Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Peningkatan pertumbuhan ekonomi di suatu negara di dukung dengan
berkembangnya dunia bisnis. Setiap perusahaan membutuhkan tambahan dana
dari pihak luar perusahaan guna kelangsungan hidup perusahaan tersebut. Oleh
karena itu muncullah persaingan yang ketat antar perusahaan untuk tetap bertahan
dan mampu bersaing serta dapat menarik investor yang bersedia memberikan
dana. Dalam hal itu perusahaan diwajibkan menunjukkan kinerja yang baik dan
sehat dengan memberikan informasi yang terdapat pada laporan keuangan
perusahaan. Selain itu juga menghindari cara-cara menciptakan keuntungan sesaat
dan lebih mengutamakan kelangsungan hidup perusahaan serta kepentingan para
pemangku kepentingan.
Gambaran mengenai kinerja perusahaan selama satu periode tertuang pada
laporan keuangan. Para pengguna laporan keuangan selalu menitik beratkan pada
tingkat laba perusahaan karena dapat menunjukkan prestasi manajemen dalam
mengelola perusahaan serta sebagai indikator dalam pengukuran kinerja
manajemen. Apabila tingkat laba yang diinginkan tidak dapat tercapai maka
terdapat kemungkinan adanya tindakan manajemen laba. Manajemen laba yang
dilakukan oleh manajer tersebut timbul karena keinginan untuk meningkatkan
kinerja perusahaan dengan laba besar serta adanya masalah keagenan yaitu konflik

kepentingan

antara

pemilik/pemegang

saham

(principal)

dengan

pengelola/manajemen (agent) akibat tidak bertemunya utilitas maksimal di antara


mereka. Manajemen laba dibagi menjadi dua kategori yaitu manajamen laba
akrual dan manajemen laba nyata. Manajemen laba akrual dapat dilakukan
melalui adanya kebijakan akrual yang ditetapkan pada Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 1 (Revisi 2009) paragraf 19, dimana dalam penyusunan
laporan keuangan kecuali laporan arus kas didasarkan pada dasar akrual. Selain
itu terdapat beberapa perubahan PSAK yang berdampak pada kebijakan akrual
yang semakin terbatas, salah satunya mengenai pelaporan laba rugi komprehensif
yang diterapkan mulai 1 Januari 2012. Perubahan tersebut berpengaruh terhadap
pemilihan tahun penelitian karena laporan laba rugi merupakan sumber data
dalam penelitian ini.
Laba merupakan komponen yang berasal dari selisih antara pendapatan
dengan beban atau biaya. Oleh sebab itu pendapatan dan beban dapat dijadikan
sebagai sasaran manajemen untuk mengelola laba. Berbagai macam model
pendeteksian manajemen laba dapat digunakan untuk mengukur manajamen laba
dalam sebuah perusahaan. Jones model merupakan model pendeteksi manajemen
laba

pertama

yang

diperkenalkan

oleh

Jones

(1991)

yang

kemudian

dikembangkan oleh Dechow et al. (1995) yang dikenal dengan modified Jones
model. Menurut Stubben (2010), terdapat beberapa kelemahan dari model
modified Jones model yang diungkap seperti estimasi cross-sectional yang secara
tidak langsung mengasumsikan bahwa perusahaan dalam industri yang sama
menghasilkan proses akrual yang sama. Selain itu, model akrual juga tidak
menyediakan informasi untuk komponen mengelola laba perusahaan dimana
model akrual tidak membedakan peningkatan diskresioner pada laba melalui

pendapatan atau komponen beban. Melihat kelemahan dari penelitian mengenai


manajemen laba, Stubben (2010) mengembangkan model yang menggunakan
komponen utama pendapatan yaitu piutang untuk memprediksi manajemen laba.
Penelitian tersebut memberikan bukti bahwa model revenue biasnya lebih rendah,
lebih spesifik, dan lebih kuat daripada model akrual. Penggunaan revenue model
dalam mendeteksi manajemen laba juga dapat diterapkan pada perusahaan di
Indonesia, namun belum banyak penelitian yang menggunakan model ini karena
merupakan model baru yang dapat digunakan dalam mendeteksi manajemen laba.
Perusahaan yang memiliki arus kas negatif cenderung melebih-lebihkan
pendapatannya (Callen et al. 2008). Hal tersebut dilakukan dengan melakukan
pengendalian terhadap kebijakan kredit yang dapat menyebabkan arus kas
menjadi positif. Oleh karenanya, auditor menjadikan hal tersebut sebagai
pelanggaran terhadap ketentuan standar akuntansi yang berlaku umum.
Banyaknya perusahaan dalam industri, serta kondisi perekonomian saat ini
telah menciptakan suatu persaingan yang ketat antar perusahaan manufaktur.
Persaingan dalam industri manufaktur membuat setiap perusahaan semakin
meningkatkan kinerja agar tujuannya dapat tetap tercapai. Tujuan utama
perusahaan yang telah go public adalah meningkatkan kemakmuran pemilik atau
para pemegang saham melalui peningkatan nilai perusahaan (Salvatore, 2005).
Nilai perusahaan sangat penting karena mencerminkan kinerja perusahaan yang
dapat mempengaruhi persepsi investor terhadap perusahaan. Saat ini dunia usaha
sangat tergantung pada masalah pendanaan. Dunia usaha mengalami kemunduran
yang diakibatkan oleh banyaknya lembaga-lembaga keuangan yang mengalami
kesulitan keuangan sebagai akibat adanya kemacetan kredit pada dunia usaha

tanpa memperhitungkan batas maksimum pemberian kredit dimasa lalu oleh


perbankan dan masalah kelayakan kredit yang disetujui. Untuk mengantisipasi hal
tersebut, maka manajer keuangan perusahaan harus berhati-hati dalam
menetapkan struktur modal yang diharapkan perusahaan dapat meningkatkan nilai
perusahaan dan lebih unggul dalam menghadapi persaingan bisnis. Tujuan
perusahaan dalam jangka panjang adalah mengoptimalkan nilai perusahaan
dengan meminimalkan biaya modal perusahaan. Semakin tinggi nilai perusahaaan
menggambarkan semakin sejahtera pemilik perusahaan.
Berdasarkan teori struktur modal, apabila posisi struktur modal berada di
atas target struktur modal optimalnya, maka setiap pertambahan hutang akan
menurunkan nilai perusahaan. Penentuan target struktur modal optimal adalah
salah satu dari tugas utama manajemen perusahaan. Struktur modal adalah
proporsi pendanaan dengan hutang (debt financing) perusahaan, yaitu rasio
laverage (pengungkit) perusahaan. Dengan demikian, hutang adalah unsur dari
struktur modal perusahaan. Struktur modal merupakan kunci perbaikan
produktivitas dan kinerja perusahaan. Teori struktur modal menjelaskan bahwa
kebijakan pendanaan (financial policy) perusahaan dalam menentukan struktur
modal (bauran antara hutang dan ekuitas) bertujuan untuk mengoptimalkan nilai
perusahaan (value of the firm). Penggunaan hutang sebagai sumber pendanaan
perusahaan memiliki kuntungan dan kerugian. Keuntungan penggunaan hutang
diperoleh dari pajak (bunga hutang adalah pengurangan pajak) dan disiplin
manajer (kewajiban membayar hutang menyebabkan disiplin manajemen),
sedangkan kerugian penggunaan hutang berhubungan dengan timbulnya biaya
keagenan dan biaya kepailitan.

Tingkat persaingan usaha diantara perusahaan-perusahaan yang semakin


ketat mengakibatkan perusahaan dituntut untuk meningkatkatkan strategi
keunggulan usahanya. Strategi ini dapat dicapai baik dengan memperbaiki kondisi
internal perusahaan, yaitu dengan memperbaiki strategi pengelolaan, dengan
penekanan pada market for product, focus, pangsa pasar dan laba, maupun dengan
melakukan ekspansi eksternal. Ekspansi eksternal dapat dilakukan dengan
penggabungan usaha. Bentuk penggabungan usaha yang sering dilakukan dalam
dua dekade terakhir ini adalah merger dan akuisisi (Dharmasetya dan Sulaimin,
2009). Merger adalah penggabungan dua atau lebih perusahaan dimana satu
perusahaan tetap hidup sedang perusahaan lainnya dilikuidasi. Harta dan
kewajiban perusahaan yang dilikuidasi diambil alih oleh perusahaan yang masih
berdiri. Akuisisi merupakan penggabungan usaha dimana satu perusahaan, yaitu
pengakuisisi memperoleh kendali atas aktiva bersih dan operasi perusahaan yang
diakuisisi. Akuisisi sering dianggap sebagai investasi pada perusahaan anak yaitu
suatu penguasaan mayoritas saham perusahaan lain sehingga tercipta hubungan
perusahaan induk dan anak. Motif perusahaan untuk melakukan merger dan
akuisisi sebagai strateginya daripada pertumbuhan internal adalah jika melakukan
ekspansi dengan merger dan akuisisi, maka perusahaan dapat mengurangi
perusahaan pesaing atau mengurangi persaingan. Merger dan akuisisi juga
dianggap dapat menciptakan sinergi, yaitu nilai keseluruhan perusahaaan setelah
merger dan akuisisi yang lebih besar daripada penjumlahan nilai masing-masing
perusahaan sebelum merger dan akuisisi. Selain itu merger dan akuisisi dapat
memberikan banyak keuntungan bagi perusahaan antara lain peningkatan
kemampuan dalam pemasaran, riset, skill manajerial, transfer teknologi, dan

efisiensi berupa penurunan biaya produksi. Merger dan akuisisi juga diharapkan
mampu meningkatkan likuiditas perusahaan. Dalam pelaksanaan merger dan
akuisisi terdapat suatu kondisi yang mendukung adanya tindakan manajemen laba
yang dilakukan oleh perusahaan pengakuisisi. Tujuannya adalah selain ingin
menunjukkan earnings power perusahaan agar dapat menarik minat perusahaan
target untuk melakukan akuisisi juga untuk meningkatkan harga saham
perusahaannya (Dharmasetya dan Sulaimin, 2009).
Struktur modal biasanya diukur dengan leverage karena untuk mengetahui
seberapa besar aset perusahaan yang dibiayai oleh hutang perusahaan. Perusahaan
yang memiliki hutang tinggi dapat berdampak pada risiko keuangan yang semakin
besar yaitu kemungkinan perusahaan tidak mampu membayar utang-utangnya.
Adanya risiko gagal bayar ini menyebabkan biaya yang harus dikeluarkan
perusahaan untuk mengatasi hal tersebut semakin besar sehingga akan
menurunkan laba perusahaan. Oleh karena itu, jika tingkat leverage suatu
perusahaan tinggi maka akan memiliki kecenderungan untuk melakukan
manajemen laba yang besar sehingga kualitas laba yang dihasilkan menjadi
rendah (Ghosh dan Moon, 2010).
Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya di atas dan pemaparan latar
belakang permasalahan yang diangkat maka dalam penelitian ini digunakan
variabel penelitian seperti Total Akrual, Non Discretionary Accruals, Operating
Income dan Profitabilitas. Perbedaan mendasar dengan penelitian sebelumnya
adalah penggunaan variabel tambahan yaitu profitabilitas sebagai variabel
tambahan eksogen. Digunakan variabel profitabilitas sebagai variabel eksogen
tambahan guna untuk mengetahui apakah profitabilitas dapat menjelaskan atau

tidak adanya pengaruh profitabilitas terhadap tindakan manajemen laba dan


perubahan struktur modal pada perusahaan pengakuisisi atau yang melakukan merger.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka yang
menjadi permasalahan dalam penelitian ini:
1) Apakah ada indikasi manajemen melakukan manajemen laba
akrual dan merubah struktur modal sebelum dan sesudah merger
dan akuisisi pada perusahaan pengakuisisi?
2) Apakah ada pengaruhnya perusahaan pengakuisisi melakukan
merger dan akuisisi dengan tindakan manajemen melakukan
manajemen laba akrual dan merubah struktur modal?
1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah, penelitian ini bertujuan:
1) Untuk mengetahui adanya indikasi manajemen melakukan
manajemen laba akrual dan merubah struktur modal perusahaan
sebelum dan sesudah merger dan akuisisi pada perusahaan
pengakuisisi
2) Untuk mengetahui signifikansi pengaruh perusahaan pengakuisisi
melakukan manajemen laba akrual dan perubahan struktur modal
sebelum dan sesudah merger dan akuisisi

1.4 Kegunaan Penelitian


Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1) Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan gambaran dan
pemahaman yang lebih mendalam mengenai pengaruh manajemen

laba akrual dan struktur modal terhadap merger dan akuisisi, serta
sebagai referensi bagi penelitian-penelitian yang serupa di masa
yang akan datang.
2) Manfaat praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi para
manajer dalam upaya mengungkapkan secara penuh dan wajar
kinerja perusahaan serta nilai perusahaan pada saat akan atau
sesudah peristiwa yang membuat perubahan yang cukup signifikan
terhadap perusahaan.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Landasan Teori dan Konsep
2.1.1 Manajemen Laba
Manajemen laba (earnings management) yang ditinjau dari sudut pandang
badan penetap standar, yaitu manajemen laba terjadi ketika para manajer
menggunakan kebijakan (judgment) dalam menyusun laporan keuangan dan
dalam menyusun transaksi untuk mengubah laporan keuangan yang mempunyai
tujuan untuk memanipulasi besaran laba yang dilaporkan kepada stakeholders dan
mempengaruhi hasil perjanjian (contractual outcomes) yang tergantung pada
angka-angka akuntansi yang dilaporkan (Healy dan Wahlen, 1998). Menurut

Sugiri (1998) dalam Widyaningdyah (2001), definisi earnings management dibagi


menjadi dua definisi, yaitu:
a. Definisi sempit
Earnings management didefinisikan sebagai perilaku manajer untuk
bermain dengan komponen discretionary accruals dalam menentukan besarnya
earnings. Dalam hal ini earnings management hanya berkaitan dengan pemilihan
metode akuntansi.
b. Definisi luas
Earnings management merupakan tindakan manajer untuk meningkatkan
(mengurangi) laba yang dilaporkan saat ini atas suatu unit dimana manajer
bertanggung jawab, tanpa mengakibatkan peningkatan (penurunan) profitabilitas
ekonomis jangka panjang unit tersebut.

Menurut Surifah (1999) dalam Widyaningdyah

(2001)

earnings

management memiliki dampak terhadap kredibilitas laporan keuangan yaitu


earnings management apabila digunakan untuk pengambilan keputusan dapat
mengurangi kredibilitas laporan keuangan, karena earnings management
merupakan suatu bentuk manipulasi atas laporan keuangan yang menjadi sasaran
komunikasi antara manajer dan pihak eksternal perusahaan. Pengertian earnings
management oleh Scott (2000) yaitu sebagai pemilihan kebijakan akuntansi oleh
manajer. Scott mengungkapkan terdapat dua cara untuk memahami earnings
management:

1) Sebagai perilaku oportunistik manajer untuk memaksimumkan utilitasnya


dalam menghadapi kontrak kompensasi, kontrak utang, dan political cost.
2) Memandang earnings managemet dari perspektif kontrak efisien, dimana

earnings managemet memberi manajer suatu fleksibilitas untuk


melindungi diri mereka dan perusahaan dalam mengantisipasi kejadiankejadian yang tidak terduga untuk keuntungan pihak-pihak yang terlibat
dalam kontrak.

Menurut Watt dan Zimmerman (1986) dalam Rahmawati et al. (2006)


tujuan yang akan dicapai oleh manajemen melalui earnings management meliputi:
mendapatkan bonus dan kompensasi lainnya, mempengaruhi keputusan pelaku
pasar modal, menghindari pelanggaran hutang, dan juga menghindari biaya
politik. Manajemen laba adalah campur tangan dalam proses pelaporan keuangan
eksternal yang bertujuan untuk menguntungkan diri sendiri.

Earnings

management merupakan salah satu faktor yang dapat mengurangi kredibilitas


laporan keuangan, earnings management menambah bias dalam laporan keuangan
dan dapat mengganggu pemakai laporan keuangan yang mempercayai angka laba
hasil rekayasa tersebut sebagai angka laba tanpa rekayasa (Setiawati dan Naim,
2000). Sulistyanto (2008) menyatakan bahwa earnings management dilakukan
dengan mempermainkan komponen-komponen akrual dalam laporan keuangan,
sebab akrual merupakan komponen yang mudah untuk dipermainkan sesuai
dengan keinginan orang yang melakukan pencatatan transaksi dan menyusun
laporan keuangan. Alasannya, komponen akrual merupakan komponen yang tidak
memerlukan bukti kas secara fisik sehingga upaya mempermainkan besar kecilnya

10

komponen akrual tidak harus disertai dengan kas yang diterima atau dikeluarkan
perusahaan.

2.1.2 Manajemen Laba Akrual


Manajemen laba akrual ditunjukkan dengan adanya discretionary accrual.
Penelitian yang menganalisis manajemen laba dengan melihat adanya
discretionary accrual adalah Hayn (1995) yang menyatakan bahwa manajemen
laba dapat dilakukan oleh manajemen pada saat perusahaan tersebut masih
bertumbuh, bahkan dilakukan juga pada saat laba perusahaan jatuh mendekati
poin nol. Degeorge et al. (1999) menyatakan bahwa perusahaan yang growth
melaporkan laba yang meningkat untuk mencapai ramalan laba para analis.
Dengan berbagai cara, para manajer mempengaruhi peramalan analis untuk
mengelola laba agar tepat dengan peramalan.
Selain itu, Myers dan Skinner (2000) menyatakan bahwa manajemen laba
dalam perusahaan yang growth belum kuat karena sulit memisahkan manajemen
laba dari suatu kebijakan akuntansi yang sah pada perusahaan yang growth.
Deteksi manajemen laba menggunakan model Jones yang dimodifikasi karena
menurut Dechow et al. (1995), model tersebut lebih mampu mendeteksi
manajemen laba dibandingkan model yang lain.

2.1.3 Teori Agensi


Agency theory merupakan teori yang dapat dijadikan landasan untuk
penelitian ini, dengan adanya pemisahan fungsi antara pemilik organi-sasi dan
pelaku organisasi. Jika agen dan principal berupaya memaksimalkan utilitasnya

11

masing-masing, serta memiliki keinginan dan motivasi yang berbeda, maka ada
alasan untuk percaya bahwa agen (manajemen) tidak selalu bertindak sesuai
keinginan prinsipal (Jensen & Meckling 1976). Konflik keagenan dapat
mengakibatkan adanya sifat manajemen melaporkan laba secara oportunis untuk
memaksimumkan kepentingan pribadinya. Jika hal ini terjadi akan mengakibatkan adanya manajemen laba.

2.1.4 Struktur Modal


Teori struktur modal modern dimulai pada tahun 1958, ketika Profesor
Franco Modigliani dan Merton Miller ( selanjutnya disebut MM) menerbitkan apa
yang disebut sebagai salah satu artikel keuangan paling berpengaruh yang pernah
ditulis. MM membuktikan, dengan sekumpulan asumsi yang sangat membatasi,
bahwa nilai sebuah perusahaan tidak terpengaruh oleh struktur modalnya. Atau
dengan kata lain, hasil yang diperoleh MM menunjukkan bahwa bagaimana cara
sebuah perusahaan akan mendanai operasinya tidak akan berarti apa-apa, sehingga
struktur modal adalah suatu hal yang tidak relevan. Akan tetapi, studi MM
didasarkan pada beberapa asumsi yang tidak realistik, termasuk hal-hal berikut: 1)
tidak ada biaya pialang, 2) tidak ada pajak, 3) tidak ada biaya kebangkrutan, 4)
investor dapat meminjam pada tingkat yang sama dengan perusahaan, 5) semua
investor

memiliki

informasi

yang

sama

dengan

menajemen

tentang

peluangpeluang investasi perusahaan dimasa depan, 6) EBIT tidak terpengaruh


oleh penggunaan hutang. Meskipun beberapa asumsi di atas jelas-jelas merupakan
suatu hal yang tidak realistis, hasil ketidakrelevanan MM memiliki arti yang
sangat penting. Dengan menunjukkan kondisi-kondisi di mana struktur modal

12

tersebut tidak relevan, MM juga telah memberikan petunjuk mengenai hal-hal apa
yang dibutuhkan agar membuat struktur modal menjadi relevan yang selanjutnya
akan mempengaruhi nilai perusahaan. Hasil karya MM menandai awal penelitian
struktur

modal

modern,

dengan

penelitian

selanjutnya

berfokus

pada

melonggarkan asumsi-asumsi MM guna mengembangkan sutau teori struktur


modal yang lebih realistis.

2.1.5 Merger dan Akuisisi


Merger adalah penggabungan dua perusahaan untuk membentuk satu
perusahaan, dimana perusahaan yang melakukan merger mengambil/membeli
semua assets dan liabilities perusahaan yang di-merger dan perusahaan yang dimerger berhenti beroperasi dan pemegang sahamnya menerima sejumlah uang
tunai atau saham di perusahaan yang baru. Merger bernilai tambah hanya jika dua
perusahaan lebih bermanfaat menggabungkan diri daripada berdiri sendiri
(Brealey, Myers, dan Allen, 2011). Definisi merger yang lain yaitu sebagai
penyerapan dari suatu perusahaan oleh perusahaan yang lain. Dalam hal ini
perusahaan yang membeli akan melanjutkan nama dan identitasnya. Perusahaan
pembeli juga akan mengambil baik aset maupun kewajiban perusahaan yang
dibeli. Setelah merger, perusahaan yang dibeli akan kehilangan/berhenti
beroperasi (Harianto dan Sudomo, 2001).
Bentuk lain dari penyatuan perusahaan adalah pengambil alihan
perusahaan, yang sering disebut dengan akuisisi. Pada akuisisi, masing-masing
perusahaan, baik perusahaan yang mengambil alih maupun perusahaan yang
diambil alih tetap mempertahankan aktivitasnya, identitasnya, dan kedudukannya

13

sebagai perusahaan yang mandiri. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.


27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan
Terbatas mendefinisikan akuisisi sebagai perbuatan hukum yang dilakukan oleh
badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih baik seluruh atau
sebagian besar saham perseroan yang dapat mengakibatkan beralihnya
pengendalian terhadap perseroan tersebut.

2.2 Hipotesis Penelitian


Penelitian oleh Kusuma dan Sari (2003), meneliti tentang praktik
manajemen laba oleh perusahaan pengakuisisi sebelum merger dan akuisisi pada
tahun 1997 sampai 2002, dengan 13 sampel perusahaan manufaktur. Hasil studi
menunjukan, pengujian dengan model Jones tidak memberikan bukti terhadap
hipotesis bahwa perusahaan pengakuisisi melakukan manajemen laba sebelum
merger dan akuisisi, sedangkan pengujian dengan Index Eckel menguatkan bukti
adanya manajemen laba melalui tindakan perataan laba.
Dalam (Louis, 2004) ditemukan bukti kuat yang menunjukan bahwa
perusahaan

pengakuisisi

melebih-lebihkan

laba

pada

kuartal

sebelum

pengumuman pertukaran saham, juga menemukan bukti efek pembalikan harga


saham dari manajemen laba pada hari-hari menuju pengumuman merger, namun
pembalikan pra-merger hanya sebgaian. Penemuan bukti pembalikan pascamerger, hasil menunjukan bahwa masih ada bukti kinerja yang kurang pascamerger dengan mangukisisi perusahaan, sebagian disebabkan oleh pembalikan
segera oleh para analis keuangan pada bulan setelah pengumuman merger.

14

MM menerbitkan makalah lanjutan pada tahun 1963 di mana di dalamnya


mereka melonggarkan asumsi tidak adanya pajak perusahaan. Peraturan
perpajakan memperbolehkan perusahaan untuk mengurangkan pembayaran bunga
sebagai suatu beban, akan tetapi pembayaran deviden kepada pemegang saham
tidak dapat menjadi pengurangan pajak. Perbedaan perlakuan ini mendorong
perusahaan menggunakan hutang dalam struktur modalnya. Tentu MM
mendemontrasikan bahwa jika seluruh asumsi mereka lain yang tetap berlaku,
perlakuan yang berbeda ini akan mengarah pada terjadinya suatu situasi dimana
perusahaan didanai 100 persen oleh hutang. Perusahaan dapat mengurangi arus
kas yang berlebihan dengan beragam cara. Salah satunya adalah dengan
menyalurkan kembali kepada pemegang saham melalui deviden yang lebih tinggi
atau pembelian kembali saham. Alternatif yang lain adalah untuk mengubah
struktur modal ke arah hutang dengan harapan adanya persyaratan penutupan
hutang yang lebih tinggi akan memaksa manajer untuk lebih disiplin. Jika hutang
tidak tertutupi seperti yang diharuskan, perusahaan akan terpaksa dinyatakan
bangkrut. Pembelian melalui hutang (laverage buyout-LBO) adalah satu cara
untuk mengurangi kelebihan arus kas. Dalam suatu LBO hutang digunakan untuk
mendanai pembelian saham sebuah perusahaan, dimana selanjutnya akan dimiliki
secara pribadi.
Berdasarkan teori-teori diatas, dan mengacu pada hasil penelitianpenelitian terkait, maka penelitian ini menguji hipotesis sebagai berikut:
Ho : Terjadinya manajemen laba akrual dan perubahan struktur modal pada
perusahaan pengakuisisi sebelum dan sesudah merger dan akuisisi

15

Ha : Tidak terjadinya manajemen laba akrual dan perubahan struktur modal


pada perusahaan pengakuisisi sebelum dan sesudah merger dan
akuisisi

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

X
1
X
2

H1
H2

16

X
3

H3

X
4

H4

X1 : variabel bebas total akrual


X2 : variabel bebas non discretionary accruals
X3 : variabel bebas operating income
X4 : variabel bebas profitabilitas
Y : varibel terikat manajemen laba akrual dan perubahan struktur modal
H1 : parameter struktural yang menjadi model pengukuran menunjukan
pengaruh X1 terhadap Y.
H2 : parameter struktural yang menjadi model pengukuran menunjukkan
pengaruh X2 terhadap Y.
H3 : parameter struktural yang menjadi model pengukuran menunjukkan
pengaruh X3 terhadap Y.
H4 : parameter struktural yang menjadi model pengukuran menunjukkan
pengaruh X4 terhadap Y.

3.2 Lingkup Penelitian

17

Lokasi penelitian dilakukan di Bursa Efek Indonesia dengan pengambilan


data melalui KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) Tahun 2010-2014, dan
situs internet : (www.idx.co.id) serta (www.sahamok.com).

3.3 Subyek dan Obyek Penelitian


3.3.1 Subyek Penelitian
Yang menjadi subyek dalam penelitan ini adalah perusahan manufaktur
yang melakukan merger dan akuisisi, dimana posisi perusahaan adalah sebagai
perusahaan pengakuisisi dan perusahaan tersebut melakukan listing di BEI dalam
kurun waktu 2010 sampai 2014.

3.3.2 Obyek Penelitian


Yang menjadi obyek dalam penelitian ini adalah kegiatan manajemen laba
akrual dan perubahan struktur modal yang mungkin dilakukan oleh perusahaan
manufaktur yang listing di BEI dalam kurun waktu 2010 sampai 2014, dimana
posisi perusahaan tersebut adalah sebagai perusahaan pengakuisisi.

3.4 Variabel Penelitian


3.4.1 Indentifikasi Variabel

18

Identifikasi variabel perlu dilakukan untuk memberikan gambaran dan


acuan dalam penelitian. Berdasarkan rumusan masalah dan hipotesis yang
diajukan, variabel-variabel dalam penelitian ini dapat diidentifikasikan sebagai
berikut:
1) Variabel eksogen
Variabel-variabel eksogen dalam model jalur ialah semua variabel
yang tidak ada penyebab-penyebab eksplisitnya atau dalam diagram
tidak ada anak-anak panah menuju ke arahnya, selain pada bagian
kesalahan pengukuran, (Sarwono & Suhayati, 2010). Dalam penelitian
ini yang dijadikan variabel eksogen adalah: Total Akrual (X1), Non
Discretionary Accruals (X2), Operating Income (X3) dan Profitabilitas
(X4).
2) Variabel endogen
Variabel endogen adalah variabel yang mempunyai anak panah menuju
kearah variabel tersebut. Variabel yang mancangkup di dalamnya
adalah mencangkup variabel perantara dan tergantung/terikat. Variabel
tergantung/terikat mempunyai anak panah yang menuju ke arahnya,
yang dijadikan variabel tergantung/terikat adalah Manajemen Laba
Akrual dan Perubahan Struktur Modal (Y). (Sarwono & Suhayati,
2010).

3.4.2 Definisi Operasional Variabel


Dalam penelitian ini, operasional variabel didefinisikan sebagi berikut:
1) Manajemen laba akrual dan perubahan struktur modal (Y)

19

Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel terikat adalah manajemen


laba akrual yang diukut dengan proksi discretionary accruals dan
struktur modal yang yang diukur dengan debt to equity ratio (DER).
Penggunaan discretionary accruals menunjukan instrument-instrumen
yang mendukung adanya manajemen laba akrual. Karena total akrual
terdiri dari discretionary accruals dan non discretionary accruals,
maka discretionary accruals sebagai proksi manajemen laba akrual
pada setiap periode pengamatan diukur dengan cara seperti persamaan
berikut :

DAit = TACit - NDAit

Keterangan:
DAit : discretionary accruals perusahaan i pada tahun t
TACit : totak akrual perusahaan i pada periode tahun t
NDAit : non discretionary accruals perusahaan i pada tahun t

Struktur modal diukur dengan debt to equity ratio (DER) adalah


perbandingan total hutang yang dimiliki perusahaan dengan total
ekuitas perusahaan pada perusahaan manufaktur di BEI Tahun 20102014. Satuan pengukuran DER adalah dalam persentase.

DER =

Total Debt

X 100%

Total Equity

20

2) Total Akrual (X1)


Seperti penelitian yang dilakukan oleh Gumanti (2001) dalam Utomo
dan Bachruddin (2005), total akrual dengan menggunakan model yang
dikembangkan Friedlan bahwa pengukuran total akrual yang
digunakan sebagai proksi discretionary accruals karena discretionary
accruals tidak mudah terobservasi. Secara matematis total akrual
(TAC) pada setiap periode pengamatan diukur dengan cara seperti
persamaan berikut:

TACit = NIit CFO it

Keterangan:
TACit : totak akrual perusahaan i pada periode tahun t
NIit : laba bersih operasi perusahaan i pada tahun t
CFOit : arus kas dari operasi perusahaan i pada tahun t
3) Non Discretionary Accruals (X2)
Model Jones dikembangkan oleh Jones (Sulistyanto, 2008) ini tidak
lagi menggunakan asuksi bahwa non discretionary accruals adalah
konstan.

Model

tersebut

mengusahakan

untuk

mengendalikan

pengaruh perubahan kondisi perekonomian perusahaan terhadap non


discretionary accruals. Untuk menghitung nilai non discretionary
accruals sesuai dengan rumus yang ada, untuk mendapatkan koefisien
masing-masing variabel dengan terlebih dahulu pengolahan data

21

dilakukan dengan meregresikan persamaan model Jones dengan


menggunakan ordinary least square (OLS) terhadap variabel-variabel
(1/TAit-1), (Salesit / TAit-1), dan (PPEit / TAit-1) ke variabel TACit / TAit-1,
sehingga diperoleh persamaan berikut:

TACit / TAit-1 = 1(1/TAit-1) + 2(Salesit / TAit-1) + 3(PPEit / TAit-1) +

Keterangan:
TAit-1 : total aktiva perusahaan i pada periode t.
Salesit : penjualan perusahaan i pada tahun t dikurangi penjualan
perusahaan i periode t
PPEit : aktiva tetap periode.
TACit : total akrual perusahaan i pada periode pelaporan t

Setelah diperoleh koefisien masing-masing variabel dan dimasukan


dalam persamaan untuk menghitung besarnya nilai non discretionary
accruals sebagai berikut:

NDAit = 1(1/TAit-1) + 2((Salesit - TRit) / TAit-1)) + 3(PPEit / TAit-1)

Keterangan:
1 2 3 : koefisien dari variabel independen
TAit-1 : total aktiva perusahaan i pada periode t.

22

Salesit : penjualan perusahaan i pada tahun t dikurangi penjualan


perusahaan i periode t
TRit : piutang usaha tahun t dikurangi piutang usaha periode t.
PPEit : aktiva tetap periode.
NDAit : non discretionary accruals perusahaan i pada tahun t.
4) Operating Income (X3)
Disebut juga pendapatan operasi adalah penerimaan dikurangi biaya
penjualan barang dan berkaitan dengan pengeluaran yang digunakan
untuk aktivitas-aktivitas bisnis selama satu periode, mengecualikan
pos-pos keuangan, seperti pendapatan bunga, pendapatan deviden
bunga.
5) Profitabilitas (X4)
Profitabilitas diukur dengan return on equity (ROE) adalah rasio antara
laba bersih setelah pajak terhadap penyertaan modal sendiri pada
perusahaan manufaktur di BEI Tahun 2010-2014. ROE menunjukkan
seberapa banyak perusahaan yang telah memperoleh dana atas dana
yang diinvestasikan oleh pemegang saham. Satuan pengukuran ROE
adalah dalam persentase:

ROE =

Laba setelah pajak (EAT)


X 100%
Modal sendiri

3.5 Jenis dan Sumber Data

23

Data yang digunakan adalah data sekunder. Data sekunder umumnya


berupa bukti, catatan, atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip (data
dokumenter) baik yang dipublikasikan maupun yang tidak dipublikasikan. Data
sekunder dalam penelitian ini berupa total akrual, Non Discretionary Accruals,
Operating Income, dan Profitabilitas dimana data-data tersebut bersumber dari
laporan keuangan perusahaan manufaktur yang listing di BEI periode tahun 20102014 yang termuat dalam Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) tahun
2010 dan 2014.

3.6 Populasi dan Sampel


Populasi adalah kumpulan semua anggota dari obyek yang diteliti.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bura Efek Indonesia sesuai publikasi Komisi Pengawas Persaingan
Usaha (KPPU). Pemilihan sampel perusahaan manufaktur karena perusahaan
manufaktur merupakan perusahaan terbanyak di Bursa Efek Indonesia. Jumlah
populasi sebanyak 141 perusahaan manufaktur.
Sedangkan sampel adalah sekumpulan sebagian anggota dari obyek yang
diteliti. Adapun teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive
sampling jenis judgement sampling yaitu sampel dipilih dengan menggunakan
pertimbangan tertentu disesuaikan dengan tujuan penelitian atau masalah
penelitian yang dikembangkan (Ferdinand, 2006). Kriteria-kriteria yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu:

24

1) Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan


pengklasifikasian KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) tahun
2010-2014.
2) Perusahaan manufaktur yang menerbitkan laporan keuangan secara
lengkap dari tahun 2010-2014 berturut-turut.
3) Perusahaan manufaktur yang melakukan merger dan akuisisi dengan posisi
perusahaan sebagai perusahaan pengakuisisi dari tahun 2010-2014.
Berdasarkan kriteria-kriteria tersebut maka jumlah sampel dari penelitian ini dapat
dijelaskan pada tabel dibawah ini:
Tabel 3.1
Proses Pengambilan Sampel
No

Karakteristik Sampel
Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

Ket

dengan pengklasifikasian KPPU (Komisi Pengawas Persaingan

141

Usaha) tahun 2010-2014


Perusahaan manufaktur yang menerbitkan laporan keuangan secara
2

141
lengkap dari tahun 2010-2014 berturut-turut
Perusahaan manufaktur yang melakukan merger dan akuisisi

dengan posisi perusahaan sebagai perusahaan pengakuisisi dari

tahun 2010-2014
Jumlah Sampel Penelitian (Perusahaan Manufaktur)

Sumber: Bursa Efek Indonesia dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Tahun 20102014 (data diolah)

3.7 Metode Pengambilan Data

25

Cara pengumpulan data yang digunakan adalah dokumentasi, yaitu dengan


cara mengumpulkan, mencatat, dan mengkaji data sekunder yang berupa laporan
keuangan perusahaan manufaktur yang dipublikasikan oleh BEI melalui Komisi
Pengawas Persaingan Industri (KPPU) 2010 sampai 2014 untuk periode Tahun
2010-2014.

3.8 Teknik Analisis Data


Berdasarkan rumusan masalah dan hipotesis penelitian terlihat bahwa
hubungan antara variabel yang menjadi fokus penelitian ini secara keseluruhan
menunjukkan hubungan kausal kompleks. Hubungan ini melibatkan variabel
endogen yaitu manajemen laba akrual dan perubahan struktur modal, variabel
eksogen yaitu total akrual, discretionary acrruals, non discretionary acrruals,
operating income, profitabilitas. Permasalahan yang memiliki karakteristik
hubungan kausal kompleks dan jenis variabel semacam tersebut, maka teknik
analisis yang dapat dipergunakan adalah menggunakan Wilcoxon Match Pairs
Test (Sugiyono, 2012). Program aplikasi SPSS versi 13.0 digunakan untuk
membantu dalam menganalisis data yang digunakan dalam penelitian.
Tabel 3.2
Sampel Penelitian Perusahaan Manufaktur yang melakukan merger dan
akuisisi Tahun 2010-2014
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Emiten
PT Hanson International Tbk
PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk
PT Astra International Tbk
PT Astra Auto Part Tbk
PT Indospring Tbk
PT Indo Rama Synthetic Tbk
PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk
PT Kalbe Farma Tbk
PT Unilever Indonesia
Tbk
26

Sumber: Bursa Efek Indonesia dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Tahun 20102014 (data diolah)

3.8.1 Wilcoxon Signed Rank Test


Menurut Utama (2011:20) Wilcoxon Signed Rank Test digunakan untuk
menggarap data yang pada dasarnya merupakan ranking dan juga untuk
mengevaluasi perlakuan tertentu pada dua pengamatan antara sebelum dan
sesudah adanya perlakuan tertentu, dengan kriteria pengujian sebagai berikut:
1) Taraf nyata yang digunakan adalah =5% (0,05)
2) Ha diterima jika nilai Asymp Sig. residual data < =5% (0,05)
3) Ha ditolak jika nilai Asymp Sig. residual data > =5% (0,05)

3.8.2

Langkah-Langkah Wilcoxon Signed Rank Test

1) Formulasi hipotesis
Uji dua arah
H0 : E(X) = E(Y)

27

Ha : E(X) E(Y)
2) Menentukan tingkat signifikansi yang diinginkan pada n tertentu. Apabila
ada data yang sama atau seri tidak ikut dimasukkan sebagai sampel.
3) Kriteria pengujian
Menggunakan tabel kuantil tertanda beranking Wilcoxon yang dinotasikan
dengan Ttabel = Tw. Dimana w merupakan kuantil ranking bertanda
Wilcoxon pada tingkat probabilitas kumulatif tertentu. Test dua sisi apabila
perbedaan arah tidak dinyatakan.
H0 diterima apabila Thitung Tw/2
Ha diterima apabila Thitung < Tw/2
4) Melihat jumlah ranking yang terkecil yang merupakan nilai T hitung,
kemudian dibandingkan dengan nilai T kritis (T tabel), serta membuat
interpretasi sesuai dengan formulasi hipotesis yang dibuat.

DAFTAR PUSTAKA
Agnes Utari Widyaningdyah (2001), Analisis Faktor-faktor Yang Berpengaruh
Terhadap Earnings Management Pada Perusahaan Go Public di Indonesia,
Jurnal Akuntansi & Keuangan, November Vol. 3 No. 2

Augusty Ferdinand, Metode Penelitian Manajemen: Pedoman Penelitian untuk


Skripsi, Tesis dan Disertasi Ilmu Manajemen, Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro. 2006

28

Brealey, Richard A., Stewart C. Myers dan Alan J. Marcus, 2008. Dasar-Dasar
Manajemen Keuangan Perusahaan, Jilid Kedua, Edisi Kelima, Erlangga,
Jakarta

Callen, J. L., Robb, S. W., & Segal, D. (2008). Revenue manipulation and
restatements by loss firms. Auditing: A Journal of Practice & Theory,
27(2), 1-29
Dechow, P. M., Sloan, R. G. & Sweeney, A. P.(1995). Detecting Earnings
Management. The Accounting Review, 70(2), 193-225
Dharmasetya, Lani dan Vonny Sulaimin. 2009. Merger dan Akuisisi tinjauan
dari sudut Akuntansi dan Perpajakan. Jakarta. PT Elex Media
Komputindo KOMPAS GRAMEDIA
Franco Modigliani and Merton H. Miller, (1958), The Cost of Capital,
Corporation Finance and the Theory of Investment, The American
Economic Review, Vol. 48, No. 3 (Jun., 1958), pp. 261-29
Ghosh, A. and D. Moon 2010. Corporate Debt Financing and Earnings Quality.
Journal of Business Finance and Accounting, Vol.37.pp.538-559.

Gumanty, T. A., (2000), Earnings Management: Suatu Telaah Pustaka, Jurnal


Akuntansi & Keuangan Vol.2, No.2, November, Halaman 104-115
Harianto dan Sudomo, (2001), Merger dan Akuisisi, Jurnal Manajemen
Hayn, C. "The Information Content of Losses." Journal of Accounting and
Economics 20 (1995): 125 153

29

Healy, P.M., dan J.M. Wahlen. 1998. A Review of the Earning Management
Literature and Its Implications for Standard Setting. Accounting Horizons,
Vol. 13 No. 4, pp. 365-383
Ikatan Akuntan Indonesia. (2009). Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No.
1 (Revisi 2009)
Jensen, M. C., & Meckling, W. H. (1976). Theory of the Firm: Managerial
behaviour, agency Cost and Ownership Structure. Journal of Finan-cial
Economics, 3(4), 305-360
Jones, J. J. (1991). Earnings Management During Import Relief Investigations.
Journal ofAccounting Research, 29(2), 193-228
Kusuma, Hadri., dan Wigiya A, Udiana Sari., (2003), Manajemen Laba oleh
Perusahaan Pengakuisisi Sebelum Merger dan Akuisisi di Indonesia,
JAAI Volume 7 No.1, ISSN: 1410-2420, Juni, Halaman 21-36
Louis, Henok., (2004), Earnings Management and The Market Performance of
Acquiring Firms, Journal of Accounting and Economics Vol.74, No.3,
September, Halaman 333-350
Myers, J. N;Myers, L. A; Skinner, D. J, 2007. Earnings Momentum and Earnings
Management. Journal of Accounting, Auditing, & Finance, 22 (2), 249-284
Rahmawati. dkk, (2006),

Pengaruh Asimetri Informasi terhadap Praktik

Manajemen Laba pada Perusahaan Publik yang terdaftar di Bursa Efek


Jakarta, Simposium Nasional Akuntansi 9, Padang

30

Salvatore, Dominick, 2005. Managerial Economic : Ekonomi Manajerial dalam


Perekonomian Global. Edisi Kelima. Terjemahan Ichsan Setyo Budi.
Penerbit Salemba Empat. Jakarta
Scott, W. R. 2000. Financial Accounting Theory. 2nd Edition. Prentice Hall Canada
Inc.

Setiawati, L. dan A. Na.im. 2000. Manajemen Laba. Journal Ekonomi dan Bisnis.
Mei: 159-176
Stubben, S. R. (2010). Discretionary Revenues as a Measure of Earnings
Management. The Accounting Review, 85(2), 695-717
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta
Sulistyanto, H Sri. 2008. MANAJEMEN LABA: Teori dan Model Empiris. Jakarta:
PT Gramedia Widiasarana Indonesia
Utama, Suyana Made. 2011. Aplikasi Analisis Kuantitatif. Edisi kelima, Denpasar.

31

Anda mungkin juga menyukai