cholinergic
urticaria. Terakhir,
urtikaria
kronik
dimana
Keadaan spesifik
Status dermatologikus:
Regio trunkus anterior
Papul dan plak eritem multiple, lentikuler sampai numuler, berbentuk oval,
diskret dengan skuama halus.
a) Bagaimana
interpretasi
dan
mekanisme
abnormal
dari
status
Psoriasis Vulgaris
Dermatitis seboroik
Leus II
Tinea Korporis
Morbus Hansen
Sakit Kepala
Nyeri sendi
Nyeri otot
Meriang
Sakit Tenggorokan
Terdapat Lesi
Kulit eritema
Gatal
Dapus : http://emedicine.medscape.com/article/1107532-clinical
g. SKDI
4
Pitiriasis Rosea
Pityriasis Rosea
Pityriasis rosea adalah penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya, tetapi
menurut teori ada yang mengatakan bahwa penyebabnya adalah virus herpes tipe 7, dimulai
dengan sebuah lesi herald-patch berbentuk eritema dan skuama halus. Kemudian disusul oleh
lesi-lesi yang lebih kecil di badan, lengan dan paha atas yang tersusun sesuai dengan lipatan
kulit dan biasanya menyembuh dalam waktu 6 minggu (McGraw, 2007).
Istilah pityriasis rosea pertama kali dideskripsikan oleh Robert Willan pada tahun
1798 dengan nama Roseola Annulata, kemudian pada tahun 1860, Gilbert memberi nama
Pityriasis rosea yang berarti skuama berwarna merah muda (rosea) (Sterling, 2004).
Pityriasis rosea memiliki tempat predileksi yaitu bagian tubuh yang tertutup pakaian,
leher dan dagu. Apabila didapatkan pada bagian tubuh terbuka maka disebut dengan pityriasis
rosea inversa (Murtiastutik, 2009). Pityriasis rosea didapati pada usia antara 10 tahun hingga
43 tahun, tetapi pityriasis rosea juga pernah ditemukan pada infants dan orang tua (McGraw,
2007).
Diagnosis pityriasis rosea dapat ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Dapat juga dilakukan pemeriksaan penunjang untuk memastikan diagnosis apabila sulit
menegakkan diagnosis pityriasis rosea. Biasanya pityriasis rosea didahului dengan gejala
prodromal (lemas, mual, tidak nafsu akan, demam, nyeri sendi, pembesaran kelenjar limfe),
lalu setelah itu muncul gatal dan lesi dikulit (Lichenstein, 2010).
Pityriasis rosea merupakan penyakit yang dapat sembuh sendiri, oleh karena itu,
pengobatan yang diberikan adalah pengobatan suportif. Obat yang diberikan dapat berupa
kortikosteroid, antivirus, dan obat topikal untuk mengurangi pruritus (Murtiastutik, 2009).
Prognosis pada penderita Pityriasis rosea adalah baik karena penyakit ini bersifat self limited
disease sehingga dapat sembuh spontan dalam waktu 6 minggu (McGraw, 2007).
II. Definisi
Pityriasis rosea adalah penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya, tetapi
menurut teori ada yang mengatakan bahwa penyebabnya adalah virus herpes tipe 7, dimulai
dengan sebuah lesi herald-patch berbentuk eritema dan skuama halus. Kemudian disusul oleh
lesi-lesi yang lebih kecil di badan, lengan dan paha atas yang tersusun sesuai dengan lipatan
kulit dan biasanya menyembuh dalam waktu 6 minggu (McGraw, 2007).
V. Patofisiologi
Terjadinya pityriasis rosea masih dalam perdebatan, Watanabe et al telah
membuktikan kepercayaan yang sudah lama ada bahwa pityriasis rosea merupakan kelainan
kulit yang disebabkan oleh virus. Mereka mendemonstrasikan replikasi aktif dari HHV 6 dan
HHV 7 dalam sel mononuklear pada lesi kulit, hal ini sama dengan mengidentifikasi virusvirus pada sampel serum pasien. Dimana virus-virus ini hampir kebanyakan didapatkan pada
masa kanak-kanak dan tetap ada pada fase laten dalam sel mononuklear darah perifer,
terutama CD4 dan sel T dan pada air liur. Erupsi kulit yang timbul dianggap sebagai reaksi
sekunder akibat reaktivasi virus HHV 6 atau HHV 7 (terkadang juga bisa keduanya)
(Blauvelt, 2008).
Penelitian baru-baru ini menemukan bukti dari infeksi sistemik aktif HHV 6 dan
HHV 7 pada kulit yang kelainan, kulit yang sehat, air liur, sel mononuklear darah perifer dan
serum dari pasien penderita pityriasis rosea. Terdapat hipotesis bahwa reaktivasi HHV 7
memicu terjadinya reaktivasi HHV 6. Namun apa yang menjadi pemicu utama reaktivasi
HHV 7 masih belum jelas. Pityriasis rosea tidak disebabkan langsung oleh infeksi virus
herpes melalui kulit, tapi kemungkinan disebabkan karena infiltrasi kutaneus dari infeksi
limfosit yang tersembunyi pada waktu replikasi virus sistemik. Bukti lain menyebutkan
reaktivasi virus mencakup kejadian timbulnya kembali penyakit dan timbulnya pityriasis
rosea pada saat status imunitas seseorang mengalami perubahan. Didapatkan sedikit
peningkatan insiden pityriasis rosea pada pasien yang sedang menurun imunitasnya, seperti
ibu hamil dan penderita transplantasi sumsum tulang (Permata, 2011).
terlepas yang juga melekat pada kulit normal (skuama collarette). Lesi ini dikenal dengan
nama herald-patch (Sterling, 2004).
Gambar 1.5 Diagram Skematik Plak Primer (herald patch) dan distribusi tipikal plak
sekunder sepanjang garis kulit pada trunkus dalam susunan Christmas tree (Sterling, 2004).
VII. Diagnosis
Diagnosa dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan klinis dan pemeriksaan
penunjang.
a. Anamnesa
Penderita datang dengan keluhan gatal sekujur tubuh. Terdapat Herald-patch sebagai
lesi yang pertama. Terdapat juga makula bulat lonjong, pada beberapa makula terdapat tepi
yang meninggi. Beberapa pasien mengeluh demam, malaise dan nafsu makan berkurang
(Murtiastutik, 2009).
b. Pemeriksaan Fisik
Kelainan dapat berupa makula eritematosa berbentuk bulat lonjong, tepi meninggi dan
lekat pada tepi. Terdapat Herald-patch sebagai lesi pertama. Tempat predileksi adalah bagian
tubuh yang tertutup pakaian, leher dagu, tetapi ada juga yang dibagian tubuh yang terbuka
disebut pityriasis rosea inversa (Murtiastutik, 2009).
c. Pemeriksaan Penunjang
Umumnya
untuk menegakkan
diagnosis
pityriasis
rosea
tidak
dibutuhkan
pemeriksaan penunjang, tetapi terkadang kita perlu pemeriksaan penunjang untuk pityriasis
rosea dengan histopatologi. Pemeriksaan histopatologi dapat membantu dalam menegakkan
diagnosis pityriasis rosea dengan gejala atipikal. Pada lapisan epidermis ditemukan adanya
parakeratosis fokal, hiperplasia, spongiosis fokal, eksositosis limfosit, akantosis ringan dan
menghilang atau menipisnya lapisan granuler. Sedangkan pada dermis ditemukan adanya
ekstravasasi eritrosit serta beberapa monosit (McGraw, 2007).
Gambar 1.6 Gambar histologik non spesifik tipikal dari pityriasis rosea, menunjukkan
parakeratosis, hilangnya lapisan granular, akantosis ringan, spongiosis dan infiltrat
limfohistiosit pada dermis superficial (McGraw, 2007).
IX. Penatalaksanaan
1. Umum
Walaupun pityriasis rosea bersifat self limited disease (dapat sembuh sendiri), bukan
tidak mungkin penderita merasa terganggu dengan lesi yang muncul. Untuk itu
diperlukan penjelasan kepada pasien tentang :
- Pityriasis rosea akan sembuh dalam waktu yang lama
- Lesi kedua rata-rata berlangsung selama 2 minggu, kemudian menetap selama
sekitar 2 minggu, selanjutnya berangsur hilang sekitar 2 minggu. Pada beberapa
-
X. Prognosis
Prognosis baik karena penyakit pityriasis rosea sembuh spontan biasanya dalam
waktu antara 4-10 minggu (Djuanda, 2009).
Fisilogi Kulit
Kulit berfungsi sebagai penahan dua arah: membantu menyimpan
cairan tubuh dan mencegah dehidrasi komponen-komponen tubuh bagian
dalam,
dan
sekaligus
mencegah
masuknya
organisme-
organisme
internal
dari
kerusakan
mekanis,
seperti
trauma
emosi,
dimediasi
oleh
otak,
melalui
pergerakan
(iii)
hipodermis
(jaringan
subkutan)
(Gambar
8-1).
Epidermis
paling
umum
adalah
keratinosit.
Keratinosit
adalah
sel-sel
yang
tanduk
yang
mati
kemudian
luruh.
Siklus
regenerasi
ini
itu,
kolagen
resistensi/ketahanan
pada
bertanggung-jawab
kulit
terhadap
cedera
untuk
akibat
memberi
kekuatan
Beberapa
struktur
tambahan
juga
ditemukan
pada
dermis.
untuk
pembentukan
dan
ekskresi
keringat.
Unit-unit
ekrin
menyuplai semua area kulit, tetapi mereka ditemukan dalam jumlah yang
lebih besar pada aksila, dahi, dan telapak kaki dan tangan. Kelenjarkelenjar sebasea, tambahan yang lain, ditemukan pada semua area tubuh
kecuali telapak kaki dan tangan. Konsentrasi terbesar dari kelenjar ini
adalah pada kulit kepala, wajah, dan punggung. Kelenjar ini bertumbuh
dalam ukuran dan menjadi aktif saat pubertas seiring dengan peningkatan
produksi hormon-hormon androgenik. Kelenjar-kelenjar sebasea hampir
selalu melekat pada folikel rambut; pengecualian pada sekitar areola
perempuan, kulup, perbatasan bibir, dan kelopak mata. Kelenjar sebasea
memproduksi sebum, campuran berlilin yang menghidrasi kulit dan
rambut.
Ketebalan dari stratum korneum adalah sama baik pada orang
berkulit gelap atau terang, tetapi densitas lapisan-lapisan ini berbeda.
Akan tetapi, makna perbedaan ini tidak diketahui. Perbedaan pada
pigmentasi kulit, yang disebabkan oleh jumlah melanin, mempengaruhi
jumlah
radiasi
ultraviolet
(UV)
yang
mempenetrasi
kulit.
Hal
ini
mengurangi kerusakan terhadap kulit baik dari radiasi UVA maupun UVB.
perbedaan-perbedaan
pada
struktur
kulit
individu-individu
tertentu
memiliki
presentasi
yang
berbeda
pada