CRS Pterygium
CRS Pterygium
LAPORAN KASUS
I.
II.
IDENTIFIKASI
Nama
: Ny. R
Umur
: 41 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Bangsa
: Indonesia
Pekerjaan
Pendidikan
: Tamat SMA
Alamat
ANAMNESIS (Autoanamnesis)
2.1
Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan mata kanan terasa kabur sejak 1 tahun
yang lalu
2.2
merah (+) gatal (+), nyeri (-), sekret (-), bengkak (-). Riwayat alergi
(-).
Pasien berobat ke puskesmas setempat dan diberi obat tetes mata
( pasien lupa obatnya). Setelah ditetesi obat mata, keluhan gatal dan
mata merah berkurang.
1 minngu ini mata terasa lebih gatal, berair dan merah. Akhirnya
pasien memutuskan untuk berobat ke RSRM.
Riwayat trauma, kelainan pada mata sebelumnya disangkal.
2.3
2.5
Riwayat Gizi
: Cukup
2.6
3.2
Status Generalis
Keadaan umum
Kesadaran
: kompos mentis
TB / BB
: 160 cm / 55 kg
Tekanan darah
: 140/80 mmHg
Nadi
: 86 x/menit
Respiratory rate
: 20 x/menit
Suhu
: afebris
Penyakit Sistemik
Trac. Respiratorius
Trac. Digestivus
Kardiovaskuler
Endokrin
Neurologi
THT
Kulit
3.3
Status Oftalmologikus
Pemeriksaan eksternal
Pemeriksaan
OD
OS
Visus Dasar
6/12
6/9
Ortoforia
Ortoforia
- Duksi
Baik
Baik
- Versi
Baik
Baik
jar.fibrovaskuler
Jernih,
Jernih,
jaringan
fibrovaskuler
Jernih
jernih
merata
Palpebra
Superior
Inferior
Konjungtiva
Konjungtiva
superior
tarsus Hiperemis (-), Anemis (-), Papil (-), Hiperemis (-), Anemis (-),
folikel (-), lytiasis (-)
Papil
(-),
folikel
(-),
lytiasis (-)
Konjungtiva
inferior
tarsus Hiperemis (-), Anemis (-), Papil (-), Hiperemis (-), Anemis (-),
folikel (-), lytiasis (-)
Papil
(-),
folikel
(-),
konjungtiva
(-),
lytiasis (-)
Konjungtiva bulbi
Silier (-), secret (-), Kimosis (-), Injeksi Silier (-), secret(-)
Ekimosis (-), pterygium (+)
Kimosis
(-),
Ekimosis
(-),pterygium (+)
Kornea
Jernih
pterygium +
pterygium +
Edema
Ulkus
Perforasi
Makula
Leukoria
Pigmen iris
Laserasi
Bekas jahitan
Jaringan fibrovaskuler
Limbus Kornea
Arcus sinilis
Bekas jahitan
Jaringan fibrovaskuler
Sklera
Sklera biru
Episkleritis
Skleritis
COA
Volume
Sedang
Sedang
Iris
Warna
Coklat
Coklat
Kripta
Normal
Normal
Prolaps
sinekia anterior
Pupil
Bentuk
Bulat
Bulat
Isokoria
Isokor
Isokor
Ukuran
3 mm
3 mm
RCL
RCTL
Lensa
Kejernihan
Jernih
Jernih
Normal
Normal
Tonometer Schiotz
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
VISUAL FIELD
NORMAL
FUNDUSKOPI
TIDAK DILAKUKAN
Slit Lamp
o SLOD : konjungtiva hiperemis (-), tampak selaput berbentuk segitiga dari
nasal dan apex melewati pupil sehingga penglihatan terganggu, kornea jernih,
BMD kesan normal, irirs coklat, kripte (+), pupil bulat, RC (+) lensa jernih.
o SLOS : konjungtiva hiperemis (-), tampak selaput pada limbus dan belum
melewati limbus, kornea jernih, BMD kesan normal, iris coklat, kripte (+),
pupil bulat, RC (+), lensa jernih
Mata kanan
IV. RESUME
Pasien perempuan usia 41 tahun datang dengan keluhan mata sebelah kanan
terasa kabur sejak 1 tahun yang lalu, kemudian pasien juga mengeluhkan
mata terasa gatal dan berair terutama setelah terkena panas matahari, udara
dan debu. 2 bulan yang lalu, pasien mengatakan penglihatannya semakin
kabur dan terasa ada yang mengganjal, mata merah (+) gatal (+). 1 minggu
ini mata lebih terasa gatal, berair dan merah. Riwayat mengguna kacamata (-),
riwayat trauma (-), riwayat hipertensi (+) DM (-). Riwayat keluarga, tidak ada
keluarga pasien menderita hal yang sama dengan pasien. Pada pemeriksaan
fisik, secara umum tampak baik, status optalmologikus ditemui mata kanan
6/12 dan mata kiri 6/9, dilakukan koreksi didapat pinhole 6/9 pada mata kanan
dan 6/6 pada mata kiri, versi dan duksi baik.
V.
DIAGNOSIS KERJA
Pterygium derajat III OD + pterygium derajat I OS
Medikamentosa
Non-medikamentosa
Operasi
Pada pasien ini dipersiapkan untuk melakukan eksisi pterigium dan
conjunctiva autograft.
Edukasi :
-
IX. PROGNOSIS
Quo ad vitam
: dubia ad bonam
Quo ad functionam
: dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI KORNEA
Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya,
merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata bagian depan.1,2
Tebalnya 50 m, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling
tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng.
Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke
depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel
gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel
poligonal di depanya melalui desmosom dan makula okluden; ikatan ini
menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang merupakan barrier.
2. Membran Bowman
3. Stroma
Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu
dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di
bagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat
kolagen memakan waktu yang lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan.
12
5. Endotel
Kornea dipersyarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf
siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V saraf siliar longus berjalan suprakoroid,
masuk ke dalam stroma kornea, menembus membrane bowman melepaskan
selubung schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis
terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan di
daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi
dalam waktu 3 bulan.1,2
Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan system
pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema
kornea. Endotel tidak mempunyai daya regenarasi. 1,2
Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata
di sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40
dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea.1,2
13
PTERYGIUM
2.2.1 DEFINISI
Pterygium adalah pertumbuhan jaringan fibrovaskular konjungtiva yang
bersifat degeneratif dan invasif. Pterigium (L. Pterygion = sayap) adalah suatu
proses degeneratif dan hiperplastik dengan fibrovaskular berbentuk segitiga
(sayap) yang tumbuh dari arah konjungtiva menuju kornea antara lain lapisan
stroma dan membrana Bowman. Pterygium tumbuh berbentuk sayap pada
konjungtiva bulbi. Asal kata pterygium adalah dari bahasa Yunani, yaitu pteron
yang artinya sayap. Menurut kamus kedokteran Dorland, pterygium adalah
bangunan mirip sayap, khususnya untuk lipatan selaput berbentuk segitiga yang
abnormal dalam fisura interpalpebralis, yang membentang dari konjungtiva ke
kornea, bagian puncak (apeks) lipatan ini menyatu dengan kornea sehingga tidak
14
dapat digerakkan sementara bagian tengahnya melekat erat pada sclera, dan
kemudian bagian dasarnya menyatu dengan konjungtiva.1,2,3.4
Menurut American Academy of Ophthalmology, pterygium adalah poliferasi
jaringan subconjunctiva berupa granulasi fibrovaskular dari (sebelah) nasal
konjuntiva bulbar yang berkembang menuju kornea hingga akhirnya menutupi
permukaannya.3
15
Iritasi kronik atau inflamasi terjadi pada area limbus atau perifer kornea
merupakan pendukung terjadinya teori keratitis kronik dan terjadinya limbal
defisiensi, dan saat ini merupakan teori baru patogenesis dari pterygium. Wong
juga menunjukkan adanya pterygium angiogenesis factor dan penggunaan
pharmacotherapy antiangiogenesis sebagai terapi. Debu, kelembaban yang rendah,
dan trauma kecil dari bahan partikel tertentu, dry eye dan virus papilloma juga
penyebab dari pterygium. Faktor lainnya yang berperan dalam terbentuknya
pterigium adalah alergen, bahan kimia berbahaya, dan bahan iritan (angin, debu,
polutan).6 UV-B merupakan mutagenik untuk p53 tumor supressor gen pada stem
sel limbal. Tanpa apoptosis, transforming growth factor-beta over produksi dan
memicu terjadinya peningkatan kolagenasi, migrasi seluler, dan angiogenesis.
Selanjutnya perubahan patologis yang terjadi adalah degenerasi elastoid kolagen
dan timbulnya jaringan fibrovaskuler subepitelial. Kornea menunjukkan destruksi
membran Bowman akibat pertumbuhan jaringan fibrovaskuler.4,6
2.2.4 PATOFISIOLOGI
Etiologi pterygium tidak diketahui dengan jelas. Tetapi penyakit ini lebih
sering pada orang yang tinggal di daerah iklim panas. Oleh karena itu gambaran yang
paling diterima tentang hal tersebut adalah respon terhadap faktor-faktor lingkungan
seperti paparan terhadap matahari (ultraviolet), daerah kering, inflamasi, daerah angin
kencang dan debu atau faktor iritan lainnya. Pengeringan lokal dari kornea dan
konjungtiva yang disebabkan kelainan tear film menimbulkan pertumbuhan
fibroplastik baru merupakan salah satu teori. Tingginya insiden pterygium pada
daerah dingin, iklim kering mendukung teori ini.6
Terjadinya pterigium berhubungan erat dengan paparan sinar ultraviolet,
kekeringan, inflamasi dan paparan angin dan debu atau factor iritan lainnya. UV-B
atau ultraviolet adalah mutagen untuk p53 tumor supresor gene pada limbal basal
stem cell. Tanpa apoptosis, Transforming Growth Factor-Beta dan vascular
18
fibrovaskular, dengan
permukaan
yang
menutupi
epithelium,
basofilia bila dicat dengan hematoksin dan eosin. Jaringan ini juga bisa dicat
dengan cat untuk jaringan elastic akan tetapi bukan jaringan elastic yang
sebenarnya, oleh karena jaringan ini tidak bisa dihancurkan oleh elastase. 8
Secara histopalogis ditemukan epitel konjungtiva irrekuler kadang-kadang
berubah menjadi gepeng. Pada puncak pteregium, epitel kornea menarik dan pada
daerah ini membran bauman menghilang. Terdapat degenerasi stroma yang
berfoliferasi sebagai jaringan granulasi yang penuh pembuluh darah. Degenerasi
ini menekan kedalam kornea serta merusak membran bauman dan stoma kornea
bagian atas.
Pterigium memiliki tiga bagian : 10
1. Bagian kepala atau cap, biasanya datar, terdiri dari zona abu-abu pada
kornea yang kebanyakan terdiri atas fibroblast. Area ini menginvasi dan
menghancurkan lapisan bowman pada kornea. Gari zat besi (iron
line/stockers line) dapat dilihat pada bagian anterior kepala. Area ini juga
merupakan area kornea yang kering.
2. Bagian whitish. Terletak langsung setelah cap. Merupakan sebuah lapisan
vesicular yang tipis yang menginvasi kornea seperti halnya kepala.
3. Bagian badan atau ekor, merupakan bagian mobile (dapat bergerak ),
lembut, merupakan area vesicular pada konjungtiva bulbi dan merupakan
area paling ujung. Badan ini menjadi tanda yang khas untuk dilakukan
koreksi pembedahan.
20
2.2.5
KLASIFIKASI
PTERYGIUM
a. Berdasarkan lokasi:
1. Pterygium Simpleks, jika terjadi hanya di nasal atau temporal saja
2. Pterygium Dupleks, jika terjadi di nasal dan temporal
b. Pembagian pterygium berdasarkan perjalanan penyakit dibagi atas 2 tipe,
yaitu :
1. Progresif pterygium : tebal dan vaskular dengan beberapa infiltrat di
depan kepala pterygium (disebut cap pterygium).
2. Regresif pterygium : tipis, atrofi, sedikit vaskular. Akhirnya menjadi 4
membentuk membran tetapi tidak pernah hilang.
Pterygium juga dapat dibagi ke dalam 4 derajat yaitu :6
1. Derajat 1 : jika pterygium hanya terbatas pada limbus kornea.
21
2. Derajat 2 : jika sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari 2 mm
melewati kornea.
3. Derajat 3 : sudah melebihi derajat 2 tetapi tidak melebihi pinggiran pupil mata
dalam keadaan cahaya normal (pupil dalam keadaan normal sekitar 3 4 mm)
4. Derajat 4 : pertumbuhan pterygium melewati pupil sehingga mengganggu
penglihatan.
Pada fase awal pterygium tanpa gejala, hanya keluhan kosmetik. Gangguan terjadi
ketika pterygium mencapai daerah pupil atau menyebabkan astigatisme karena
22
23
subepithelial cap atau halo timbul pada tengah apex dan membentuk batas pinggir
pterygium.6
2.2.7 PENEGAKAN DIAGNOSIS
Anamnesis
Pterigium pada tahap awal biasanya ringan bahkan sering tanpa
keluhan sama sekali (asimptomatik).Beberapa keluhan yang sering dialami
pasien antara lain: .1,2,4
a. Mata sering berair dan tampak merah.
b. Merasa seperti ada benda asing
c. Timbul astigmatase akibat kornea tertarik oleh pertumbuhan pterigium
tersebut, biasanya astigmatase with the rule ataupun astigmatase irregular
sehingga menganggu penglihatan.
d. Pada stadium yang lanjut ( derajat III dan IV ) dapat menutupi pupil dan
aksis visual sehingga tajam penglihatan menurun. .1,2,4
Pemeriksaan Fisik
Pterigium bisa berupa berbagai macam perubahan fibrofaskular pada
permukaan konjungtiva dan pada kornea. Penyakit ini lebih sering menyerang
pada konjungtiva nasal dan akan meluas ke kornea nasal meskipun bersifat
sementara dan juga pada lokasi yang lain.1,2,4
Gambaran klinis bisa dibagi menjadi 2 katagori umum, sebagai berikut :
1. Kelompok kesatu pasien yang mengalami pterygium berupa ploriferasi
minimal dan penyakitnya lebih bersifat atrofi. Pterygium pada kelompok
ini cenderung lebih pipih dan pertumbuhannya lambat mempunyai
insidensi yang lebih rendah untuk kambuh setelah dilakukan eksisi.
24
b.
25
Etiologi
Umur
Lokasi
Stadium
Tes sondase
2. pinguekula
26
2.2.9 PENATALAKSANAAN
a. Medikamentosa
Pterigium sering bersifat rekuren, terutama pada pasien yang masih
muda. Bila pterigium meradang dapat diberikan steroid atau suatu tetes
mata dekongestan. Beberapa obat topikal seperti lubrikans, vasokonstriktor
dan kortikosteroid digunakan untuk menghilangkan gejala terutama pada
derajat 1 dan derajat 2. Untuk mencegah progresifitas, beberapa peneliti
menganjurkan penggunaan kacamata pelindung ultraviolet. Pengobatan
pterigium adalah dengan sikap konservatif atau dilakukan pembedahan bila
27
b. Tindakan operatif
Tindakan pembedahan adalah suatu tindak bedah plastik yang dilakukan
dengan indikasi:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Alasan kosmetik.
28
8.
9.
biasanya
akan
diberikan
terapi
lanjut
seperti
29
5. Conjunctival graft : suatu free graft biasanya dari konjungtiva superior, dieksisi
sesuai dengan besar luka dan kemudian dipindahkan dan dijahit.
6. Amnion membrane transplantation : mengurangi frekuensi rekuren pterygium,
mengurangi fibrosis atau skar pada permukaan bola mata dan penelitian baru
mengungkapkan menekan TGF- pada konjungtiva dan fibroblast pterygium.
Pemberian mytomicin C dan beta irradiation dapat diberikan untuk mengurangi
rekuren tetapi jarang digunakan.
Gambar 2.14:
Jenis-jenis operasi
pterigium4
a. Bare sclera
b. Simple closure
c. Sliding flap
d. Rotational flap
e. Conjungtival
graft
2.2.10 KOMPLIKASI
30
2.2.11 PROGNOSIS
transplantasi
membran
amnion.4
BAB III
ANALISIS KASUS
Seorang perempuan usia 41 tahun, bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga datang
dengan keluhan mata sebelah kanan terasa kabur sejak 1 tahun yang lalu, pasien
31
32
Dari pemeriksaan visus didapati pada mata kanan tajam penglihatannya 6/12,
sedangkan mata kirinya 6/9, dilakukan koreksi didapat pinhole 6/9 pada mata kanan
dan 6/6 pada mata kiri,versi dan duksi baik.
Slit Lamp
o SLOD : konjungtiva hiperemis (-), tampak selaput berbentuk segitiga dari nasal
dan apex melewati pupil sehingga penglihatan terganggu, kornea jernih, BMD
kesan normal, iris coklat, kripte (+), pupil bulat, RC (+) lensa jernih.
o SLOS : konjungtiva hiperemis (-), tampak selaput pada limbus dan belum
melewati limbus, kornea jernih, BMD kesan normal, iris coklat, kripte (+), pupil
bulat, RC (+), lensa jernih.
Penatalaksanaan pada kasus ini adalah pasien dipersiapkan untuk operasi
eksisi pterigium dimana berdasarkan literatur, bedah eksisi adalah satu-satunya
pengobatan yang memuaskan, yang diindikasikan karena mata terasa mengganjal,
visus menurun, terus berair, mata merah, Telah masuk daerah pupil atau melewati
limbus alasan kosmetik, perkembangan lanjutan yang mengancam daerah pupil, dan
diplopia karena gangguan gerakan okular. Pada pasoen ini juga diberikan
kortikosteroid untuk mencegah peradangan lebih lanjut.
Prognosis pada kasus ini adalah baik walaupun dapat terjadi rekurensi. Secara
visual dan kosmetik dari eksisi pterigium adalah baik. Prosedur operasi dapat
ditoleransi secara baik oleh pasien, dan disamping rasa tak nyaman pada hari-hari
pertama pasca pembedahan, pasien bisa melanjutkan aktivitas secara penuh dalam 48
jam.
DAFTAR PUSTAKA
33
1. Ilyas, Sidharta. Ilmu Penyakit Mata edisi Ke-3. Cetakan ke-7 Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2009.p.2-7,116-7.
2. Nana, Wijana. Konjungtiva., pterygium Dalam: Ilmu Penyakit Mata. Jakarta:
EGC. 1996. Hal: 41-42.
3. Riordan, Paul. Anatomi & Embriologi Mata. Dalam: Daniel G. Vaughan, Taylor
Asbury, Paul Riordan-Eva. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta: Penerbit
Widya Medika. 2002. Hal: 7.
4. Fisher, Jerome P, Hampton Roy Sr. Pterigium Clinical Presentation. Updated: 17
April 2013. Diunduh dari URL: http://emedicine.medscape.com/article/1192527clinical pada tanggal 01 November 2015.
5. G Gazzard, S-M Saw, M Farook, D Koh, D Widjaja, S-E Chia, C-Y Hong, D T H
Tan. Pterygium in Indonesia: prevalence, severity and risk factors. Br J
Ophthalmol 2002;86:13411346.
6. Laszuarni. Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat (Tesis). Medan:
Departemen Ilmu Kesehatan mata FK USU. 2009. Diunduh dari URL://
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/22521/Chapter
%20II.pdf;jsessionid=7313124AE3B433598DA8AE9B81C2868C?sequence=4
pada tanggal 01 November 2015
7. Skuta, Gregory L. Cantor, Louis B. Weiss, Jayne S. Clinical Approach to
Depositions and Degenerations of the Conjungtiva, Cornea, and Sclera. In :
External Disease and Cornea. San Fransisco : American Academy of
Ophtalmology. 2008. P.8-13, 366.
34
8. Pterigium,
Selaput
segitiga
pada
Mata.
Diunduh
dari
URL://
35