[Narasumber]
[Moderator]
Dalam masa transisi ini (minimal 15 tahun ke depan) Pendidikan DLP rencananya akan diselenggarakan melalui 2 jalur.
Jalur pertama adalah untuk dokter yang telah berpraktik 5 tahun lebih (per agt 2016) dimana berbagai keterampilan yang
telah dimilikinya selama praktik dan berbagai pelatihan yg telah diikutinya akan dihitung kreditnya sebagai recognized
prior learning (RPL), sehingga ia hanya perlu menjalani tambahan pendidikan selama 6 bulan, yg dapat dilaksanakan di
tempat kerjanya (work place based) untuk mendapat gelar sbg spesialis layanan primer. Jalur kedua adalah untuk yg
belum memiliki pengalaman praktik 5 tahun, mengikuti jalur regular di pusat2 pendidikan di FK terakreditasi A, selama 3
tahun. Namun sebagian besar pendidikannya jg akan dilaksanakan secara work place based, di layanan kesehatan
primer.
Hasil riset fasilitas kesehatan di puskesmas yang notabene merupakan ujung tombak layanan
kesehatan primer. Kalau kita lihat, tenaga medis dokter dan dokter gigi hanya 7,4 persen, fasilitas alat
kesehatan maupun obat semua dibawah 50 persen. Jadi, menurut kami, bahwa persoalan mendasar
bukan pada kompetensi dokter di fasyankes primer, tetapi isi dari fasyankes tersebut. Kami juga
cukup prihatin kalau dikatakan dokter umum dianggap kurang kompeten, padahal fasilitas yg tdk
mendukung utk penjagaan dan pengembangan kompetensinya.
Saya coba menganalogikan, seorang spesialis saraf yg telah dididik di Rs yg ideal, tetapi kembali ke
tempat tugasnya, tidak ada Ct Scan, maka kompetensinya tidak akan terjaga. Oleh karena itu,
penguatan pelayanan primer kami setuju mutlak dilakukan, tetapi bukan dengan jalan
menyekolahkan kembali dan ada entitas baru yg dinamakan dokter layanan primer. Hal-hal yang
harus dilakukan pemerintah yaitu dengan menopang fasilitas dan pembiayaan diprioritaskan ke
pelayanan primer. Selain memfasilitasi penjagaan mutu kompetensi dokter melalui pendidikan
kedokteran berkelanjutan melalui organisasi profesi.
JAWABAN
Prof. Dr. Dr. Hartono, M.Si
Kami tegaskan bahwa bicara peningkatan kualitas layanan primer maka sekali lagi 3 hal harus
ditingkatkan. SDM, sarana prasarana dan sistem. Terutama menyongsong era MEA.
Pertanyaannya apakah dalam hal ini lulusan pendidikan dokter belum cukup dan perlu
ditingkatkan kualitasnya. Maka jawabnya ya.....dan kita bekerja keras untuk itu. Sejak 2007 kita
terus perbaiki kurikulum dan proses pembelajarannya, kita berlomba memperbaiki sarana
prasarana penunjang pendidikan (lab utk praktikum, lab skills, rs pendidikan dsb), dan kita
tingkatkan jumlah dan kualitas sdm (dosen) nya......karena kami menyadari perlunya peningkatan
SDM lukusan kami utk penguatan layanan primer dan menyongsong MEA. Pertanyaan kedua
apakah kompetensi DLP tdk cukup dimasukan ke kurikulum pendidikan dokter......jawabnya
kalau konsep DLP mengacu ke family medicine.....jelas tidak cukup. Perlu penambahan
kompetensi utk itu.
Permasalahan pendidikan dokter di Indonesia salah satunya disparitas yg juga cukup lebar
antara institusi pendidikan yg masuk kategori akreditasi A dengan yg B apalagi yg C.....ini PR
besar kemristek dikti dan institusi pendidikan kedokteran.....maka salah satu program kami
adalah nekerja sama dg kemristek dikti mempersempit itu. Sederhananya yg C kita dorong ke B
secepatnya dan yg B kita doron ke A.....agar disparitas bisa dipersempit dan kualitas lulusan
semakin terjamin.
Dhanasari Vidiawaty, dr., M.Sc, CM-FM
Terimakasih atas pertanyaan2nya yang memperlihatkan kepedulian akan masa depan sbg
mahasiswa. Sy dr Dhanasari baru dapat bergabung untuk berdiskusi . Terimakasih untuk dr
Indah yg masih harus menyelesaikan pekerjaan lain selarut ini. Untuk Rahman. Hadi dan Danang
Pendidikan saat ini bila mhsw telah lulus UKMPPD berarti diakui bahwa mahasiswa tersebut telah
mencapai kompetensi sebagai dokter. Masalahnya, ilmu kedokteran untuk layanan primer yaitu
a.l. kedokteran keluarga, ked komunitas dan kes.masy telah sangat berkembang (sy yakin dr
alfian tau juga karena sama sama menjadi staf pengajar di dep IKK walau berbeda FK). Oleh
karena itu untuk menjadi seorang praktisi yang mumpuni di layanan primer, sebagai institusi
pendidikan yg juga mengembangkan ilmu tersebut, kami wajib menyediakan prodi yg dapat
diikuti oleh dokter yang ingin berkarier di layanan primer.
Sebagaimana ilmu lain, misalnya obsgin, kita juga memperioleh pendidikannya selama 8
minggu, tp tdk cukup menjadikan mhsw itu ahli sbg obstetric gynecologist. Begitu juga dgn ikkikm, walau mhsw fk memperoleh pendidikan selama 8 minggu, namun tdk dpt menjadikannya
ahli di layanan primer. Dokter menjadi DLP bukan satu satunya solusi, tentu saja, namun hal itu
yg merupakan bagian dari institusi pendidikan dan profesi dokter untuk berperan. Kita tdk dpt
berperan dlm hal menyediakan sarpras atau mengubah sistim, namun kita dapat berperan
dengan mengaplikasikan ilmu ked komunitas yg telah sangat maju itu.
Seperti yg ditanyakan oleh Rahman, pada saat ini kita dihadapkan dengan 144 jenis penyakit
yg merupakan jenis penyakit yg harus dikuasai dengan tuntas di layanan primer seperti yg
tercantum di lampiran SKDI 2012. Pdhal lulusan yg menggunakan SKDI 2012 paling cepat adalah
thn 2017. Oleh karena itu. Pelatihan untuk matrikulasi pencapaian kompetensi itu ada baiknya
dilakukan tetapi bukan pada pendidikan DLP. Karena pendidikan DLP merupakan pendidikan
post graduate. Sedangkan 144 itu seharusnya sdh dikuasai di tingkat graduate
Berikut adalah fakta bahwa dr kita tidak melaksanakan Pelayanan sebagaimana yg
diharapkan. Kalo minta bukti kasih ini aja,
http://apfmj.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12930-014-0016-x
Nah mengapa prodi DLP menjadi salah satu pilihan dan bukan dipaksakan masuk dalam
pendidikan dokter. Karena menjadi tidak adil dan mubasir bila pendidikan ini diberikan kepada
semua mahasiswa FK yg nantinya tidak berminat untuk berkarier di layanan primer
Satu hal lagi bahwa penyediaan prodi oleh FK FK hanya merupakan salah satu perwujudan
tanggung jawab FK untuk tidak hanya mengembangkan ilmu aplikasi di tingkat sekunder dan
tersier. Namun juga di tingkat primer. Hal ini agar dokter mempunyai pilihan untuk mengambil
spesialis. Mengapa kemenristek dikti dan kemenkes perlu menandatangani deklarasi untuk
prodi ini. Krn dimaklumi bahwa bisang lay primer bukan suatu yg diminati oleh para dokter
selama ini
Sehingga perlu adanya komitmen bahwa ke 2 kementerian itu akan membiayai peserta yg
ingin ikut prodi DLP. Apalagi prodi ini disusun agar dapat sambil bekerja. Maka peserta prodi
akan menerima insentif selama masa studi seperti yg tercantum pada UU dikdok
Dr. Andi Alfian Zainudin, dr., M.KM
Sebenarnya apa yg terdapat dalam SKDI 2012, mengarahkan lulusan dokter untuk menjadi
dokter yang siap di fasyankes primer. Justru kalau tidak diajarkan, mgkn ini yg perlu dibenahi.
Selama ini, boleh sy katakan, pendidikan kedokteran kita berorientasi spesialistik terutama pada
saat fase profesi. Koass dipusatkan di Rs pendidikan yang merupakan fasyankes sekunder
bahkan tersier. Di setiap bagian, kita mendapatkan pasien utk dianamnesis merupakan rujukan
sehingga lebih terasa kemampuan kita hanya pada wilayah biomedical dan kedokteran klinik.
Sedangkan SKDI mengamanatkan "lulusan dokter mampu menerapkan ilmu biomedical, ilmu
humaniora, ilmu kedokteran klinik, ilmu kesehatan masyarakat/ kedokteran pencegahan,
kedokteran komunitas.
Itulah mengapa, penguatan layanan primer dimulai sejak pendidikan profesi dokter, tanpa
harus menambah sekolah lagi. Walaupun dikatakan DLP tidak wajib, tetapi tahun 2019 sdh
diberlakukan universal coverage, keadaan kebijakan yg membuatnya mau tak mau menjadi
wajib. Silahkan dilihat pada penjelasan Uu Dikdok pasal 8. Apa yg terdapat dalam penjelasan
pasal 8 ayat 2 merupakan hal yg sehari-hari dilakukan oleh dokter di fasyankes primer. Kata-kata
dalam sistem jaminan kesehatan nasional yang cukup mengganggu karena mengarahkannya
menjadi wajib
Seperti yg dijelaskan prof Hartono. Bila dokter lay primer tdk disediakan tempatnya belajar
untuk meningkatkan kemampuannya, maka Indonesia lagi lagi tidak akan menjadi tuan rumah di
negeri sendiri pada saat MEA. Saya tegaskan sekali lagi bahwa tidak ada perjanjian dengan bpjs
bahwa dokter yg belum DLP tdk akan menjadi provider BPJS.
Jadi sebenarnya visi dokter umum itu seperti apa ya dok? jika bukan
untuk mencetak dokter layanan primer
Dhanasari Vidiawaty, dr., M.Sc, CM-FM
Dokter yg dihasilkan fk adalah dokter yg siap untuk bekerja di layanan primer secara individu.
Dokter itupun merupaka dokter yg kompeten untuk melanjutkan keberbagai bidang keahlian
profesi sebagai spesialis, yang salah satunya spesialis layanan primer.
Prof. Dr. Dr. Hartono, M.Si
Sesuai dengan kurikulumnya...Dokter umum adalah dokter yg disiapkan bekerja di layanan
primer secara individu sesuai dg kompetensinya. Dilayanan primer selain ada dokter ada DLP,
bidan, perawat,dsb. Yang terakhir dari saya sbg penutup perlu kami garis bawahi bahwa ; utk
penguatan layanan primer langkah utama kami adalah penguatan pendidikan dokter (umum)
seperti yg kami jelaskan di atas dan juga masukan Dr. Alfian. Program DLP suatu program yg
setara spesialis dibuka sebagai alternatif pilihan bukan wajib. Kedua sistem jaminan kesehatan
(dg BPJS nya) harus tetap mengakomodasi keberadaan dokter umum sesuai dg amanah undang
undang (ini juga ditegaskan oleh dr. Danasari). Ketiga pemerintah, disamping menekankan
perlunya penguatan SDM tentunya juga memperbaiki sarana prasaran layanan primer agar
kompetensi dokter bisa diimplementasikan secara maksimal guna meningkatkan kualitas
pelayanan kesehatan kepada masyarakat dan kesiapan menyongsong MEA. Matur nuwun
diskusinya malam ini. Semoga memberi manfaat bagi kita semua. Wass-Hartono.
Bahwa tgl 13 nov ylll menristekdikti dan menkes telah menandatangani deklarasi program DLP.
Ygvsalah satunya siap untuk membiayai peserta yg bukan PNS kemenkes melalui program bantuan
belajar. Skrg saja kemenristek dikti telah berpartisipasi dalm pokjanas dengan membantu menyusun
program DLP.
KESIMPULAN
Layanan Primer di Indonesia masih menjadi sumber masalah terbesar kesehatan Indonesia. Solusi
untuk menyelesaikannya pun bermunculan, termasuk diantaranya Dokter Layanan Primer sebagai
usaha perbaikan SDM. Pemerintah dan Institusi menyatakan sudah siap menjalankan programnya,
namun masih banyak pertanyaan yang timbul apakah ini merupakan jalan satu-satunya. Tentu
perbaikan sistem layanan primer tidak hanya melalui SDM namun tetap melalui perbaikan sistem
dan sarana prasarana. Perlu diperhatikan juga bahwa perbaikan pendidikan dokter umum akan
menjadi salah satu faktor terbesar perbaikan sistem layanan primer, dan ini dapat menjadi fokus
pengawalan mahasiswa kedokteran dalam mencetak dokter-dokter yang mampu menangani
berbagai masalah kesehatan yang ada di Indonesia.
Moderator : Ayu Putri Balqis (087873250007)
Narahubung Diskusi Topik Online : Eddy Yuristo (081373101065)