PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Krisis tiroid merupakan komplikasi hypertiroidisme yang jarang terjadi tetapi
berpotensi fatal. Krisis tiroid harus dikenali dan ditangani berdasarkan manifestasi klinis
karena konfirmasi laboratoris sering kali tidak dapat dilakukan dalam rentang waktu yang
cukup cepat. Pasien biasanya memperlihatkan keadaan hypermetabolik yang ditandai oleh
demam tinggi, tachycardi, mual, muntah, agitasi, dan psikosis. Pada fase lanjut, pasien
dapat jatuh dalam keadaan stupor atau komatus yang disertai dengan hypotensi.
Krisis tiroid adalah penyakit yang jarang terjadi, yaitu hanya terjadi sekitar 1-2%
pasien hypertiroidisme. Sedangkan insidensi keseluruhan hipertiroidisme sendiri hanya
berkisar antara 0,05-1,3% dimana kebanyakannya bersifat subklinis. Namun, krisis tiroid
yang tidak dikenali dan tidak ditangani dapat berakibat sangat fatal. Angka kematian orang
dewasa pada krisis tiroid mencapai 10-20%. Bahkan beberapa laporan penelitian
menyebutkan hingga setinggi 75% dari populasi pasien yang dirawat inap. Dengan
tirotoksikosis yang terkendali dan penanganan dini krisis tiroid, angka kematian dapat
diturunkan hingga kurang dari 20%.
Karena penyakit Graves merupakan penyebab hipertiroidisme terbanyak dan
merupakan penyakit autoimun yang juga mempengaruhi sistem organ lain, melakukan
anamnesis yang tepat sangat penting untuk menegakkan diagnosis. Hal ini penting karena
diagnosis krisis tiroid didasarkan pada gambaran klinis bukan pada gambaran laboratoris.
Hal lain yang penting diketahui adalah bahwa krisis tiroid merupakan krisis fulminan yang
memerlukan perawatan intensif dan pengawasan terus-menerus. Dengan diagnosis yang
dini dan penanganan yang adekuat, prognosis biasanya akan baik. Oleh karena itu,
diperlukan pemahaman yang tepat tentang krisis tiroid, terutama mengenai diagnosis dan
penatalaksaannya.
1.2 Rumusan Masalah
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Krisis tiroid adalah bentuk lanjut dari hipertiroidisme yang sering berhubungan
dengan stres fisiologi atau psikologi. Krisis tiroid adalah keadaan krisis terburuk dari
status tirotoksik. Penurunan kondisi yang sangat cepat dan kematian dapat terjadi jika
tidak segera tertangani (Hudak & Gallo, 1996).
Krisis tiroid merupakan eksaserbasi keadaan hipertiroidisme yang mengancam
jiwa yang diakibatkan oleh dekompensasi dari satu atau lebih sistem organ (Bakta &
Suastika, 1999).
2.2 Etiologi
Keadaan yang dapat menyebabkan krisis tiroid adalah:
1. Operasi dan urut/pijat pada kelenjar tiroid atau gondok dan operasi pada bagian
tubuh lainnya pada penderita hipertiroid yang belum terkontrol hormon tiroidnya
2. Stop obat anti tiroid pada pemakaian obat antitiroid
3. Pemakaian kontras iodium seperti pada pemeriksaan rontgen
4. Infeksi
5. Stroke
6. Trauma. Pada kasus trauma, dilaporkan bahwa pencekikan pada leher dapat
memicu terjadinya krisis tiroid, meskipun tidak ada riwayat hipertiroidisme
sebelumnya.
7. Penyakit Grave, Toxic multinodular, dan Solitary toxic adenoma
8. Tiroiditis
9. Penyakit troboblastik
10. Ambilan hormon tiroid secara berlebihan
11. Pemakaian yodium yang berlebihan
12. Kanker pituitari
13. Obat-obatan seperti Amiodarone
Ada tiga mekanisme fisiologis yang diketahui dapat menyebabkan krisis tiroid:
1. Pelepasan seketika hormon tiroid dalam jumlah besar
2. Hiperaktivitas adrenergik
3. Lipolisis dan pembentukan asam lemak yang berlebihan (Hudak & Gallo, 1996).
Factor pencetus krisis hingga kini belum jelas namun diduga dapat berupa freehormon meningkat, naiknya free-hormon mendadak, efek T3 paska transkripsi,
meningkatnya kepekaan sel sasaran dan sebagainya. Dan factor resikonya dapat
berupa surgical crisis (persiapan operasi yang kurang baik, belum eutiroid), medical
crisis (stress apapun, fisik maupun psikologis, infeksi dan sebagainya) (Sudoyo, dkk,
2007).
2.3 Manifestasi klinis
Menurut Smeltzer dan Bare (2002), tanda-tanda pada orang dengan krisis tiroid
berupa:
1. Takikardia (lebih dari 130x/menit)
2. Suhu tubuh lebih dari 37,70C
3. Gejala hipertiroidisme yang berlebihan (Diaphoresis, Kelemahan, Eksoftalmus,
Amenore)
4. Penurunan berat badan, diare, nyeri abdomen (system gastrointestinal)
5. Psikosis, somnolen, koma (neurologi)
6. Edema, nyeri dada, dispnea, palpitasi (kardiovaskular).
Menurut Hudak dan Gallo (1996), manifestasi klinis hipertiroidisme adalah
berkeringat banyak, intoleransi terhadap panas, gugup, tremor, palpitasi, hiperkinesis,
dan peningkatan bising usus. Kondisi umum dari tanda gejala ini trutama disertai
deman lebih dari 100 F, takikardi yang tidak sesuai dengan keadaan demam, dan
disfungsi Sistem Saraf Pusat (SSP), merupakan tanda dari tiroid storm. Abnormalitas
sistem saraf pusat termasuk agitasi, kejang, atau koma.
2.4 Patofisiologi
G3 Fungsi Hipotalamus
/hipofisis
Produksi hormone
tiroid meningkat
Metabolisme
tubuh meningkat
Peningkatan
aktv SSP
Peningkatan
rangsangan
SSP
Produksi kalor
meningkat
Kebutuhan
cairan
meningkat
Perub
konduksi
listrik jantung
Peningkatan
aktivitas SSP
Peningkatan
suhu tubuh
Defisit
volume
cairan
Beban kerja
jantung naik
Disfungsi SSP
Aritmia,
takikardi
Proses
glikogenesis
meningkat
Aktifitas GI
meningkat
Proses
pembakaran
lemak
meningkat
Nafsu
makan
meningkat
Penurunan
berat badan
Agitasi,
kejang, koma
penurunan curah
jantung
anterior.
Dari sudut pandang penyakit Graves, patofisiologi terjadinya tirotoksikosis ini
melibatkan autoimunitas oleh limfosit B dan T yang diarahkan pada 4 antigen dari
kelenjar tiroid: TBG, tiroid peroksidase, simporter natrium-iodida, dan reseptor TSH.
Reseptor TSH inilah yang merupakan autoantigen utama pada patofisiologi penyakit
ini. Kelenjar tiroid dirangsang terus-menerus oleh autoantibodi terhadap reseptor TSH
dan berikutnya sekresi TSH ditekan karena peningkatan produksi hormon tiroid.
Autoantibodi tersebut paling banyak ditemukan dari subkelas imunoglobulin (Ig)-G1.
Antibodi ini menyebabkan pelepasan hormon tiroid dan TBG yang diperantarai oleh
3,5-cyclic adenosine monophosphate (cyclic AMP). Selain itu, antibodi ini juga
merangsang uptake iodium, sintesis protein, dan pertumbuhan kelenjar tiroid.
Krisis tiroid timbul saat terjadi dekompensasi sel-sel tubuh dalam merespon
hormon tiroid yang menyebabkan hipermetabolisme berat yang melibatkan banyak
sistem organ dan merupakan bentuk paling berat dari tirotoksikosis. Gambaran klinis
berkaitan dengan pengaruh hormon tiroid yang semakin menguat seiring
meningkatnya pelepasan hormon tiroid (dengan/tanpa peningkatan sintesisnya) atau
meningkatnya intake hormon tiroid oleh sel-sel tubuh. Pada derajat tertentu, respon sel
terhadap hormon ini sudah terlalu tinggi untuk bertahannya nyawa pasien dan
menyebabkan kematian. Diduga bahwa hormon tiroid dapat meningkatkan kepadatan
reseptor beta, cyclic adenosine monophosphate, dan penurunan kepadatan reseptor
alfa. Kadar plasma dan kecepatan ekskresi urin epinefrin maupun norepinefrin normal
pada pasien tirotoksikosis.
Meskipun patogenesis krisis tiroid tidak sepenuhnya dipahami, teori berikut ini
telah diajukan untuk menjawabnya. Pasien dengan krisis tiroid dilaporkan memiliki
kadar hormon tiroid yang lebih tinggi daripada pasien dengan tirotoksikosis tanpa
komplikasi meskipun kadar hormon tiroid total tidak meningkat. pengaktifan reseptor
adrenergik adalah hipotesis lain yang muncul. Saraf simpatik menginervasi kelenjar
tiroid dan katekolamin merangsang sintesis hormon tiroid. Berikutnya, peningkatan
hormon tiroid meningkatkan kepadatan reseptor beta-adrenergik sehingga menamnah
efek katekolamin. Respon dramatis krisis tiroid terhadap beta-blockers dan munculnya
krisis tiroid setelah tertelan obat adrenergik, seperti pseudoefedrin, mendukung teori
ini. Teori ini juga menjelaskan rendah atau normalnya kadar plasma dan kecepatan
ekskresi urin katekolamin. Namun, teori ini tidak menjelaskan mengapa beta-blockers
gagal menurunkan kadar hormon tiroid pada tirotoksikosis.
Teori lain menunjukkan peningkatan cepat kadar hormon sebagai akibat patogenik
dari sumbernya. Penurunan tajam kadar protein pengikat yang dapat terjadi pasca
operasi mungkin menyebabkan peningkatan mendadak kadar hormon tiroid bebas.
Sebagai tambahan, kadar hormon dapat meningkat cepat ketika kelenjar dimanipulasi
selama operasi, selama palpasi saat pemeriksaan,atau mulai rusaknya folikel setelah
terapi radioactive iodine (RAI). Teori lainnya yang pernah diajukan termasuk
perubahan toleransi jaringan terhadap hormon tiroid, adanya zat mirip katekolamin
yang unik pada keadaan tirotoksikosis, dan efek simpatik langsung dari hormon tiroid
sebaai akibat kemiripan strukturnya dengan katekolamin.
2.5 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan medis pada krisis tiroid mempunyai 4 tujuan yaitu menangani
faktor pencetus, mengontrol pelepasan hormon tiroid yang berlebihan,
menghambat pelepasan hormon tiroid, dan melawan efek perifer hormon tiroid
(Hudak & Gallo, 1996).
Penatalaksanaan medis krisis tiroid meliputi:
a. Koreksi hipertiroidisme
1) Menghambat sintesis hormon tiroid
Obat yang dipilih adalah propiltiourasil (PTU)atau metimazol. PTU lebih
banyak dipilih karena dapat menghambat konversi T4 menjadi T3 di
perifer. PTU diberikan lewat selang NGT dengan dosis awal 600-1000
mg kemudian diikuti 200-250 mg tiap 4 jam. Metimazol diberikan
dengan dosis 20 mg tiap 4 jam, bisa diberikan dengan atau tanpa dosis
awal 60-100mg.
2) Menghambat sekresi hormon yang telah terbentuk
Obat pilihan adalah larutan kalium iodida pekat (SSKI) dengan dosis 5
tetes tiap 6 jam atau larutan lugol 30 tetes perhari dengan dosis terbagi 4.
3) Menghambat konversi T4 menjadi T3 di perifer
Obat
yang
digunakan
adalah
PTU,
ipodate,
propanolol,
dan
kortikosteroid.
4) Menurunkan kadar hormon secara langsung
Dengan plasmafaresis, tukar plasma, dialisis peritoneal, transfusi tukar,
dan charcoal plasma perfusion. Hal ini dilakukan bila dengan
pasien
dan
keluarga.
Intervensi
keperawatan
berfokus
pada
2.7 Komplikasi
Meski tanpa adanya penyakit arteri koroner, krisis tiroid yang tidak diobati
dapat menyebabkan angina pektoris dan infark miokardium, gagal jantung
kongestif, kolaps kardiovaskuler, koma, dan kematian (Hudak&Gallo, 1996).
BAB III
NIC
INTERVENSI
Managemen cairan
dan elektrolit
NOC
AKTIVITAS
OUTCOME
- Monitor abnormalitas
Hidrasi
tingkat seru, elektrolit
Definisi :
- Tibang berat badan setiap Keadekuatan cairan
Definisi :
hari dan monitor arah
dalam intraselular
Pengaturan dan
kecenderungan
dan ekstraselular.
pencegahan
- Berikan cairan IV
komplikasi perubahan - Tingkatkan masukan oral
timgkat cairan dan
- monitor manifestasi
atau elektrolit.
ketidakseimbangan
elektrolit
- Kaji membran mukosa,
sclera dan kulit untuk
indikasi perubahan
keseimbangan cairan dan
elektrolit
- Konsulkan ke dokter jika
tanda dan gejala
etidakseimbangan cairan
dan elektrolit terjadi atau
bertambah buruk
- Atur dengan tepat aliran
infuse intravena.
NIC
INDICATOR
- Turgor kulit
- Asupan cairan
- Urine gelap
- Kehilangan BB
- Perfusi jaringan
-Kelembapan
membrane mukosa
- diare
- Pengeluran urine
NOC
INTERVENSI AKTIVITAS
Pengaturan suhu Pengkajian :
tubuh
Definisi :
lebih sering
normal
A Action:
Memberikan kompres dingin
(pada daerah axila & lipat
paha).
Tunjang pemasukan nutrisi
dan cairan yang adekuat
Atur suhu lingkungan sesuai
kebutuhan pasien
Health Education
Memberikan penjelasan
tentang penyebab mual dan
muntah
Memberikan penjelasan
pada pasien/keluarga tentang
hal-hal yang dapat dilakukan
untuk mengatasi mual &
Menganjurkan pasien untuk
banyak minum 2,5 l/24 jam
& jelaskan manfaatnya bagi
pasien.
Kolaborasi :
Memberikan terapi cairan
intravena & obat-obatan
antiemetic sesuai dengan
OUTCOME
INDICATOR
Termoregulasi (0800) 1. Hipertermi (4))
2. Menurunkan
Definisi :
temperatur kulit (4)
Menyeimbangkan
3. Menurunkan tingkat
kemerahan kulit (4)
antara produksi panas
4. Menurunkan dehidrasi
dan pengeluaran panas (4)
5. Menurunkan RR (4)
6. Menurunkan nadi (4)
program dokter.
KASUS SEMU
Ny. A (47 tahun) datang ke IGD pada tanggal 20 maret 2015 dengan keluhan lemas, panas
dan dada berdebar. Ny. A juga mengeluh sering berkeringat, sebelumnya pasien pernah
masuk rumah sakit dengan diagnosa hipertiroid. Setelah dilakukan pemeriksaan terdapat
pembesaran di leher depan dan dengan hasil TTV yaitu TD : 160/90, Nadi : 140x/menit,
Suhu : 38,8C, RR: 24x/menit, BB 55 Kg
BAB IV
ASKEP KASUS PADA KRISIS TIROID
A. Pengkajian
Identitas Klien
Nama
: Ny. A
No. Reg
: 297468
Umur
: 47 tahun
Tgl. MRS
: 20 maret 2015
(Jam 15.00 WIB)
Jenis Kelamin
: P
Suku/Bangsa
: Jawa/Indonesia
Tgl Pengkajian
: 22 maret 2015
(Jam 08.00 WIB)
Agama
: Islam
Pekerjaan
Pendidikan
: SMA
Alamat
1. Keluhan Utama
Ny. A mengatakan badannya lemas, panas, sering berkeringat dan dadanya berdebar
2. Riwayat Kesehatan :
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Ny. A datang ke IGD dua hari yang lalu dengan keluhan lemas, badannya panas,
sering berkeringat dan dadanya berdebar. Pada pemeriksaan di dapatkan
pembesaran pada leher depan, TD : 160/90, Nadi : 140x/menit, Suhu : 38,8C,
RR: 24x/menit, BB 55 Kg
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Ny. A pernah masuk rumah sakit dengan diagnosa medis Hipertiroid
c. Riwayat penyakit keluarga
Ny. A mengatakan keluarganya tidak ada yang menderita Hipertiroid
3. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
Ny. A terlihat lemas dan berkeringat
Pemeriksaan PerSistem
a. Sistem Pernapasan
Hidung
Inspeksi
Palpasi
Mulut
Inspeksi
: Pucat
Leher
Inspeksi
Dada
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: Sonor
: Pucat
Mata
Inspeksi
Leher
Inspeksi
Palpasi
Dada
Inspeksi
Palpasi
: Takikardia
Perkusi
: Redup
Auskultasi :
: Gallop, murmur
c. Sistem Pencernaan-Eliminasi
Mulut
Inspeksi
: Pucat
Palpasi
Lidah
Inspeksi
Palpasi
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
: Timpani
Palpasi
: Pasien lemas
Palpasi
e. Sistem Neurologi
Inspeksi
f. Ekstremitas
Ekstremitas Atas
Inspeksi
Palpasi
Ekstrimitas Bawah
Inspeksi
Palpasi
4. Pemeriksaan Penunjang
5. Terapi Medis
B. Diagnosa Keperawatan
NS. DIAGNOSIS :
(NANDA-I)
DEFINITION:
DEFINING
CHARACTERISTICS
RELATED FACTORS:
ASSESSMEN
Subjective data entry
Objective data entry
T
Ny. A mengatakan badannya lemas,Membran mukosa kering
panas serta berkeringat
Turgor kulit menurun
Wajah pucat
Nadi : 140x/menit
RR : 24x/ menit
Suhu : 38,5C
BB : 55 Kg
Intake : air putih, cairan IV
Output: BAB 2X, BAK
DIAGNOSIS
Client
Diagnostic
Statement:
C. Intervensi Keperawatan
NIC
INTERVENSI
Managemen cairan
dan elektrolit
NOC
AKTIVITAS
OUTCOME
- Mengobservasi TTV
Hidrasi
- Monitor abnormalitas
Definisi :
tingkat seru, elektrolit
Keadekuatan cairan
Definisi :
- Tibang berat badan setiap dalam intraselular
Pengaturan dan
hari dan monitor arah
dan ekstraselular.
pencegahan
kecenderungan
komplikasi perubahan - Berikan cairan IV
timgkat cairan dan
- Tingkatkan masukan oral
atau elektrolit.
- monitor manifestasi
ketidakseimbangan
elektrolit
- Kaji membran mukosa,
sclera dan kulit untuk
indikasi perubahan
keseimbangan cairan dan
elektrolit
- Konsulkan ke dokter jika
tanda dan gejala
etidakseimbangan cairan
dan elektrolit terjadi atau
bertambah buruk
- Atur dengan tepat aliran
infuse intravena.
INDICATOR
- Turgor kulit
- Asupan cairan
- Urine gelap
- Kehilangan BB
- Perfusi jaringan
-Kelembapan
membrane mukosa
- diare
- Pengeluran urine
D. Implementasi
NO.
1.
DIAGNOSA
TGL/JAM
KEPERAWATAN
Kekurangan
volume 22-03-2016
cairan
b.d
status
hipermetabolik
Jam 08.00
IMPLEMENTASI
1. Mengobservasi TTV
Nadi : 110x/menit
RR: 20x/menit
Suhu: 38,5C
TD : 140/80
2. Mengkaji membran mukosa
dan turgor kulit
3. Kolaborasi
cairan IV
pemberian
PARAF
E. Evaluasi
NO.
TGL / JAM
1. 23 Maret2016
DIAGNOSA
EVALUASI
KEPERAWATAN
Kekurangan
volume S : Ny. A mengatakan badannya
cairan
b.d
status sudah tidak lemas tapi masih
hipermetabolik
panas
:dehidrasi
sedang,
hipertermi ( kolaborasi
antipiretik)
P : - intake dequat
- pemberian cairan IV
- kolaborasi obat antipiretik
PARAF
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Krisis tiroid adalah kondisi hipermetabolik yang mengancam jiwa dan ditandai oleh
demam tinggi dan disfungsi sistem kardiovaskular, sistem saraf, dan sistem saluran cerna.
Etiologi yang paling banyak menyebabkan krisis tiroid adalah penyakit Graves (goiter
difus toksik). Krisis tiroid timbul saat terjadi dekompensasi sel-sel tubuh dalam merespon
hormon tiroid yang menyebabkan hipermetabolisme berat.
Diagnosis krisis tiroid didasarkan pada gambaran klinis bukan pada gambaran
laboratoris. Jika gambaran klinis konsisten dengan krisis tiroid, terapi tidak boleh ditunda
karena menunggu konfirmasi hasil pemeriksaan laboratorium atas tirotoksikosis.
Penatalaksanaan krisis tiroid harus menghambat sintesis, sekresi, dan aksi perifer hormon
tiroid. Penanganan suportif yang agresif dilakukan kemudian untuk menstabilkan
homeostasis dan membalikkan dekompensasi multi organ. Angka kematian keseluruhan
akibat krisis tiroid diperkirakan berkisar antara 10-75%. Namun, dengan diagnosis yang
dini dan penanganan yang adekuat, prognosis biasanya akan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Bakta, I.M. dan Suastika, I.K. 1999. Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam.
Jakarta: EGC.
Chang, E. dkk. 2010. Patofisiologi Aplikasi pada Praktik Keperawatan. Jakarta:
EGC
Dongoes Marilynn, E.1993.Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : EGC.
Guyton, Arthur C. & John E. Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9.
Editor: Irawati Setiawan. Jakarta :EGC.
Hariawan, Hamdan. 2013 . Askep Krisis Tiroid. http://hamdan-hariawanfkp13.web.unair.ac.id/artikel_detail-88249-askep%20endokrin-askep
%20krisis%20tiroid.html. Diunduh tanggal 26 Februari 2014.
Hudak dan Gallo. 1996. Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC.
Price Sylvia, A.1994. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jilid 2.
Edisi 4. Jakarta: EGC.
Nanda International. 2007. Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC.
Rumahorbo, H. 1999. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Endokrin. Jakarta: EGC.
Smeltzer dan Bare.2002.Buku Ajar Medikal Bedah, Brunner & Suddart. Edisi 8.
Volume 3. Jakarta: EGC.
Sudoyo. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Edisi IV. Jakarta : EGC