Pharmacogenetics didefinisikan sebagai adanya variasi
genetik yang dapat menimbulkan respon obat yang berbeda pada suatu individu (respon obat yang berbedadicarai perbedaan genetiknya pada individu) Pharmacogenomicspopulasi Tujuan studi farmakogenetik adalah penggunaan informasi genetik untuk menentukan jenis obat, dosis obat dan durasi pengobatan sehingga didapatkan efek terapi yang optimal dengan sedikit efek samping. Dengan adanya riset tentang farmakogenetik akan memungkinkan seorang klinisi menggunakan hasil test genetik dalam meramalkan respon individu terhadap pengobatan dan menseleksi obat pada pasien berdasar profil DNA-nya (Cavallari & Lam, 2005)
Pemberian
obat pada penderita yang
mempunyai kelainan metabolisme obat (kelainan enzim pemetabolisme) atau kelainan pada tempat aksi obat dapat menimbulkan outcome yang tidak sesuai dengan yang diharapakan dan bahkan dapat bersifat fatal
Mutasi pada gen pengkode
CYP2D6(CYP2D6*5&CYP2D6*6) akan menghambat metabolisme obat metoprolol (suatu obat antihipertensi golongan beta blocker) sehingga akan menimbulkan akumulasi obat tersebut dalam plasma, akibatnya bisa menimbulkan intoksikasi Pada orang pemetabolisme cepat dengan gen CYP2D6*2 , pemberian notriptilin pada dosis lazim akan berakibat kurang efektifnya pengobatan (Omen, 2003; Wang & Weinshilbaum, 2008). Pemberian obat antidiabetik pada orang dengan mutasi gen pengkode CYP2C9 dapat menimbulkan efek berlebihan dan berakibat fatal (Constable & Pirmohamed, 2006), demikian juga dengan warfarin (Mc Leod et al., 2006).
Mutasi/defek
genetik juga bisa menimbulkan
efek samping yang berbeda yang kadang bersifat fatal. Contoh yang bisa disebutkan adalah Terjadinya hemolisis pada orang dengan defisiensi enzim G6PD yang mendapat primakuin (Lee et al., 2006), terjadinya prolong apneu pada orang dengan defisiensi kolinesterase yang mendapat suksinilkolin (Rang, 2003), peningkatan resiko terjadinya VTE pada individu dengan faktor Leiden yang menerima kontrasepsi oral (Rosendaal, 2005; LeBlanc & Laws, 1999 ).
Tipe dari variasi genetik
Variasi
genetik terjadi karena defek atau
adanya polimorfisme pada gen. Polimorfisme merupakan variasi genetik yang terjadi pada paling tidak 1% dari populasi. Contohnya adalah gen pengkode enzim CYP. Terdapat beberapa varian dari enzim CYP, misalnya CYP2A6, 2C9, 2C19, 2D6 dan 3A4 yang semuanya merupakan polimorfisme.
Single nucleotida polimorfisme (SNPs) merupakan variasi
genetik paling sering pada DNA manusia, yang terjadi sekitar 1X tiap 1000 pasangan nucleotida. Sekitar 3,7 juta SNPs dipetakan pada genom manusia. SNPs terjadi ketika satu pasangan basa nucleotida berpindah tempat, sehingga SNPs merupakan perbedaan basa tunggal yang muncul diantara individu. Substitusi nucleotida mengakibatkan kemungkinan dua allele. Satu alele pertama merupakan allele yang originil, terjadi biasanya paling sering dan disebut wild type, sedang allele kedua (allele alternatif) dinyatakan dalam variant allele. Suatu SNPs dapat mengubah codon yang mengakibatkan substitusi asam amino yang bisa (atau tidak) mengubah ekspresi genetik. Sebagai contoh adalah guanin(G) yang disubstitusikan pada adenin (A) pada nukleotida 46, ini mengakibatkan substitusi glysin pada arginin pada asam amino posisi 16. SNPs yang mengakibatkan substitusi asam amino seperti ini disebut nonsynonymous, sedang SNPs yang tidak mengakibatkan perubahan asam amino disebut synonymous.
Nonsynonymous SNPs biasanya didesain berdasar
keterlibatan asam amino dan codonnya. Sebagai contoh Arg16Gly atau Arg16Gly mengiindikasikan bahwa glysin disubstitusikan pada arginin pada codon 16.Jika suatu SNPs merubah ekspresi suatu protein yang mengkontribusi respon obat, maka kemungkinan akan menyebabkan perubahan sensitifitas pasien terhadap obat atau bisa menimbulkan munculnya ADRs. (Cavallari & Lam, 2005). Synonymous SNPs biasanya didasarkan pada keterlibatan nukleotidanya dan posisi basa nucleotidanya. Sebagai contoh, misalnya A1166C atau A1166 C mengindikasikan bahwa cytosin disubstitusikan pada adenin pada posisi nucleotida 1166.
variasi genetik yang lain
adalah
1). Insertion-deletion plymorphism terjadi jika satu
nucleotida ditambahkan atau dihilangkan dari sequence DNA-nya, 2). Tandem Repeats dimana sequence nukleotida berulang secara tandem (contohnya: AGAGAGAGAG merupakan pengulangan lima tandem), 3). Aberrant splice site dimana proses terbentuknya protein pada sisi berganti ganti, 4). Premature stop codon. Polymorphysm dimana terjadi terminasi secara prematur dari rantai polipeptida oleh stop codon (suatu sequence spesifik dari tiga nukleotida yang tidak mengkode asam amino tetapi lebih spesifik untuk terminasi rantai polipeptida) dan lain-lain (Cavallari & Lam, 2005)
Polymorfisme Variasi
genetik yang terjadi pada
sekitar 1% dari polpulasi yang bisa menimbulkan respon obat berbeda dikatakan sebagai polimorfisme.
Macam tempat polimorfisme
1).
Polimorfisme gen pengkode pada
enzim yang memetabolisme obat , 2). Polimorfisme dalam drugs tranporter genes , dan 3). Polimorfisme dalam drugs target genes (Cavallari & Lam, 2005).
Polimorfisme gena pada enzim
pemetabolisme obat. Polimorfisme
dalam enzim pemetabolisme obat
merupakan polimorfisme pertama kali diketahui dan merupakan contoh variasi genetik yang paling banyak terdokumentasi yang menimbulkan respon obat dan toksisitas yang berbeda. Pada fase I metabolisme dikenal polimorfisme pada enzim CYP (Cytochrome enzymes P450), sementara pada fase II metabolisme dikenal polimorfisme dalam enzim N-asetyiltransferase, thiopurine Smethyltransferase, dan glutation transferase(Cavallari & Lam, 2005).
Pada
manusia terdapat paling tidak 58
isosim sitokrom P450 (CYP)(misal CYP1A1), dari 41 sub famili(misal CYP1A) dari 18 famili (CYP1-CYP18) cYP ini berepran dalam metabolic pathway fungsi fisiologis tubuh, contoh: Biosintesis kholestero oleh CYP51A1, CYP20A1 Metabolisme hormon steroid: CYP1A2, CYP2C9, CYP2C18, CYP2C19 dll
CYP2D6 merupakan enzim yang cukup banyak variannya.
Paling tidak dikenal 6 varian genotypic pada CYP2D6. CYP2D6*1 merupakan wild type variant dan menunjukkan aktivitas enzim yang normal, CYP2D6*2 memiliki aktivitas yang sama dengan CYP2D6*1 tetapi memiliki kemampuan untuk duplikasi dan amplifikasi, kedua CYP tersebut muncul pada individu dengan extensive-metabolizer (EM). CYP2D6*4 (defectice splicing) dan CYP2D6*5 (gene deletion), muncul pada individu dengan poor metabolizer (PM) dan mengakibatkan dalam inaktivitasnya anzim atau bahkan ketiadaan enzim. Pada orang asia dan afrika kebanyakan memilki CYP2D6*10 (pro34Ser) dan CYP2D6*17 (Arg296Cys) yang keduanya mengakibatkan substitusi asam amino tunggal dan konsekuensinya akan menurunkan aktivitas enzim.
Omeprazol
merupakan contoh obat
yang jika diberikan pada individu dengan CYP2C19*2 atau CYP2C19*3 akan memberikan efek terapi yang meningkat dimana akan meningkatkan kecepatan penyembuhan terhadap infeksi helicobakter pylori( Cavallari & Lam., 2005).
Terdapat beberapa varian pada CYP2A6 antara lain
CYP2A6*1 (wild type), CYP2A6*2 (single amino acid susbtitution), CYP2A6*3 (gene conversion) dan tiga gene-deletion allele (CYP2A6*4A, CYP2A6*4B dan CYP2A6*4C) ( Cavallari & Lam., 2005). Delesi pada CYP2A6 sangat sering dijumpai pada orang asia. Nikotin merupakan salah satu senyawa yang dimetabolisme oleh CYP2A6. Ketidakmampuan memetabolisme nikotin karena defektif allele CYP2A6 menyebabkan peningkatan toleransi nikotin dan peningkatan adverse effect karena nikotin( Cavallari & Lam., 2005).
Polimorfisme pada drug
transporter genes.
Variasi genetik pada protein pentranspor obat akan
mempengaruhi distribusi dan mengubah konsenstrasi obat. Salah satu protein pentranspor obat yang menunjukkan polimorfisme yang paling dikenal adalah P-glikoprotein yang dikode oleh multidrug-resistance-1 (MDR-1) gene. P-glycoprotein ini pertama kali dikenal karena kemampuannya mengeluarkan agen antikanker dari sel kanker dan menyebabkan resistensi obat-obat kanker. Pglycoprotein juga berpengaruh pada distribusi obatobat lain seperti digoksin, siklosporin dan tracrolimus dan ARV protease inhibitor. Peningkatan di intestinal dari ekspresi P-glikoprotein akan menurunkan absorbsi P-glikoprotein substrat dan menurunkan bioavailabilitasnya (Cavallari & Lam, 2005).
Polimorfisme dalam drug target
genes Polimorfisme
dapat juga terjadi pada
protein target obat seperti reseptor, enzim dan protein signalling intraseluler.
Reseptor 1- dan 2-adrenergik banyak menjadi fokus
riset tentang determina genetik pada pemberian agonis dan -antagonis. 1-adrenergic terletak pada jantung dan ginjal yang mengontrol tekanan darah. Dua synonimous SNPs umumnya terjadi pada gen reseptor 1 pada codon 49 (SerGly) dan 389 (ArgGly) dan terdapat bukti keterlibatan mereka dalam mengontrol tekanan darah. Pasien-pasien hipertensi dengan homozygot baik pada allele Ser49 maupun Arg389 akan terjadi efek penurunan tekanan darah diastolik yang lebih besar pada pemberian metoprolol dibanding dengan carrier pada allele Gly49 dan atau Gly389. Data ini menunjukkan bahwa genotype pada reseptor 1 memegang peranan penmting dalam pengontrolan tekanan darah terhadap blocker( Beitelshees et al., 2006).
Pada individu dengan CYP2D6*4 & CYP2D6*6 dengan
PM yang mengakibatkan tidak adanya anzim atau kelemahan dalam metabolisme obat yang tergantung enzim tersebut (CYP2D6) akan mengakibatkan efek yang berbeda(berlebihan). Contohnya adalah terjadinya neurophaty setelah pemberian perhexilin (obat antiangina), sedang pemberian kodein dan tramadol akan mengurangi efek analgesiknya. CYP2D6*10 (dihubungkan dengan aktivitas enzim yang rendah) akan mengakibatkan tingginya konsentrasi obat neuroleptic (halloperidol) yang diberikan dan menimbulkan efek yang berlebihan ( Cavallari & Lam., 2005).