Anda di halaman 1dari 14

Infeksi Parasit Plasmodium

Grevaldo Austen
102014015
E5
Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510
No. Telp (021) 5694-2061
Pendahuluan
Tubuh manusia memiliki sistem kekebalan yang disebut imunitas. Imunitas atau sistem imun
ini berfungsi untuk melindungi kita dari benda-benda asing yang dapat menimbulkan
gangguan fungsi tubuh atau menyebabkan kita sakit. Benda-benda asing yang dimaksud
dapat berupa mikroba seperti bakteri atau virus. Dalam kesempatan kali ini saya akan
membahas salah satu contoh penyakit infeksi parasite yang disebabkan oleh plasmodium
yang menyerang eritrosit. 1
Berdasarkan skenario yang saya dapat, kali ini saya akan membahas tentang malaria. malaria
adalah penyakit infeksi parasite yang disebabkan oleh plasmodium yang menyerang eritrosit
dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual didalam darah. Infeksi malaria
memberikan gejala berupa demam, mengigil, anemia, dan splenomegaly. Dapat berlangsung
akut ataupun kronik. Untuk penjelasan lebih lanjutnya akan saya bahas juga mengenai
anamnesis, pemeriksaan, diagnosis, etiologi, epidemiologi, patofisiologi, penatalaksanaan,
prognosis, komplikasi serta pencegahan dari malaria. Saya harap tulisan saya dapat
dimengerti dan membantu para pembaca.
Anamnesis
Anamnesis merupakan kumpulan informasi subjektif yang diperoleh dari apa yang
dipaparkan oleh pasien terkait dengan keluhan utama yang menyebabkan pasien mengadakan
kunjungan ke dokter. Anamnesis diperoleh dari komunikasi aktif antara dokter dan pasien
atau keluarga pasien. Anamnesis yang baik untuk seorang dewasa mencakupi data klinik yang
ingin didapat guna menegakkan diagnosis penyakit pasien. Data klinik yang ingin didapat
oleh dokter dalam anamnesis diantaranya adalah keluhan utama beserta waktunya, riwayat
1

penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu yang pernah diderita atau trauma dan kecelakaan,
riwayat keluarga apakah ada yang sakit seperti ini atau penyakit tertentu, riwayat sosial,
ekonomi, dan budaya yang berkaitan dengan problem medis, riwayat lingkungan tempat
tinggal dan bekerja dan untuk pasien wanita, perlu ditanya tentang riwayat perkawinan,
persalinannya, menstruasi terakhir, dan riwayat keluarga berencana.2
Berdasarkan skenario diatas dapat diketahui keluhan utama pasien adalah demam tinggi
sampai menggigil dan berkeringat. Demam naik turun setiap 2 hari, keluhan lain yang
dirasakan sakit kepala dan mual. Selain itu dapat diketahui juga dari anamnesis pasien
melakukan perjalanan 2 minggu yang lalu keluar pulau jawa dan belum melakukan
pengobatan.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik atau pemeriksaan klinis adalah sebuah proses yang dilakukan seorang ahli
medis atau dokter dengan memeriksa tubuh pasien untuk menemukan tanda klinis penyakit.
Hasil pemeriksaan fisik akan dicatat dalam rekam medis. Rekam medis dan pemeriksaan fisik
akan membantu dalam penegakkan diagnosis dan perencanaan penatalaksanaan pada pasien.
Pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis, mulai dari bagian kepala dan berakhir pada
anggota gerak. Pemeriksaan fisik yang umum dilakukan adalah melihat tanda vital atau
pemeriksaan suhu, denyut dan tekanan darah. Setelah itu dilanjutkan dengan pemeriksaan
organ utama yang diperiksa dengan inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi, beberapa tes
khusus mungkin diperlukan. 2
Berdasarkan skenario diatas didapatkan kesadaran pasien compos mentis dan keadaan umum
tampak sakit sedang, tekanan darah 120/80 mmHg, frekuensi nadi 86 kali/manit teraba kuat,
suhu 38,5oC, frekuensi nafas 18 kali, pemeriksaan mata : sclera tampak ikterik, pemeriksaan
abdomen : hepar teraba 2 jari dibawah arcus costa, lien teraba S II-III
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yaitu suatu pemeriksaan medis yang dilakukan atas indikasi medis
tertentu guna memperoleh keterangan-keterangan yang lebih lengkap. Tujuan pemeriksaan ini
adalah diagnostik dan terapeutik. Diagnostik dimaksud untuk membantu menegakkan
diagnosis penyakit sedangkan terapeutik yaitu untuk pengobatan penyakit tertentu.
Berdasarkan skenario diatas tidak diketahui apa pemeriksaan penunjang yang sudah
dilakukan. Namun untuk memastikannya, dapat dilakukan pemeriksaan dengan mikroskop
2

dan pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat (Rapid diagnostic test). sebaiknya dilakukan
pemeriksaan penunjang berupa tes preparat darah. 3
Tes Antigen
Yaitu mendeteksi antigen dari P. Falciparum (Histidin Rich Protein II). Deteksi ini
sangat cepat, hanya 3-5 menit, tidak memerlukan latihan khusus, sensitivitasnya baik, dan
tidak memerlukan alat khusus. Deteksi untuk antigen vivaks sudah beredar dipasaran yaitu
dengan metode ICT. Tes sejenis dengan mendeteksi laktat dehidrogenase dari plasmodium
(pLDH) dengan cara immunochromatographic, telah dipasarkan dengan nama tes OPTIMAL.
Optimal dapat mendeteksi dari 0-200 parasit per mikri liter darah dan dapat membedakan
apakah infeksi P. Falciparum atau P. Vivax.3
Tes Serologi
Mulai diperkenalkan sejak tahun 1962 dengan memakai tekhnik indirect fluorescent
antibody test. Tes ini berguna untuk mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap malaria
atau keadaan dimana parasit sangat minimal. Tes ini kurang bermanfaat sebagai alat
diagnostik sebab antibodi baru terjadi setelah beberapa hari parasitemia. Manfaat tes serologi
terutama untuk penelitian epidemiologi atau alat uji saring donor darah. Titer > 1:200
dianggap sebagai infeksi baru dan test > 1:20 dinyatakan positif.3
Pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction)
Pemeriksaan ini dianggap sangat peka dengan teknologoi amplikasi DNA, waktu
yang dipakai cukup cepat dan sensitivitas maupun spesifitasnya tinggi. Keunggukan dari tes
ini walaupaun jumlah parasit sangat sedikit dapat memberikan hasil positif. Tetapi, tes ini
baru dipakai sebagai sarana penelitian dan belum untuk pemeriksaan rutin.3

Tetesan Preparat Darah Tebal


Merupakan cara terbaik untuk menemukan parasit malaria karena tetesan darah cukup banyak
dibandingkan preparat darah tipis. Sediaan mudah dibuat khususnya untuk studi di lapangan.
Ketebalan dalam membuat sediaan perlu untuk menudahkan indetifikasi parasit. Pemeriksaan
parasit dilakukan selama 5 menit (diperkirakan 100 lapang pandang dengan pembesaran
kuat). Preparat dinyatakan negatif bila setelah diperiksa 200 lapang pandangan dengan
pembesaran kuat 700-1000 kali tidak ditemukan parasit. 1-3
3

Diagnosis
Diagnosis adalah upaya untuk menegakan atau mengetahui jenis penyakit yang diderita oleh
seseorang atau masalah kesehatan yang dialami oleh masyarakat. Diagnosis terbagi menjadi
dua, yaitu diagnosis banding atau diagnosis diferensial dan diagnosis yang bekerja atau
dikenal dengan working diagnosis. Diagnosis diferensial didapatkan setelah melakukan
anamnesis dan pemeriksaan fisik. Sedangkan diagnosis yang bekerja dapat diketahui setalah
melakukan pemeriksaan penunjang. 4
1. Diagnosis Diferensial
Demam Tifoid
Diagnosis pembanding dari penyakit malaria di tinjau dari demam dan keadaan
ikterus adalah demam tifoid. Gejala dari demam tifoid sendiri ialah panas lebih dari
hari kontinu terutama pada malam hari. Keadaan umum penderita kurang, nafsu
makan berkurang, mulai apatis, fisik lidah coatea, bercak roseola pada kulit,
bradikardi relatif, Hb turun dan lain-lain. 5

Demam Berdarah Dengue (DBD)


Demam Berdarah Dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang
ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Gejala klinisnya adalah demam tinggi yang
berlangsung dalam waktu singkat selama 2-7 hari, yang dapat mencapai 40 oC.
Demam juga sering ditandai dengan gejala tidak spesifik seperti tidak nafsu makan,
lemah badan, nyeri sendi dan tulang, rasa sakit di daerah belakang mata (retro-orbita),
dan wajah yang kemerah-merahan. Tanda-tanda perdarahan seperti mimisan
(epistaksis), perdarahan gusi, perdarahan pada kulit seperti tes Rumpleede (+),
ptekiae, buang air besar yang berwarna merah kehitaman. Adanya pembesaran pada
hati (hepatomegali). Kegagalan sirkulasi darah, ditandai dengan denyut nadi yang
teraba lemah dan cepat, ujung jari dingin, penurunan kesadaran, dan syok yang dapat

menyebabkan kematian. Penurunan jumlah trombosit <100.000 mm3 dan peningkatan


kadar hematokrit >20% dari nilai normal. 6
Leptospirosis
Gambaran klinis leptospirosis dibagi atas 3
fase yaitu : fase leptospiremia, fase imun dan
fase penyembuhan. 1,5

Fase Leptospiremia
Demam
mendadak

tinggi

sampai

menggigil disertai sakit kepala, nyeri otot,

Gambar 1 Aedes Aegypti

hiperaestesia pada kulit, mual muntah,


diare, bradikardi relatif, ikterus, injeksi silier mata. Fase ini berlangsung 4-9 hari

dan berakhir dengan menghilangnya gejala klinis untuk sementara.


Fase Imun
Dengan terbentuknya IgM dalam sirkulasi darah, sehingga gambaran klinis
bervariasi dari demam tidak terlalu tinggi, gangguan fungsi ginjal dan hati, serta

gangguan hemostatis dengan manifestasi perdarahan spontan.


Fase Penyembuhan
Fase ini terjadi pada minggu ke 2 - 4 dengan patogenesis yang belum jelas. Gejala
klinis pada penelitian ditemukan berupa demam dengan atau tanpa muntah, nyeri
otot, ikterik, sakit kepala, batuk, hepatomegali, perdarahan dan menggigil serta
splenomegali.

Chikungunya
Demam muncul tiba-tiba dan umumnya berlangsung selama 5 hari, nyeri dan linu
pada sendi, pembesaran kelenjar getah bening, lemas, pada anak-anak mata berubah
merah, gangguan pada perut, mual, muntah. 1,5
2. Working Diagnosis
Malaria
Penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang menyerang eritrosit
dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual di dalam darah. Infeksi malaria
memberikan gejala berupa demam, menggigil, anemia, dan splenomegali. Demam
mempunyai 3 stadium, yaitu

frigoris (menggigil) yang berlangsung -2 jam,

kemudian stadium acme (puncak demam) selama 2-4 jam, kemudian memasuki
5

stadium sudoris dimana penderita banyak keringat. Malaria dapat berlangsung akut
ataupun kronik. Infeksi malaria dapat berlangsung tanpa komplikasi ataupun
mengalami kompliksi sistemik yang dikenal sebagai malaria berat. 1,5
Etiologi
Penyebab infeksi malaria ialah plasmodium, yang berasal dari famili plasmodidae.
Plasmodium pada manusia menginfeksi eritrosit dan mengalami perkembangbiakan secara
aseksual di jaringan hati dan eritrosit. Untuk perkembangan seksualnya terjadi dalam tubuh
nyamuk anopheles betina. Di dunia terdapat sekitar 170 spesies plasmodium yang dikenal,
tetapi hanya 4 yang menjadi penyebab malaria pada manusia yaitu: 7

Plasmodium falciparum
Dulu dikenal sebagai Subtertian atau malaria tertianamaligna, merupakan spesies
yang paling mematikan dan jika tidak diobati dapat fatal dalam beberapa hari sejak

awitan. Plasmodium ini merupakan penyebab malaria tropika/malaria serebral.


Plasmodium vivax
Spesies ini dapat bersembunyi di dalam tubuh (hati) dan dapat kambuh selama 3

tahun ke depan. Plasmodium ini merupakan penyebab malaria tertiana.


Plasmodium ovale
Spesies ini jarang, tapi bisa pula bersembunyi di dalam tubuh. Plasmodium ini

merupakan penyebab malaria ovale.


Plasmodium malariae
Spesies ini dapat bersembunyi dalam aliran darah selama bertahun-tahun tanpa
menimbulkan gejala. Meskipun begitu, orang yang telah terinfeksi dapat menularkan
ke orang lain melalui gigitan nyamuk atau transfusi darah.

Parasit malaria yang terdapat di negara Indonesia, yang paling sering dijumpai dan kita
kenal adalah plasmodium vivax yang menyebabkan malaria tertiana (benign malaria) dan
plasmodium falciparum yang menyebabkan malaria tropika (malignan malaria). Plasmodium
Malariae pernah juga dijumpai tetapi sangat jarang. Sedangkan Plasmodium Ovale pernah
dilaporkan dijumpai di Irian Jaya, pulau Timor, pulau Owi (utara Irian Jaya). 8-9
Epidemiologi
Infeksi malaria tersebar pada lebih dari 100 negara di benua Afrika, Asia, Amerika (bagian
selatan), dan daerah Oeceania, serta kepulauan Caribia. Namun terdapat juga daerah yang
bebas malaria yaitu Amerika Serikat, Canada, negara di Eropa (kecuali Rusia), Israel,
Singapura, Hongkong, Jepang, Taiwan, Korea, Brunai dan Australia. Negara tersebut
terhindar dari malaria karena vektor kontrolnya yang baik. Walupun demikian di negara
6

tersebut makin banyak dijumpai kasus malaria yang diimport karena pendatang dari negara
malaria atau penduduknya berkunjung ke daerah-daerah malaria. 8,9
Plasmodium Falciparum dan Plasmodium Malariae umumnya dijumpai pada semua negara
dengan malaria, seperti di Afrika, Haiti dan Papua Nugini, umumnya Plasmodium
Falciparum. Plasmodium Vivax banyak di Amerika Latin. Di Amerika Selatan, Asia
Tenggara, negara Oceania dan India umumnya Plasmodium Falciparum dan Plasmodium
Vivax. Plasmodium Ovale biasanya hanya di Afrika. Di Indonesia kawasan Timur mulai dari
Kalimantan, Sulawesi Tengah sampai ke Utara, Maluku, Irian Jaya dan dari Lombor sampai
Nusa Tenggara Timur serta Timor Timur merupakan daerah endemis malaria dengan
Plasmodium Falciparum dan Plasmodium Vivax. 8,9
Patofisiologi
Plasmodium memerlukan dua hospes

untuk

siklus

hidupnya yaitu manusia dan nyamuk


anopheles betina. Siklus pada manusia
mulai terjadi saat nyamuk anopheles infektif
menghisap darah manusia. Sporozoit yang

berada

di kelenjar liur nyamuk akan masuk ke


dalam peredaran darah selama lebih
kurang 1/2 jam. Setelah itu sporozoit
masuk kedalam sel hati dan menjadi
tropozoit hati. Kemudian berkembang

Gambar 3 Penyebaran Malaria

menjadi skizon di hati yang terdiri dari 10.000-30.000 merozoit hati (tergantung spesiesnya).
Siklus ini disebut siklus eksoeritrositer yang berlangsung selama lebih kurang 2 minggu. 8,9

Pada Plasmodium vivax dan Plasmodium


ovale

sebagian

tropozoit

hati

tidak

langsung berkembang menjadi skizon,


tetapi ada yang menjadi bentuk dorman
yang disebut hipnozoit. Hipnozoit tersebut
dapat tinggal di dalam sel hati selama
berbulan-bulan

sampai

bertahun-tahun.

Pada suatu saat bila imunitas tubuh


menurun, akan menjadi aktif sehingga
dapat menimbulkan relaps (kambuh). 8,9
Merozoit yang berasal dari skizon hati
yang pecah masuk ke peredaran darah dan

Gambar 2 Siklus Hidup Plasmodium

menginfeksi sel darah merah. Hal ini disebut sebagai sporulasi. Di dalam sel darah merah,
parasit tersebut berkembang dari stadium tropozoit sampai skizon (8-30 merozoit, tergantung
spesiesnya). Proses perkembangan aseksual ini disebut skizogoni. Selanjutnya eritrosit yang
terinfeksi (skizon) pecah dan merozoit yang keluar akan menginfeksi sel darah merah
lainnya. Siklus ini disebut siklus eritrositer. Setelah 2-3 siklus skizogoni darah, sebagian
merozoit yang menginfeksi sel darah merah membentuk stadium seksual (gametosit jantan
dan betina). Apabila nyamuk anopheles betina menghisap darah yang mengandung gametosit,
di dalam tubuh nyamuk, gamet jantan dan betina melakukan pembuahan sehingga dihasilkan
zigot. Zigot berkembang menjadi ookinet kemudian menembus dinding lambung nyamuk.
Pada dinding luar lambung nyamuk, ookinet akan menjadi ookista dan selanjutnya pecah
mengeluarkan ribuan sporozoit. Sporozoit bersifat infektif dan siap ditularkan ke manusia. 8,9

Gejala Klinis
Manifestasi klinik malaria tergantung pada imunitas penderita, tingginya tranmisi infeksi
malaria. Berat/ringannya infeksi dipengaruhi oleh jenis plasmodium, daerah asal infeksi,
umur, faktor genetik, keadaaan kesehatan dan nutrisi, pengobatan sebelumnya. Keadaan
klinik dalam perjalanan infeksi malaria : 11

Serangan primer: yaitu keadaan mulai dari akhir masa inkubasi dan mulai terjadi
serangan paroksimal yang terdiri dari menggigil, panas dan berkeringat. Serangan

paroksimal ini dapat pendek atau panjang tergantung dari perbanyakan parasit dan

keadaan imunitas penderita.


Periode latent: yaitu periode tanpa gejala dan tanpa parasitemia selama terjadinya

infeksi malaria. Biasanya terjadi diantara dua keadaan paroksismal.


Recrudescense: yaitu berulangnya gejala klinik dan parasitemia dalam masa 8 minggu
sesudah berakhirnya serangan primer. Berulangnya gejala klinik sesudah periode laten

dan serangan primer.


Recurrence: yaitu berulangnya gejala klinik atau parasitemia setelah 24 minggu

berakhirnya serangan primer.


Relaps: berulangnya gejala klinik atau parasitemia yang lebih lama dari waktu
diantara serangan periodik dari infeksi prime yaitu setelah periode yang lama dari
masa latent (sampai 5 tahun), biasanya terjadi karena infeksi tidak sembuh atau oleh
bentuk diluar eritrosit (hati) pada malaria vivax atau ovale.

Penatalaksanaan
Medikamentosa
Semua individu dengan infeksi malaria, yaitu yang di tubuhnya ditemukan plasmodium
aseksual di dalam darahnya, atau malaria klinis tanpa plasmodium di darah juga perlu diobati.
Prinsip pengobatan malaria :
1. Penderita tergolong malaria biasa tanpa komplikasi dan penderita yang tergolong
malaria berat dengan komplikasi. Penderita malaria biasa menggunakan obat oral,
sedangkan malaria dengan komplikasi menggunakan obat paerenteral.
2. Penderita malaria harus mendapat pengobatan yang efektif, tidak gagal, dan
mencegah transmisi, yaitu dengan ACT (Artemisin base Combination Therapy)
3. Pemberian pengobatan dengan ACT harus berdasarkan hasil pemeriksaan malaria
yang positif dan dilakukan monitoring efek/respon pengobatan.
4. Pengobatan malaria klinis/ tanpa hasil pemeriksaan malaria memakai obat nonACT.
Secara global WHO telah menetapkan dipakainya pengobatan malaria dengan memakai obat
ACT ( Artemisin base Combination Therapy). Golongan artemisinin (ART) telah dipilih
sebagai obat utama karena efektif dalam mengatasi plasmodium yang resisten dengan
pengobatan, selain itu dia dapat membunuh semua stadium plasmodium dan semua janisnya.
Laporan kegagalan terhadap ART belum dilaporkan saat ini. Selain itu, kuinin adalah obat
yang paling ampuh untuk P. vivax dan P. ovale. 11,12

Artemisinin merupakan obat malaria hyang diisolasi dari tumbuhan Artemisia annua.
Merupakan obat yang mempunyai efek skizontisida darah yang paling cepat dibanding obat
malaria lain. Biasa diberikan pada penderita P. falciparum yang resisten maupun yang dengan
komplikasi, namun tidak dianjurkan pada infeksi P. vivax, P. malariae, dan P. ovale, selama
ke-3 spesies ini masih dapat diobati dengan obat malaria lainnya. Obat ini bekerja sangat
cepat dengan paruh waktu kira-kira 2 jam, larut dalam air, bekerja sebagai obat sizontocidal
darah. Karena beberapa penelitian bahwa pemakaian obat tunggal menimbulkan terjadinya
rekrudensi, maka direkomendasikan untuk dipakai dengan kombinasi obat lain. Dengan
demikian juga akan memperpendek pemakaian obat. Obat ini cepat diubah dalam bentuk
aktifnya dan penyediaan ada yang oral, atau parenteral/injeksi. 12
Penggunaan golongan artemisinin secara monoterapi akan mengakibatkan terjadinya
rekrudensi (terulangnya penyakit setelah waktu yang cepat) . Karenanya WHO memberikan
petunjuk penggunaan artemisinin dengan mengkombinasikan dengan obat anti malaria yang
lain (ACT). Kombinasi obat ini dapat berupa kombinasi dosis tetap (fixed doses) atau
kombinasi tidak tetap (non-fixed dose). Kombinasi dosis tetap lebih memudahkan pemberian
pengobatan. Contoh ialah Co-Artem yaitu kombinasi artemeter (200mg) + lumefantrine
(120mg). Dosis Coartem 4 tablet 2x1 sehari selama 3 hari. Kombinasi tetap lainnya adalah
dihidroartemisinin (40mg) + piperakuin (320mg) yaitu Artekin. Dosis artekin untuk
dewasa: dosis awal 2 tablet, 8 jam kemudian 2 tablet, 24 jam dan 32 jam, masing-masing 2
tablet. Kombinasi ACT yang tidak tetap misalnya bisa dicampur dengan meflokuin,
amodiakuin, klorokuin, sulfadoksin pirimetamin, pirimaridin, chlorproquanil dapson,
piperakuin dan trimethoprim( artecom), atau artecom dan primakuin.
Dari kombinasi di atas yang tersedia di Indonesia saat ini ialah kombinasi
artesunat+amodiakuin dengan nama dagang ARTESDIAQUINE atau Artesumoon. Dosis
untuk orang dewasa, yaitu artesunat (50mg/tablet) 200mg pada hari I-III (4 tablet). Untuk
Amodiakuin (200mg/tablet) yaitu 3 tablet hari I dan II dan 1 tablet hari III.12
Untuk pemakaian obat golongan artemisinin harus disertai/dibuktikan dengan pemeriksaan
parasit yang positif, setidak-tidaknya dengan tes cepat antigen yang positif. Bila malaria
klinis/tidak ada hasil pemeriksaan parasitologik tetap menggunakan obat non-ACT.12
Pengobatan malaria dengan obat-obat non-ACT, walaupun resistensi terhadap obat-obat
standar golongan non ACT telah dilaporkan dari seluruh propinsi di Indonesia, namun
beberapa daerah masih cukup efektif baik terhadap klorokuin maupun sulfadoksin
10

primetamin (kegagalan masih kurang dari 25%). Dibeberapa daerah pengobatan


menggunakan obat standar seperti klorokuin dan sulfadoksin pirimetamin masih dapat
digunakan dengan pengawasan terhadap respon pengobatan. Obat-obat non-ACT adalah:
Klorokuin Difosfat/Sulfat, Sulfadoksin-Pirimetamin (SP), Kina Sulfat, Primakuin. 12,13
Pengobatan simptomatik

pada malaria berat meliputi

(1) Pemberian antipiretik untuk

mencegah hipertermia : parasetamol 15 mg/KgBB/x, beri setiap 4 jam dan lakukan juga
kompres hangat. (2) Bila kejang, beri antikonvulsan : Dewasa : Diazepam 5-10 mg IV (secara
perlahan jangan lebih dari 5 mg/menit) ulang 15 menit kemudian bila masih kejang. Jangan
diberikan lebih dari 100 mg/24 jam. Bila tidak tersedia Diazepam, sebagai alternatif dapat
dipakai Phenobarbital 100 mg IM/x Dewasa diberikan 2 x sehari.

Komplikasi
Komplikasi malaria umumnya disebabkan karena Plasmodium falciparum dan sering disebut
pernicious manifestations. Sering terjadi mendadak tanpa gejala-gejala sebelumnya, dan
sering terjadi pada penderita seperti pada orang pendatang dan kehamilan. Komplikasi terjadi
5-10% pada seluruh penderita malaria yang dirawat di RS dan 20% dari padanya merupakan
kasus yang fatal. Penderita malaria dengan komplikasi umumnya digolongkan sebagai
malaria berat yang menurut WHO didefinisikan sebagai infeksi Plasmodium falciparum
dengan satu atau lebih komplikasi sebagai berikut: 14

Malaria serebral (coma): tidak disebabkan penyakit lain atau lebih dari 30 menit

setelah serangan kejang.


Acidemia/acidosis: pH darah <7,2,
Anemia berat,
Gagal ginjal akut,
Hipoglikemi: gagal sirkulasi atau syok (tekanan sistolik <70mmHg) disertai keringat

dingin. Kejang berulang lebih dari 2 kali/24 jam,


Gangguan kesadaran ringan (GCS <15),
Kelemahan otot (tidak bisa duduk ataupun berjalan), Hiperparasitemia >5%, Ikterik
(bilirubin > 3mg/dl), Hiperpireksia (temperature rektal > 400C) pada orang dewasa
dan anak.

Pencegahan
Pencegahan malaria secara umum meliputi 3 hal, yaitu edukasi, kemoprofilaksis, dan upaya
menghindari gigitan nyamuk. Edukasi adalah faktor terpenting pencegahan malaria yang
11

harus diberikan kepada setiap pelancong atau petugas yang akan bekerja di daerah endemis.
Materi utama edukasi adalah mengajarkan tentang cara penularan malaria, risiko terkena
malaria, dan yang terpenting pengenalan tentang gejala dan tanda malaria, pengobatan
malaria terutama SBET, dan pencegahan malaria dengan kemoprofilaksis serta pencegahan
gigitan nyamuk, dan pengetahuan tentang upaya menghilangkan tempat perindukan nyamuk
seperti membuat drainase yang efektif dan singkirkan tempat pembiakan nyamuk terutama
rawa atau tempat air tergenang. Upaya paling efektif mencegah malaria adalah menghindari
gigitan nyamuk anopheles. Upaya tersebut berupa proteksi pribadi, modifikasi perilaku dan
modifikasi lingkungan. Contoh dari proteksi diri adalah menggunakan insektisida, repellent
dan mengurangi aktivitas di luar rumah mulai senja. 15
Edukasi yang dapat disampaikan kepada masyarakat, terutama masyarakat yang tinggal di
daerah endemik penyakit malaria adalah sebagai berikut ; 15

Tidur dengan kelambu, sebaiknya dengan kelambu impregnated (dicelup peptisida;

pemethrin atau deltamethrin).


Menggunakan obat pembunuh nyamuk (gosok, spray, asap, atau elektrik.)
Mencegah berada di alam bebas dimana nyamuk dapat menggigit atau memakai baju

lengan panjang, kaus/stocking.


Memproteksi tempat tinggal/kamar tidur dari nyamuk dengan kawat anti nyamuk.
Dengan cara promotif dengan melakukan penyuluhan gerakan 3M (Menguras bak
mandi, Menutup tampungan air, Menimbun barang-barang bekas)

Prognosis
Prognosis adalah peramalan dari kemungkinan dan akhir suatu penyakit, sebuah perkiraan
kemungkinan hasil akhir gangguan atau penyakit, baik dengan atau tanpa pengobatan.
Prognosis malaria ditentukan oleh berbagai faktor, diantaranya adalah: 10,15
1. Prognosis malaria tergantung kecepatan dan ketepatan diagnosis serta pengobatan.
2. Prognosis bergantung jenis parasit
Prognosis malaria yang disebabkan oleh Plasmodium vivax pada umumnya baik,
tidak menyebabkan kematian, walaupun apabila tidak diobati, infeksi rata-rata dapat
berlangsung sampai 3 bulan atau lebih lama oleh karena mempunyai sifat relaps.
Sedangkan

Plasmodium

Malariae

dapat

berlangsung

sangat

lama

dengan

kecenderungan relaps. Pernah dilaporkan sampai 30-50 tahun. Infeksi Plasmodium


falciparum tanpa pengobatan berlangsung sampai satu tahun. Prognosis menjadi
buruk, apabila tidak ditanggulangi secara cepat dan tepat bahkan dapat meninggal
terutama pada gizi buruk.
12

3. Prognosis malaria berat dengan kegagalan satu fungsi organ lebih baik daripada
kegagalan 2 fungsi organ.
Mortalitas dengan kegagalan 3 fungsi organ, > 50%.
Mortalitas dengan kegagalan 4 atau lebih fungsi organ, > 75%
4. Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan mortalitas yaitu:

Kesimpulan
Berdasarkan hasil anamnesis, gejala-gejala yang dikeluhkan pasien laki-laki 35 tahun yang
mengeluh demam sejak 1 minggu yang lalu dengan sifat demam yang sempat menghilang
kemudian naik lagi disertai menggigil, berkeringat, sakit kepala dan mual serta pemeriksaan
fisik yang dilakukan, semuanya mengarah pada malaria tanpa komplikasi. Namun untuk
memastikannya, sebaiknya dilakukan pemeriksaan penunjang berupa tes sediaan darah tebal
sehingga dapat diketahui secara tepat mengenai jenis parasit yang menyerang dan selanjutnya
dapat diberikan terapi yang sesuai sehingga didapatkan juga prognosis yang baik. Dengan
demikian hipotesis yang sebelumnya diajukan di terima.

Daftar Pustaka
1. Sudoyo.A.W, Setiyohadi.B, Alwi.I, Simadibrata.M, Setiati.S. buku ajar ilmu penyakit
dalam Ed.5. Jakarta: interna publishing;2009. h. 2813-25, 2773, 2797, 2807.
2. Gleadle, Jonathan. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta : Penerbit
Erlangga; 2007. h. 1-17.
3. Hardjodisastro D. Menuju seni ilmu kedokteran: bagaimana dokter berpikir, bekerja,
dan menampilkan diri. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama; 2006. H.218-9, 229-30.
4. Mcphee SJ, Papadaksis MA, Tierney LM. Current medical diiagnosis and treatment.
Ed.6. USA. Lange, 2007. H. 1517-9.

13

5. Santoso M. Standart pelayanan medis penyakit dalam: Rumah Sakit Umum Daerah
Koja. Jakarta: Yayasan Diabetes Indonesia; 2004. H. 13-7.
6. Wahyu GG. Apa yang dokter anda tidak katakan tentang demam berdarah. Jakarta: PT
Mizan Publika; 2011.
7. Aines. Seri lingkungan dan penyakit: Manajemen berbasis lingkungan. Jakarta: PT Elex
Media Komputindo; 2006. H. 73-4.
8. Natadisastra D, Agoes R. Parasitologi kedokteran ditinjau dari organ tubuh yang
diserang. Astuti NZ, editor. Jakarta: EGC; 2009.h. 214
9. Departemen Parasitologi FKUI. Buku ajar parasitologi kedokteran. Sutanto I, editor.
Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2013.h. 189-241
10. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Hartanto
H,editor. Jakarta: EGC; 2012.h. 258-9
11. Syarif A, Sadikin ZD. Obat malaria. Dalam : Departemen Farmakologi dan Terapeutik
Fakultas Kedokteran-Universitas Indonesia. Farnakologi dan terapi. Edisi 5. Jakarta :
Badan Penerbit FKUI ; 2012. H. 556-70
12. FKUI. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5. Vol.3. Jakarta: Interna Publishing;
2009. H. 2813-28.
13. Rosenthal PJ. Obat antiprotozoa. Dalam : Katzung BG. Farmakologi dasar & klinis.
Edisi 10. Jakarta : EGC ; 2007. H. 873-93
14. Departemen Kesehatan RI. Pedoman penatalaksanaan kasus malaria di Indonesia.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2008. h. 73
15. Widoyono. Penyakit tropis epidemiologi, penularan, pencegahan dan pemberantasan.
Jakarta: Erlangga; 2008. h. 34-6, 59-63, 111-6, 124-5.

14

Anda mungkin juga menyukai