ia menjadi salah satu
Pemimpin yang sangat penting, karena ia berhasil menggerakkan dan
membangkitkan semangat rakyat Surabaya, yang pada waktu itu
Surabaya diserang habis-habisan oleh pasukan Inggris yang mendarat
untuk melucutkan senjata tentara pendudukan Jepang dan
membebaskan tawanan Eropa.
Pada 9 November dikeluarkannya ultimatum yang ditunjukkan kepada
para staf Gubernur Soerjo yang berbunyi, pertama, seluruh pemimpin
rakyat Surabaya harus menyerahkan diri paling lambat pukul 18.00 di
hari itu dengan tangan di atas kepala. Kedua, seluruh senjata harus
diserahkan. Lalu, pembunuh Mallaby menyerahkan diri. Jika kedua
hal tersebut diabaikan, Sekutu bakal mulai menyerang pada pukul
06.00 keesokan harinya. Seperti ultimatum terdahulu, pamflet berisi
ultimatum disebar lewat udara. Jika tidak dipatuhi, pada 10 November
mulai pukul 06.00, Inggris akan mulai menggempur.
Pertempuran di Surabaya, 10 November 1945, Bung Tomo tampil
sebagai orator ulung di depan corong radio, membakar semangat
rakyat untuk berjuang melawan tentara Inggris dan NICA-Belanda.

Bunyi Pidato Bung Tomo


Berikut ini bunyi dari pidato Bung Tomo yang pada saat itu berhasil
membakar semangat para arek-arek Suroboyo untuk melawan sekutu
demi mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Bismillahirrohmanirrohim..
Merdeka!!!
Saudara-saudara rakyat jelata di seluruh Indonesia terutama saudarasaudara penduduk kota Surabaya. Kita semuanya telah mengetahui.
Bahwa hari ini tentara Inggris telah menyebarkan pamflet-pamflet
yang memberikan suatu ancaman kepada kita semua. Kita diwajibkan
untuk dalam waktu yang mereka tentukan, menyerahkan senjatasenjata yang telah kita rebut dari tangan tentara Jepang. Mereka telah
minta supaya kita datang pada mereka itu dengan mengangkat tangan.
Mereka telah minta supaya kita semua datang pada mereka itu dengan
membawa bendera putih tanda bahwa kita menyerah kepada mereka.
Saudara-saudara.
Di dalam pertempuran-pertempuran yang lampau kita sekalian telah
menunjukkan bahwa rakyat Indonesia di Surabaya.
Pemuda-pemuda yang berasal dari Maluku, pemuda-pemuda yang
berasal dari Sulawesi, pemuda-pemuda yang berasal dari Pulau Bali,
pemuda-pemuda yang berasal dari Kalimantan, pemuda-pemuda dari

seluruh Sumatera, pemuda Aceh, pemuda Tapanuli, dan seluruh


pemuda Indonesia yang ada di Surabaya ini. Di dalam pasukan
mereka masing-masing. Dengan pasukan-pasukan rakyat yang
dibentuk di kampung-kampung.
Telah menunjukkan satu pertahanan yang tidak bisa dijebol. Telah
menunjukkan satu kekuatan sehingga mereka itu terjepit di manamana.
Hanya karena taktik yang licik daripada mereka itu saudara-saudara.
Dengan mendatangkan Presiden dan pemimpin-pemimpin lainnya ke
Surabaya ini. Maka kita ini tunduk untuk memberhentikan
pertempuran. Tetapi pada masa itu mereka telah memperkuat diri. Dan
setelah kuat sekarang inilah keadaannya.
Saudara-saudara kita semuanya. Kita bangsa indonesia yang ada di
Surabaya ini akan menerima tantangan tentara Inggris itu, dan kalau
pimpinan tentara inggris yang ada di Surabaya. Ingin mendengarkan
jawaban rakyat Indonesia. Ingin mendengarkan jawaban seluruh
pemuda Indonesia yang ada di Surabaya ini. Dengarkanlah ini tentara
Inggris.
Ini jawaban kita. Ini jawaban rakyat Surabaya. Ini jawaban pemuda
Indonesia kepada kau sekalian.
Hai tentara Inggris !
Kau menghendaki bahwa kita ini akan membawa bendera putih untuk
takluk kepadamu. Kau menyuruh kita mengangkat tangan datang
kepadamu. Kau menyuruh kita membawa senjata2 yang telah kita
rampas dari tentara jepang untuk diserahkan kepadamu. Tuntutan itu
walaupun kita tahu bahwa kau sekali lagi akan mengancam kita untuk
menggempur kita dengan kekuatan yang ada tetapi inilah jawaban
kita. Selama banteng-banteng Indonesia masih mempunyai darah
merah. Yang dapat membikin secarik kain putih merah dan putih.
Maka selama itu tidak akan kita akan mau menyerah kepada siapapun
juga.
Saudara-saudara rakyat Surabaya, siaplah keadaan genting!
Tetapi saya peringatkan sekali lagi. Jangan mulai menembak, baru
kalau kita ditembak, Maka kita akan ganti menyerang mereka itulah
kita tunjukkan bahwa kita ini adalah benar-benar orang yang ingin
merdeka.

Dan untuk kita saudara-saudara.


Lebih baik kita hancur lebur daripada tidak merdeka. Semboyan kita
tetap: merdeka atau mati!
Dan kita yakin saudara-saudara.
Pada akhirnya pastilah kemenangan akan jatuh ke tangan kita, sebab
Allah selalu berada di pihak yang benar. Percayalah saudara-saudara.
Tuhan akan melindungi kita sekalian.
Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!
Merdeka!!!

Image Courtesy of www.panoraimo.com


Setelah Kemerdekaan
Bung Tomo sempat terjun dalam dunia politik pada tahun 1950, dan
kemudian menghilang dari panggung politik karena ia tidak merasa
bahagia terjun di dunia politik. Pada akhir masa pemerintahan
Soekarno dan awal pemerintahan Suharto yang mula-mula
didukungnya, Sutomo kembali muncul sebagai tokoh nasional.
Pada awal tahun 1970, ia kembali dan mempunyai pandangan
pendapat yang berbeda dengan pemerintahan Orde Baru. Ia berbicara
dengan keras terhadap program-program yang dijalankan oleh Suharto
sehingga pada 11 April 1978 ia ditahan oleh pemerintah Indonesia
yang tampaknya khawatir akan kritik-kritiknya yang keras tersebut.
Baru setahun kemudian ia dilepaskan oleh Suharto.
Akhir Hidup

Pada 7 Oktober 1981 Bung Tomo meninggal dunia di Padang Arafah,


saat sedang menunaikan ibadah haji. Berbeda dengan tradisi untuk
memakamkan para jemaah haji yang meninggal dalam ziarah ke tanah
suci yang harus dimakamkan di tanah suci, tapi jenazah Bung Tomo
dibawa kembali ke tanah air dan dimakamkan bukan di sebuah Taman
Makam Pahlawan, melainkan di Tempat Pemakaman Umum Ngagel
di Surabaya.

8)

I Gusti Ngurah Rai

Profil I Gusti Ngurah Rai


Nama : I Gusti Ngurah Rai
Lahir : Petang, Kabupaten Badung, Bali, Hindia Belanda | 30 Januari
1917
Meninggal : Marga, Tabanan, Bali | 20 November 1946 (umur 29)
Makam : Taman Makam Pahlawan Margarana Bali
Agama : Hindu
Zodiac : Aquarius
Warga Negara : Indonesia

Biografi I Gusti Ngurah Rai


I Gusti Ngurah Rai, adalah pahlawan nasional dari daerah Bali.
Terkenal dengan gagasan perangnya yakni Puputan Margarana yang
berarti perang secara habis-habisan di daerah Margarana (Kecamatan
di pelosok Kabupaten Tabanan, Bali). Memiliki darah pejuang dengan
tanah kelahiran Badung, Bali pada 30 Januari 1917. Ia merupakan
anak camat yang bernama I Gusti Ngurah Palung. Hal ini pula yang
menjadikan ia berkesempatan untuk bersekolah formal di Holands
Inlandse School (HIS). Untuk mengenal lebih mendalam, mari kita
ulas bersama biografi I Gusti Ngurah Rai.
Biografi I Gusti Ngurah Rai diawali dengan perjalanan pendidikannya
di masa kecil. I Gusti Ngurah Rai memilih untuk mengawali
pendidikan formalnya di Holands Inlandse School di Bali. Setelah
tamat dari HIS ia melanjutkan ke MULO (setingkat Sekolah Lanjutan
Tingkat Pertama) di Malang. Selanjutnya ia memperdalam ilmu
kemiliterannya di Prayodha Bali, Gianyar dilanjutkan pendidikan di
Corps Opleiding Voor Reserve Officieren (CORO) di Magelang dan
pendidikan Arteri Malang. Berkat pendidikan militer yang banyak
serta kecerdasan yang ia miliki, ia sempat menjadi intel sekutu di
daerah Bali dan Lombok.
Biografi I Gusti Ngurah Rai berlanjut pada masa perjuangan melawan
penjajah colonial. Setelah pemerintahan Indonesia merdeka, I Gusti
Ngurah Rai membentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR) Sunda
Kecil dan di Bali dan memiliki pasukan bernama Ciung Wanara.

Pasukan ini dibentuk untuk membela tanah air guna melawan penjajah
di daerah Bali. Sebagai seorang Komandan TKR di Sunda Kecil dan,
ia merasa perlu untuk melakukan konsolidasi ke Yogyakarta yang
menjadi markas TKR pusat. Sampai di Yogyakarta I GUsti Ngurah
Rai dilantik menjadi komandan Resimen Sunda Kecil berpangkat
Letnan Kolonel. Sekembalinya dari Yogyakarta dengan persenjataan, I
Gusti Ngurai Rai mendapati Bali telah dikuasai oleh Belanda dengan
mempengaruhi raja-raja Bali.
Biografi I Gusti Ngurah Rai berlanjut dengan meletusnya perang di
Bali. Setelah kepulangannya dari Yogyakarta Ia mendapati pasukan
Belanda dengan 2000 pasukan dan persenjataan lengkap dan pesawat
terbang siap untuk menyerang I Gusti Ngurah Rai dengan pasukan
kecilnya. Bersama dengan pasukan Ciung Wanaranya, I Ngurah Rai
berhasil memukul mundur pasukan Belanda pada saat itu pada tanggal
18 November 1946. Namun hal ini justru membuat pihak Belanda
menyiapkan bala tentara yang lebih banyak dari Pulau Jawa, Madura
dan Lombok untuk membalas kekalahannya. Pertahanan I Gusti
Ngurah Rai berhasil dipukul mundur dan hingga akhirnya tersisa
pertahanan Ciung Wanara terakhir di desa Margarana. Kekuatan
terakhir ini pun dipukul mundur lantaran seluruhnya pasukannya jatuh
ke dasar jurang. Hal ini pulalah yang diabadikan dengan istilah
puputan Margarana (perang habis-habisan di daerah Margarana) pada
tanggal 20 November 1946.
Berkat usaha yang gigih memperjuangkan Bali untuk masuk menjadi
kekuasaan Indonesia (sesuai kesepakatan Linggarjati hanya Sumatra,
Jawa, dan Madura yang masuk kekuasaan Indonesia) Ngurah Rai
mendapat gelar Bintang Mahaputra dan dan kenaikan pangkat
menjadi Brigjen TNI (Anumerta). Ia meninggal pada usia 29 tahun
dan memperoleh gelar pahlawan nasional berdasarkan SK Presiden RI
No. 63/TK/1975 tanggal 9 Agustus 1975. Namanya pun diabadikan
menjadi nama Bandara di kota Bali.
PENDIDIKA I NGURAH RAI
HIS, Denpasar
MULO, Malang
Prayodha Bali, Gianyar, Bali

Corps Opleiding Voor Reserve Officieren (CORO), Magelang


Pendidikan Artileri, Malang
KARIR I NGURAH RAI
Brigjen TNI (anumerta)
Letnan Kolonel
Letnan II
Penghargaan I Gusti Ngurah Rai
Bintang Mahaputra

9) Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

Susilo Bambang Yudhoyono adalah presiden RI ke-6. Berbeda dengan


presiden sebelumnya, beliau merupakan presiden pertama yang dipilih
secara langsung oleh rakyat dalam proses Pemilu Presiden putaran II
20 September 2004. Lulusan terbaik AKABRI (1973) yang akrab
disapa SBY ini lahir di Pacitan, Jawa Timur 9 September 1949.

Istrinya bernama Kristiani Herawati, merupakan putri ketiga


almarhum Jenderal (Purn) Sarwo Edhi Wibowo. Pensiunan jenderal
berbintang empat ini adalah anak tunggal dari pasangan R. Soekotjo
dan Sitti Habibah. Darah prajurit menurun dari ayahnya yang pensiun
sebagai Letnan Satu. Sementara ibunya, Sitti Habibah, putri salah
seorang pendiri Ponpes Tremas.
Kehidupan Susilo Bambang Yudhoyono
Beliau dikaruniai dua orang putra yakni Agus Harimurti Yudhoyono
(mengikuti dan menyamai jejak dan prestasi SBY, lulus dari Akmil
tahun 2000 dengan meraih penghargaan Bintang Adhi Makayasa) dan
Edhie Baskoro Yudhoyono (lulusan terbaik SMA Taruna Nusantara,
Magelang yang kemudian menekuni ilmu ekonomi).
Pendidikan
Pendidikan SR adalah pijakan masa depan paling menentukan dalam
diri SBY. Ketika duduk di bangku kelas lima, beliau untuk
pertamakali kenal dan akrab dengan nama Akademi Militer Nasional
(AMN), Magelang, Jawa Tengah. Di kemudian hari AMN berubah
nama menjadi Akabri. SBY masuk SMP Negeri Pacitan, terletak di
selatan alun-alun. Ini adalah sekolah idola bagi anak-anak Kota
Pacitan. Mewarisi sikap ayahnya yang berdisiplin keras, SBY
berjuang untuk mewujudkan cita-cita masa kecilnya menjadi tentara
dengan masuk Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
(Akabri) setelah lulus SMA akhir tahun 1968. Namun, lantaran
terlambat mendaftar, SBY tidak langsung masuk Akabri. Maka SBY
pun sempat menjadi mahasiswa Teknik Mesin Institut 10 November
Surabaya (ITS).
Masuk Militer
Namun kemudian, SBY justru memilih masuk Pendidikan Guru
Sekolah Lanjutan Pertama (PGSLP) di Malang, Jawa Timur. Sewaktu
belajar di PGSLP Malang itu, beliau mempersiapkan diri untuk masuk
Akabri. Tahun 1970, akhirnya masuk Akabri di Magelang, Jawa

Tengah, setelah lulus ujian penerimaan akhir di Bandung. SBY satu


angkatan dengan Agus Wirahadikusumah, Ryamizard Ryacudu, dan
Prabowo Subianto. Semasa pendidikan, SBY yang mendapat julukan
Jerapah, sangat menonjol. Terbukti, belaiu meraih predikat lulusan
terbaik Akabri 1973 dengan menerima penghargaan lencana Adhi
Makasaya.
Pendidikan militernya dilanjutkan di Airborne and Ranger Course di
Fort Benning, Georgia, AS (1976), Infantry Officer Advanced Course
di Fort Benning, Georgia, AS (1982-1983) dengan meraih honor
graduate, Jungle Warfare Training di Panama (1983), Anti Tank
Weapon Course di Belgia dan Jerman (1984), Kursus Komandan
Batalyon di Bandung (1985), Seskoad di Bandung (1988-1989) dan
Command and General Staff College di Fort Leavenworth, Kansas,
AS (1990-1991). Gelar MA diperoleh dari Webster University AS.
Perjalanan karier militernya, dimulai dengan memangku jabatan
sebagai Dan Tonpan Yonif Linud 330 Kostrad (Komandan Peleton III
di Kompi Senapan A, Batalyon Infantri Lintas Udara 330/Tri Dharma,
Kostrad) tahun 1974-1976, membawahi langsung sekitar 30 prajurit.
Pengalaman di Militer
Batalyon Linud 330 merupakan salah satu dari tiga batalyon di
Brigade Infantri Lintas Udara 17 Kujang I/Kostrad, yang memiliki
nama harum dalam berbagai operasi militer. Ketiga batalyon itu ialah
Batalyon Infantri Lintas Udara 330/Tri Dharma, Batalyon Infantri
Lintas Udara 328/Dirgahayu, dan Batalyon Infantri Lintas Udara
305/Tengkorak. Kefasihan berbahasa Inggris, membuatnya terpilih
mengikuti pendidikan lintas udara (airborne) dan pendidikan pasukan
komando (ranger) di Pusat Pendidikan Angkatan Darat Amerika
Serikat, Ford Benning, Georgia, 1975. Kemudian sekembali ke tanah
air, SBY memangku jabatan Komandan Peleton II Kompi A Batalyon
Linud 305/Tengkorak (Dan Tonpan Yonif 305 Kostrad) tahun 19761977. Beliau pun memimpin Pleton ini bertempur di Timor Timur.

Sepulang dari Timor Timur, SBY menjadi Komandan Peleton Mortir


81 Yonif Linud 330 Kostrad (1977). Setelah itu, beliau ditempatkan
sebagai Pasi-2/Ops Mabrigif Linud 17 Kujang I Kostrad (1977-1978),
Dan Kipan Yonif Linud 330 Kostrad (1979-1981), dan Paban Muda
Sops SUAD (1981-1982). Ketika bertugas di Mabes TNI-AD, itu SBY
kembali mendapat kesempatan sekolah ke Amerika Serikat. Dari
tahun 1982 hingga 1983, beliau mengikuti Infantry Officer Advanced
Course, Fort Benning, AS, 1982-1983 sekaligus praktek kerja-On the
job training di 82-nd Airbone Division, Fort Bragg, AS, 1983.
Kemudian mengikuti Jungle Warfare School, Panama, 1983 dan
Antitank Weapon Course di Belgia dan Jerman, 1984, serta Kursus
Komando Batalyon, 1985. Pada saat bersamaan SBY menjabat
Komandan Sekolah Pelatih Infanteri (1983-1985)
Lalu beliau dipercaya menjabat Dan Yonif 744 Dam IX/Udayana
(1986-1988) dan Paban Madyalat Sops Dam IX/Udayana (1988),
sebelum mengikuti pendidikan di Sekolah Staf dan Komando TNI-AD
(Seskoad) di Bandung dan keluar sebagai lulusan terbaik Seskoad
1989. SBY pun sempat menjadi Dosen Seskoad (1989-1992), dan
ditempatkan di Dinas Penerangan TNI-AD (Dispenad) dengan tugas
antara lain membuat naskah pidato KSAD Jenderal Edi Sudradjat.
Lalu ketika Edi Sudradjat menjabat Panglima ABRI, beliau ditarik ke
Mabes ABRI untuk menjadi Koordinator Staf Pribadi (Korspri)
Pangab Jenderal Edi Sudradjat (1993).
Lalu, beliau kembali bertugas di satuan tempur, diangkat menjadi
Komandan Brigade Infantri Lintas Udara (Dan Brigif Linud) 17
Kujang I/Kostrad (1993-1994) bersama dengan Letkol Riyamizard
Ryacudu. Kemudian menjabat Asops Kodam Jaya (1994-1995) dan
Danrem 072/Pamungkas Kodam IV/Diponegoro (1995). Tak lama
kemudian, SBY dipercaya bertugas ke Bosnia Herzegovina untuk
menjadi perwira PBB (1995). Beliau menjabat sebagai Kepala
Pengamat Militer PBB (Chief Military Observer United Nation
Protection Force) yang bertugas mengawasi genjatan senjata di bekas

negara Yugoslavia berdasarkan kesepakatan Dayton, AS antara Serbia,


Kroasia dan Bosnia Herzegovina. Setelah kembali dari Bosnia, beliau
diangkat menjadi Kepala Staf Kodam Jaya (1996). Kemudian
menjabat Pangdam II/Sriwijaya (1996-1997) sekaligus Ketua

Anda mungkin juga menyukai