Anda di halaman 1dari 14

Dhanty Mukhsina - 04011381320009

VASKULARISASI JANTUNG

Pembuluh darah jantung terdiri dari arteri koroner dan vena kardial, dimana menyuplai
sebagian besar darah ke dan dari miokardium. Endokardium dan jaringan subendokardial
mendapat oksigen dan nutrisi dengan cara difusi atau mikrovaskuler dari ruang di jantung.
Pembuluh darah jantung normalnya tertanam dalam jaringan lemak dan melalui permukaan
jantung di dalam epikardium. Adakalanya, bagian dari pembuluh darah ini menjadi tertanam
dalam miokardium. Pembuluh darah di jantung mendapat pengaruh inervasi dari sistem saraf
simpatis dan parasimpatis
Suplai darah jantung berasal dari arteri koroner yang merupakan cabang pertama aorta yang
menyuplai darah ke miokardium dan epikardium baik atrium maupun ventrikel, yang
memiliki 2 cabang, yaitu arteri koroner kanan dan kiri yang cabang utamanya terletak di
sulkus interventrikuler dan atrioventrikuler. Arteri koroner kanan muncul dari sinus aorta
anterior dan berjalan ke depan melalui trunkus pulmonaris dan atrium kanan, serta
menyelusuri sulkus atrioventrikuler bagian kanan.
Dekat dengan asalnya, arteri koroner kanan selalu memberikan percabangan ke nodus
sinoatrial (SA node) yang memberikan percabangan ke nodus tersebut. Arteri koroner kanan
kemudian berjalan turun melalui sulkus koroner dan bercabang menjadi arteri marginalis
kanan, yang menyuplai darah ke bagian pinggir kanan jantung, dan berjalan ke apeks jantung,
tetapi tidak mencapainya. Setelah memberikan percabangan ini, arteri koroner kanan
berbelok ke kiri dan terus menyelusuri sulkus koroner ke arah posterior jantung. Pada bagian
posterior, dimana pertemuan antara septum interatrial dan septum interventrikuler di antara 4
ruang jantung, arteri koroner kanan memberikan percabangan ke nodus atrioventrikuler (AV
node) untuk menyuplai darah ke sana. Nodus sinoatrial dan atrioventrikuler merupakan
bagian dari sistem konduksi listrik di jantung.
Dominasi dari sistem arteri koroner berasal dari arteri koroner mana yang memberikan
cabang ke arteri posterior yang berjalan menurun (posterior decending artery). Biasanya
sistem arteri koroner ini didominasi arteri koroner kanan sekitar 67%, arteri koroner kiri
sekitar 15%, dan kombinasinya sekitar 18%. Arteri koroner kanan memberikan cabang
interventrikuler posterior yang besar, yang berjalan turun di sulkus interventrikuler posterior.

Dhanty Mukhsina - 04011381320009


Cabang ini memberi suplai darah ke kedua ventrikel dan mengirim percabangan utuk
menyuplai darah ke septum interventrikuler. Kadang-kadang cabang ini juga menyuplai darah
ke jantung bagian diafragmatika

Gambar 2.3. Letak Arteri Koroner (A) Anterior (B) Posterior


Sumber: Moore, K. L., Dalley, A. F, and Agur, A. M. R.. 2010. Clinically Oriented Anatomy.
6th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Dhanty Mukhsina - 04011381320009


Diameter arteri koroner kiri lebih besar dari diameter arteri koroner yang kanan dan
menyuplai darah lebih banyak ke miokardium termasuk seluruh ruang jantung dan septum
interventrikuler, kecuali yang right dominance (dominan kanan) dimana arteri koroner kanan
yang menyuplai bagian posterior jantung memiliki 2 percabangan utama, yaitu arteri
sirkumfleksi dan arteri interventrikuler anterior.
Arteri koroner kiri yang keluar dar aorta jarang memberikan percabangan ke SA node dan
ketika mencapai sulkus atrioventrikuler, bercabang menjadi 2 atau 3 cabang utama. Arteri
interventrikuler anterior merupakan cabang pertamanya yang sering digambarkan sebagai
kelanjutan dari arteri koroner kiri. Arteri ini berjalan ke bawah, oblik, depan, dan ke kiri di
sulkus interventrikuler dan mencapai apeks jantung. Adakalanya, terdapat variasi dari
pembuluh darah ini, yaitu arteri ini berjalan terus ke apeks dan bertemu dengan cabang arteri
interventrikuler posterior. Arteri ini juga bercabang menjadi cabang ventrikuler anterior
kanan-kiri dan cabang septum anterior.
Sedangkan arteri sirkumfleksi berjalan melalui sulkus atrioventrikuler, terus berjalan
mengitari sampai ke bagian posterior jantung, dan berakhir di sebelah kiri dari pertemuan 4
ruang jantung. Arteri sirkumfleksi juga memiliki cabang, yaitu arteri marginalis kiri yang
menyuplai darah ke batas kiri ventrikel kiri sampai ke apeks.

Dhanty Mukhsina - 04011381320009


Aliran Darah Koroner (Coronary Blood Flow)
Aliran darah koroner yang normal pada manumur rata-rata sekitar 225 mililiter/menit, dimana
jumlah ini sekitar 4-5% dari jumlah curah jantung total. Selama aktivitas berat, jantung orang
dewasa muda meningkat curah jantungnya menjadi 4-7 kali lipat dan memompa darah
melawan tekanan arteri yang lebih tinggi dari normalnya. Akibatnya, kerja jantung dalam
kondisi yang berat meningkat 6-9 kali lipat. Pada waktu yang sama, aliran darah koroner
meningkat 3-4 kali lipat untuk menyuplai nutrisi lebih banyak yang dibutuhkan jantung,
tetapi ini tidak sebanding dengan kerja jantung yang meningkat dimana berarti rasio energi
yang dikeluarkan jantung dengan aliran darah koroner meningkat. Jadi, efisiensi energi oleh
digunakan jantung meningkat dan tidak sebanding dengan suplai darah yang relatif kurang
(Guyton & Hall,2006)

INFARK MIOKARD AKUT


Etiologi
Terjadinya Infark miokard akut biasanya dikarenakan aterosklerosis pembuluh darah
koroner. Nekrosis miokard akut terjadi akibat penyumbatan total arteri koronaria oleh
trombus yang terbentuk pada plak aterosklerosis yang tidak stabil. Ini semua juga
sering mengikuti ruptur plak pada arteri koroner dengan stenosis ringan. Penurunan
aliran

darah

koroner

dapat

juga

disebabkan

oleh

syok

dan

hemoragic.

Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen miokard merupakan dasar


dari terjadinya proses iskemik tersebut. Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga
disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang disebabkan oleh emboli koroner,
abnormalitas congenital, spasme koroner, dan berbagai penyakit inflamasi sistemik.
Epidemiologi
Infark miokard akut (IMA) merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di
negara maju. Laju mortalitas awal (30 hari) pada IMA adalah 30% dengan lebih dari
separuh kematian terjadi sebelum pasien mencapai rumah sakit. Walaupun laju
mortalitas menurun sebesar 30% dalam 2 dekade terakhir, sekitar 1 di antara 25 pasien
yang tetap hidup pada perawatan awal, meninggal dalam tahun pertama setelah IMA.
Di Inggris penyakit kardiovaskular membunuh 1 dari 2 penduduk dalam populasi, dan
menyebabkan hamper sebesar 250.000 kematian pada tahun 1998.

Dhanty Mukhsina - 04011381320009


Patofisiologi
Infark mikard akut dengan elevasi ST (STEMI) umumnya terjadi jika aliran darah
koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerotik
yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara
lambat biasanya tidak metnicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral
sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada
lokasi ipjuri vaskular, di mana injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok,
hipertensi, dan akumulasi lipid.
Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur,
ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis,
sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri
koroner. Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin rich red trombus,
yang dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI memberikan respons terhadap
trombolitik.

Keterangan gambar:
1) Lesi inisiasi dan akumulasi lipid ekstraselular dalam intima;
2) Evolusi stadium fibrofatty,
3) Lesi progresi dengan ekspresi prokoagulan dan lemahnya fibrous cap. Sindrom
koroner akut berkembang jika plak vulnerabel dan risiko tinggi mengalami disrupsi
pada fibrous cap.
4) Disrupsi plak adalah rangsangan terhadap trombogenesis. Resorpsi trombus
dilanjutkan dengan akumulasi kolagen dan pertumbuhan sel otot polos.

Dhanty Mukhsina - 04011381320009


5) Selanjutnya disrupsi plak vulnerabel atau plak risiko tinggi mengakibatkan pasien
mengalami nyeri iskemia akibat penurunan aliran arteri koroner epikardial yang
terlibat. Reduksi aliran dapat menyebabkan oklusi trombus total (bawah kanan)
atau oklusi trombus subtotal (bawah kiri) Pasien dengan nyeri iskemia dapat
berupa elevasi ST atau tanpa elevasi segmen ST pada EKG. Pasien dengan elevasi
ST sebagian besar berkembang menjadi infark miokard gelombang Q, sebagian
kecil berkembang menjadi infark miokard gelombang non Q. Pasien tanpa elevasi
segmen ST dapat mengalami angina pektoris tak stabil atau infark miokard akut
tanpa elevasi ST. Sebagian besar pasien dengan NSTEMI berkembang menjadi
infark miokard non Q, dan sebagian kecil menjadi infark miokard gelombang Q.
Dari keterangan diatas dapat kita ketahui bahwa proses aterosklerosis atau dapat
disebut aterogenesis merupakan hal yang berperan penting dalam penyakit
sindroma koroner akut termasuk di dalamnya infark miokard akut dengan elevasi
ST. Berikut ini akan dibahas selanjutnya mengenai aterosklerosis dan
patofisiologinya.
Aterosklerosis
Aterosklerosis pembuluh koroner merupakan penyebab penyakit arteri koronaria
yang paling sering ditemukan. Aterosklerosis menyebabkan penimbunan lipid dan
jaringan fibrosa dalam arteri koronaria, sehingga secara progresif mempersempit
lumen pembuluh darah. Bila lumen menyempit maka resistensi terhadap aliran
darah akan meningkat dan membahayakan aliran darah miokardium. Bila penyakit
ini semakin lanjut, maka penyempitan lumen akan diikuti perubahan pembuluh
darah yang mengurangi kemampuan pembuluh untuk melebar. Dengan demikian
keseimbangan antara penyediaan dan kebutuhan oksigen menjadi tidak stabil
sehingga membahayakan miokardium.
Lesi biasanya diklasifikasikan sebagai endapan lemak, plak fibrosa, dan lesi
komplikata (Gbr. 31-3), sebagai berikut:

Dhanty Mukhsina - 04011381320009

1. Endapan lemak, yang terbentuk sebagai tanda awal aterosklerosis, dicirikan dengan
penimbunan makrofag dan sel-sel otot polos terisi lemak (terutama kolesterol
oleat) pada daerah fokal tunika intima (lapisan terdalam arteri). Makrofag tersebut
akan memfagosit lemak dan berubah menjadi foam sel. Sebagian endapan lemak
berkurang, tetapi yang lain berkembang menjadi plak fibrosa.
2. Plak fibrosa (atau plak ateromatosa) merupakan daerah penebalan tunika intima
yang meninggi dan dapat diraba yang mencerminkan lesi paling khas
aterosklerosis. Biasanya, plak fibrosa berbentuk kubah dengan permukaan opak
dan mengilat yang menyembul ke arah lumen sehingga menyebabkan obstruksi.
Plak fibrosa terdiri atas inti pusat lipid dan debris sel nekrotik yang ditutupi pleh
jaringan fibromuskular mengandung banyak sel-sel otot polos dan kolagen. Sejalan
dengan semakin matangnya lesi, terjadi pembatasan aliran darah koroner dari
ekspansi abluminal, remodeling vaskular, dan stenosis luminal. Setelah itu terjadi
perbaikan plak dan disrupsi berulang yang menyebabkan rentan timbulnya
fenomena yang disebut "ruptur plak" dan akhirnya trombosis vena.
3. Lesi lanjut atau komplikata terjadi bila suatu plak fibrosa rentan mengalami
gangguan akibat kalsifikasi, nekrosis sel, perdarahan, trombosis, atau ulserasi dan
dapat menyebabkan infark miokardium.
Meskipun penyempitan lumen berlangsung progresif dan kemampuan pembuluh
darah untuk berespons juga berkurang, manifestasi klinis penyakit belum tampak
sampai proses aterogenik mencapai tingkat lanjut. Lesi bermakna secara klinis

Dhanty Mukhsina - 04011381320009


yang mengakibatkan iskemia dan disfungsi miokardium biasanya menyumbat lebih
dari 75% lumen pembuluh darah.
Penting diketahui bahwa lesi-lesi aterosklerotik biasanya berkembang pada segmen
epikardial di sebelah proksimal dari arteria koronaria, yaitu pada tempat
lengkungan tajam, percabangan, atau perlekatan. Lesi-lesi ini cenderung
terlokalisasi dan fokal dalam penyebarannya tetapi, pada tahap lanjut, lesi-lesi yang
tersebar difus menjadi menonjol.
Patogenesis Aterosklerosis
Patogenesis aterosklerosis merupakan suatu proses interaksi yang kompleks, dan
hingga saat ini masih belum dimengerti sepenuhnya. Interaksi dan respons
komponen dinding pembuluh darah dengan pengaruh unik berbagai stresor
(sebagian diketahui sebagai faktor risiko) yang terutama dipertimbangkan. Dinding
pembuluh darah terpajan berbagai iritan yang terdapat dalam hidup keseharian.
Diantaranya adalah faktor-faktor hemodinamik, hipertensi, hiperlipidemia, serta
derivat merokok dan toksin (misal, homosistein atau LDL-C teroksidasi). Dari
kesemua agen ini, efek sinergis gangguan hemodinamik yang menyertai fungsi
sirkulasi normal yang digabungkan dengan efek merugikan hiperkolesterolemia
dianggap merupakan factor terpenting dalam pathogenesis aterosklerosis. Berikut
ini gambaran terjadinya proses aterosklerosis yang berperan penting dalam
patofisiologi infark miokard secara umum.

Dhanty Mukhsina - 04011381320009

Penatalaksanaan
Tatalaksana Awal
1. Tatalaksana Pra Rumah Sakit
Pemberian fibrinolitik pra hospital hanya bisa dikerjakan jika pada pramedis di
ambulans yang sudah terlatih untuk mengintepretasi EKG dan tatalaksana STEMI
dan kendali komando medis online yang bertanggung jawab pasa pemberian terapi.
Di Indonesia saat ini pemberian trombolitik pra hospital ini belum bisa dilakukan.
2. Tatalaksanan di Ruang Emergensi
Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang dicurigai STEMI mencakup :
mengurangi/menghilangkan nyeri dada, identifikasi cepat pasien yang merupakan
kandidat terapi reperfusi segera, triase pasien risiko rendah ke ruang yang tepat di
rumah sakit dan menghindari pemulangan cepat pasien dengan STEMI.
Tatalaksana Umum
1. Oksigen

Dhanty Mukhsina - 04011381320009


Suplemen Oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri
<90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen
selama 6 jam pertama.
2. Nitrogliserin
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg dan
dapat diberikan smapai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain mengurangi nyeri
dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan
menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara
dilatasi pembuluh koroner yang terkena infark atau pembuluh kolateral.
3. Mengurangi dan menghilangkan nyeri dada
a. Morfin
Morfin sangan efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik pilihan
dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan dosis 2-4
mg dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg.
b. Aspirin
Inhibisi cepat sikooksigenase trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar
tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin bukkal dengan dosis 160-325
mg di ruang emergensi. Selanjutnya aspirin diberikan oral dengan dosis 75-162
mg.
c. Penyekat beta
Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian penyekat beta IV,
selain nitrat mungkin efektif. Regimen yang biasa diberikan adalah metoprolol 5
mg setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis. Lima belas menit setelah dosis IV
terakhir dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam
selama 48 jam, dan dilanjutkan 100 mg tiap 12 jam.
4. Inhibitor ACE
Inhibitor ACE menurunkan mortalitas pasca STEMI dan manfaat terhadap
mortalitas bertambah dengan penambahanaspirin dan penyekat beta. Pemberian
inhibitor ACE harus dilanjutkan tanpa batas pada pasien dengan bukti klinis gagal
jantung.
Terapi Reperfusi Farmakologis
Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan disfungsi dan
dilatasi ventrikel dan mengurangi kemungkinan pasien STEMI menjadi pump failure
atau takiaritmia ventrikular yang maligna.
Sasaran terapi hiperfusi pada pasien STEMI adalah door-to-needle (atau medical
contact-to-needle) time untuk memulai terapi fibrinolitik dapat dicapai dalam 30

Dhanty Mukhsina - 04011381320009


menit atau door-to-balloon (atau medical contact-to-ballon) time untuk PCI dapat
dicapai dalam 90 menit.
Obat fibrinolitik yang dapat diberikan untuk terapi reperfusi adalah streptokinase
(SK), Tissue plasminogen activator (tPA, alteplase), reteplase (retavase), Tenekteplase
(TNKase).
Percutaneous Coronary Intervention (PCI)
Intervensi koroner perkutan, biasanya angioplasty dan atau stenting tanpa didahului
fibrinolisis disebut PCI primer. PCI ini efektif dalam mengambalikan perfusi pada
STEMI jika dilakukan dalam beberapa jam pertama infark miokard akut. PCI primer
lebih efektif dari fibrinolisis dalam membuka arteri koroner yang tersumbat dan
dikaitkan dengan outcome klinis jangka pendek dan jangka panjang yang lebih baik.
Dibandingkan trombolisis, PCI primer lebih dipilih jika terdapat syok kardiogenik
(terutama pasien < 75 tahun), risiko perdarahan meningkat, atau gejala sudah ada
sekurang kurangnya 2 atau 3 jam jika bekuan darah lebih matur dan mudah hancur
dengan obat fibrinolisis. Namun demikian PCI lebih mahal dalam hal personil dan
fasilitas, dan aplikasinya terbatas berdasarkan tersedianya sarana, hanya di beberapa
rumah sakit.

Prognosis
Terdapat beberapa sistem untuk menentukan prognosis pasca IMA:
Klasifikasi Killip berdasarkan pemeriksaan fisis bedside sederhana; S3 gallop,
kongesti paru dan syok kardiogenik. Klasifikasi Forrester berdasarkan monitoring
hemodinamik indeks jantung dan pulmonary capillary-wedge pressure.

Dhanty Mukhsina - 04011381320009

Komplikasi
1. Disfungsi Ventrikular
Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami perubahan serial dalam bentuk ukuran
dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini
disebut remodeling ventricular dan umumnya mendahului berkembangnya gagal
jantung secara klinis dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark. Segera setalah
infark ventrikel kiri mengalami dilatasi.. Selanjutnya terjadi pula pemanjangan
segmen noninfark, mengakibatkan penipisan yang disproposional dan elongasi
zona infark. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan
ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi terbesar pasca infark pada apeks
ventrikel kiri yang mengakibatkan.
2. Gangguan Hemodinamik
Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama kematian di rumah
sakit pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik
dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan
sesudahnya. Tanda klinis yang tersering dijumpai adalah ronki basah di paru dan
bunyi jantung S3 dan S4 gallop. Pada pemeriksaan rontgen sering dijumpai
kongesti paru.
3. Syok Kardiogenik
Biasanya pasien yang berkembang menjadi syok kardiogenik mempunyai
penyakit arteri koroner multivesel.
4. Infark Ventrikel Kanan
Sekitar sepertiga pasien dengan infark inferiposterior menunjukkan sekurangkurangnya nekrosis ventrikel kanan derajat ringan. Jarang pasien dengan infark
terbatas primer pada ventrikel kanan. Infrak ventrikel kanan secara klinis
menyebabkan tanda gagal ventrikel kanan yang berat (distensi vena jugularis,
tanda Kussmauls, hepatomegali) dengan atau tanpa hipotensi. Elevasi segmen ST
sadapan EKG sisi kanan, terutama sadapan V4R, seting dijumpai dalam 24 jam
pertama pasien infark ventrikel kanan.
5. Aritmia Pasca STEMI
Insidens aritmia pasca infark lebih tinggi pada pasien segera setlah onset gejala.
Mekanisme aritmia terkait infark mencakup ketidakseimbangan system saraf
autonom, gangguan elektrolit, iskemia pada perlambatan konduksi di zona
iskemia miokard.
6. Ekstrasistol Ventrikel

Dhanty Mukhsina - 04011381320009


Depolarisasi pematur ventrikel sporadic yang tidak sering, dapat terjadi pada
hampir semua pasien STEMI dan tidak memerlukan terapi. Hipokalemia dan
hipomagnesimia merupakan factor resiko fibrilasi ventrikel pada pasien STEMI,
konsentrasi kalium serum diupayakan mencapai 4,5 mmol?liter dan magnesium
2,0 mmol/liter.
7. Takikardia dan Fibrilasi Ventrikel
Dalam 24 jam pertama STEMI, takikardia dan fibrilasi ventricular dapat terjadi
tanpa tanda bahaya aritmia sebelumnya.
8. Fibrilasi ventrikel
9. Fibrilasi atrium
10. Aritmia supraventrikular
11. Asistol Ventrikel
12. Bradiaritmia dan blok
13. Komplikasi mekanik
14. Perikarditis

Dhanty Mukhsina - 04011381320009

DAFTAR PUSTAKA
Alwi I. Infark Miokard Akut dengan elevasi ST. Dalam: Sudoyo Aru W, dkk (editor), Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV:1615.
Gleadle Jonathan. At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga;
2007.h.166;170-71;112-3
Guyton, Arthur C. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Ed.9. Jakarta: EGC.
Price SA, Wilson LM. Patofisiologi. Konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi ke-6.
Jakarta: EGC; 2005.h.578-87.
Sudoyo Aru W, et all. Miokarditis. Idrus Alwi, Lukman H. Makmun(eds). Buku ajar IPD.
Jilid 2. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia;2009.h.1711-3.Sunarya Soerianata, William Sanjaya. Penatalaksanaan
Sindrom Koroner Akut dengan

Revaskularisasi Non Bedah. Cermin Dunia

Kedokteran No. 143, 2004.


Sudoyo Aru W, et all. Infark Miokard dengan Elevasi ST. Idrus Alwi(eds). Buku ajar IPD.
Jilid 2. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia;2009.h.1741-54.

Anda mungkin juga menyukai