Anda di halaman 1dari 8

LEUKIMIA

1. Defenisi
Leukemia adalah suatu keganasan yang berasal dari perubahan genetik pada
satu atau banyak sel di sumsum tulang. Pertumbuhan dari sel yang normal akan
tertekan pada waktu sel leukemia bertambah banyak sehingga akan menimbulkan
gejala klinis. Leukemia adalah proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas,
sering disertai bentuk leukosit yang lain daripada normal dengan jumlah yang
berlebihan, dapat menyebabkan kegagalan sumsum tulang dan sel darah putih
sirkulasinya meninggi.
2. Morfologi dan fungsi normal sel darah putih
Leukosit merupakan unit yang aktif dari sistem pertahanan tubuh, yaitu
berfungsi melawan infeksi dan penyakit lainnya. Batas normal jumlah sel darah
putih berkisar dari 4.000 sampai 10.000/mm3. Berdasarkan jenis granula dalam
sitoplasma dan bentuk intinya, sel darah putih digolongkan menjadi 2 yaitu :
granulosit (leukosit polimorfonuklear) dan agranulosit (leukosit mononuklear).
A. Granulosit
Granulosit merupakan leukosit yang memiliki granula sitoplasma.
Berdasarkan warna granula sitoplasma saat dilakukan pewarnaan terdapat 3 jenis
granulosit yaitu neutrofil, eosinofil, dan basofil
a. Neutrofil
Neutrofil adalah garis pertahanan pertama tubuh terhadap invasi oleh
bakteri, sangat fagositik dan sangat aktif. Sel-sel ini sampai di jaringan terinfeksi
untuk menyerang dan menghancurkan bakteri, virus atau agen penyebab infeksi
lainnya. Neutrofil merupakan leukosit granular yang paling banyak, mencapai
60% dari jumlah sel darah putih. Neutrofil merupakan sel berumur pendek dengan
waktu paruh dalam darah 6-7 jam dan jangka hidup antara 1-4 hari dalam jaringan
ikat, setelah itu neutrofil mati.
b. Eosinofil

Eosinofil merupakan fagositik yang lemah. Jumlahnya akan meningkat saat


terjadi alergi atau penyakit parasit. Eosinofil memiliki granula sitoplasma yang
kasar dan besar. Sel granulanya berwarna merah sampai merah jingga. Dalam
darah normal, eosinofil jauh lebih sedikit dari neutrofil, hanya 2-4% dari jumlah
sel darah putih.
c.

Basofil
Basofil adalah jenis leukosit yang paling sedikit jumlahnya yaitu kurang

dari 1% dari jumlah sel darah putih. Basofil memiliki sejumlah granula sitoplasma
yang bentuknya tidak beraturan dan berwarna keunguan sampai hitam. Basofil
memiliki fungsi menyerupai sel mast, mengandung histamin untuk meningkatkan
aliran darah ke jaringan yang cedera dan heparin untuk membantu mencegah
pembekuan darah intravaskular.
B. Agranulosit
Agranulosit merupakan leukosit tanpa granula sitoplasma. Agranulosit
terdiri dari limfosit dan monosit.
a. Limfosit
Limfosit adalah golongan leukosit kedua terbanyak setelah neutrofil,
berkisar 20-35% dari sel darah putih, memiliki fungsi dalam reaksi imunitas.
Limfosit memiliki inti yang bulat atau oval yang dikelilingi oleh pinggiran
sitoplasma yang sempit berwarna biru. Terdapat dua jenis limfosit yaitu limfosit T
dan limfosit B. Limfosit T bergantung timus, berumur panjang, dibentuk dalam
timus. Limfosit B tidak bergantung timus, tersebar dalam folikel-folikel kelenjar
getah bening. Limfosit T bertanggung jawab atas respons kekebalan selular
melalui pembentukan sel yang reaktif antigen sedangkan limfosit B, jika
dirangsang dengan semestinya, berdiferesiansi menjadi sel-sel plasma yang
menghasilkan imunoglobulin.

b. Monosit

Monosit merupakan leukosit terbesar. Monosit mencapai 3-8% dari sel


darah putih, memiliki waktu paruh 12-100 jam di dalam darah. Intinya terlipat
atau berlekuk dan terlihat berlobus, protoplasmanya melebar, warna biru keabuan
yang mempunyai bintik-bintik sedikit kemerahan.
3. Patofisiologi
Pada keadaan normal, sel darah putih berfungsi sebagai pertahanan tubuh
terhadap infeksi. Sel ini secara normal berkembang sesuai perintah, dapat
dikontrol sesuai dengan kebutuhan tubuh. Leukemia meningkatkan produksi sel
darah putih pada sumsum tulang yang lebih dari normal. Mereka terlihat berbeda
dengan sel darah normal dan tidak berfungsi seperti biasanya. Sel leukemi
memblok produksi sel darah normal, merusak kemampuan tubuh terhadap infeksi.
Sel leukemi juga merusak produksi sel darah lain pada sumsum tulang termasuk
sel darah merah dimana sel tersebut berfungsi untuk menyuplai oksigen pada
jaringan.
Leukemia terjadi jika proses pematangan dari stem sel menjadi sel darah
putih mengalami gangguan dan menghasilkan perubahan ke arah keganasan.
Perubahan tersebut seringkali melibatkan penyusunan kembali bagian dari
kromosom (bahan genetik sel yang kompleks). Translokasi kromosom
mengganggu pengendalian normal dari pembelahan sel, sehingga sel membelah
tidak terkendali dan menjadi ganas. Pada akhirnya sel-sel ini menguasai sumsum
tulang dan menggantikan tempat dari sel-sel yang menghasilkan sel-sel darah
yang normal.
4. Klasifikasi leukimia
A. Leukimia Akut
a. Leukemia Mieloblastik Akut (LMA)
LMA adalah bentuk leukemia akut yang merupakan penyakit ekspansi
klonal dari sel blas seri mieloid ke dalam sumsum tulang, darah, dan berbagai
jaringan. AML terjadi pada semua kelompok usia. AML adalah bentuk umum
leukemia akut pada orang dewasa dan makin sering ditemukan segala usia. AML
hanya mencakup sebagian kecil (10-15%) leukemia di masa anak.
Gejala berhubungan dengan beratnya penekanan pada sistem hematopoesis
normal, yang mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya anemia, infeksi, dan
perdarahan,

pucat,

lelah, dan lemah hampir terhadap semua pasien akibat

anemia, infeksi disebabkan neutropenia. Pemeriksaan hematologinya adalah


jumlah leukosit menurun, notrmal, atau meningkat. Jumlahnya bervariasi
<1000/L, jumlah trombosit umumnya menurun, kadang kadang dijumpai
kelainan morfologi trombosit berupa Giant Platelet, morfologi eritosit normositik
normokrom, jarang dijumpai polikrom karena adanya retikulositopenia akibat
desakan eritropoesis oleh sel leukemia
b. Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)
Leukemia limfoblastik akut (LLA) adalah penyakit keganasan yang ditandai
oleh akumulasi limfoblas. Hal ini terjadi akibat proliferasi monoklonal dan
ekspansi seri limfoid yang imatur di sumsum tulang, darah, dan organ lain.
Gambaran Klinisnya adalah penderita merasa lemah, pucat, sesak, dan pusing
akibat anemia, mudah terjadi infeksi akibat neutropenia.
Hal ini ditandai dengan demam , perdarahan seperti petekia, dan ekimosis
akibat trombositopenia, keluhan susunan saraf pusat, ditimbulkan oleh neuropati
saraf otak, bisa terjadi leukemia meningeal akibat peningkatan tekanan
intrakranial dengan gejala sakit kepala, kejang, mual, dan muntah.
Diagnostik Laboratorium pada pemeriksaan hematologi leukimia ini yaitu
jumlah leukosit bervariasi, sebagian meningkat, kurang, ataupun normal, jumlah
trombosit

biasanya

menurun,

anemia

mormositik

normokromik,

pada

pemeriksaan sediaan apus darah biasanyta memperlihatkan adanya sel blas> 20%.
Pada sediaan hapus sumsum tulang didapatkan, kepadatan sel meningkat
(hiperseluler) dengan trombopoesis, eritopoesis, dan granulopoesis tertekan,
sumsum tulang padat dengan sel blas yang banyak, blas leukemik > 20%.

B. Kronik Leukemia

a. Leukemia Myeloid Kronik (LMK)

LMK adalah penyakit yang tergolong dalam mieloproliferatif menahun


(MPD) dengan kelainan klonal yang disebabkan oleh perubahan genetik pada
pluripotent stem cell yang dikaitkan dengan kromosom Philadelphia (Ph).
BCR/ABL fusion gene dan P210. Penyakit ini mencakup 15% leukemia. Penyakit
ini dijumpai pada usia pertengahan yaitu 50-60 tahun dan jarang pada usia muda.
Diagnostik laboratorium lukimia ini yaitu jumlah leukosit 20.000>50.000/L,

jumlah trombosit >1.000.000/L dengan morfologi abnormal.

Trombosit dengan ukuran besar tanpa adanya granula dan dijumpai megakariosit
pada kasus LMK, gambaran darah tepi dan sumsum tulang yang klasik dengan
dominasi mielosit dan netrofil, pada darah tepi didapatkan anemia normositik
normokrom.

b. Polisitemia Vera (PV)


Polisitemia vera (PV) merupakan kelainan mieloproloferatif kronik. PV
disebabkan proliferasi pluripotent stem cell yang tidak terkendali di sumsum
tulang yang mengakibatkan peningkatan jumlah sel darah tepisehingga terjadi
pansitosis.
Gejalanya ditandai dengan pruritus disebabkan karena hiperhistaminemia
yang dapat timbul, baik spontan atau karena rangsangan panas. Rasa gatal dapat
terjadi di seluruh tubuh tanpa disertai kemerahan. Warna merah pada kulit atau
plethora dapat terjadi pada kulit muka, tangan, kaki dan telinga, terjadi
thrombosis, sehingga mengakibatkan infark jantung, thrombosis vena retina,
thrombophlebitis, dan iskemia serebral, terjadi perdarahan, berupa perdarahan
gusi, menoragi, hemoptisis, dan perdarahan gastrointestinal.
Diagnostik laboratoriumnya yaitu pada pemeriksaan darah tepi dapat
ditemukan kadar haemoglobin >18 g/dL, jumlah eritrosit berkisar (6-10)x106/L,
nilai hematokrit >48% pada wanita dan >52% pada pria, pada awal penyakit

ditemukan eritrosit normositik normokrom dan pada stadium lanjut didapatkan


mikrositik hipokrom, hitung retikulosit dapat normal atau sedikit meningkat.

c. Mielofibrosi
Mielofibrosis adalah fibrosis yang reaktif, menyeluruh dan progresif pada
sumsum tulang yang dihubungkan dengan proliferasi sel hematopoietik di hati dan
limpa. Pada pemeriksaan sumsum tulang didapatkan peningkatan jumlah sel
stromal,

peningkatan

kadar

protein

matriks

ekstraseluler,

peningkatan

angiogenesis dan osteosklerosis.


Pemeriksaan Hematologinya yaitu anemia sering berat, jumlah leukosit
seringkali meningkat pada awal penyakit, dan pada proses lanjut terjadi
leukopenia, trombosit meningkat pada awal penyakit dan pada proses lanjut
terjadi trombositopenia, pada pemeriksaan darah tepi ditemukan gambaran
leukoeritroblastik, berupa sel blas dan eritrosit berinti. Dan juga didapatkan
gambaran tear drop cells.

d. Trombositemia Essensial
Keadaan dimana terdapat peningkatan jumlah trombosit yang menetap
karena proliferasi megakariosit dan produksi trombosit berlebihan. Gambaran
diagnostik utama adalah hitung trombosit >600x109/L yang menetap, tetapi
penyebab kenaikan jumlah trombosit yang lain harus disingkirkan dulu sebelum
diagnosis ditegakkan.
Gambaran Klinisnya yaitu sekitar 50% bersifat asimtomatik, eritromelalgia,
yaitu rasa terbakar pada tangan atau kaki yang segera mereda dengan pemberian
aspirin, splenomegaliringan dijumpai pada 50% kasus, hepatomegali hanya
dijumpai pada 15-20% kasus, thrombosis,terjadi pada sistem vena atau arteri,
perdarahan, akibat fungsi trombosit yang abnormal.

Pemeriksaan hematologinya yaitu jumlah trombosit meningkat, biasanya >


600.000/mm3. Trombosit besar yang abnormal serta fragmen dapat ditemukan
pada sediaan hapus darah, sering dijumpai leukositosis ringan, apusan darah tepi
menunjukkan anemia normokromik normositer, kadang kadang dijumpai
gambaran leukoeritroblastik dan tear drop cell.

e. Leukemia Limfositik Kronik (LLK)


Leukemia Limfositik kronik (LLK) merupakan keganasan hematologi yang
ditandai akumulasi limposit kecil matang dalam darah, sumsum tulang dan
jaringan limfoid. Resiko terjadinya penyakt ini meningkat dengan bertambahnya
usia, umumnya penderita berusia lebih dari 60 tahun, dan lebih sering dijumpai
pada laki-laki dibandingkan dengan wanita. Keganasan pada LLK umumnya
berasal dari sel B (B cell lineage) dan yang berasal dari sel T kurangdari 2%,
umumnya berhubungan dengan leukemia prolimfositik sel T.
Gambaran klinisnya yaitu penderita umumnya didiagnosis karena adanya
pembesaran kelenjar getah bening (limfadenopati) yang tidak nyeri, limfositosis
yang tidak diterangkan penyebabnya, sebagian pasien mengeluh cepat lelah atau
lemah. Pasien dengan stadium lebih lanjut dapat mengalami penurunan berat
badan, infeksi berulang karena defisiensi imun dan neutropenia, perdarahan akibat
trombositopenia.
Dianostik laboratorium, pada pemeriksaan darah tepi adanya limfositosis,
sebagian besar terdiri dari limfosit kecil, anemia normokromik normositer,
trombositopenia sering dijumpai, sering disertai basket cell, atau smudged cell.

5. Epidemiologi
6. Pencegahan
A. Pencegahan Primer

a.
b.
c.
d.

Pengendalian terhadap pemaparan sinar radioaktif


Pengendalian terhadap pemaparan lingkungan kimia
Mengurangi frekuensi merokok
Pemeriksaan kesehatan pranikah

B. Pencegahan Sekunder
a. Diagnosis dini : Pemeriksaan fisik, pemeriksaan darah tepi, pemeriksaan
sumsum tulang

b. Penatalaksanaan medis : Kemoterapi, radioterapi, transplantasi Sumsum


Tulang, terapi Suportif

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai