Daftar Isi..................................................................................................1
BAB I Pendahuluan..................................................................................2
BAB II Tinjauan Pustaka..........................................................................3
Definisi defisiensi vitamin A....................................3
Epidemiologi.........................................................................................4
Metabolisme vitamin A........................................................................5
Etiologi.....................................................................8
Faktor Risiko........................................................................................8
Patofisiologi.........................................................................................9
Manifestasi Klinis................................................................................10
Diagnosis.............18
Pemeriksaan Penunjang..................19
Penatalaksanaan................................................................................19
BAB III Penutup.....................................................................................25
BAB IV Daftar Pustaka..........................................................................27
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Defisiensi vitamin A merupakan masalah kesehatan masyarakat utama yang
terdapat di 60-78 negara berkembang, dan diperkirakan 78-253 juta anak usia
presekolah dipengaruhi oleh defisiensi vitamin A.1
Setelah malnutrisi protein dan energi serta anemia karena defisiensi zat besi,
defisiensi vitamin A merupakan persoalan gizi yang paling serius dan paling
sering ditemukan diantara anak-anak kecil di awal tahun 1990-an. World Health
Organization (WHO) memperkirakan bahwa secara global terdapat hampir 14 juta
anak yang setiap tahunnya terkena xeroftalmia dan 190 juta anak yang mendapat
resiko mengalami defisiensi vitamin A subklinis.2
Defisiensi vitamin A merupakan penyebab kebutaan yang paling sering
ditemukan pada anak-anak. Lebih kurang 150 juta anak lainnya menghadapi
resiko yang meningkat untuk meninggal dalam usia anak-anak karena penyakit
infeksi yang disebabkan oleh defisiensi vitamin A.
Di negara industri lebih dua per tiga asupan vitamin A di dapat dari sumber
makanan hewani, sementara di negara berkembang masyarakatnya bergantung
terutama pada senyawa karotenoid provitamin A yang berasal dari sumber
nabati.2,5
Vitamin A adalah nutrisi esensial yang diperlukan untuk memelihara fungsi
imun, berperan penting dalam pengaturan imunitas yang cell-mediated dan dalam
respon antibodi humoral. Kekurangan vitamin A adalah masalah kesehatan umum
yang luas. Anak usia prasekolah dan wanita di usia reproduktif merupakan dua
kelompok populasi yang paling berisiko. Suplementasi vitamin A menunjukkan
adanya pengurangan insiden campak, diare, dan kematian, serta meningkatkan
beberapa aspek kesehatan mata.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Defisiensi Vitamin A
Dalam buku panduan pemberian suplemen vitamin A, kurang vitamin A
adalah suatu kondisi dimana simpanan Vitamin A dalam tubuh berkurang.
Keadaan ini ditunjukan dengan kadar serum retinol dalam darah kurang dari
20g/dl. Masih dalam buku tersebut terdapat Xeroptalmia merupakan istilah yang
menerangkan gangguan pada mata akibat kekurangan vitamin A, termasuk
terjadinya kelainan anatomi bola mata dan gangguan fungsi sel retina yang dapat
menyebabkan kebutaan.Defisiensi vitamin A adalah suatu keadaan, ditandai
rendahnya kadar Vitamin A dalam jaringan penyimpanan (hati) dan melemahnya
kemampuan adaptasi terhadap gelap dan sangat rendahnya konsumsi atau
masukan karotin dari Vitamin A.14,20
Peranan nyata vitamin A adalah pada fungsi penglihatan mata, yaitu ketika
jaringan retinol kehilangan vitamin A, fungsi sel rod (batang) dan sel cone
(kerucut) pada mata mengalami kegagalan. Hal inilah yang menyebabkan
gangguan kemampuan adaptasi gelap mata. VitaminA juga berperan dalam
pertumbuhan, reproduksi, sintesa glycoprotein, stabilisasi membrandan kekebalan
tubuh. Defisiensi Vitamin A terjadi jika kebutuhan vitamin A tidak tercukupi.
Kebutuhan vitamin A tergantung golongan umur, jenis kelamin dan kondisi
tertentu. AngkaKecukupan Gizi yang dianjurkan adalah seperti pada tabel
berikut13,17 :
sekitar
sebagai retinil palmitat. Ketika diperlukan retinol akan dilepaskan ke dalam darah
sebagai retinol dalam gabungan dengan retinol binding protein (RBP), suatu
protein pengangkut spesifik yang diurai oleh hati. Dalam serum, kompleks RBPretinol bergabung dengan transiterin, suatu protein besar yang juga disintesis di
hati. Retinol kemudian dipindahkan dari serum dan digunakan oleh sel sasaran,
seperti fotoreseptor retina dan sel epitel. 3,4
Di dalam jaringan, retinol diikat oleh protein -protein sel pengikat retinoid,
yaitu cellular retinoid-binding protein I (CRBPI) dan cellular retinoid-binding
protein II (CRBPII). Pada kompleks ini, retinol bisa saja diesterifikasi atau
dioksidasi lebih lanjut dengan retinol menjadi asam retinoik. dimana akhirnya
terikat pada satu set faktor transkripsi di dalam nukleus. Retinol intraseluler di
jaringan perifer juga bisa berkombinasi dengan protein plasma pengikat retinol di
dalam jaringan atau tergabung menjadi ester retinyl di lipoprotein. Siklus antara
organ penyimpanan utama seperti hepar dan jaringan epitel yang membutuhkan
vitamin A untuk diferensiasi seluler merupakan siklus yang luas dan efisien.3
Vitamin A yang tidak diabsorpsi di saluran cerna, diekskresikan di feses, dan
derivat metabolisme yang inaktif diekskresikan di urin. Ketika asupan vitamin A
rendah, efisiensi absorpsi tetap tinggi, pemecahan karotenoid dipertinggi, plasma
transport tetap ada di level normal, mekanisme penggunaan dan recycling menjadi
lebih efisien, dan ekskresi menurun dengan nyata. Ketika asupan vitamin A
tinggi, efisiensi absorpsi dikurangi, transportasi vitamin A dalam plasma tetap
sama, recycling menjadi kurang efisien, oksidasi vitamin A meningkat, ekskresi
bilier meningkat dengan jelas, ekskresi urin dan fekal diaugmentasi.3
2.4 Etiologi
translokasi
mikroorganisme
dan
berkontribusi
terhadap
2.7.1 Mata
Xeroftalmia merupakan manifestasi klinis defisiensi vitamin A yang paling
spesifik dan mudah dikenali, dan dipakai secara pasti untuk menilai status vitamin
10
Rabun Senja
X1A
Xerosis Konjungtiva
X1B
Bercak Bitot
X2
Xerosis Kornea
X3A
X3B
XS
kornea
Ulserasi Kornea/ keratomalasia > 1/3 permukaan
kornea
Jaringan parut kornea
11
12
Abnormalitas
sering
diabaikan
atau
kenyataanya
overkompensasi,
overdiagnosis. Maka abnormalitas tidak merupakan suatu dasar yang tepat untuk
menegakkan prevalensi xeroftalmia klinis, dan xerosis konjungtiva tidak dapat
dianggap sebagai kriteria yang dapat diterima untuk menetapkan apakah defisiensi
vitamin A adalah suatu masalah kesehatan yang berarti4
Xerosis konjungtiva awalnya muncul pada kuadram temporal, sebagai suatu
potongan kecil oval atau segitiga yang berbatasan dengan limbus pada fisura
interpalpebral. Hampir selalu ada pada kedua mata. Pada beberapa individu,
keratin dan basil saprofit berkumpul pada permukaan xerotik, memberikan suatu
gambaran seperti busa atau kiju. Lesi seperti ini dikenal dengan bercak Bitot.
Bahan yang melapisinya lebih mudah dibersihkan, dan jumlah yang terbentuk
lebih bervariasi dari hari ke hari. Bila defisiensi lebih berat, lesi akan terbentuk
juga di kuadran nasal, walau kurang mencolok. Bercak Bitot dapat segera dikenali
dan merupakan suatu kriteria klinis yang berguna untuk penilaian status vitamin A
suatu populasi.4
Gambar 5.
X1B
Bercak
Bitot
(busa)4
13
Gambar
6.
X1B
Bercak
Bitot
(kiju)4
X2. Xerosis
Kornea
Perubahan
awal
defisiensi
vitamin
A,
jauh
sebelum perubahan kornea dapat dilihat dengan mata telanjang. Banyak anakanak dengan rabun senja (tanpa menderita xerosis konjungtiva secara klinis)
mempunyai lesi pungtata superfisial yang khas pada inferior-nasal kornea, yang
berwarna cemerlang dengan fluorsensi. Pada awal penyakit lesi hanya dapat
dilihat dengan menggunakan slitlamp biomikroskop4
Dengan makin beratnya penyakit, lesi pungtata menjadi lebih banyak,
menyebar ke atas melebihi bagian tengah kornea dan stroma kornea menjadi
bengkak. Secara klinis pada kornea terjadi xerosis klasik, dengan penampilan
yang kabur, tidak bercahaya, kering dan pertama kali tampak dekat limbus
inferior. Plak yang tebal dan mengalami keratinisasi menyerupai bercak Bitot
dapat terbentuk pada permukaan kornea dan sering memadat pada daerah
interpalpebral4
Gambar 7,8 :
X2
Xerosis
Konjungtiva4
X3A,
X3B.
Ulkus
Kornea/Keratomalasia
Ulserasi/Keratomalacia mengindikasikan adanya kerusakan permanen dari
sebagian atau semua stroma kornea, mengakibatkan perubahan struktur yang
permanen4 . Keratomalasia yang terlokalisir merupakan kondisi yang secara cepat
14
Gambar 9,10.
X3A
Ulserasi
kornea 4
15
Gambar
13,
14.
Jaringan Parut
kornea4
16
Gambar 15.
Fundus
Xeroftalmik4
2.8 Diagnosis
Defisiensi
dicurigai
vitamin A dapat
dengan
karakteristik
17
Sebuah studi RBP serum lebih mudah untuk dilakukan dan lebih murah
daripada studi retinol serum, karena RBP adalah protein dan dapat dideteksi oleh
alat tes imunologi. RBP juga merupakan senyawa yang lebih stabil daripada
retinol sehubungan dengan cahaya dan suhu. Namun, tingkat RBP kurang akurat,
karena mereka dipengaruhi oleh konsentrasi protein serum dan karena jenis RBP
tidak dapat dibedakan11,12,13. Kadar serum retinol mungkin rendah selama infeksi
karena penurunan sementara dalam RBP tersebut. Kadar zink dapat berguna
dalam pemeriksaaan karena kekurangan zink mengganggu produksi RBP.
Sebuah panel besi berguna karena kekurangan zat besi dapat mempengaruhi
metabolisme vitamin A.
Evaluasi elektrolit dan pemeriksaan fungsi hati harus dilakukan untuk
mengevaluasi status gizi dan volume.
2.9.2 Pemeriksaan Radiologi
Pada anak-anak, film radiografi tulang panjang mungkin berguna saat
evaluasi sedang dibuat untuk pertumbuhan tulang dan untuk deposisi berlebihan
tulang periosteal.
2.10 Penatalaksanaan
2.10.2 Terapi
Tatalaksana pada tabel dibawah dapat digunakan kepada individu dengan
semua stadium xeroftalmia, seperti rabun senja,
bintik bitot, xerosis kornea, ulkus kornea, dan keratomalasia. Dosis awal dapat
dimulai segera setelah didiagnosis ditegakkan. Setelah itu individu dengan lesi
kornea akut segera dirujuk ke rumah sakit
emergensi.7
Tabel 3 : Jadwal Terapi Xeroftalmia4
Waktu Pemberian
Dosis Vitamin A
18
50 000 IU
100 000 IU
200 000 IU
Hari berikutnya
19
Wortel
Ubi jalar
Sayuran Hijau
Mangga
ASI Eksklusif
1 sdm
1 sdm
cup
50 mg
1 sdm
1 sdm
cup
50 mg
2 sdm /
1 sdm
cup
70 mg
25 mg
1-2
tahun
2-6
tahun
Penyakit infeksi berat, khususnya pada campak, juga malaria dan chiken pox,
dapat menyebabkan dekompensasi akut terhadap status vitamin A. Jika kadar
vitamin A tubuh berada dalam batas rendah, anak akan sangat beresiko menjadi
buta, komplikasi sistemik (seperti laringotrakeobrongkitis) dan kematian.4
Campak
20
dewasa
Dosis
Terapi sesuai tabel 3 dilanjutkan
dengan
Anak
dengan
diare,
penyakit
dilanjutkan
dengan
program
profilaksis
2.10.2 Pencegahan
a)
21
yang
besar
yang
dapat
disimpan
sebagai
cadangan
di
ditetapkan adalah 4-6 bulan, walaupun telah disarankan bahwa jarak pemberian
ini bisa dikurangi jadi 3 bulan.4
Tabel 6. Jadwal Vitamin A dosis Profilaksis4
Individu
Usia 0-6 bulan
Dosis Oral
13,75 mg
retinil
55
mg
retinil
110
mg
Waktu
1-3 kali
hingga
usia 6 bulan
Sekali
tiap
4-6
bulan
retinil
22
Sekali
tiap
4-6
bulan
BAB III
PENUTUP
Defisiensi vitamin A merupakan persoalan gizi yang paling serius dan paling
sering ditemukan diantara anak-anak kecil di awal tahun 1990 an setelah
malnutrisi protein dan energi serta anemia karena defisiensi zat besi,. World
Health Organization (WHO) mengestimasikan bahwa secara global terdapat
23
hampir 14 juta anak yang setiap tahunnya terkena xeroftalmia dan 190 juta anak
yang mendapat resiko mengalami defisiensi vitamin A subklinis.2
Defisiensi vitamin A merupakan penyebab kebutaan yang paling sering
ditemukan pada anak-anak. Lebih kurang 150 juta anak lainnya menghadapi
resiko kematian yang tinggi dalam usia anak-anak karena penyakit infeksi yang
disebabkan oleh status vitamin A yang tidak adekuat.
Ada banyak faktor yang berkontribusi terhadap defiiensi vitamin A. Penyebab
paling penting dari defisiensi vitamin A pada anak adalah rendahnya asupan
makanan yang mengandung vitamin A ( termasuk pemberian ASI yang tidak
memadai) dan infeksi yang berulang, khususnya campak, diare, dan infeksi
pernafasan. Semua orang yang memiliki akses terbatas terhadap makanan kaya
vitamin A, berisiko untuk menderita defisiensi vitamin A. Beberapa kelompok
lebih rentan untuk menderita defisiensi vitamin A dibanding yang lainnya.
Kelompok ini terdiri dari bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR), bayi
prematur, anak dengan infeksi berulang serta yang menderita malnutrisi.
Manifestasi klinis dari defisiensi vitamin A berkaitan dengan pemeliharaan
fungsi jaringan epitel tubuh, terutama di mata, kulit, saluran cerna, saluran napas
dan epitel di bagian tubuh lainnya. Kombinasi antara defek barier terhadap
infeksi, respon imun yang rendah,dan respon terhadap stress inflamasi yang
rendah yang disebabkan defisiensi vitamin A, bisa menyebabkan jeleknya
pertumbuhan anak dan masalah kesehatan yang serius pada anak.. Tes adaptasi
gelap bisa digunakan untuk menilai stadium dini dari defisiensi vitamin A.
Rentang normal level vitamin A adalah 20-60 g/dL, dan pada defisiensi, serum <
20 g/L
Penatalaksanaan defisiensi vitamin A terdiri dari suplementasi vitamin A, ASI
eksklusif (pada bayi 0-6 bulan), dan pemberian asupan kaya vitamin A, Untuk
pencegahan defisiensi vitamin A ini, juga ada suplementasi vtamin A profilaksis
yang dosisnya disesuaikan dengan umur penderita seperti yang telah dietapkan .
24
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Semba, RD, MW Bloem. The anemia of vitamin A deficiency:
epidemiology and pathogenesis. European Journal of Clinical Nutrition:
2002.
2. Joaquin, Miguel San, A Malcolm E Molyneux. Malaria and vitamin A
deficiency in African children: a vicious circle?.Malaria Journal. 2009.
25
3. Annstas,
George.
Vitamin
A Deficiency.
2012.
Diunduh
dari
http://emedicine.medscape.com/article/126004-overview
4. Sommer, Alfred. Vitamin A deficiency and Its Consequences A Field
Guide To Detection and Control.1995. Penerbit: WHO
5. Gibney, J Michael, et al. Gizi Kesehatan Masyarakat. 2009. Penerbit :
EGC.
6. West. Clivt E.Vitamin A and Measles. Nutrition Reviews, Vol.58.
diunduh dari http://www.measlesrubellainitiative.org.
7. WHO, UNICEF, VACG Task Force. Vitamin A Supplements: A Guide to
Their Use in Treatment and Prevention of Vitamin A deficiency and
Xeroftalmia. 1997. Diunduh dari http://www.who.int
8. Azrimaidalida. Vitamin A, Imunitas dan Kaitannya Dengan Penyakit
Infeksi . Jurnal Kesehatan Masyarakat.2007.
9. Nutrition Information Centre University of Stellenbosch. Vitamin A.
Diunduh dari http://www.sun.ac.za/nicus.
10. Ragunatha, S, V jaganath Kumar, SB Murugesh. A clinical study of 125
patients with phrynoderma. Indian Journal of Dermatology. 2011.
11. Thappa, Devinder Mohan. Clinical Pediatric Dermatology. India:
Elsevier.2009.
12. Aguayo,
26
Indonesia
http://www.litbang.depkes.go.id/update/orasi/OrasiHerman.pdf
16. Depkes
RI
2003.
Deteksi
Dan
Tatalaksana
Kasus
Xeroftalmia
http://gizi.depkes.go.id /pedoman-gizi/download/xeroftalmia.pdf
17. Rinaningsih . 2007. Hubungan Kadar Retinol Serum Dengan Thyroid
Stimulating Hormone(Tsh) Pada Anak Balita Di Daerah Kekurangan
Yodium http://eprints.undip.ac.id/15824/1/Rinaningsih.pdf
18. Rolf D.W. Klemm, et al. 2011. Newborn Vitamin A Supplementation
Reduced Infant Mortalityin Rural Bangladesh. http://pediatrics.
aappublications.org/ content/122/1/e242.full.html.
19. Murni,S.. Kekurangan Vitamin A (KVA). http: //i-lib.ugm.ac.id/jurnal/download.
php? dataId=6384.pdf
20. Buku Panduan Pemberian Suplemen Vitamin A. Depertemen Kesehatan
Republk Indonesia Riset Kesehatan Dasar Indonesia Tahun 2010
27