Anda di halaman 1dari 41

Kemoterapi untuk Squamous Cell Carcinoma pada Kepala dan Leher

PENDAHULUAN
Peran kemoterapi pada squamous cell cancer (SCC) pada Kepala dan Leher terus
berubah. Bab ini fokus pada kemoterapi untuk SCC pada bagian kepala dan leher, termasuk
tumor pada rongga mulut, orofaring, laring dan hipofaring. SCC meliputi lebih dari 90%
tumor yang berasal dari bagian ini. Keganasan epitelium lain antara lain meliputi
adenokarsinoma dan kanker neuroendokrin, serta lesi nonepitelium ,seperti sarkoma,
memiliki karakteristik biologis yang berbeda dan di luar ruang lingkup pembahasan pada bab
ini.
Lebih dari 2 dekade terakhir, peran kemoterapi telah berkembang. Meta-Analisis
tentang Kemoterapi pada Kanker Kepala dan Leher oleh Pignon et al. mencari tahu lebih jauh
signifikansi dari kemoterapi terhadap SCC pada kepala dan leher. Terdapat 87 percobaan
yang dievaluasi (50 concurrent, 32 neoadjuvant, 9 adjuvant) dan menunjukkan peningkatan
pada angka kelangsungan hidup mutlak sebanyak 4,4% selama 5 tahun, rasio hazard 0,88,
dengan menggunakan kemoterapi. Ketika percobaan kemoradioterapi concurrent (CCR)
dievaluasi secara terpisah, rasio hazardnya sebesar 0,81 dengan peningkatan angka
kelangsungan hidup mutlak 8% selama 5 tahun (p <0,0001). Bahkan, penggunaan CCR telah
diterima secara luas dalam berbagai kondisi HNC termasuk: preservasi fungsi, penyakit yang
unresectable, nasofaring primer, dan pasien pasca operasi yang berisiko tinggi.
Wawasan tentang molekuler dasar dari SCC kepala dan leher telah menuntun ke
investigasi agen baru yang ditargetkan untuk penyakit stadium awal dan lanjut. Hasil yang
menjanjikan telah terbukti dengan mengkombinasikan CCR dengan terapi radiasi (RT) dalam
terapi kuratif awal dan dalam kondisi penyakit metastasis atau berulang. Dengan penggunaan
agen yang ditargetkan, peneliti klinis menemukan tantangan baru dalam desain uji klinis yang

bermakna, termasuk definisi respon, evaluasi kualitas hidup, dan perbaikan gejala. Bab ini
membahas tentang agen kemoterapi sitotoksik tradisional, strategi berbasis kemoterapi umum
pada SCC kepala dan leher, dan penggunaan agen yang ditargetkan untuk penyakit ini.
AGEN KEMOTERAPI SITOTOKSIK
Beberapa agen sitotoksik telah menunjukkan khasiat sebagai agen tunggal pada SCC
kepala dan leher. Tingkat respon pada agen ini sebagian besar berasal dari uji klinis pada
pasien dengan penyakit berulang atau metastasis yang tidak dapat disembuhkan. Banyak obat
sitotoksik yang telah diidentifikasi memiliki aktivitas pada SCC kepala dan leher berulang
atau metastasis dengan tingkat respon agen tunggal hingga 30%. Respons yang dicapai pada
penyakit berulang atau metastasis umumnya berumur pendek, dan median kelangsungan
hidup pasien yang diobati tetap tidak berubah, yaitu 6-9 bulan. Karena sebagian besar dari
pasien tersebut telah diobati sebelumnya dengan kemoterapi atau RT, tingkat respons agen
tunggal mungkin meremehkan efek sebenarnya dari kemoterapi dalam populasi yang
sebelumnya tidak diobati atau baru didiagnosis. Sementara beberapa agen sitotoksik telah
menunjukkan kemampuan untuk menghasilkan respon tumor, agen yang paling umum
digunakan akan dibahas di bawah (Tabel 5.1).
Cisplatin
Cisplatin menghambat sintesis DNA dengan membentuk intrastrand dan interstrand
crosslink antara pasangan guanin-guanin pada DNA. Cisplatin saat ini dianggap sebagai agen
yang paling aktif pada SCC kepala dan leher dan memberikan tingkat respon sekitar 20-50%
dalam uji coba fase II. Kisaran dosis yang paling sering digunakan adalah 80-120 mg/m2
setiap 3-4 minggu. Perbandingan dosis standar dan dosis yang lebih tinggi belum
menunjukkan keuntungan dalam hal respon atau kelangsungan hidup. Temuan ini
dikonfirmasi dalam studi acak yang membandingkan 60 mg/m2 dan 120 mg/m2. Walaupun

studi percontohan yang mengevaluasi penggunaan dosis yang sangat tinggi (200 mg/m2)
sebagai agen tunggal menunjukkan tingkat respons yang lebih tinggi untuk dosis yang lebih
tinggi, penggunaan tingkat dosis ini bisa menyebabkan risiko terjadinya toksisitas ireversibel.
Toksisitas terkait dengan penggunaan cisplatin dalam dosis konvensional cukup besar,
termasuk efek pada ginjal, sumsum tulang, usus, dan sistem saraf perifer. Hal ini membuat
obat ini sulit untuk digunakan pada pasien dengan status kesehatan yang buruk atau dengan
penyakit penyerta. Analog cisplatin telah diuji secara luas pada SCC kepala dan leher dengan
tujuan mempertahankan efikasi dengan toksisitas yang lebih sedikit. Yang paling sukses
adalah carboplatin, yang memiliki toksisitas lebih rendah pada ginjal, sistem saraf, sistem
pendengaran, dan gastrointestinal (GI) tetapi dosisnya dibatasi oleh mielosupresi. Tingkat
respon pada SCC kepala dan leher sedikit lebih rendah dari cisplatin, yaitu 14-30% dengan
rata-rata yang dikumpulkan dari studi agen tunggal sebesar 22%. Efikasi carboplatin lebih
rendah dibandingkan cisplatin telah ditemukan dalam uji coba secara acak yang
mengevaluasi penggunaannya dalam kombinasi dengan 5-florourasil. Namun, meskipun tidak
secara langsung dibandingkan dengan cisplatin dalam penelitian klinis, penelitian baru
menunjukkan peningkatan efikasi dari CCR berbasis carboplatin sebagai terapi untuk
penyakit lokal lanjut. Walaupun begitu, cisplatin tetap menjadi salah satu agen referensi
dalam pengobatan SCC kepala dan leher. Oxaliplatin adalah senyawa platinum baru untuk
digunakan secara klinis dan memiliki peran dalam kanker GI. Meskipun tidak ada
perbandingan secara head-to-head dengan cisplatin yang telah dilaporkan, oxaliplatin tetap
menjadi penyelidikan lebih lanjut yang menarik pada SCC kepala dan leher, karena profil
toksisitas yang menguntungkan.
Metotreksat

Metotreksat adalah analog 4-amino 10-metil dari asam folat. Ia mengikat dan menghambat
dihidrofolat reduktase (DHFR) yang merupakan enzim penting dalam menjaga folat
intraseluler dalam bentuk terreduksinya, yaitu tetrahidrofolat. Folat yang terreduksi ini sangat
penting untuk sintesis asam nukleat dan berkurangnya zat ini akan mengganggu kapasitas
seluler untuk memperbaiki DNA, sehingga menyebabkan untai DNA terputus. Cara kerja
metotreksat sangat kompleks, dan penghambatan drug-mediated DHFR hanya salah satu dari
beberapa mekanisme aksinya. Metotreksat juga bertindak dengan cara menghambat langsung
enzim yang membutuhkan folat dan dengan menggabungkan nukleotida yang menyimpang
ke dalam DNA, sehingga menyebabkan terhambatnya sintesis DNA. Dalam terapi paliatif
untuk SCC kepala dan leher berulang atau metastasis, agen tunggal metotreksat telah
dianggap sebagai obat yang toksisitasnya minimal dan telah digunakan secara luas selama
bertahun-tahun. Dosis dan jadwal yang berbeda telah diuji, namun jadwal yang paling umum
digunakan adalah mingguan via bolus intravena, dengan dosis 40-60 mg/m2. Tingkat respons
objektif untuk metotreksat yang diberikan dalam rentang dosis ini adalah 10-30%. Suatu
tingkat ketergantungan dosis terlihat jelas dari beberapa studi tidak acak yang menggunakan
dosis sampai 500 mg/m2. Namun, toksisitas dari dosis yang lebih tinggi cukup besar,
mengalahkan manfaat-manfaatnya dalam kondisi paliatif. Selain itu, dosis yang lebih tinggi
memerlukan regimen hidrasi dan alkalinisasi urin yang spesifik. Hal ini membuat
administrasinya lebih rumit.
Penggunaan asam folinat (leucovorin) dapat membalikkan banyak efek sitotoksik dari
metotreksat pada sel normal dan ganas. Leucovorin dapat meningkatkan indeks terapeutik
dari metotreksat dengan membatasi toksisitas dari metotreksat dosis tinggi. Dosis yang lebih
dari 70 mg/m2 membutuhkan asam folinat. Percobaan acak yang membandingkan metotreksat
dosis tinggi dengan asam folinat dengan metotreksat dosis standar telah gagal menunjukkan
peningkatan pada angka kelangsungan hidup pada dosis yang lebih tinggi. Selama dekade

terakhir, sejumlah analog metotreksat telah dievaluasi termasuk trimetreksat, edatreksat, dan
piritreksin. Untuk saat ini, ini belum terbukti memiliki keuntungan yang lebih dibandingkan
dengan metotreksat, dan edatreksat khususnya, memiliki profil toksisitas yang lebih buruk.
Dalam kelas obat ini, multitargeted antifolate pemetrexed adalah obat terbaru yang menjalani
studi dalam kanker pada saluran aerodigestif atas. Aktivitasnya telah dibuktikan dalam kanker
kepala dan leher. Apakah senyawa ini memiliki kelebihan dibandingkan dengan metotreksat
masih perlu dibuktikan.
5-Florourasil
5-Fluorourasil adalah antimetabolit yang diberikannya efek sitotoksik dengan berbagai cara
yang berbeda. Efek dominannya adalah melalui inhibisi dari timidin sintase, menyebabkan
berkurangnya nukleotida yang diperlukan untuk sintesis dan perbaikan DNA. Studi awal
dengan 5-florourasil pada pasien dengan SCC kepala dan leher stadium lanjut dan berulang
menunjukkan tingkat respon agen tunggal sebesar 15%. Percobaan acak telah menunjukkan
bahwa tingkat respons yang lebih tinggi diperoleh ketika 5-florourasil diberikan dengan infus
terus-menerus selama 96 atau 120 jam. Pemberian 5-florourasil dengan infus terus-menerus
dapat dikaitkan dengan spektrum toksisitas yang berbeda dengan mukositis dan diare lebih
dominan dibandingkan dengan mielosupresi. 5-Florourasil diasumsikan semakin penting
dalam pengelolaan SCC kepala dan leher setelah ditemukan bahwa kerjanya sinergis dengan
cisplatin, yang terbukti menghasilkan peningkatan tingkat respons objektif hingga 70%,
termasuk tingkat remisi sempurna dilaporkan hingga 27% pada SCC kepala dan leher
berulang di suatu studi.
Taxane
Paclitaxel dan derivat semisintetiknya, docetaxel, adalah obat dengan aktivitas antikanker
luas yang memiliki cara kerja baru. Mereka bertindak dengan mempromosikan pembentukan

dimer tubulin, menstabilkan mikrotubulus selama pembelahan sel dan dengan demikian
menyebabkan siklus sel berhenti di fase G2/M. Docetaxel dua kali lebih aktif sebagai
paclitaxel dalam mempromosikan polimerisasi tubular. Sitotoksisitas yang lebih besar ini
mungkin berhubungan dengan afinitas yang lebih tinggi dengan mikrotubulus atau akumulasi
intraseluler yang lebih besar.
Dosis multipel dan jadwal rejimen dari pachtaxel telah dipelajari. Studi fase original I dan II
menggunakan infus 24 jam, dan terdapat bukti bahwa paclitaxel bergantung pada jadwal,
dengan aktivitas yang lebih besar terlihat pada penggunaan pengobatan yang lebih panjang.
Pemberian dengan infus 24 jam mungkin lebih efektif daripada jadwal infus 3 jam atau 1 jam,
tetapi manfaat tambahan dari dosis yang lebih tinggi atau durasi infus yang lebih lama akan
diimbangi dengan peningkatan toksisitas, terutama mielosupresi yang parah dan mengancam
jiwa. Hasil dari percobaan fase II dengan infus paclitaxel 24 jam yang dilakukan oleh Eastern
Cooperative Oncology Group (ECOG) untuk mengevaluasi aktivitas agen tunggal dilaporkan
tingkat respons mencapai 40% dan median angka kelangsungan hidup sebesar 9,2 bulan pada
34 pasien dengan SCC kepala dan leher yang relaps sehingga menjadikannya salah satu agen
yang paling efektif pada penyakit ini. Sebuah uji coba berikutnya (E1393) membandingkan
paclitaxel dosis tinggi (200 mg/m2) dan dosis rendah (135 mg/m2) diberikan via infus 24 jam
dikombinasikan dengan cisplatin. Tidak ada keuntungan yang ditemukan pada rejimen dosis
tinggi, dan toksisitas terkait pada kedua rejimen berat. Uji coba dilakukan dalam ECOG
setelah studi terakhir ini memanfaatkan infus paclitaxel 3 jam yang berhubungan dengan
mielotoksisitas yang lebih rendah tetapi menyebabkan neuropati yang lebih tinggi. Berbeda
dengan paclitaxel, aktivitas docetaxel tetap tergantung pada jadwal dan diberikan sebagai
dosis tunggal (standar 75 mg/m2) selama 1 jam setiap 3 minggu. Secara klinis, penggunaan
docetaxel dalam SCC kepala dan leher berulang atau metastatik menghasilkan respon objektif
pada 22-45% pasien, dengan median durasi respon selama 5 bulan, lebih baik dibandingkan

dengan pengobatan kombinasi yang saat ini digunakan. Toksisitas utama docetaxel adalah
neutropenia, mukositis, dan retensi cairan, yang dapat dicegah dengan memberikan
premedikasi pada pasien dengan kortikosteroid dan difenhidramine. Taxane juga merupakan
radiosensitizer yang poten karena G2/M adalah fase selular di mana sel-sel menunjukkan
radiosensitivitas terbesar. Data yang berasal dari Tishler dan koleganya menunjukkan bahwa
paclitaxel menyebabkan efek radiasi in vitro pada banyak sel pada konsentrasi paclitaxel
yang dapat dicapai (<10 nmol/L), menunjukkan potensi untuk mengembangkan rejimen
kemoradiasi bersamaan dengan memanfaatkan paclitaxel atau docetaxel.
PENGGUNAAN KEMOTERAPI SITOTOKSIK PADA SCC KEPALA DAN LEHER
Kemoterapi Paliatif pada Penyakit Berulang atau Metastatik
Dasar pemikiran untuk mengkombinasikan obat adalah untuk mengembangkan rejimen yang
menghasilkan tingkat respons yang lebih tinggi dan meningkatkan angka kelangsungan hidup
secara keseluruhan karena obat-obat yang dikombinasikan memiliki mekanisme yang
berbeda satu dengan yang lain. Namun, hasil dari kombinasi agen-agen tersebut tidak
menunjukkan hasil yang baik untuk pengobatan paliatif.
Selain itu, uji coba yang membandingkan kombinasi dengan kemoterapi agen tunggal tidak
menunjukkan perbaikan dalam angka kelangsungan hidup atau progresivitas pada kombinasi
dibandingkan dengan agen tunggal. Selain itu, toksisitasnya juga meningkat dengan terapi
kombinasi. Secara umum, terapi kombinasi sitotoksik dapat menyebabkan peningkatan
tingkat respons secara keseluruhan tetapi tanpa peningkatan angka kelangsungan hidup. Hal
ini sebagian besar disebabkan oleh proporsi pasien yang menunjukkan respons terbatas (3040%) dan kurangnya respons yang sempurna. Dalam sebuah studi oleh Jacobs dan koleganya,
40 tingkat respons yang lebih tinggi ditemukan pada cisplatin dalam kombinasi dengan 5florourasil dibandingkan dengan agen tunggal (32% vs 17% dan 13% masing-masing untuk

cisplatin dan 5-florourasil). Dalam sebuah studi yang membandingkan metotreksat agen
tunggal dengan cisplatin/5-florourasil dan carboplatin/5-florourasil, tingkat respons yang
lebih tinggi pada pengobatan kombinasi terlihat jelas, tetapi toksisitas juga meningkat.
Namun, angka kelangsungan hidup secara keseluruhan tidak berbeda antara ketiga kelompok
pengobatan. Banyak penelitian secara acak lain yang membandingkan antara agen tunggal
dengan kemoterapi kombinasi SCC kepala dan leher yang berulang atau metastasis
menunjukkan tingkat respons yang lebih tinggi tanpa berdampak pada angka kelangsungan
hidup (Tabel 5.2). Dengan demikian, penggunaan kombinasi ini dalam kondisi paliatif harus
dipertimbangkan dengan teliti dalam populasi dengan harapan hidup yang sangat terbatas.
Berdasarkan berbagai percobaan, rejimen dari cisplatin dan 5-florourasil tetap menjadi
rejimen referensi untuk menguji kombinasi baru.
Kemoradioterapi Concurrent (CCR)
Modalitas Pengobatan Primer
Dasar pemikiran untuk administrasi kemoterapi concurrent (CCR) dan RT berasal dari
kemampuan agen kemoterapi tertentu untuk meningkatkan sensitivitas terhadap radiasi tumor
dan pada akhirnya meningkatkan efikasi. Beberapa alasan untuk observasi ini mungkin
berperan dalam 1. menginhibisi perbaikan sel yang rusak setelah radiasi 2. Meningkatkan
suplai darah untuk tumor dengan sitoreduksi, yang menyebabkan peningkatan oksigenasi
jaringan tumor dan radiosensitivitas. Kemoterapi pada umumnya tidak memiliki toksisitas
yang sama dengan RT, pemberian dari modalitas gabungan ini biasanya layak. Namun, harus
diingat bahwa ketika sensitivitas jaringan tumor terhadap RT ditingkatkan, sensitivitas
jaringan normal terhadap RT juga meningkat dengan penambahan kemoterapi. Dengan
demikian, akut maupun kronis, toksisitas lambat meningkat dengan CCR. Beberapa

percobaan acak yang membandingkan CCR dengan RT sendiri telah dilaporkan dalam
literatur (Tabel 5.3).
CCR telah menunjukkan perbaikan dalam hasil klinis pada populasi pasien stadium lokal
lanjut yang resectable maupun unresectable. Secara umum, penambahan kemoterapi
menghasilkan peningkatan kontrol lokoregional, kelangsungan hidup yang bebas penyakit,
dan angka kelangsungan hidup secara keseluruhan. Intergroup Trial (RTOG 91-11) berfungsi
sebagai percobaan petunjuk, mendukung penggunaan CCR untuk preservasi organ pada
kanker laring; apalagi, hasil dari uji coba ini telah diekstrapolasi ke situs lain di kepala dan
leher. Sebanyak 547 pasien dengan kanker laring resectable stadium lokal lanjut secara acak
dimasukkan ke dalam salah satu dari tiga kelompok pengobatan. Kelompok 1 terdiri dari
kemoterapi induksi yang identik dengan rejimen percobaan laring VA dengan tiga siklus
cisplatin dan 5-florourasil, diikuti oleh fraksinasi standar radioterapi definitif (RT) dalam
menanggapi pasien. Kelompok 2 terdiri dari CCR yang menggunakan cisplatin 100 mg/m2 IV
pada hari 1, 22, dan 43 selama fraksinasi standar RT definitif (2 Gy per hari dengan total 70
Gy). Kelompok 3 terdiri dari fraksinasi standar terapi radiasi modalitas tunggal saja sampai
70 Gy.
Leher dikelola secara seragam dengan diseksi leher yang dilakukan setelah selesainya
pengobatan yang direncanakan untuk pasien dengan penyakit N2 atau N3 pada awal
penelitian. Setelah dilakukan follow up dengan median 6,9 tahun, tingkat 5-tahun
kelangsungan hidup bebas laringektomi (masing-masing 44,6%, 46,6%, dan 33,9%) dan
kelangsungan hidup bebas penyakit (38,6% dan 39% vs 27,3%) secara signifikan lebih baik
dengan kemoterapi induksi atau CCR dibandingkan dengan RT saja. Tingkat preservasi laring
dan kontrol locoregional, bagaimanapun, secara signifikan lebih baik pada kelompok CCR
dibandingkan dengan kelompok kemoterapi induksi dan RT saja, dan tidak ada perbedaan
yang signifikan untuk hasil akhir apabila induksi dibandingkan dengan RT saja. Tidak ada

perbedaan yang signifikan antara tiga perlakuan secara keseluruhan tingkat kelangsungan
hidup (55% selama 5 tahun). Berdasarkan hasil ini, cisplatin concurrent dan RT adalah
standar perawatan untuk mempreservasi laring.
Pasca Operasi Kemoradioterapi Concurrent pada Pasien Berisiko Tinggi
Mengingat tingkat kontrol locoregional yang sangat baik menggunakan CCR, muncul
pertanyaan apakah penggunaan CCR pada kondisi adjuvant, pasca operasi dapat
meningkatkan hasil secara klinis pada pasien dengan risiko tinggi berulang setelah reseksi
sempurna. Dua percobaan acak yang memberikan perlakuan yang sama, tetapi dengan
beberapa variasi dalam definisi risiko tinggi, menunjukkan bahwa penambahan cisplatin yang
diberikan bersamaan, dapat meningkatkan efikasi dari RT setelah reseksi kuratif (Tabel 5.4).
Bernier et al. melaporkan uji coba secara acak dari 334 pasien yang terdaftar mengikuti
reseksi kuratif SCC pada orofaring, rongga mulut, laring, atau hipofaring. Pengobatan pada
kelompok 1-standar fraksinasi RT adjuvant sampai dengan total 66 Gy; kelompok 2-RT yang
sama dengan penambahan cisplatin 100 mg/m2 pada hari 1, 22, dan 43, dengan RT. Percobaan
ini mendefinisikan berisiko tinggi sebagai penyakit pT3 atau pT4, penyebaran ekstranodal,
margin reseksi positif, keterlibatan perineural atau vaskular, atau tumor rongga mulut ataupun
orofaring dengan keterlibatan kelenjar getah bening tingkat IV atau V. Secara keseluruhan
angka kelangsungan hidup dan kelangsungan hidup bebas progresivitas signifikan pada
kelompok CCR dengan rasio hazard masing-masing 0,75 dan 0,70. Insidensi relaps lokal atau
regional secara kumulatif selama 5 tahun menunjukkan manfaat yang signifikan untuk
kelompok CCR juga (18% vs 31%, p = 0,007).
Sebuah uji coba secara acak kedua, dilaporkan oleh Cooper et al. dari Terapi Radiasi
Onkologi Group (RTOG) dan U.S. Intergroup, membandingkan dua pengobatan yang sama

pada pasien dengan penyakit primer pada rongga mulut, orofaring, laring, atau hipofaring
yang dilakukan reseksi total.
Dalam percobaan ini, resiko tinggi didefinisikan sebagai keberadaan dua atau lebih kelenjar
getah bening yang positif, ekstensi ekstrakapsular, atau margin mukosa yang terlibat secara
mikroskopis. Perbedaan penting lainnya, selain definisi risiko tinggi, perlu dicatat tentang
kedua percobaan tersebut. Poin terakhir dari kedua percobaan berbeda adalah meskipun
percobaan Bernier dirancang untuk mendeteksi peningkatan 15% pada tingkat kelangsungan
hidup bebas progresivitas, percobaan U.S. Intergroup dirancang untuk mendeteksi
peningkatan kontrol lokal dan regional.
Meskipun Bernier menemukan peningkatan yang signifikan dalam tingkat kelangsungan
hidup bebas progresivitas dan kelangsungan hidup secara keseluruhan, percobaan U.S.
Intergroup tidak mendeteksi perbedaan dalam kelangsungan hidup secara keseluruhan. Hasil
untuk 5 tahun dilaporkan oleh EORTC sementara percobaan oleh Terapi Radiasi Onkologi
Group (RTOG)/Intergroup melaporkan hasil untuk 2 tahun. CCR menghasilkan peningkatan
yang signifikan pada tingkat kelangsungan hidup bebas penyakit dan kontrol locoregional di
kedua uji coba. Hasil tingkat kelangsungan hidup yang berbeda mungkin karena perbedaan
dalam desain penelitian, definisi risiko tinggi dan penyakit nodal lebih lanjut pada percobaan
RTOG/Intergroup. Dalam upaya untuk menyatukan hasil yang berbeda, analisis data yang
dikumpulkan dari dua percobaan dilakukan dan menunjukkan penurunan angka kematian
28% pada kelompok CCR dibandingkan RT adjuvant saja. Dampak terbesar dari CCR pada
kedua percobaan adalah pada kelompok pasien dengan ekstensi ekstrakapsular dan/atau
margin bedah positif.
Hasil 5 tahun percobaan U.S. Intergroup/ECOG baru dilaporkan dalam bentuk abstrak oleh
Cooper et al. Anehnya, dengan follow up yang lebih panjang, tidak ada hasil akhir yang

sebelumnya dilaporkan (tingkat kelangsungan hidup secara keseluruhan, kelangsungan hidup


bebas penyakit, kontrol rendah) secara signifikan berbeda dalam perbandingan secara
keseluruhan dari dua kelompok pengobatan. Para penulis berhipotesis bahwa ini mungkin
mencerminkan statistical "noise" yang disebabkan oleh diinklusikannya 4% dari subjek
penelitian yang penyakitnya risikonya tidak terlalu tinggi. Mengingat hasil analisis
dikumpulkan yang dibahas di atas, bagian analisis yang tidak direncanakan dari hasil jangka
panjang ini dilakukan dan menunjukkan manfaat yang signifikan bagi tingkat kelangsungan
hidup bebas penyakit dan kontrol locoregional tapi tidak bagi tingkat kelangsungan hidup
secara keseluruhan untuk pasien dengan penyakit ekstensi ekstrakapsular ataupun margin
mikroskopis yang diberikan RT dan cisplatin pascaoperasi. Tidak ada manfaat bagi pasien
dengan salah satu dari dua tanda berisiko tinggi (misalnya, beberapa kelenjar getah bening
yang positif saja). Meskipun hasil dari analisis bagian dianggap menghasilkan hipotesis,
mereka konsisten dan mendukung temuan dari data yang dikumpulkan oleh EORTC dan
RTOG/Intergroup. Dengan demikian, cisplatin dan RT concurrent pascaoperasi
direkomendasikan untuk pasien yang secara patologis menunjukkan margin positif atau
keterlibatan kelenjar getah bening dengan penyakit ekstensi ekstrakapsular.
Kemoterapi Induksi
Kemoterapi induksi pada SCC kepala dan leher stadium lokal lanjut adalah area umum untuk
investigasi pada tahun 1970-an dan 1980-an. Hipotesis di belakang kemoterapi induksi
berasal dari potensi (1) untuk meningkatkan kontrol lokal dan tingkat kelangsungan hidup
dengan mengurangi beban tumor sebelum terapi lokal, (2) untuk memberantas penyakit
mikrometastatik, (3) meningkatkan pemberian kemoterapi untuk tumor yang tersisa, dan (4)
paliatif dini untuk gejala. Pada tahun 1985, Departement of Veteran Affairs (VA) Kelompok
Studi Kanker Laring menginisiasi percobaan acak tentang kemoterapi induksi diikuti oleh
RT definitif dibandingkan laringektomi total yang diikuti oleh pemberian RT. Penelitian ini

mengikutsertakan 332 pasien dengan kanker laring stadium lokal lanjut (stadium III dan IV,
non metastasis). Kemoterapi induksi terdiri dari cisplatin dan 5-florourasil dan diikuti oleh
pemberian RT definitif sampai dengan dosis total 66-76 Gy. Pasien dalam kelompok
kemoterapi dinilai responnya setelah dua siklus dan yang menunjukkan respon parsial (PR)
(> 50% respon) mendapatkan kemoterapi siklus ketiga dan diikuti oleh pemberian RT. Pasien
yang menunjukkan respon kurang dari respon parsial akan dilakukan laringektomi total dan
diikuti oleh pemberian RT adjuvant. Beberapa temuan penting telah dihasilkan dari penelitian
ini:
1. Tingkat preservasi laring selama 3 tahun adalah 62%.
2. Tidak ada perbedaan dalam angka kelangsungan hidup secara keseluruhan antara kedua
kelompok. Dengan demikian, preservasi laring dikompromikan dengan hasil ini.
3. Pasien yang menerima kemoterapi induksi memiliki penurunan tingkat kegagalan yang
jauh dibandingkan dengan kelompok surgikal.
4. Pasien dalam kelompok surgikal menunjukkan peningkatan kontrol locoregional
dibandingkan dengan kelompok kemoterapi.
5. Studi kualitas hidup jangka panjang menunjukkan bahwa pasien dalam kelompok
preservasi organ memiliki skor yang lebih baik secara signifika pada survei domain kesehatan
mental, skor nyeri yang lebih baik, dan skor yang lebih baik pada domain yang berkaitan
dengan impresi pasien tentang keberhasilan pengobatan.
EORTC juga melakukan uji klinis menggunakan pendekatan yang sama. Dalam uji klinis ini,
202 pasien dengan kanker hipofaring stadium lokal lanjut yang resectable diacak untuk
diberikan kemoterapi induksi dengan cisplatin dan 5-florourasil diikuti oleh pemberian RT
definitif dibandingkan operasi segera yang diikuti oleh pemberian RT. Percobaan ini berbeda

dari percobaan VA yaitu pasien perlu menunjukkan respons sempurna untuk menerima ketiga
siklus kemoterapi induksi.
Pada follow-up 5 tahun, tidak ada perbedaan signifikan pada angka kelangsungan hidup
antara kedua kelompok. Namun, kemoterapi dikaitkan dengan kegagalan yang jauh yang
menurun. Perkiraan 3 dan 5 tahun untuk mempertahankan laring fungsional pada pasien di
kelompok induksi adalah masing-masing 42% dan 35%. Banyak percobaan acak terkontrol
lainnya dilakukan, terutama pada 1980-an, kemoterapi induksi yang diikuti oleh operasi
dan/atau RT dibandingkan dengan terapi locoregional saja. Dengan pengecualian pada kedua
percobaan, tidak ada perbedaan dalam angka kelangsungan hidup, dan ini konsisten dengan
hasil meta-analisis.
Dengan menyadari peningkatan kontrol locoregional dengan CCR, kemoterapi induksi telah
menemukan minat baru. Seiring dengan membaiknya tingkat kegagalan lokal dengan CCR,
tingkat kegagalan yang jauh tampaknya telah meningkat. Pertanyaan-pertanyaan yang
muncul dari observasi ini adalah apakah kegagalan lokal dan kegagalan yang jauh dapat
dikontrol oleh kemoterapi induksi yang lebih efektif atau penambahan kemoterapi induksi
setelah pemberian CCR (disebut terapi sekuensial).
Beberapa uji klinis telah dievaluasi tentang intensifikasi kemoterapi induksi (Tabel 5.5).
Salah satu rejimen yang paling menjanjikan adalah kombinasi docetaxel, cisplatin, dan 5florourasil (TPF). Dalam percobaan TAX 324, Posner et al. membandingkan cisplatin,
docetaxel, 5-florourasil dengan rejimen standar cisplatin dan 5FU sebagai kemoterapi induksi
pada pasien dengan SCC kepala dan leher (nonmetastasis) stadium III, IVA, atau IVB. Lima
ratus satu pasien diacak ke dalam 2 kelompok. Setelah kemoterapi induksi, pasien pada kedua
kelompok menerima pengobatan RT dan carboplatin concurrent mingguan. Hasil akhir primer
dari penelitian ini adalah angka kelangsungan hidup secara keseluruhan. Minimal follow up

selama 2 tahun, kelompok TPF menunjukkan median angka kelangsungan hidup secara
keseluruhan yang lebih baik secara signifikan masing-masing 71 bulan dan 30 bulan (p =
0,006). Meskipun secara signifikan meningkatkan kontrol locoregional ditemukan pada
kelompok TPF (62% vs 60%, p = 0,04), tidak ada perbedaan pada tingkat metastasis jauh.
Perlu dicatat bahwa tingkat kegagalan yang jauh untuk kedua kelompok yang rendah sebesar
5% dan 9%, mungkin mencerminkan efek dari kemoterapi induksi, bukan intensitas terapi
ini. Uji coba yang mengevaluasi penggunaan TPF yang diikuti oleh CCR dibandingkan
kemoradioterapi saja sedang berlangsung.
Kemoterapi Sitotoksik pada Nasofaring
Karsinoma
Meskipun karsinoma nasofaring (NPC) adalah keganasan yang jarang di seluruh dunia,
penyakit ini endemik di Cina Selatan, Asia Tenggara, dan cekungan Mediterania dengan
sekitar 10-50 kasus per 100.000 penduduk. Di daerah endemik, undifferentiated NPC (WHO
tipe II dan III) mendominasi, sedangkan tipe I (SCC) lebih sering ditemukan di negara-negara
Barat. Meskipun dua uji acak dari kemoterapi adjuvant tidak menunjukkan manfaat pada
angka kelangsungan hidup yang lebih baik dari radioterapi saja, beberapa percobaan acak
telah menunjukkan keunggulan CCR dibandingkan RT saja pada penyakit ini. Dalam
percobaan Intergroup oleh Al-Sarraf et al., 147 pasien dengan NPC stadium III atau IV diacak
untuk membandingkan RT fraksinasi standar saja dengan RT ditambah cisplatin 100 mg/m2
pada hari 1, 22, 43 diikuti oleh tiga siklus cisplatin adjuvant dan infus kontinu 5-florourasil
(5FU). Hasilnya menunjukkan secara signifikan peningkatan angka kelangsungan hidup
bebas progresivitas, median kelangsungan hidup, dan kelangsungan hidup 3 tahun pada
kelompok kemoterapi dibandingkan RT saja. Namun kontribusi terapi adjuvant untuk hasil
ini masih diperdebatkan. Sebuah percobaan yang identik, yang dilakukan oleh Hong Kong

Nasopharyngeal Cancer Study Group, menegaskan manfaat pada kontrol locoregional dengan
penggunaan CCR pada populasi Asia dengan sebagian besar penyakit tipe II dan III. Namun,
tidak ada manfaat pada angka kelangsungan hidup yang ditemukan selama median follow up
2,3 tahun. Perbedaan ini mungkin karena hasil yang lebih baik pada kelompok RT, presentasi
stadium yang lebih lanjut, atau follow up yang relatif singkat. MACH-NC selanjutnya
menunjukkan manfaat dari kemoterapi pada penyakit ini dengan peningkatan angka
kelangsungan hidup mutlak 6% selama 5 tahun dari penambahan kemoterapi. Selain itu,
interaksi yang signifikan ditemukan antara waktu kemoterapi dan angka kelangsungan hidup
secara keseluruhan (p = 0,005) dengan manfaat terbesar yang dihasilkan oleh CCR (Tabel
5.6).
TERAPI OBAT TARGET UNTUK SCC KEPALA DAN LEHER
Penjelasan dasar mekanistik proliferasi tumor, pertumbuhan dan kelangsungan hidup pada
SCC kepala dan leher memungkinkan pengembangan rasional tentang molecularly targeted
agents untuk penyakit ini. Meskipun beberapa aspek kompleks biologi SCC kepala dan leher
saat ini sedang diinvestigasi, beberapa area penelitian telah menyebabkan penerjemahan ilmu
pengetahuan ke dalam pengembangan obat yang berkaitan dengan SCC kepala dan leher.
Seiring penemuan obat berkembang, gudang agen terapi untuk SCC kepala dan leher
sekarang terdapat sejumlah terapi baru. Masih diperlukan pemahaman dasar-dasar mekanistik
dasar obat ini.
Target Molekuler PADA SCC Kepala Dan Leher
Reseptor Faktor Pertumbuhan Epidermal
Meskipun beberapa jalur sinyal dan target molekul masih dalam penelitian, bagian terbesar
dari data klinis berada dalam penggunaan obat yang menargetkan reseptor faktor
pertumbuhan epidermal (EGFR) pada SCC kepala dan leher. Salah satu penemuan terbaru

yang paling penting pada SCC kepala dan leher adalah penjelasan peran EGFR pada SCC
kepala dan leher. EGFR (erb B-1) merupakan anggota dari subfamili resptor Erb B dan
diekspresikan pada sebagian besar SCC kepala dan leher. EGFR berada di membran plasma
dan terdiri dari tiga domain: merupakan domain pengikatan ligan ekstraseluler, segmen
transmembran, dan domain tirosin kinase intraseluler. Pengikatan reseptor ligan [EGF,
amphiregulin, dan Faktor Pertumbuhan Tumor (TGF) -alpha] menyebabkan homo dan
heterodimerisasi dengan anggota lain dari keluarga Erb B.
Hal ini menyebabkan aktivasi tirosin kinase EGFR dan fosforilasi beberapa target hilir.
Aktivasi reseptor mempromosikan proses seluler termasuk proliferasi sel, motilitas, adesi,
invasi, dan angiogenesis. Dalam SCC kepala dan leher, peningkatan jumlah salinan gen
EGFR berkaitan dengan kelangsungan hidup bebas progresivitas dan kelangsungan hidup
secara keseluruhan yang lebih buruk. Mengingat hal ini, EGFR menyediakan target terapi
yang menarik untuk SCC kepala dan leher.
Angiogenesis
Faktor pertumbuhan endotel vaskular (VEGF) dan reseptornya memainkan peran kunci
dalam angiogenesis kanker. Keluarga molekul VEGF terdiri dari enam faktor pertumbuhan
(VEGF-A, VEGF-B, VEGF-C, VEGF-D, VEGF-E, VEGF-F) dan tiga reseptor (VEGFR-1,
VEGFR-2, VEGFR-3, masing-masing juga dikenal sebagai Flt-1, KDR / Flk-1, dan Flt-4.
VEGF diekspresikan secara berlebihan pada kanker kepala dan leher, dan tingkat VEGF di
sirkulasi yang tinggi dikaitkan dengan penurunan angka kelangsungan hidup bebas
progresivitas, kelangsungan hidup secara keseluruhan, dan respon terhadap kemoterapi.
Reseptor VEGF (VEGFR) adalah tirosin kinase, dan mengikatkan ligan kepada reseptor
sehingga menghasilkan kaskade sinyal yang kompleks dan akhirnya menyebabkan
angiogenesis, kelangsungan hidup sel endotel, serta permeabilitas pembuluh darah. VEGFR-2

sebagian besar diekspresikan dalam sel-sel endotel dan telah menjadi VEGFR kunci yang
terkait dengan vaskularisasi tumor, proliferasi, dan metastasis. In vitro, produksi VEGF oleh
sel-sel tumor dapat dipengaruhi oleh radiasi dan dapat melindungi sel-sel tumor dari RT. Efek
aditif atau sinergis juga tercatat bersamaan dengan kemoterapi. Selama pembentukan dan
kelangsungan hidup tumor tergantung pada angiogenesis, jalur VEGF untuk menyediakan
target baru untuk kepentingan terapi.
Hipoksia Tumor
Pada SCC kepala dan leher, lingkungan mikro tumor telah terbukti sangat penting dalam hal
respon terhadap terapi, termasuk surgikal, kemoterapi, dan terapi berbasis radiasi. Meskipun
alasan untuk observasi ini tidak sepenuhnya jelas, beberapa faktor kemungkinan berperan.
Pertama, hipoksia tumor berkontribusi pada ketidakstabilan genomik dan dapat
mempromosikan kelangsungan hidup sel-sel yang tidak memiliki kemampuan untuk
apoptosis. Meskipun hipoksia dapat memperlambat progresivitas melalui siklus sel, sel-sel
yang "resisten hipoksia" dapat dipilih untuk manfaat pertumbuhan, menyediakan klon yang
mampu terisi kembali dalam kondisi hipoksia. Faktor hipoksia yang dapat diinduksi (HIF)
-alpha, sebuah faktor transkripsi, diregulasi dalam kondisi hipoksia dan merangsang
neovaskularisasi. Bahkan, ekspresi HIF-1-alpha mengaktifkan transkripsi VEGF. SCC kepala
dan leher menunjukkan peningkatan ekspresi protein HIF-1-alpha. Ekspresi tersebut telah
dikaitkan dengan kegagalan locoregional dan berkurangnya waktu bebas penyakit dan
kelangsungan hidup secara keseluruhan pada SCC kepala dan leher yang diobati dengan
CCR. Penanda hipoksia potensial lainnya dari lingkungan tumor hipoksia pada SCC kepala
dan leher, termasuk karbonat anhidrase IX, transporter glukosa 1 dan 3 (GLUT-1 dan GLUT3), dan reseptor eritropoietin.
Pengalaman Klinis Menggunakan Molecularly Targeted Agents

Terapi inhibitor EGFR


Meskipun terapi anti-EGFR tersedia termasuk antibodi monoklonal yang menargetkan EGFR
dan inhibitor sebagian kecil molekul tirosin kinase, hanya cetuximab yang disetujui oleh AS
Food and Drug Administration (FDA) untuk pengobatan SCC kepala dan leher (Tabel 5.7).
Cetuximab, rekombinan manusia/tikus antibodi chimeric monoklonal, adalah salah satu
inhibitor EGFR pertama yang dipelajari di SCC kepala dan leher. Cetuximab berikatan secara
spesifik pada domain ekstraselular EGFR dan secara kompetitif menghambat ikatan ligan
dengan reseptor. Sel yang melapisi oral SCC manusia yang diobati dengan cetuximab
menunjukkan akumulasi sel pada fase G1 radiosensitif, yang berhubungan dengan
peningkatan ekspresi inhibitor siklus sel inhibitor p27 (KIP1) dan p15 (INK4B). Selanjutnya,
hasil pengobatan cetuximab adalah penurunan jumlah sel pada fase S dari siklus sel, fase di
mana perbaikan kerusakan subletal yang merupakan respon terhadap pemberian RT. In vitro,
pengobatan dengan cetuximab menghambat aktivasi ERK1/2, efektor jalur hilir MAP kinase.
Studi preklinis menyatakan bahwa cetuximab sinergis dengan RT dan kemoterapi, terutama
kemoterapi sitotoksik berbasis platinum. Temuan ini telah menjadi dasar untuk investigasi
klinis cetuximab pada SCC kepala dan leher, dalam monoterapi dan kondisi kombinasi
modalitas.
Monoterapi. Sebagai agen tunggal, aktivitas ditemukan pada pasien refraktori platinum
dengan penyakit berulang atau metastatik. Vermorken et al. melaporkan hasil dari percobaan
klinis multicenter dari 103 pasien dengan SCC kepala dan leher berulang atau metastatik
dengan progresivitas yang didokumentasikan dalam waktu 30 hari setelah dua sampai enam
siklus kemoterapi berbasis platinum. Cetuximab diberikan intravena dengan dosis 400 mg/m2
diikuti dengan dosis mingguan 250 mg/m2. Tingkat respons objektif dari agen tunggal
cetuximab adalah 13%, dengan tingkat pengendalian penyakit (respon sempurna/respon
parsial/penyakit stabil) sampai 46%. Median waktu progresivitas adalah 70 hari. Penilitian

lain mengevaluasi cisplatin ditambah cetuximab pada pasien yang tidak mencapai respon
sempurna atau parsial untuk doublet berbasis platinum menguji hipotesis bahwa cetuximab
dapat mengatasi resistensi platinum. Percobaan pada populasi pasien ini secara konsisten
menunjukkan tingkat respon 10%. Dengan demikian, kita dapat menyimpulkan bahwa
cetuximab tidak mengatasi resistensi platinum tetapi digunakan sebagai monoterapi, lini
kedua, memiliki tingkat respon sebanyak 10-13%.
Dalam kombinasi dengan kemoterapi sitotoksik. Hasil dari dua uji coba menunjukkan hasil
yang lebih baik saat cetuximab ditambahkan ke kemoterapi berbasis platinum sebagai
pengobatan lini pertama pasien dengan penyakit berulang atau metastasik. Sebuah percobaan
acak terkontrol yang dilaporkan oleh Burtness et al. membandingkan cetuximab dan cisplatin
dengan plasebo dan cisplatin. Penambahan cetuximab dengan cisplatin meningkatkan tingkat
respons sampai 10% (plasebo dan cisplatin) ke 26% (cetuximab dan cisplatin), p = 0,03.
Menariknya, ekspresi EGFR bukan merupakan prediktif respon.
Bahkan, pasien dengan densitas tertinggi dan intensitas pewarnaan EGFR (dengan
imunohistokimia) menunjukkan resistensi relatif terhadap penambahan cetuximab, mungkin
terkait dengan menurunnya saturasi dari EGFR oleh antibodi monoklonal, atau aktivasi jalur
sinyal alternatif yang memungkinkan lolos secara biologis dari blokade reseptor. Kedua
percobaan, oleh Vermorken et al., Pasien secara acak untuk diberikan kombinasi
carboplatin/cisplatin ditambah 5-florourasil dengan atau tanpa penambahan cetuximab.
Sampai saat ini, tidak ada agen tunggal atau kombinasi dari agen yang telah menunjukkan
manfaat terhadap kelangsungan hidup pada kondisi penyakit metastasis atau berulang. Hasil
uji coba ini menunjukkan peningkatan yang signifikan secara statistik pada tingkat respons,
kelangsungan hidup bebas progresivitas dan kelangsungan hidup secara keseluruhan dengan
cetuximab ditambahkan ke rejimen standar platinum ditambah kombinasi 5-florourasil. Studi

ini meninggalkan pertanyaan-pertanyaan berikut yang harus terjawab pada penelitianpenelitian di masa yang akan datang:
1. Apakah manfaat terhadap kelangsungan hidup tergantung pada rejimen kemoterapi
sitotoksik tertentu yang dikombinasikan dengan cetuximab?
2. Akankah manfaat terhadap kelangsungan hidup yang diobservasi dalam uji coba yang
dilaporkan oleh Vermorken bertahan setelah follow up?
3. Berapa efektivitas biaya intervensi mahal pada pasien dengan harapan hidup terbatas?
Dalam kombinasi dengan terapi radiasi. Keamanan dan efikasi cetuximab ditambah radiasi
dibandingkan dengan terapi radiasi saja untuk pengobatan kuratif SCC kepala dan leher
stadium lokal lanjut telah dilaporkan. Dalam percobaan klinis terkontrol, 424 pasien dengan
HNC stadium III/IV (situs primer multipel) secara acak (1: 1) untuk menerima cetuximab
ditambah RT dibandingkan RT saja. Faktor stratifikasi yang skor Karnofsky (60-80 vs 90100), stadium nodal (N0 vs N +), stadium tumor [T1-3 vs T4 menggunakan kriteria American
Joint Committee on Cancer (AJCC)] dan RT fraksinasi (booster bersamaan vs sekali sehari vs
sehari dua kali). RT diberikan selama 6-7 minggu. Sejak satu minggu sebelum RT, diberikan
dosis awal cetuximab 400 mg/m2, diikuti oleh 250 mg/m2 setiap minggu selama RT. Dari 424
pasien yang diacak, mayoritas adalah laki-laki, berkulit putih, dan memiliki status kerja
Karnofsky> 80. Sebagian besar pasien memiliki tumor primer orofaringeal. Karakteristik
pasien sama di seluruh kelompok penelitian. Lima puluh enam persen pasien menerima terapi
RT dengan boost bersamaan, 26% RT sekali sehari dan 18% RT dua kali sehari.
Tujuan utama dari penelitian ini adalah kontrol locoregional. Hasilnya berupa peningkatan
yang signifikan secara statistik dalam kontrol locoregional pada kelompok cetuximab
ditambah RT vs RT saja (24,4 bulan vs 14,9 bulan, rasio hazard 0,68, p = 0,005). Peningkatan
median durasi kelangsungan hidup secara keseluruhan ditemukan pada kelompok kombinasi

(49,0 bulan vs 29,3 bulan, rasio hazard 0,74, p = 0,03). Tidak ada perbedaan yang signifikan
dalam tingkat metastasis jauh, dan perlu dicatat bahwa kontrol lokal-regional yang
menggunakan definisi standar itu tidak dilaporkan. Hasil ini merupakan bukti prinsip.
Interpretasi hasil yang dikacaukan oleh situs primer multipel, diinklusikan pasien resectable
dan unresectable, dan beberapa rejimen radiasi. Perlu ditekankan bahwa kombinasi baru ini
belum secara langsung dan prospektif dibandingkan dengan apa yang dianggap sebagai "gold
standard" untuk kemoradioterapi pada SCC kepala dan leher stadium lanjut, yaitu cisplatin
yang dikombinasikan dengan terapi radiasi. Saat ini, satu-satunya indikasi untuk
menggunakan kombinasi ini adalah pasien yang tidak cocok dengan pengobatan
kemoradioterapi berbasis platinum karena status kinerja yang buruk atau komorbiditas. Jika
tidak, cetuximab tidak boleh diganti sebagai kemoradioterapi berbasis platinum.
Toksisitas. Meskipun toksisitas cetuximab umumnya tidak terlalu berat daripada toksisitas
terkait kemoterapi sitotoksik, efek sampingnya masih bisa signifikan. Toksisitas dermatologis
tetap menjadi efek samping yang paling umum dari cetuximab, termasuk ruam akneiformis,
kulit kering dan pecah-pecah, serta sekuelae inflamasi dan infeksi (blefaritis, selulitis).
Tingkat ruam akneiformis adalah sekitar 87% dengan ruam yang berat pada 10-17%. Reaksi
hipersensitivitas berat terjadi pada 3-4% pasien secara nasional.
Namun, insidensi ini jauh lebih tinggi di area geografis tertentu suatu negara. Dalam
beberapa kasus, reaksi ini dapat mengancam jiwa, (termasuk anafilaksis, bronkospasme,
urtikaria, atau hipotensi). Reaksi infus kelas 1 atau 2 yang lebih ringan terjadi pada sekitar
19% pasien. Toksisitas lain dari agen tunggal cetuximab antara lain hipomagnesemia pada
10-15%, toksisitas paru (penyakit paru interstitial) pada <0,5%.
Inhibitor angiogenesis

Meskipun pengalaman menggunakan strategi anti-VEGF pada SCC kepala dan leher terbatas,
beberapa uji klinis menginvestigasi pendekatan ini sedang berlangsung. Bevacizumab,
rekombinan antibodi monoklonal manusiawi terhadap VEGF, adalah agen yang paling umum
dipelajari sebagai agen anti-angiogenik untuk SCC kepala dan leher. Bevacizumab telah
disetujui FDA untuk pengobatan karsinoma kolorektal metastatik dan stadium lanjut, kanker
paru-paru selain small cell dapat disembuhkan. Karena aktivasi EGFR juga meregulasi
VEGF, peneliti telah menyelesaikan penelitian fase I/II tentang kombinasi molekul kecil
EGFR inhibitor tirosin kinase (erlotinib) dengan bevacizumab.
Dibandingkan dengan erlotonib saja, kombinasi tersebut mengurangi ekspresi Kinase Domain
Region (KDR) endotel, EGFR, dan kadar VEGF. Median kelangsungan hidup secara
keseluruhan yang dilaporkan memiliki median 7,3 bulan dan kelangsungan hidup bebas
progresivitas selama 3,9 bulan baik dibandingkan dengan riwayat kontrol sebelumnya.
Bevacizumab yang dikombinasikan dengan RT, 5-florourasil, dan HU terbukti dapat
ditoleransi dan memiliki bukti efikasi potensial dalam populasi SCC kepala dan leher yang
berisiko tinggi. Namun, hasil ini perlu dikonfirmasi dalam penelitian yang lebih besar.
Investigasi klinis yang meneliti peran bevacizumab SCC kepala dan leher stadium lokal
lanjut yang dapat disembuhkan dan metastasis sedang berlangsung.
Sensitizer Sel Hipoksia
Tirapazamine, sebuah sitotoksin hipoksik, membentuk radikal bebas sitotoksik yang
menyebabkan kerusakan DNA, penyimpangan kromosom, dan kematian sel dalam kondisi
hipoksia. Agen ini telah mendapatkan perhatian yang signifikan dalam SCC kepala dan leher
sebagai terapi concurrent dengan radiasi atau kemoradioterapi. Dalam percobaan
multiinstitusional fase II tentang tirapazamine concurrent dan RT pada SCC kepala dan leher
stadium lokal lanjut, tingkat kontrol lokal 1- dan 2-tahun masing-masing adalah 64% dan

59%. Hasil ini terbukti mendukung mengingat bahwa 72% pasien memiliki penyakit T3-4
dan N2-3. Dalam sebuah studi oleh Trans-Tasman Radiation Onkology Group, 122 pasien
dengan SCC kepala dan leher stadium lokal lanjut yang sebelumnya tidak diobati terdaftar
dalam evaluasi acak fase II tirapazamine, cisplatin, dan radiasi atau 5-flororasil, cisplatin, dan
radiasi. Meskipun tidak ada perbedaan yang tercatat pada tingkat kelangsungan hidup bebas
kegagalan secara keseluruhan selama 3 tahun, kelompok tirapazamine terdapat
kecenderungan menuju signifikansi untuk hasil tingkat lokoregional bebas kegagalan selama
3 tahun. Dalam studi bagian tentang pretreatment dan midtreatment [18 F] -Misonidazole
positron emmision tomography (PET) scan, metode pencitraan area tumor yang hipoksik,
dilakukan. Pasien yang menunjukkan hipoksia pada PET scan, memiliki risiko kegagalan
locoregional secara signifikan berkurang dengan penambahan tirapazamine. Efikasi
tirapazamine saat ini sedang diselidiki dalam studi acak fase III.
Integrasi Agen Target dengan Induksi atau Rejimen Kemoradioterapi Concurrent
Salah satu pertanyaan yang paling penting saat ini adalah bagaimana mengintegrasikan terapi
target agar ditetapkan menjadi tulang punggung standar pengobatan pada SCC kepala dan
leher: kemoterapi untuk penyakit metastatik, CCR sebagai terapi kuratif untuk penyakit
stadium lokal lanjut, dan kemoterapi induksi. Meskipun banyak percobaan yang sedang
berlangsung, beberapa studi sampai saat ini telah diterbitkan dalam literatur. Tujuannya tetap
untuk meningkatkan efektivitas pengobatan tanpa meningkatkan toksisitas. Selain itu, seiring
penelitian dirancang, penting untuk memahami subset pasien yang akhirnya mendapatkan
manfaat dari integrasi agen-agen ini.
TANTANGAN KLINIS DENGAN KEMOTERAPI ATAU AGEN TARGET PADA SCC
KEPALA DAN LEHER
Pengukuran Respon Objektif

Pengukuran respon objektif merupakan sarana penting untuk mengevaluasi keberhasilan


pengobatan, tetapi tetap sulit pada SCC kepala dan leher. Selain itu, penggunaan agen target
mungkin tidak menghasilkan tingkat respons tumor yang tradisional. Bahkan, banyak dari
agen ini menunjukkan sifat sitostatik, membuat penentuan keberhasilan pengobatan sulit
untuk dinilai.
Secara historis, penilaian dengan metode radiologi konvensional [seperti computed
tomography (CT) Scan] atau visualisasi langsung dapat terhambat oleh kompleksitas anatomi
suatu region, adanya ulserasi, edema terkait pengobatan, dan sering terjadinya superinfeksi
bakteri (Tabel 5.3). Dengan demikian, di kepala dan leher, pengukuran tumor yang akurat
menggunakan metode pencitraan konvensional kemungkinan sulit. Tantangan lain adalah
definisi respon objektif: The Response Evaluation Criteria in Solid Tumors (RECIST)
diterima secara luas sebagai metode untuk mengukur respon tumor. Namun, beberapa
keterbatasan pada RECIST harus diperhatikan. RECIST bergantung pada pengukuran
diameter tunggal yang baiknya untuk massa yang berbentuk bola.
Di kepala dan leher, lesi mungkin mengecil atau memipih secara klinis tetapi dengan
menggunakan kriteria RECIST, diameter terpanjang tetap sama. Selain itu, tingkat respons
tradisional ditentukan dengan mengukur besarnya tidak berlaku untuk agen target, yang dapat
menyebabkan nekrosis tumor pusat atau penurunan aktivitas metabolik tanpa perubahan
dalam ukuran. Dengan demikian, waktu perkembangan penyakit atau kelangsungan hidup
bebas progresivitas mungkin merupakan "pengukuran" efikasi yang lebih valid dibandingkan
kriteria tradisional tentang pengurangan ukuran. Desain percobaan tradisional, yang
bergantung pada tingkat respons, dapat mengabaikan atau kehilangan efektivitas dan
kegunaan dari agen target.

Penggunaan F2-18 fluorodeoxyglucose positron emission tomography (FDG-PET) telah


menarik minat dalam evaluasi respon pada SCC kepala dan leher. Teknik ini menyediakan
pencitraan tumor dengan mengukur aktivitas metabolik jaringan dan, dengan
mengidentifikasi perubahan metabolisme mereka setelah terapi, mungkin memprediksi
respons.
Yang penting, kemampuan PET untuk mendeteksi penyakit residual pada pasien SCC kepala
dan leher diobati dengan RT definitif (dengan atau tanpa kemoterapi) sedang dalam penelitian
dan terlihat menjanjikan. Pencitraan PET dengan fused CT scan posttreatment dilakukan pada
28 pasien selama sekitar 8 minggu setelah menyelesaikan RT definitif untuk SCC kepala dan
leher stadium lokal lanjut. Dibandingkan dengan CT saja, sensitivitas dan spesifisitas secara
keseluruhan dari FDGPET/CT adalah 76,9% dan 93,3%, dibandingkan dengan 92,3% dan
46,7% untuk CT saja. Akurasi FDG-PET/CT adalah 85,5% dibandingkan 67,9% untuk CT
saja. Namun, beberapa poin harus dibuat mengenai mode pencitraan ini:
1. Spesifisitas PET meningkat seiring waktu setelah penyelesaian terapi berbasis RT
meningkat.
2. Semua SCC kepala dan leher tidak selalu mendapatkan FDG. Sensitivitas FDGPET adalah
85% untuk diagnosis awal dan staging SCC kepala dan leher.
3. Peran FDG-PET dalam evaluasi respon oleh agen target saat ini sedang diteliti.
Toksisitas
Toksisitas kemoterapi merupakan pertimbangan penting dalam pengobatan SCC kepala dan
leher. Toksisitas akut dan kronis dari terapi dapat memiliki dampak yang signifikan terhadap
kualitas hidup pasien. Kegagalan untuk memberikan penilaian suportif yang memadai
mungkin:

1. mengkompromi pamberian terapi kuratif


2. mengurangi kualitas hidup
3. menyebabkan morbiditas pengobatan yang berlebihan
4. dalam beberapa kasus juga dapat berdampak negatif terhadap kelangsungan hidup.
Efek lambat dari terapi sering buruk dibandingkan dengan efek akut tetapi mungkin sama
pentingnya. Jika tanpa pengawasan, toksisitas ini secara signifikan dapat mengurangi kualitas
kelangsungan hidup. Salah satu manfaat potensial untuk penggunaan agen target adalah profil
toksisitas yang relatif menguntungkan. Namun bahkan sebagai agen tunggal, toksisitas masih
mungkin terjadi. Kesalahpahaman yang umum adalah bahwa agen target lebih bisa
ditoleransi daripada kemoterapi sitotoksik tradisional. Meskipun hal ini mungkin menjadi
masalah dengan beberapa agen, agen target dapat memiliki morbiditas yang signifikan,
terutama bila dikombinasikan dengan terapi lain. Dampak negatif yang potensial pada
kualitas hidup tidak boleh diremehkan dan harus menjadi fokus penelitian serta hubungannya
dengan pengukuran efikasi standar seperti tingkat respon dan kelangsungan hidup.
Kemampuan untuk memaksimalkan rasio risiko-manfaat dari suatu rejimen menjadi sangat
penting ketika mengobati pasien dengan penyakit berulang yang dapat disembuhkan atau
metastasis. Mengingat bahwa manfaat dari agen target bisa dibuktikan dengan kriteria respon
tradisional, sangat penting untuk mengevaluasi kontribusi dari agen ini dalam mengontrol
gejala dan kualitas kelangsungan hidup. Meskipun beberapa penelitian tentang kualitas hidup
(QOL) dari agen target telah dilaporkan dalam literatur, hasil yang menggembirakan yang
ditulis oleh Curran et al.
Dalam analisis kualitas hidup dari penelitian acak tentang RT vs RT ditambah cetuximab
pada populasi SCC kepala dan leher stadium lokal lanjut, penambahan cetuximab tidak
memberikan pengaruh negatif pada kualitas hidup. Investigasi dari kualitas hidup pada pasien

yang menerima agen ditargetkan saja dan dikombinasikan dengan agen sitotoksik sedang
berlangsung.
Peran Human Papillomavirus (HPV) dan Kemoterapi Pada Tumor Orofaring Primer
Peran human papillomavirus (HPV) secara epidemiologi dan prognosis dari tumor orofaring
primer sekarang sudah bisa dijelaskan. Meskipun HPV memiliki beberapa serotipe, serotipe
berisiko tinggi dalam perkembangan keganasan antara lain, tipe 16, 18, 31, dan 33. Serotipeserotipe tersebut berisiko tinggi dan memproduksi dua onkoprotein virus, E6 dan E7, yang
masing-masing menonaktifkan TP53 dan produk gen retinoblastoma. HPV onkogenik
menyebabkan hampir semua SCC serviks. HPV dikaitkan dengan sekitar 60% kasus SCC
kepala dan leher pada orofaring. D'Souza et al. melakukan studi kasus-kontrol HPV pada 100
pasien yang baru didiagnosis dengan SCC orofaring dan 200 pasien kontrol tanpa kanker.
Kanker orofaringeal secara signifikan dikaitkan dengan HPV tipe 16, seropositif untuk HPV16 L1 protein kapsid, jumlah pasangan seks vaginal, dan jumlah pasangan seksual oral
seumur hidup yang tinggi. Yang penting, pasien HPV-positif dengan kanker orofaring
biasanya mengkonsumsi tembakau dan alkohol lebih sedikit dibandingkan dengan pasien
HPV-negatif.
Sementara asosiasi epidemiologi telah menuliskan, pertanyaannya tetap apakah HPV positif
mempengaruhi hasil klinis pada pasien dengan karsinoma orofaring. ECOG 2399, percobaan
fase II tentang kemoradiasi untuk preservasi organ pada SCC laring atau orofaring stadium
III atau IV mengkelompokkan pasien ke HPV-positif (ditentukan oleh hibridisasi in situ dari
tumor pada parafin yang difiksasi formalin) dan pasien HPV-negatif.
Tingkat respons setelah kemoterapi induksi dan CCR secara signifikan lebih tinggi pada
pasien HPV-positif (masing-masing 81,6% vs 55,2% dan 84,2% vs 56,9%). Pasien HPVpositif menunjukkan risiko progresivitas 72% lebih rendah dan risiko kematian 79% lebih

rendah dari kelompok HPV-negatif. Namun, temuan ini hanya menunjukkan pada tumor
orofaring primer. Menariknya, di percobaan Bonner tentang cetuximab ditambah RT
dibandingkan RT sendiri pada SCC kepala dan leher stadium lokal lanjut, kelompok yang
menunjukkan manfaat pada angka kelangsungan hidup yang signifikan adalah yang situs
primernya orofaring. Meskipun status HPV tidak dievaluasi dalam uji coba ini, muncul
pertanyaan apakah terapi target dapat digunakan dengan efikasi yang setara dengan
kemoterapi sitotoksik dalam tumor orofaring primer dengan HPV positif.
KESIMPULAN
Keberhasilan pengobatan pada SCC pada Kepala dan Leher masih menjadi tantangan. Yang
penting adalah angka survival dan hasilnya sudah meningkat dengan metode pengobatan
terbaru, termasuk CCR. Penjelasan dari jalur molekuler pada SCC kepala dan leher
diharapkan untuk lebih memperbaiki hasilnya. Walaupun banyak kemajuan terbaru pada
terapi, angka kematian yang disebabkan oleh penyakit ini setiap tahunnya masih banyak.
Oleh karena itu, penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk melawan penyakit ini berserta
morbiditasnya.
Tabel 5.1 Aktivitas Kemoterapi Agen Sitotoksik Tunggal pada HNSCC
Obat
Cisplatin

Mekanisme
Menghambat sintesis DNA dengan cara

Tingkat respon
20-50%

Metotreksat

membentuk
Menghambat sintesis dan perbaikan DNA dengan

Dosis regimen seperti biasa


10-30%

menggunakan folat; menghambat dihidrofolat

40-60 mg/m2 IV setiap minggu

reduktase

Biasanya tidak butuh leukovorin;

Antimetabolit yang menginhibisi timidin sintase

biasanya ditoleransi dengan baik


15%

5-Florourasil

Biasanya diberikan 1000 mg/m2


sehari dengan infus terus-menerus
Pasitaksel

Meningkatkan pembentukan dimer tublin,

selama 96-120 jam


37%

menstabilisasi mikrotubulus, dan menyebabkan

Membutuhkan premedikasi

siklus sel berhenti pada G2/M

berupa steroid, difenhidramin dan


H-2 blocker untuk mencegah

Dosetaksel

Gemsitabin

Meningkatkan pembentukan dimer tublin,

reaksi alergi
22-45%

menstabilisasi mikrotubulus, dan menyebabkan

Dapat membutuhkan

siklus sel berhenti pada G2/M

deksametason untuk mencegah

Secara struktur sama dengan deoksisitidin dan

retensi cairan terkait


13%

menginhibisi sintesis DNA dengan cara


berkompetisi dengan deoksisitidin selama sintesis
Kapesitabin

DNA
Prodrug floropirimidin oral; ditransformasi oleh

24% tingkat respon pada populasi

beberapa langkah enzimatik menjadi 5-florourasil;

nasofaring

menstimulasi infus 5-florourasil yang terusmenerus

Tabel 5.2 Penelitian Acak yang Membandingkan Rejimen Sitotoksik Kombinasi pada HNC
Berulang
Penulis
Gibson et al.

Skema
CDDP 100mg/m2 d 1 dan 5FU

Hasil
RR 27% CDDP/5FU

ECOG 1395

1000mg/m2/24 jam dengan infus IV kontinu

RR 26% CDDP/5FU

Versus

Median kelangsungan hidup 8,7 bulan

CDDP 75mg/m2 d 1 dan P 175mg/m2 IV

CDDP/5FU dan 8,1 bulan kelompok

selama 3 jam d 1

CDDP/P

Siklus pada kedua kelompok diulang setiap

Tidak ada perbedaan signifikan pada

21 hari

tingkat kelangsungan hidup

Forastiere et al.

P 200mg/m2/24 jam infus kontinu d 1

keseluruhan
RR 35% pada kelompok dosis tinggi

ECOG 1393

ditambah CDDP 75mg/m2 d 1 ditambah G-

dan 36% pada kelompok dosis rendah

CSF

Pada kedua kelompok, perkiraan

Versus

median kelangsungan hidupnya 7,3

P 135mg/m2/24 jam infus kontinu d 1

bulan dan kelangsungan hidup 1

ditambah CDDP 75mg/m2 d 1

tahunnya 29%

Siklus pada kedua kelompok diulang setiap

Secara umum, tidak ada keuntungan

21 hari

pemberian P dosis tinggi


Toksisitas hematologis ditemukan

Fountzilas et al.

P 175mg/m2 day 1 (3 jam) dan Gemcitabine

pada kedua kelompok


RR 20% P/G

1000mg/m2 d 1 dan 8, setiap 21 hari

RR 29% P/Do

Versus

(NS)

P 175mg/m2 day 1 (3 jam) dan Do 40mg/m2

TTP 4,4 bulan P/G

pada d 1 setiap 28 hari

TTP 6,0 bulan P/Do


(NS)
Median kelangsungan hidup
keseluruhan:
8,6 bulan P/G
11 bulan P/Do

Clavel et al.

Metotreksat 40mg/m2 d 1 dan 15 ditambah

(NS)
RR keseluruhan pada CABO dan CF

bleomisin 10mg d 1, 8, 15, vincristine 2mg d

lebih tinggi dibandingkan C (masing-

1, 8, 15 ditambah CDDP 50mg/m2 d 4

masing 34%, 31% dan 15%, p=0.003)

(diulang setiap 21 hari) = CABO

Tidak ada perbedaan yang signifikan

Versus

pada kelangsungan hidup bebas

CDDP 100mg/m2 d 1 dan 5FU

progresivitas dan kelangsungan hidup

1000mg/m2/hari x 4 per infus kontinu setiap

keseluruhan pada ketiga kelompok

21 hari: CF
Versus
CDDP 50mg/m2 d 1 dan 8 setiap 28 hari

Tabel 5.3 Percobaan yang Dipilih Tentang Kemoradioterapi Concurrent versus Radioterapi
Saja pada SCC Kepala dan Leher Stadium Lokal Lanjut

Penulis
Merlano et

Lokasi penyakit
OC,OP,H,L,NP

Resektabilitas
Unresectable

al.

Skema
Kelompok 1:

Hasil
Follow up 5 tahun:

70 Gy/2 Gy per hari/35 Fx

CRT 43% vs. 22%

Kelompok 2:

RT (p=0.037)

3 rangkaian masing-masing

CRT OS 24% vs.

20 Gy, 2 Gy/hari diberikan

10% RT (p=0.01)

sekali per hari selama 5 hari

CRT PFS 21% vs.

berturut-turut, mgg 23, 56,

9% RT (p=0.008)

89

CRT LRC 64% vs.

ditambah

32% RT (p=0.038)

CDDP 20 mg/m2 dan 5 FU


200 mg/m2 selama 5 hari
berturut-turut, mgg 1, 4, 7,
Denis et al.

Forastiere
et al.

OP

Unresectable

Resectable

dan 10
Kelompok 1:

Follow up 5 tahun:

70 Gy/2 Gy per hari/35 Fx

CRT OS 22% vs.

Kelompok 2:

16% RT (p=0.05)

70 Gy/2 Gy per hari/35 Fx

CRT Specific DFS

ditambah

27% RT vs. 15%

CBA 70 mg/m2/hari dan 5FU

(p=0.01)

96 jam CIV

CRT LRC 48% vs.

600 mg/m2/hari pada hari ke-

25% RT (p=0.002)

14, 2225, 4346


Kelompok 1:

Follow up 5 tahun:

Induksi: CDDP 100 mg/m2 d

LFS

1, 22 dan 5FU

Kelompok 1: 45%

1000 mg/m2/d CIV selama

Kelompok 2: 47%

120 jam, hari ke-1, 22

Kelompok 3: 34%

Setelah induksi selesai:

(p = 0.011 pada 1

RT 70 Gy/2 Gy/hari 35 Fx

atau 2

Kelompok 2:

dibandingkan

RT 70 Gy/2 Gy/hari 35 Fx

dengan 3)

ditambah

LP

CDDP 100 mg/m2 pada hari

Kelompok 1: 71%

ke-1, 22, 43

Kelompok 2: 84%

Kelompok 3:

Kelompok 3: 66%

RT 70 Gy/2 Gy/hari 35 Fx

(p = 0.0029 2 vs. 1
dan 0.00017 2
vs. 3C)
LRC
Kelompok 1: 55%
Kelompok 2: 69%
Kelompok 3: 51%
(p = 0.0018 2 vs. 1
and p=0.0005 2 vs.
3)
DFS
Kelompok 1: 39%
Kelompok 2: 39%
Kelompok 3: 27%
(p=0.016 dan
0.0058 1 atau 2 vs.
3)
OS
Kelompok 1: 59%
Kelompok 2: 55%
Kelompok 3: 54%
Tren NS terhadap
peningkatan
kelangsungan
hidup pada

Brizel et al.

OC,OP,H,L,NP,S

Resectable dan

Kelompok 1:

Kelompok 1
Follow up 3 tahun:

unresectable

1.25 Gy BID sampai total 75

CRT OS 55% vs.

Gy/6 mgg

34% RT (p=0.07)

Kelompok 2:

CRT RFS 61% vs.

1.25 Gy BID sampai 70 Gy/7

41% RT (p=0.08)

mgg

CRT LRC 70% vs.

ditambah

44% RT (p=0.01)

CDDP 12mg/m2/ hari selama


5 hari dan 5 120 jam CIV 5
FU 600mg/m2/ pada mgg ke1 dan 6 RT
2 siklus adjuvant CDDP dan
Adelstein
et al

OC, OP, H, L

Unresectable

5FU diberikan
Kelompok 1:

Follow up 3 tahun:

70 Gy/2 Gy per hari/35 Fx

OS 23% vs. 37%

Kelompok 2:

(p=0.014) vs. 27%

70 Gy/2 Gy per hari/35 Fx

(NS)

ditambah

CRT CCR 27.4%

CDDP 100mg/m2 hari ke-1,

vs. 40.2% vs.

22, 43

49.4%

Kelompok 3:

(p=0.02 1 vs. 3,

2 Gy/ hari pada rangkaian

NS 1 vs. 2)

terpisah sampai total dosis

CRT spesifik DFS

6070 Gy

33% vs. 51% vs.

ditambah

41%

CDDP 75mg/m2 d 1 dan 5FU

(p=0.01 1 vs. 2)

1000mg/m2
96 jam CIV d 1 setiap 4 mgg
sampai 3 siklus

Tabel 5.4 Percobaan Fase III atau Terapi Adjuvant pada Penyakit Risiko Tinggi

Penulis
Bernier et al.

Fitur Resiko Tinggi


pT3 atau pT4 atau penyebaran

Terapi
Kelompok 1: Reseksi

Hasil
PFS: rasio hazard 0.75,

ekstranodal, batas reseksi positif,

total RT 66 Gy

lebih baik terapi

keterlibatan perineural atau

selama

kombinasi (p=0.04)

emboli tumor vaskular

6,5 mgg

OS: rasio hazard 0,70,

Kelompok 2: Reseksi

lebih baik terapi

total RT 66 Gy

kombinasi

selama

(p=0.02)

6,5 mgg ditambah CDDP

Insidensi kumulatif

100 mg/m2 d 1, 22, 43

relaps lokal atau regional


selama 5 tahun:
Kelompok 1: 31%
Kelompok 2: 18%,

Cooper et al.

Bukti histologis invasi

Kelompok 1: Reseksi

p=0.007
Rekurensi lokal regional:

dari dua atau lebih kelenjar getah

total RT 6066 Gy

Rasio hazard 0,61, lebih

bening regional, ekstensi

selama 66,6 mgg

baik terapi kombinasi,

ekstrakapsular

Kelompok 2: Reseksi

p=0.01

penyakit nodal, batas reseksi

total RT6066 Gy

DFS:

mukosa secara mikroskopis

selama 66,6 minggu

Rasio hazard untuk

ditambah CDDP

penyakit dan kematian

100 mg/m2 d 1, 22, 43

0,78,
Lebih baik terapi
kombinasi, p=0.04
OS: Tidak ada perbedaan
signifikan

Tabel 5.5 Percobaan Acak Terpilih tentang Kemoterapi Induksi pada SCC Kepala dan Leher
Stadium Lokal Lanjut
Penulis
Zorat et

Resektabilitas
Resectable dan

Lokasi
OC, OP, H,

Skema
Kelompok 1:

Hasil
10-year follow-up:

al.

Hitt et al.

Remenar

unresectable

Sinus

Resectable: CDDP 100 mg/m2

All patients 10 year OS:

paranasal

d 1, 5FU 1000 mg/m2 d 1-5

19% vs. 9%

selama 3 mgg sebanyak 4

Kelompok 1 vs. Kelompok

siklus operasi RT

2 (p=0.13)

adjuvant (4050 Gy)

Pasien yang bisa dioperasi

Unresectable:

OS selama 10 tahun: 23%

CDDP 100 mg/m2 d 1, 5 FU

vs.

1000 mg/m2 d1-5 setiap 3 mgg

14% Kelompok 1 vs.

sebanyak 4 siklus RT

Kelompok 2 (p=0.73)

radikal

Pasien yang tidak bisa

(6570 Gy)

dioperasi OS selama 10

Kelompok 2:

tahun:

Resectable: Operasi RT

16% vs. 6% Kelompok 1

adjuvant (4050 Gy)

vs. Kelompok 2

Unresectable: RT radikal (65

(p=0.04)

Resectable dan

OC, OP, H,

70 Gy)
Kelompok 1:

RR:

unresectable

CDDP 100 mg/m2 d 1, 5FU

14% vs. 33% (p<0.001)

1000 mg/m2 d 15 CIV

MTTF: 12 bln vs. 20 bln

sebanyak 3 siklus setiap 3

Kelompok 1 vs. 2

mgg CDDP

( p = 0.006)

100 mg/m2 d 1, 22, 43 dan RT

OS: 37 bln vs. 43 bln

(70 Gy)

Kelompok 1 vs. 2 (p=0.06)

Kelompok 2:

OS lebih baik secara

Paclitaxel 175 mg/m2 d 1,

signifikan pada Kelompok 2

CDDP 100 mg/m2 d 2, 5FU

dibanding

500 mg/m2 CIV d 15, setiap

Kelompok 1 jika hanya

3 mgg sebanyak 3 siklus

pada pasien unresectable

CDDP 100 mg/m2 d 1, 22, 43

(p=0.04)

dan RT (70 Gy)


Kelompok 1:

Follow up 32 bln

Unresectable

OC, OP, H,

CDDP 100 mg/m2 d 1 dan

PFS: 8,2 bln vs. 11,0 bln

Vermork

5FU 1000 mg/m2 d

Kelompok 1 vs.

en et al.

15 CIV setiap 3 mgg

2 (p=0.071)

sebanyak 4 siklus RT 66

OS (pada 51 bln):

74 Gy

14,2 bln vs. 18,6 bln

+/ operasi

Kelompok 1 vs. 2

Kelompok 2:

(p=0.0052)

Docetaxel 75 mg/m2 d 1,

RR:

CDDP 75 mg/m2 d 1, 5

Kelompok 1: 54%

FU 750 mg/m2/d d15 CIV

Kelompok 2: 68%

setiap 3 mgg sebanyak 4

(p=0.006)

dan

siklus RT 6674 Gy +/
Posner et

Resectable dan

OC, L, OP,

operasi
Kelompok 1:

Rasio hazard kematian 0,70,

al.

unresectable

Docetaxel 75 mg/m2 d 1,

p=0.006 lebih baik TPF

CDDP 100 mg/m2 IV d

(Kelompok 1)

1, 5FU 1000 mg/m2/d CIV

Kelangsungan hidup 3

hari ke-15 setiap 3 minggu

tahun keseluruhan 62% vs.

sebanyak 3 siklus RT 70

48%

74 Gy dengan CBA

(p=0.006)

concurrent

Kontrol locoregional lebih

AUC 1.5 per minggu 7

baik TPF

Kelompok 2:

(Kelompok 1), p = 0.04

CDDP 100 mg/m2 IV d 1, 5FU


1000 mg/m2/d CIV hari ke-1
5 setiap 3 mgg sebanyak 3
siklus RT 7074 Gy
dengan CBA concurrent AUC
1.5 per mgg 7

Tabel 5.6 Percobaan Acak Fase III pada Karsinoma Nasofaring Stadium Lokal Lanjut

Penulis

Klasifikasi

Stadium

Terapi

Hasil

Chan et al.

WHO
I, II, III

Stadium II-IV

Kelompok 1:

Kelompok 1:

Follow up 5

(sebagian besar

T1-4, N2, N3,

176

RT 66 Gy/33

tahun:

III)

atau N1 yang

Kelompok 2:

Fx per 6,5 mgg

PFS:

lebih besar dari

174

Kelompok 2:

Kelompok 1:

RT 66 Gy/33

52%

Fx per 6,5 mgg

Kelompok 2:

Ditambah

60%

CDDP 40

Tidak

mg/m2 per mgg

signifikan

selama RT

(kecuali T3/T4

4cm

saja 0.012)
OS:
Kelompok 1:
59%
Kelompok
2:70%
(p=0.065 tetapi
signifikan pada
T3/T4
p=0.013)
LRC: Tren
lebih baik pada
Kelompok 2
pada T3/T4
(p=0.051)
Metastasis
Ma et al.

I, II, III

Stadium III-IV

Kelompok 1:

Kelompok 1:

jauh: NS
Follow up 6

(sebagian besar

T1-4, N0-N3

228

RT 6872 Gy, 2

tahun:

II dan III)

Al-Sarraf et al.

I, II, III

Kelompok 2:

Gy/d

OS 5 tahun:

228

Kelompok 2:

56% vs. 63%

RT 6872 Gy, 2

lebih baik

Gy/d

Kelompok 2

ditambah

(p= 0.11)

CDDP 100

RFS 5 thn:

mg/m2 IV

50 bln vs. tidak

d 1, bleomycin

tercapai

10 mg/m2 d

Lebih baik

15, 5FU CIV

Kelompok 2

800 mg/m2 d

(p=0.05)

15, diulang

FLR: 74% vs.

Stadium III, IV

Kelompok 1:

setiap 21 hari
Kelompok 1:

82% (p=0.04)
Follow up 5

T1-4, N0-3

69

RT 1.82.0

tahun

Kelompok 2:

Gy/d Fx

PFS 3 thn:

78

Dosis total Gy

Kelompok 1:

Kelompok 2:

24%

RT 1.82.0

Kelompok 2:

Gy/d Fx

69% (p<0.001)

Dosis total Gy

Kelangsungan

ditambah

hidup 3 thn;

CDDP 100

Kelompok 1:

mg/m2 d 1, 22,

47%

43;

Kelompok 2:

Setelah RT

78% (p=0.005)

selesai, CDDP
80 mg/m2 IV d
71, 99, 127
dan 5FU 1000
mg/m2 96 jam

CIV d 7174,
99-102, 127130

Tabel 5.7 Percobaan tentang Terapi Agen Tunggal Inhibitor Reseptor Faktor Pertumbuhan
Epidermal pada SCC Kepala dan Leher Stadium Lanjut
Penulis
Vermork

Obat
Cetuximab

en et al.

Mekanisme
Antibodi

Populasi
SCC kepala dan leher

Desain
Cetuximab 400

Hasil
Tingkat respons

monoklonal

berulang atau metastasis

mg/m2

agen tunggal

yang gagal

pada mgg 1

13%

merespon

diikuti oleh

Tingkat

terapi berbasis platinum

250 mg/m2

pengendalian

N = total 103 pasien

mingguan

penyakit 46%

terdaftar dan diberikan

selama

TTP 70 hari

cetuximab

setidaknya 6

tingkat respon

mgg

0% pada terapi

Pada saat

kombinasi

perkembangan,

Tingkat

pasien dapat

pengendalian

menerima

penyakit 26%

dosis

TTP 50 hari

setuximab yang

Median

sama

kelangsungan

ditambah

hidup pada

platinum

kedua

(N = 53 pasien

kelompok

yang menerima

178 hari

terapi
Cohen et

Geftinib

Inhibitor

SCC kepala dan leher

kombinasi)
Gefitinib

Tingkat respons

al.

molekul kecil

berulang atau metastatik

diberikan

secara

oral tirosin

dianggap

dalam dosis

keseluruhan

kinase EGFR

memenuhi syarat untuk

tetap

10,6%

operasi kuratif atau

500mg/hari

Tingkat

terapi radiasi

pengendalian

N = 52 pasien yang

penyakit 53%

terdaftar

TTP 3,4 bln


Median
kelangsungan

Soulieres
et al.

Erlotinib

SCC kepala dan leher

Erlotinib

hidup 11,4 bln


Tingkat respons

berulang atau metastatik

diberikan

secara

dianggap

dalam

keseluruhan

memenuhi syarat untuk

dosis 150

4,3%

operasi kuratif atau

mg/hari

Median durasi

terapi radiasi

respon 9,7 mgg

N = 115 pasien yang

Median PFS

terdaftar

9,6 mgg
Median
kelangsungan
hidup secara
keseluruhan 6,0
bln

Anda mungkin juga menyukai