Pemeriksaan laboratorium:
Hb: 12.3 g/dL
Ht: 36 vol%
Leukosit: 15800/mm3
Trombosit: 229000/mm3
LED: 96 mm/jam
Bilirubin total: 20.29 mg/dL
Bilirubin direct: 19.74 mg/dL
Bilirubin indirect: 0.55 mg/dL
SGOT: 39 u/l
SGPT: 47 u/l
Fosfatase alkali: 824 u/l
a. Bagaimana interpretasi?
Skenario
Batas Normal
Interpretasi
Hemoglobin
12.3 g/dL
Wanita: 12 - 16 g/dL
Normal
Hematocrit
36 vol%
Normal
Wanita : 35% - 45%
Leukosit
15.800/mm 3
3.200-10.000/mm3
Meningkat
Trombosit
220.000/mm3
170.000-380.000/mm3
Normal
LED
96 mm / jam
Meningkat
Wanita <20mm/1 jam
Bilirubin total
20.29 mg/dL
0,2 1mg/dl
Meningkat
Bilirubin direct
19.74 mg/dL
0-0,2mg/dl
Meningkat
Bilirubin Indirect
0.55 mg/dL
SGOT
39 u/l
<0,8mg/dl
5-35 u/l
Normal
Meningkat
SGPT
47 u/l
5-35 u/l
Meningkat
Fosfatase alkali
824 u/l
Meningkat
30 - 130 U/L
Disebabkan oleh inflamasi pada kantung empedu yang biasanya disebabkan oleh adanya
sumbatan pada duktus sistikus yang menyebabkan stasis cairan empedu.
LED merupakan indikator penyakit infeksi dan tingkat inflamasi (peradangan) yang tidak
spesifik. Kolesistitis peningkatan LED
Bilirubin total dan direct meningkat
Adanya obstruksi pada ductus sistikus bilirubin terkonjugasi tidak dapat masuk ke
duodenum menumpuk di hati regurgitasi cairan-cairan empedu ke sistemik, dalam hal
ini termasuk bilirubin terkonjugasi peningkatan bilirubin konjugasi dan bilirubin total di
dalam plasma
SGOT dan SGPT meningkat
SGOT dan SGPT adalah suatu enzim yang diproduksi di dalam hati. Pada keadaan normal,
enzim ini akan diam di dalam sel hati, tetapi jika kondisi hati tidak stabil atau ada kerusakan
maka hati akan mengeluarkannya, seperti kerusakan hati (misalnya,dari hepatitis virus). Pada
kasus, terjadi inflamasi sel hepatosit oleh virus Hepatitis sehingga hal ini membuat keadaan
hati tidak stabil dan memicu pengeluaran enzim hati.
Fosfatase alkali
Fosfatase alkali merupakan enzim yang disintesis oleh sel epitel saluran empedu. Pada
obstruksi saluran empedu, aktivitas serum meningkat karena sel duktus meningkatkan sintesis
enzim ini. Kadar yang sangat tinggi, menggambarkan adanya hambatan pada saluran empedu.
7. Aspek klinis:
a. Apa diagnosis banding?
b. Kolik perut di sebelah kanan atas atau epigastrium dan teralihkan ke bawah angulus
scapula dexter, bahu kanan atau yang ke sisi kiri, kadang meniru nyeri angina pectoris,
berlangsung 30-60 menit tanpa peredaan, berbeda dengan spasme yang cuma berlangsung
singkat pada kolik bilier.
c. Serangan muncul setelah konsumsi makanan besar atau makanan berlemak di malam
hari malam.
d. Flatulens dan mual
Kolesistitis kronik :
a. Gangguan pencernaan menahun
b. Serangan berulang namun tidak mencolok.
c. Mual, muntah dan tidak tahan makanan berlemak
d. Nyeri perut yang tidak jelas (samar-samar) disertai dengan sendawa.
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang Sederhana (Objective)
Pemeriksaan Fisik
a. Ikterik bila penyebab adanya batu di saluran empedu ekstrahepatik
b. Teraba massa kandung empedu
c. Nyeri tekan disertai tanda-tanda peritonitis lokal, tanda murphy positif
Pemeriksaan Penunjang
Leukositosis
Penegakan Diagnosis (Assessment)
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
laboratorium.
c. Apa diagnosis kerja?
Kolesistitis akut
empedu
para
pasien
ini
adalah
E.
Coli,
spesies
Klebsiella,
e. Apa epidemiologi?
f. Apa faktor resikonya?
Adanya riwayat kolesistitis akut sebelumnya.
g. Bagaimana manifestasi klinisnya?
Keluhan yang agak khas untuk serangan kolesistitis akut adalah kolik perut di
sebelah kanan atas epigastrium dan nyeri tekan, takikardia serta kenaikan
suhu tubuh. Keluhan tersebut
kadang rasa sakit menjalar ke pundak atau skapula kanan dan dapat
berlangsung sampai 60 menit tanpa reda. Berat ringannya keluhan sangat
bervariasi tergantung dari adanya kelainan inflamasi yang ringan sampai
dengan gangren atau perforasi kandung empedu. Sekitar 60 70% pasien
melaporkan adanya riwayat serangan yang sembuh spontan
Tanda peradangan peritoneum seperti peningkatan nyeri dengan penggetaran
atau pada pernapasan dalam dapat ditemukan. Pasien mengalami anoreksia
dan sering mual. Muntah relatif sering terjadi dan dapat menimbulkan gejala
dan tanda deplesi volume vaskuler dan ekstraseluler. Pada pemeriksaan fisis,
kuadran kanan atas abdomen hampir selalu nyeri bila dipalpasi. Pada
seperempat sampai separuh pasien dapat diraba kandung empedu yang
tegang dan membesar. Inspirasi dalam atau batuk sewaktu palpasi subkosta
kudaran kanan atas biasanya menambah nyeri dan menyebabkan inspirasi
terhenti (tanda Murphy).
Ketokan ringan pada daerah subkosta kanan dapat menyebabkan peningkatan
nyeri secara mencolok. Nyeri lepas lokal di kuadran kanan atas sering
ditemukan, juga distensi abdomen dan penurunan bising usus akibat ileus
h. Bagaimana tatalaksananya?
Penatalaksanaan
Pasien yang telah terdiagnosis kolesistitis dirujuk ke fasilitas kesehatan
sekunder yang memiliki dokter spesialis penyakit dalam. Penanganan di
layanan primer, yaitu:
a. Tirah baring
b. Puasa
c. Pasang infus
d. Pemberian antibiotik:
o Golongan penisilin: ampisilin injeksi 500mg/6jam dan amoksilin
500mg/8jam IV, atau
o Sefalosporin: Cefriaxon 1 gram/ 12 jam, cefotaxime 1 gram/8jam, atau
o Metronidazol 500mg/8jam
Penatalaksanaan kolesistitis bergantung pada keparahan penyakitnya dan ada
tidaknya komplikasi. Kolesistitis tanpa komplikasi seringkali dapat diterapi
rawat jalan, sedangkan pada pasien dengan komplikasi membutuhkan
tatalaksana pembedahan. Antibiotik dapat diberikan untuk mengendalikan
infeksi.
Untuk
mengistirahatkan
kolesistitis
usus,
akut,
diet
terapi
rendah
awal
lemak,
yang
diberikan
pemberian
hidrasi
meliputi
secara
metronidazol.
Pasien yang muntah dapat diberikan antiemetik dan nasogastric suction.
Stimulasi kontraksi kandung empedu dengan pemberian kolesistokinin
intravena.
Pasien kolesistitis tanpa komplikasi dapat diberikan terapi dengan rawat jalan
dengan syarat:
1.
2.
3.
4.
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
imunokompromis.
5. Analgesik yang diberikan harus adekuat.
6. Pasien memiliki akses transpotasi dan mudah mendapatkan fasilitas medik.
7. Pasien harus kembali lagi untuk follow up.
laparoskopik
adalah
standar
untuk
terapi
pembedahan
fistula
Batu empedu yang besar atau kemungkinan adanya keganasan.
Penyakit hati stadium akhir dengan hipertensi portal dan koagulopati yang
berat.
Pada pasien dengan resiko tinggi untuk dilakukan pembedahan, drainase
perkutaneus dengan menempatkan selang (tube) drainase kolesistostomi
transhepatik dengan bantuan ultrasonografi dan memasukkan antibiotik ke
kandung empedu melalui selang tersebut dapat menjadi suatu terapi yang
definitif. Hasil penelitian menunjukkan pasien kolesistitis akalkulus cukup
diterapi dengan drainase perkutaneus ini.
Selain itu, dapat juga dilakukan terapi dengan metode endoskopi. Metode
endoskopi
dapat
endoscopic
anatomi
berfungsi
retrograde
kandung
mengeluarkan
batu
untuk
diagnosis
dan
cholangiopancreatography
empedu
dari
secara
duktus
jelas
biliaris.
dan
terapi.
dapat
memperlihatkan
sekaligus
Endoscopic
Pemeriksaan
terapi
dengan
ultrasound-guided
transmural cholecystostomy adalah metode yang aman dan cukup baik dalam
terapi pasien kolesistitis akut yang memiliki resiko tinggi pembedahan. Pada
penelitian tentang endoscopic gallbladder drainage yang dilakukan oleh
Mutignani et al, pada 35 pasien kolesistitis akut, menunjukkan keberhasilan
terapi ini secara teknis pada 29 pasien dan secara klinis setelah 3 hari pada 24
pasien.
i. Bagaimana pencegahannya?
j. Bagaimana pemeriksaan penunjangnya?
Diagnosis kolesistitis akut biasanya dibuat beradasarkan riwayat yang khas
dan pemeriksaan fisis. Trias yang terdiri dari nyeri akut kuadran kanan atas,
demam dan leukositosis sangat sugestif. Biasanya terjadi leukositosis yang
berkisar antara 10.000 sampai dengan 15.000 sel per mikroliter dengan
pergeseran ke kiri pada hitung jenis. Bilirubin serum sedikit meningkat [kurang
dari 85,5 mol/L (5mg/dl)] pada 45 % pasien, sementara 25 % pasien
mengalami peningkatan aminotransferase serum (biasanya kurang dari lima
kali lipat). Pemeriksaan alkali phospatase biasanya meningkat pada 25 %
pasien dengan kolesistitis. Pemeriksaan enzim amilase dan lipase diperlukan
untuk
menyingkirkan
meningkat
pada
kemungkinan
kolesistitis.
pankreatitis,
Urinalisis
namun
diperlukan
untuk
amilase
dapat
menyingkirkan
Endoscopic
Retrogard
Cholangiopancreatography
(ERCP)
dapat
l. Apa SKDI?
3B. Gawat darurat
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan pada
keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau mencegah keparahan dan/atau
kecacatan pada pasien. Lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi
penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari
rujukan.
m. Bagaimana prognosisnya?
Pada kasus kolesistitis akut tanpa komplikasi, perbaikan gejala dapat terlihat
dalam 1 4 hari bila dalam penanganan yang tepat. Penyembuhan spontan
didapatkan pada 85% kasus, sekalipun kadang kandung empedu menjadi
tebal, fibrotik, penuh dengan batu dan tidak berfungsi lagi. Tidak jarang pula,
menjadi kolesistitis rekuren. Kadang kadang kolesistitis akut berkembang
secara cepat menjadi gangren, empiema dan perforasi kandung empedu,
fistel, abses hati atau peritonitis umum pada 10 15% kasus. Bila hal ini
terjadi, angka kematian dapat mencapai 50 60%. Hal ini dapat dicegah
dengan pemberian antibiotik yang adekuat pada awal serangan. Pasien
dengan kolesistitis akut akalkulus memiliki angka mortalitas sebesar 10 50%.
Tindakan bedah pada pasien tua (>75 tahun) mempunyai prognosis yang jelek
di samping kemungkinan banyak timbul komplikasi pasca bedah.
empedu sering tetap asimtomatik, walaupun nyeri kuadran kanan atas kronik
juga
dapat
terjadi.
Kolesistektomi
diindikasikan,
karena
dapat
timbul
gas
dalam
percabangan
biliaris
pada
foto
polos
abdomen.
fistula.
Terapi
pada
pasien
simtomatik
biasanya
terdiri
dari
yang
berdiameter
lebih
besar
dari
2,5
cm
dipikirkan
memberi
secara
klinis
biasanya
tidak
berbahaya,
tetapi
kolesistektomi
dianjurkan karena empedu limau sering timbul pada kandung empedu yang
hidropik. Sedangkan kandung empedu porselin terjadi karena deposit garam
kalsium dalam dinding kandung empedu yang mengalami radang secara
kecil
pasien
terdapat
gangguan
duktus
kandung
empedu
(sindroma
tunggal
duktus
sistikus).
Namun,
penelitian
yang
cermat
menghubungkan
peningkatan
insidensi
gastritis
empedu
dengan
IV. Hipotesis
Ny. VK (44 tahun) diduga mengalami kolesistitis akut et causa obstruksi saluran empedu.