Anda di halaman 1dari 19

6.

Pemeriksaan laboratorium:
Hb: 12.3 g/dL
Ht: 36 vol%
Leukosit: 15800/mm3
Trombosit: 229000/mm3
LED: 96 mm/jam
Bilirubin total: 20.29 mg/dL
Bilirubin direct: 19.74 mg/dL
Bilirubin indirect: 0.55 mg/dL
SGOT: 39 u/l
SGPT: 47 u/l
Fosfatase alkali: 824 u/l
a. Bagaimana interpretasi?
Skenario

Batas Normal

Interpretasi

Hemoglobin

12.3 g/dL

Wanita: 12 - 16 g/dL

Normal

Hematocrit

36 vol%

Normal
Wanita : 35% - 45%

Leukosit

15.800/mm 3

3.200-10.000/mm3

Meningkat

Trombosit

220.000/mm3

170.000-380.000/mm3

Normal

LED

96 mm / jam

Meningkat
Wanita <20mm/1 jam

Bilirubin total

20.29 mg/dL

0,2 1mg/dl

Meningkat

Bilirubin direct

19.74 mg/dL

0-0,2mg/dl

Meningkat

Bilirubin Indirect

0.55 mg/dL

SGOT

39 u/l

<0,8mg/dl
5-35 u/l

Normal
Meningkat

SGPT

47 u/l

5-35 u/l

Meningkat

Fosfatase alkali

824 u/l

Meningkat
30 - 130 U/L

b. Bagaimana mekanisme abnormal?


Leukosit dan LED meningkat

Disebabkan oleh inflamasi pada kantung empedu yang biasanya disebabkan oleh adanya
sumbatan pada duktus sistikus yang menyebabkan stasis cairan empedu.
LED merupakan indikator penyakit infeksi dan tingkat inflamasi (peradangan) yang tidak
spesifik. Kolesistitis peningkatan LED
Bilirubin total dan direct meningkat
Adanya obstruksi pada ductus sistikus bilirubin terkonjugasi tidak dapat masuk ke
duodenum menumpuk di hati regurgitasi cairan-cairan empedu ke sistemik, dalam hal
ini termasuk bilirubin terkonjugasi peningkatan bilirubin konjugasi dan bilirubin total di
dalam plasma
SGOT dan SGPT meningkat
SGOT dan SGPT adalah suatu enzim yang diproduksi di dalam hati. Pada keadaan normal,
enzim ini akan diam di dalam sel hati, tetapi jika kondisi hati tidak stabil atau ada kerusakan
maka hati akan mengeluarkannya, seperti kerusakan hati (misalnya,dari hepatitis virus). Pada
kasus, terjadi inflamasi sel hepatosit oleh virus Hepatitis sehingga hal ini membuat keadaan
hati tidak stabil dan memicu pengeluaran enzim hati.
Fosfatase alkali
Fosfatase alkali merupakan enzim yang disintesis oleh sel epitel saluran empedu. Pada
obstruksi saluran empedu, aktivitas serum meningkat karena sel duktus meningkatkan sintesis
enzim ini. Kadar yang sangat tinggi, menggambarkan adanya hambatan pada saluran empedu.
7. Aspek klinis:
a. Apa diagnosis banding?

Aneurisma aorta abdominal


Iskemia messenterium akut
Apendisitis
Kolik bilier
Kolangiokarsinoma
Kolangitis
Koledokolitiasis
Kolelitiasis

Mukokel kandung empedu


Ulkus gaster
Gastritis akut
Pielonefritis akut

b. Bagaimana cara penegakkan diagnosis?


Hasil Anamnesis (Subjective)
Keluhan:
Kolesistitis akut:
a. Demam

b. Kolik perut di sebelah kanan atas atau epigastrium dan teralihkan ke bawah angulus
scapula dexter, bahu kanan atau yang ke sisi kiri, kadang meniru nyeri angina pectoris,
berlangsung 30-60 menit tanpa peredaan, berbeda dengan spasme yang cuma berlangsung
singkat pada kolik bilier.
c. Serangan muncul setelah konsumsi makanan besar atau makanan berlemak di malam
hari malam.
d. Flatulens dan mual
Kolesistitis kronik :
a. Gangguan pencernaan menahun
b. Serangan berulang namun tidak mencolok.
c. Mual, muntah dan tidak tahan makanan berlemak
d. Nyeri perut yang tidak jelas (samar-samar) disertai dengan sendawa.
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang Sederhana (Objective)
Pemeriksaan Fisik
a. Ikterik bila penyebab adanya batu di saluran empedu ekstrahepatik
b. Teraba massa kandung empedu
c. Nyeri tekan disertai tanda-tanda peritonitis lokal, tanda murphy positif
Pemeriksaan Penunjang
Leukositosis
Penegakan Diagnosis (Assessment)
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
laboratorium.
c. Apa diagnosis kerja?
Kolesistitis akut

d. Apa etiologi dan patogenesis?


Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut adalah stasis
cairan empedu, infeksi kuman dan iskemia dinding kandung empedu.
Penyebab utama kolesistitis akut adalah batu kandung empedu (90%)
sedangkan sebagian kecil kasus (10%) timbul tanpa adanya batu empedu
(kolesistitis akut akalkulus).
Batu biasanya menyumbat duktus sistikus yang menyebabkan stasis cairan
empedu dan terjadi distensi kandung empedu. Distensi kandung empedu
menyebabkan aliran darah dan limfe menjadi terganggu sehingga terjadi
iskemia dan nekrosis dinding kandung empedu. Meskipun begitu, mekanisme
pasti bagaimana stasis di duktus sistikus dapat menyebabkan kolesistitis akut,
sampai saat ini masih belum jelas. Diperkirakan banyak faktor yang dapat
mencetuskan respon peradangan pada kolesistitis, seperti kepekatan cairan
empedu, kolesterol, lisolesitin dan prostaglandin yang merusak lapisan mukosa
dinding kandung empedu yang diikuti oleh reaksi inflamasi dan supurasi.
Peradangan yang disebabkan oleh bakteri mungkin berperan pada 50 sampai
85 persen pasien kolesistitis akut. Organisme yang paling sering dibiak dari
kandung

empedu

para

pasien

ini

adalah

E.

Coli,

spesies

Klebsiella,

Streptococcus grup D, spesies Staphylococcus dan spesies Clostridium.


Endotoxin yang dihasilkan oleh organisme organisme tersebut dapat
menyebabkan hilangnya lapisan mukosa, perdarahan, perlekatan fibrin, yang
akhirnya menyebabkan iskemia dan selanjutnya nekrosis dinding kandung
empedu.

Gambar : Patofisiologi kolesistitis akut


(Sumber : www.wikisurgery.comimages99204.3_acute_cholecystitis.jpg)
Kolesistitis akut akalkulus terdapat pada 10 % kasus. Peningkatan resiko
terhadap perkembangan kolesistitis akalkulus terutama berhubungan dengan
trauma atau luka bakar yang serius, dengan periode pascapersalinan yang
menyertai persalinan yang memanjang dan dengan operasi pembedahan
besar nonbiliaris lainnya dalam periode pascaoperatif. Faktor lain yang
mempercepat termasuk vaskulitis, adenokarsinoma kandung empedu yang
mengobstruksi, diabetes mellitus, torsi kandung empedu, infeksi bakteri
kandung empedu (misalnya Leptospira, Streptococcus, Salmonella atau Vibrio
cholera) dan infeksi parasit kandung empedu. Kolesistitis akalkulus mungkin
juga tampak bersama dengan berbagai penyakit sistemik lainnya (sarkoidosis,
penyakit kardiovaskuler, sifilis, tuberkulosis, aktinomises) (Isselbacher, K.J, et
al, 2009).
Selain itu, dapat timbul juga pada pasien yang dirawat cukup lama yang
mendapat nutrisi secara parenteral. Hal ini dapat terjadi karena kandung
empedu tidak mendapatkan stimulus dari kolesistokinin (CCK) yang berfungsi

untuk mengosongkan kantong empedu, sehingga terjadi statis dari cairan


empedu. (Sitzmann JV, et al, 2008).

e. Apa epidemiologi?
f. Apa faktor resikonya?
Adanya riwayat kolesistitis akut sebelumnya.
g. Bagaimana manifestasi klinisnya?
Keluhan yang agak khas untuk serangan kolesistitis akut adalah kolik perut di
sebelah kanan atas epigastrium dan nyeri tekan, takikardia serta kenaikan
suhu tubuh. Keluhan tersebut

dapat memburuk secara progresif. Kadang

kadang rasa sakit menjalar ke pundak atau skapula kanan dan dapat
berlangsung sampai 60 menit tanpa reda. Berat ringannya keluhan sangat
bervariasi tergantung dari adanya kelainan inflamasi yang ringan sampai
dengan gangren atau perforasi kandung empedu. Sekitar 60 70% pasien
melaporkan adanya riwayat serangan yang sembuh spontan
Tanda peradangan peritoneum seperti peningkatan nyeri dengan penggetaran
atau pada pernapasan dalam dapat ditemukan. Pasien mengalami anoreksia
dan sering mual. Muntah relatif sering terjadi dan dapat menimbulkan gejala
dan tanda deplesi volume vaskuler dan ekstraseluler. Pada pemeriksaan fisis,
kuadran kanan atas abdomen hampir selalu nyeri bila dipalpasi. Pada
seperempat sampai separuh pasien dapat diraba kandung empedu yang
tegang dan membesar. Inspirasi dalam atau batuk sewaktu palpasi subkosta
kudaran kanan atas biasanya menambah nyeri dan menyebabkan inspirasi
terhenti (tanda Murphy).
Ketokan ringan pada daerah subkosta kanan dapat menyebabkan peningkatan
nyeri secara mencolok. Nyeri lepas lokal di kuadran kanan atas sering
ditemukan, juga distensi abdomen dan penurunan bising usus akibat ileus

paralitik, tetapi tanda rangsangan peritoneum generalisata dan rigiditas


abdomen biasanya tidak ditemukan, asalkan tidak ada perforasi. Ikterus
dijumpai pada 20% kasus, umumnya derajat ringan (bilirubin < 4,0 mg/dl).
Apabila konsentrasi bilirubin tinggi, perlu dipikirkan adanya batu di saluran
empedu ekstra hepatik. Pada pasien pasien yang sudah tua dan dengan
diabetes mellitus, tanda dan gejala yang ada tidak terlalu spesifik dan kadang
hanya berupa mual saja.
Walaupun manifestasi klinis kolesistitis akalkulus tidak dapat dibedakan
dengan kolesistitis kalkulus, biasanya kolesistitis akalkulus terjadi pada pasien
dengan keadaan inflamasi kandung empedu akut yang sudah parah walaupun
sebelumnya tidak terdapat tanda tanda kolik kandung empedu. Biasanya
pasien sudah jatuh ke dalam kondisi sepsis tanpa terdapat tanda tanda
kolesistitis akut yang jelas sebelumnya.

h. Bagaimana tatalaksananya?
Penatalaksanaan
Pasien yang telah terdiagnosis kolesistitis dirujuk ke fasilitas kesehatan
sekunder yang memiliki dokter spesialis penyakit dalam. Penanganan di
layanan primer, yaitu:
a. Tirah baring
b. Puasa
c. Pasang infus
d. Pemberian antibiotik:
o Golongan penisilin: ampisilin injeksi 500mg/6jam dan amoksilin
500mg/8jam IV, atau
o Sefalosporin: Cefriaxon 1 gram/ 12 jam, cefotaxime 1 gram/8jam, atau
o Metronidazol 500mg/8jam
Penatalaksanaan kolesistitis bergantung pada keparahan penyakitnya dan ada
tidaknya komplikasi. Kolesistitis tanpa komplikasi seringkali dapat diterapi
rawat jalan, sedangkan pada pasien dengan komplikasi membutuhkan
tatalaksana pembedahan. Antibiotik dapat diberikan untuk mengendalikan
infeksi.

Untuk

mengistirahatkan

kolesistitis
usus,

akut,

diet

terapi

rendah

awal

lemak,

yang

diberikan

pemberian

hidrasi

meliputi
secara

intravena, koreksi abnormalitas elektrolit, pemberian analgesik, dan antibiotik


intravena. Untuk kolesistitis akut yang ringan, cukup diberikan terapi antibiotik
tunggal spektrum luas. Pilihan terapi yang dapat diberikan:

Rekomendasi dari Sanford

kasus berat yang mengancam nyawa direkomendasikan imipenem/cilastatin.


Regimen alternatif termasuk sefalosporin generasi ketiga ditambah dengan

metronidazol.
Pasien yang muntah dapat diberikan antiemetik dan nasogastric suction.
Stimulasi kontraksi kandung empedu dengan pemberian kolesistokinin

guide: piperasilin, ampisilin, meropenem. Pada

intravena.
Pasien kolesistitis tanpa komplikasi dapat diberikan terapi dengan rawat jalan
dengan syarat:
1.
2.
3.
4.

Tidak
Tidak
Tidak
Tidak

demam dan tanda vital stabil


ada tanda adanya obstruksi dari hasil pemeriksaan laboratorium.
ada tanda obstruksi duktus biliaris dari USG.
ada kelainan medis penyerta, usia tua, kehamilan atau kondisi

imunokompromis.
5. Analgesik yang diberikan harus adekuat.
6. Pasien memiliki akses transpotasi dan mudah mendapatkan fasilitas medik.
7. Pasien harus kembali lagi untuk follow up.

Gambar Algoritma penatalaksanaan kolesistitis akut

Terapi yang diberikan untuk pasien rawat jalan:

Antibiotik profilaksis, seperti levofloxacin dan metronidazol.

Antiemetik, seperti prometazin atau proklorperazin, untuk mengkontrol mual

dan mencegah gangguan cairan dan elektrolit.


Analgesik seperti asetaminofen/oxycodone.
Terapi pembedahan yang diberikan jika dibutuhkan adalah kolesistektomi.
Kolesistektomi

laparoskopik

adalah

standar

untuk

terapi

pembedahan

kolesistitis. Penelitian menunjukkan semakin cepat dilakukan kolesistektomi


laparoskopik, waktu perawatan di rumah sakit semakin berkurang.
Kontraindikasi untuk tindakan kolesistektomi laparoskopik meliputi:

Resiko tinggi untuk anestesi umum


Obesitas
Adanya tanda-tanda perforasi kandung empedu seperti abses, peritonitis, atau

fistula
Batu empedu yang besar atau kemungkinan adanya keganasan.
Penyakit hati stadium akhir dengan hipertensi portal dan koagulopati yang
berat.
Pada pasien dengan resiko tinggi untuk dilakukan pembedahan, drainase
perkutaneus dengan menempatkan selang (tube) drainase kolesistostomi
transhepatik dengan bantuan ultrasonografi dan memasukkan antibiotik ke
kandung empedu melalui selang tersebut dapat menjadi suatu terapi yang
definitif. Hasil penelitian menunjukkan pasien kolesistitis akalkulus cukup
diterapi dengan drainase perkutaneus ini.
Selain itu, dapat juga dilakukan terapi dengan metode endoskopi. Metode
endoskopi

dapat

endoscopic
anatomi

berfungsi

retrograde

kandung

mengeluarkan

batu

untuk

diagnosis

dan

cholangiopancreatography

empedu
dari

secara
duktus

jelas
biliaris.

dan

terapi.

dapat

memperlihatkan

sekaligus

Endoscopic

Pemeriksaan

terapi

dengan

ultrasound-guided

transmural cholecystostomy adalah metode yang aman dan cukup baik dalam
terapi pasien kolesistitis akut yang memiliki resiko tinggi pembedahan. Pada
penelitian tentang endoscopic gallbladder drainage yang dilakukan oleh
Mutignani et al, pada 35 pasien kolesistitis akut, menunjukkan keberhasilan
terapi ini secara teknis pada 29 pasien dan secara klinis setelah 3 hari pada 24
pasien.

i. Bagaimana pencegahannya?
j. Bagaimana pemeriksaan penunjangnya?
Diagnosis kolesistitis akut biasanya dibuat beradasarkan riwayat yang khas
dan pemeriksaan fisis. Trias yang terdiri dari nyeri akut kuadran kanan atas,
demam dan leukositosis sangat sugestif. Biasanya terjadi leukositosis yang
berkisar antara 10.000 sampai dengan 15.000 sel per mikroliter dengan
pergeseran ke kiri pada hitung jenis. Bilirubin serum sedikit meningkat [kurang
dari 85,5 mol/L (5mg/dl)] pada 45 % pasien, sementara 25 % pasien
mengalami peningkatan aminotransferase serum (biasanya kurang dari lima
kali lipat). Pemeriksaan alkali phospatase biasanya meningkat pada 25 %
pasien dengan kolesistitis. Pemeriksaan enzim amilase dan lipase diperlukan
untuk

menyingkirkan

meningkat

pada

kemungkinan

kolesistitis.

pankreatitis,

Urinalisis

namun

diperlukan

untuk

amilase

dapat

menyingkirkan

kemungkinan pielonefritis. Apabila keluhan bertambah berat disertai suhu


tinggi dan menggigil serta leukositosis berat, kemungkinan terjadi empiema
dan perforasi kandung empedu dipertimbangkan.
Foto polos abdomen tidak dapat memperlihatkan gambaran kolesistitis akut.
Hanya pada 15 % pasien kemungkinan dapat terlihat batu tidak tembus
pandang (radiopak) oleh karena mengandung kalsium cukup banyak (Gambar
3). Kolesistografi oral tidak dapat memperlihatkan gambaran kandung empedu
bila ada obstruksi sehingga pemeriksaan ini tidak bermanfaat untuk kolesistitis
akut. Gambaran adanya kalsifikasi diffus dari kandung empedu (empedu
porselain) menunjukkan adanya keganasan pada kandung empedu
Pada pemeriksaan ultrasonografi (USG) sebaiknya dikerjakan secara rutin
dan sangat bermanfaat untuk memprlihatkan besar, bentuk, penebalan
dinding kandung empedu, batu dan saluran empedu ekstra hepatik. Nilai
kepekaan dan ketepatan USG mencapai 90 95%. Adapun gambaran di USG
yang pada kolesistitis akut diantaranya adalah cairan perikolestik, penebalan
dinding kandung empedu lebih dari 4 mm dan tanda sonographic Murphy.
Adanya batu empedu membantu penegakkan diagnosis.

Gambar 3 : Foto polos abdomen, tampak batu batu empedu


berukuran kecil
(sumber: http://emedicine.medscape.com/article/365698-overview)
Sensitifitas dan spesifisitas pemeriksaan CT scan abdomen dan MRI
dilaporkan lebih besar dari 95% (Gambar 4). Pada kolesistitis akut dapat
ditemukan cairan perikolestik, penebalan dinding kandung empedu lebih dari 4
mm, edema subserosa tanpa adanya ascites, gas intramural dan lapisan
mukosa yang terlepas. Pemeriksaan dengan CT scan dapat memperlihatkan
adanya abses perikolesistik yang masih kecil yang mungkin tidak terlihat pada
pemeriksaan USG.

Gambar 4 : CT scan abdomen, tampak batu batu empedu dan


penebalan dinding kandung empedu.
(sumber: http://emedicine.medscape.com/article/365698-overview)

Skintigrafi saluran empedu mempergunakan zat radioaktif HIDA atau


96n Tc6 Iminodiacetic acid mempunyai nilai sedikit lebih rendah dari
USG tapi teknik ini tidak mudah (Gambar 5). Normalnya gambaran
kandung empedu, duktus biliaris komunis dan duodenum terlihat dalam 30-45
menit setelah penyuntikan zat warna. Terlihatnya gambaran duktus koledokus
tanpa adanya gambaran kandung empedu pada pemeriksaan kolesistografi
oral atau scintigrafi sangat menyokong kolesistitis akut.

Gambar 5 : Kiri: Normal scintigrafi, HIDA mengisi kandung empedu


setelah 45 menit. Kanan: HIDA tidak mengisi kandung empedu
setelah 1 jam 30 menit
(sumber: http://emedicine.medscape.com/article/365698-overview)

Endoscopic

Retrogard

Cholangiopancreatography

(ERCP)

dapat

digunakan untuk melihat struktur anatomi bila terdapat kecurigaan terdapat


batu empedu di duktus biliaris komunis pada pasien yang beresiko tinggi
menjalani laparaskopi kolesistektomi.
Pada pemeriksaan histologi, terdapat edema dan tanda tanda kongesti pada
jaringan. Gambaran kolesistitis akut biasanya serupa dengan gambaran
kolesistitis kronik dimana terdapat fibrosis, pendataran mukosa dan sel sel
inflamasi seperti neutrofil. Terdapat gambaran herniasi dari lapisan mukosa
yang disebut dengan sinus Rokitansky-Aschoff. Pada kasus kasus lanjut dapat
ditemukan gangren dan perforasi (Kumar V, et al, 2009).
k.

l. Apa SKDI?
3B. Gawat darurat

Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan pada
keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau mencegah keparahan dan/atau
kecacatan pada pasien. Lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi
penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari
rujukan.

m. Bagaimana prognosisnya?

Pada kasus kolesistitis akut tanpa komplikasi, perbaikan gejala dapat terlihat
dalam 1 4 hari bila dalam penanganan yang tepat. Penyembuhan spontan
didapatkan pada 85% kasus, sekalipun kadang kandung empedu menjadi
tebal, fibrotik, penuh dengan batu dan tidak berfungsi lagi. Tidak jarang pula,
menjadi kolesistitis rekuren. Kadang kadang kolesistitis akut berkembang
secara cepat menjadi gangren, empiema dan perforasi kandung empedu,
fistel, abses hati atau peritonitis umum pada 10 15% kasus. Bila hal ini
terjadi, angka kematian dapat mencapai 50 60%. Hal ini dapat dicegah
dengan pemberian antibiotik yang adekuat pada awal serangan. Pasien
dengan kolesistitis akut akalkulus memiliki angka mortalitas sebesar 10 50%.
Tindakan bedah pada pasien tua (>75 tahun) mempunyai prognosis yang jelek
di samping kemungkinan banyak timbul komplikasi pasca bedah.

n. Apa saja komplikasinya?


Empiema dan hidrops
Empiema kandung empedu biasanya terjadi akibat perkembangan kolesistitis
akut dengan sumbatan duktus sistikus persisten menjadi superinfeksi empedu
yang tersumbat tersebut disertai kuman kuman pembentuk pus. Biasanya
terjadi pada pasien laki - laki dengan kolesistitis akut akalkulus dan juga
menderita diabetes mellitus. Gambaran klinis mirip kolangitis dengan demam
tinggi, nyeri kuadran kanan atas yang hebat, leukositosis berat dan sering
keadaan umum lemah. Empiema kandung empedu memiliki resiko tinggi
menjadi sepsis gram negatif dan/atau perforasi. Diperlukan intervensi bedah
darurat disertai perlindungan antibiotik yang memadai segera setelah
diagnosis dicurigai.
Hidrops atau mukokel kandung empedu juga terjadi akibat sumbatan
berkepanjangan duktus sistikus biasanya oleh sebuah kalkulus besar. Dalam
keadaan ini, lumen kandung empedu yang tersumbat secara progresif
mengalami peregangan oleh mukus (mukokel) atau cairan transudat jernih
(hidrops) yang dihasilkan oleh sel sel epitel mukosa. Pada pemeriksaan fisis
sering teraba massa tidak nyeri yang mudah dilihat dan diraba menonjol dari
kuadran kanan atas menuju fossa iliaka kanan. Pasien hidrops kandung

empedu sering tetap asimtomatik, walaupun nyeri kuadran kanan atas kronik
juga

dapat

terjadi.

Kolesistektomi

diindikasikan,

karena

dapat

timbul

komplikasi empiema, perforasi atau gangren.


Gangren dan perforasi
Gangren kandung empedu menimbulkan iskemia dinding dan nekrosis jaringan
bebercak atau total. Kelainan yang mendasari antara lain adalah distensi
berlebihan kandung empedu, vaskulitis, diabetes mellitus, empiema atau torsi
yang menyebabkan oklusi arteri. Gangren biasanya merupakan predisposisi
perforasi kandung empedu, tetapi perforasi juga dapat terjadi pada kolesistitis
kronik tanpa gejala atau peringatan sebelumnya abses.
Perforasi lokal biasanya tertahan dalam omentum atau oleh adhesi yang
ditimbulkan oleh peradangan berulang kandung empedu. Superinfeksi bakteri
pada isi kandung empedu yang terlokalisasi tersebut menimbulkan abses.
Sebagian besar pasien sebaiknya diterapi dengan kolesistektomi, tetapi pasien
yang sakit berat mungkin memerlukan kolesistektomi dan drainase abses.
Perforasi bebas lebih jarang terjadi tetapi menyebabkan angka kematian
sekitar 30%, Pasien ini mungkin memperlihatkan hilangnya secara transien
nyeri kuadran kanan atas karena kandung empedu yang teregang mengalami
dekompresi, tetapi kemudian timbul tanda peritonitis generalisata.
Pembentukan fistula dan ileus batu empedu
Fistulisasi dalam organ yang berdekatan melekat pada dinding kandung
empedu mungkin diakibatkan dari inflamasi dan pembentukan perlekatan.
Fistula dalam duodenum sering disertai oleh fistula yang melibatkan fleksura
hepatika kolon, lambung atau duodenum, dinding abdomen dan pelvis ginjal.
Fistula enterik biliaris bisu/tenang yang secara klinis terjadi sebagai
komplikasi kolesistitis kronik pernah ditemukan pada 5 % pasien yang
menjalani kolesistektomi.
Fistula kolesistoenterik asimtomatik mungkin kadang didiagnosis dengan
temuan

gas

dalam

percabangan

biliaris

pada

foto

polos

abdomen.

Pemeriksaan kontras barium atau endoskopi saluran makanan bagian atas

atau kolon mungkin memperlihatkan fistula, tetapi kolesistografi oral akan


hampir tidak pernah menyebabkan opasifikasi baik kandung empedu atau
saluran

fistula.

Terapi

pada

pasien

simtomatik

biasanya

terdiri

dari

kolesistektomi, eksplorasi duktus koledokus dan penutupan saluran fistula.


Ileus batu empedu menunjuk pada obstruksi intestinal mekanik yang
diakibatkan oleh lintasan batu empedu yang besar ke dalam lumen usus. Batu
tersebut biasanya memasuki duodenum melalui fistula kolesistoenterik pada
tingkat tersebut. Tempat obstruksi oleh batu empedu yang terjepit biasanya
pada katup ileosekal, asalkan usus kecil yang lebih proksimal berkaliber
normal. Sebagian besar pasien tidak memberikan riwayat baik gejala traktus
biliaris sebelumnya maupun keluhan kolesistitis akut yang sugestif atau
fistulisasi.
Batu

yang

berdiameter

lebih

besar

dari

2,5

cm

dipikirkan

memberi

kecenderungan pembentukan fistula oleh erosi bertahap melalui fundus


kandung empedu. Pemastian diagnostik ada kalanya mungkin ditemukan foto
polos abdomen (misalnya obstruksi usus-kecil dengan gas dalam percabangan
biliaris dan batu empedu ektopik berkalsifikasi) atau menyertai rangkaian
gastrointestinal atas (fistula kolesistoduodenum dengan obstruksi usus kecil
pada katup ileosekal). Laparotomi dini diindikasikan dengan enterolitotomi dan
palpasi usus kecil yang lebih proksimal dan kandung empedu yang teliti untuk
menyingkirkan batu lainnya.

Empedu limau (susu kalsium) dan kandung empedu porselin.


Garam kalsium mungkin disekresi ke dalam lumen kandung empedu dalam
konsentrasi yang cukup untuk menyebabkan pengendapan kalsium dan
opasifikasi empedu yang difus dan tidak jelas atau efek pelapis pada
rontgenografi polos abdomen. Apa yang disebut empedu limau atau susu
empedu

secara

klinis

biasanya

tidak

berbahaya,

tetapi

kolesistektomi

dianjurkan karena empedu limau sering timbul pada kandung empedu yang
hidropik. Sedangkan kandung empedu porselin terjadi karena deposit garam
kalsium dalam dinding kandung empedu yang mengalami radang secara

kronik, mungkin dideteksi pada foto polos abdomen. Kolesistektomi dianjurkan


pada semua pasien dengan kandung empedu porselin karena pada kasus
presentase tinggi temuan ini tampak terkait dengan perkembangan karsinoma
kandung empedu.
Komplikasi pascakolesistektomi
Komplikasi dini
Komplikasi dini setelah kolesistektomi adalah atelektasis dan gangguan paru
lainnya, pembentukan abses (sering subfrenik), perdarahan eksterna dan
interna, fistula biliaris-enterik dan kebocoran empedu. Ikterus mungkin
mengisyaratkan absorpsi empedu dari suatu sumber intraabdomen akibat
kebocoran empedu atau sumbatan mekanis duktus koledokus oleh batu,
bekuan darah intraduktus atau tekanan ekstrinsik. Untuk mengurangi insidensi
komplikasi dini tersebut secara rutin dilakukan kolangiografi intraoperatif
sewaktu kolesistektomi.
Secara keseluruhan, kolesistektomi merupakan operasi yang sangat berhasil
yang menghasilkan kesembuhan lengkap atau hampir lengkap atas gejala
pada 75 sampai 90 persen pasien. Penyebab paling sering pada gejala
pascakolesistektomi yang menetap adalah adanya gangguan ekstrabiliaris
yang tidak diketahui (misalnya esofagitis refluks, ulkus peptikum, sindrom
pascagastrektomi, pankreatitis atau sindroma usus iritabel). Namun, pada
sebagian

kecil

pasien

terdapat

gangguan

duktus

kandung

empedu

ekstrahepatik yang menyebabkan gejala persisten. Apa yang disebut sebagai


sindroma pascakolesistektomi mungkin disebabkan oleh (1) striktura biliaris,
(2) batu empedu yang tertahan (3) sindroma tunggal (stump) duktus sistikus
(4) stenosis atau diskinesia sfingster Oddi atau (5) gastritis atau diare akibat
garam empedu.
Sindroma tunggal duktus sistikus
Tanpa batu yang tampak secara kolangiografik, gejala kelainan mirip kolik
biliaris atau kolestitis pada pasien pascakolesistektomi ini sering diperkirakan
disebabkan oleh gangguan pada sisa duktus sistikus yang panjang (>1 cm)

(sindroma

tunggal

duktus

sistikus).

Namun,

penelitian

yang

cermat

memperlihatkan bahwa keluhan pascakolesistektomi pada hampir semua


pasien yang kompleks gejalanya semula diduga timbul akibat adanya tunggal
duktus sistikus yang panjang juga dapat disebabkan oleh sebab lain. Dengan
demikian, perlu dilakukan pemeriksaan cermat mengenai faktor lain yang
menyebabkan gejala pascakolesistektomi sebelum menyatakannya sebagai
sindroma tunggal duktus sistikus.
Katarsis dan gastritis akibat garam empedu
Pasien pascakolesistektomi mungkin mempunyai gejala dan tanda gastritis,
yang dihubungkan dengan refluks empedu duodenogastrik. Namun, data kuat
yang

menghubungkan

peningkatan

insidensi

gastritis

empedu

dengan

pembedahan penyingkiran kandung empedu tidak cukup. Demikian pula,


kejadian diare responsif kolestiramin pada sejumlah kecil pasien yang
menyertai kolesistektomi dihubungkan dengan perubahan sirkulasi kandung
empedu enterohepatik .

IV. Hipotesis
Ny. VK (44 tahun) diduga mengalami kolesistitis akut et causa obstruksi saluran empedu.

Anda mungkin juga menyukai