Anda di halaman 1dari 10

Case Report Session

DIARE AKUT
Disusun oleh :
Fara Fadilla
Agung Firmansyah
Rolles Sagala

C11050038
C11050039
C11050046

Pembimbing :
dr. Ina Rosalina, Sp.A(K), M.Kes

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN
BANDUNG
2007

I.

KETERANGAN UMUM

Nama

: An. R

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Umur

: 16 bulan

Alamat

: Cimahi

Orang tua

: Ayah : pendidikan SD, pekerjaan wiraswasta


Ibu

: pendidikan SD, ibu rumah tangga

Tanggal masuk RSHS

: 16 Maret 2007

Tanggal pemeriksaan

: 22 Maret 2007

II.

ANAMNESIS

Keluhan Utama

: mencret

Anamnesis Khusus :
Sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit, penderita mengalami buang air
besar yang menjadi cair dan sering. Dalam 1 hari penderita mencret sebanyak
5-6 kali, sebanyak - gelas belimbing, berwarna kuning, encer, disertai
sedikit darah merah dan lendir. Keluhan tidak disertai dengan muntah, nyeri
perut, dan perut kembung. Keluhan demam disangkal oleh ibu penderita.
Saat awal mencret tidak didapatkan keluhan rewel, penderita masih dapat
bermain dan beraktivitas seperti biasa. Namun 1 hari SMRS, penderita
menjadi rewel dan agak sulit minum. Riwayat penurunan kesadaran, mata
cekung, kulit menjadi kering disangkal. Keluhan bibir menjadi kering dan
penurunan berat badan diakui ibu penderita. Penderita masih dapat
mengeluarkan air mata bila menangis. Buang air kecil tidak ada keluhan.
Penderita baru pertama kali sakit seperti ini. Riwayat keluarga dengan
keluhan serupa disangkal. Riwayat alergi maupun mencret setelah makan
makanan tertentu disangkal. Penderita di asuh oleh ibunya sendiri dan minum
ASI sampai umur 15 bulan, dengan pemberian ASI murni sampai umur 4
bulan.

Rumah penderita dihuni oleh 4 orang dengan ukuran 4 X 5 m dengan


ventilasi cukup dan menggunakan 1 jamban tertutup yang digunakan untuk
keperluan sehari-hari. Sumber air didapatkan dari sumur yang berjarak kurang
lebih 5 meter dari jamban, untuk minum air berasal dari sumur tersebut yang
di masak terlebih dahulu. Kebiasaan mencuci tangan sebelum dan setelah
melakukan sesuatu diakui. Riwayat imunisasi lengkap. Riwayat penyakit lain
yang diderita pasien ini tidak ada.
Karena keluhannya penderita berobat ke Puskesmas dan diberi oralit yang
diminum setiap kali penderita mencret, total sebanyak 3-4 bungkus sehari,
namun karena tidak ada perbaikan, penderita kemudian berobat ke RSHS.
Anamnesa tambahan selama perawatan :
Saat pertama kali masuk RSHS, penderita dalam keadaan dehidrasi ringan
sedang, sehingga mendapatkan rencana terapi B. Selama 1 minggu perawatan
penderita telah mendapatkan infus cairan, oralit dan antibiotik (ibu penderita
tidak mengingat jumlah cairan, oralit maupun antibiotik yang telah diberikan)
Anamnesis makanan :
0 5 bulan

: ASI murni

6 10 bulan

: ASI + bubur susu

11- 15 bulan

: ASI + bubur saring

16 sekarang

: Susu formula + nasi tim

Anamnesis imunisasi :
- BCG

1x

- Polio

4x

- DPT

3x

- Hepatitis B

3x

- Campak

1x

Penyakit yang pernah dialami


Cacar air (-)

Campak (-)

Diare

Eksim

(-)

Tetanus (-)

Bengek (-)

Kuning

(-)

TBC

(-)

Kejang

Demam Tifoid (-)

Kaligata

(-)

Difteri

(-)

Cacingan (-)

DHF

Sakit tenggorokan (-)

(-)

(-)

(-)

Batuk pilek (-)

Riwayat penyakit pada keluarga dan kerabat


Alergi

(-)

TBC

(-)

Asma

(-)

Jantung

(-)

Gastritis

(-)

Hipertensi

(-)

Kanker

(-)

Riwayat pertumbuhan dan perkembangan


Gigi pertama

7 bulan

Berbalik

6 bulan

Duduk

7 bulan

Berdiri

8 bulan

III.

PEMERIKSAAN FISIK

1. Kesan Umum
Keadaan Umum

Kesan sakit

: Sakit sedang

Kesadaran

: Compos mentis

Panjang badan: 67 cm
Berat badan

: 8,4 kg

Status gizi

: (Menurut NCHS)

BB/PB : 107,67 %
BB/U

: 70,27 % (KEP I)

PB/U

: 83,33 %

(menurut CDC)

BB/PB

: Persentil 90

PB/U

: dibawah persentil 5

BB/U

: dibawah persentil 5

Tanda Vital
Tensi

:-

Respirasi

: 28x/mnt

Nadi

: 90x/mnt

Suhu

: 36,7 C

2. Pemeriksaan khusus
Kepala

: Deformitas (-), ubun-ubun datar

Rambut

: Hitam, tidak kusam

Wajah

: Simetris

Mata

: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik


Kelopak mata tidak cekung

Telinga: Sekret (-)


Hidung

: PCH (-), secret (-)

Bibir

: Sianosis perioral (-)


Bibir agak kering, mukosa mulut dan lidah basah
Gigi dan gusi tidak ada kelainan

Faring

: Tidak hiperemis

Tonsil

: T1-T1 tenang

Leher

: Retraksi suprasternal (-)


KGB tidak teraba membesar

Thorax

: Bentuk dan gerak simetris


Retraksi IC -/Pulmo sonor, VBS kiri = kanan
Cor, bunyi jantung murni reguler

Abdomen

: Datar lembut, turgor baik


H/L tidak teraba
Bising usus (+) normal

Anogenital

: Tidak ada kelainan

Ekstremitas

: Akral hangat, capillary refill < 2 detik

IV.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Darah
Hb

: 12 g/dl

: 346.000 /mm3

: 8100 /mm3

Na

: 140 mmol/L

Ht

: 36 %

: 4 mmol/L

Pemeriksaan Feses
Warna

: kuning

Konsistensi

: encer

Lendir : (+)

Eritrosit : 1-2

Amoeba

: (-)

Darah : (+)

Leukosit : >>

Telur cacing

: (-)

V.

DIAGNOSA BANDING
Diare akut disentri e.c. dd/ - Shigella

+ tanpa dehidrasi + KEP I

- Salmonella
- E.coli (EIEC)

VI.

DIAGNOSA KERJA
Diare akut disentri e.c. Shigella + tanpa dehidrasi + KEP I

VII. USUL PEMERIKSAAN


-

Kultur feses

Resistensi test

VIII. PENATALAKSANAAN
Umum
- Bedrest
- Penyuluhan kepada keluarga tentang pencegahan diare dan
penanganan KEP I
Khusus
- Rencana terapi A
- Kotrimoksazol 50mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis selama 5 hari.
- Diet 840 kkal/hari

IX.

X.

PROGNOSIS

Quo Ad vitam

: ad bonam

Quo Ad functionam

: ad bonam

PEMBAHASAN

1. Penderita didiagnosa diare akut karena :


Dari anamnesa didapatkan penderita buang air besar dengan konsistensi
encer dan frekuensi 5-6x perhari, yang telah berlangsung selama 5 hari.
Diare akut adalah buang air besar yang tidak normal dimana terdapat
perubahan konsistensi menjadi lebih lembek atau cair dan perubahan frekuensi
3x atau lebih dalam 24 jam, yang terjadi dalam waktu tidak lebih dari 14 hari.
2. Penderita didiagnosa diare akut disentri berdasarkan :
Dari anamnesa didapatkan bahwa penderita pernah BAB berdarah dan dari
pemeriksaan feses didapatkan eritrosit 1-2 serta leukosit yang banyak.
Sedangkan definisi dari disentri adalah diare yang disertai darah dalam
tinja dan ditemukan leukosit > 5/lpb.

3. Patomekanisme Diare Disentri


- Penempelan di mukosa
Bakteri yang berkembang biak dalam usus halus pertama tama harus
menempel di mukosa. Penempelan terjadi melalui fibrie yang melekat pada
reseptor dipermukaan usus. Penempelan bakteri dimukosa usus menyebabkan
perubahan epitel usus sehingga mengurangi kapasitas penyerapan atau
menyebabkan sekresi cairan.
- Toksin yang menyebabkan sekresi
Bakteri seperti ETEC dan V. Cholera mengeluarkan toksin yang
menghambat fungsi epitel. Toksin ini mengurangi absorbsi Na melalui vili dan
meningkatkan sekresi Cl sehingga menyebabkan sekresi air dan elektrolit.
- Invasi mukosa
Bakteri seperti Shigella, EIEC dan Salmonella dapat menyebabkan diare
berdarah melalui invasi dan perusakan sel epitel mukosa yang sebagian besar
terjadi di kolon dan distal ileum, yang terbawa oleh adanya peristaltik usus.
Invasi diikuti dengan pembentukan mikro ulkus dan serbuan sel radang PMN
yang menyebabkan diare berdarah, sehingga didapatkan sel sel darah merah
dan sel darah putih dalam feses.
Pada pasien ini didiagnosa sebagai diare akut disentri e.c Shigella karena
jika dibandingkan dengan Salmonella dan EIEC, Shigella merupakan
penyebab disentri paling penting, didapatkan pada sekitar 60% episode diare.
4. Penderita digolongkan kedalam derajat tanpa dehidrasi karena :
Berdasarkan penilaian derajat dehidrasi pada pasien ini didapatkan :
Keadaan umum

: baik, sadar

Mata

: sedikit cekung

Air mata

: ada

Mulut dan lidah

: basah

Rasa haus

: minum biasa, tidak haus

Turgor kulit

: kembali cepat

5. Penderita didiagnosa KEP I berdasarkan perhitungan status gizi, dengan BB


8,4 kg, PB 67 cm, usia 18 bulan didapatkan hasil BB/U : 70,27% menurut
NCHS sehingga digolongkan sebagai KEP I. Berdasarkan literatur, KEP I
didiagnosis bila hasil BB/U : 70-80%
6. Pada pasien ini diusulkan untuk kultur dan resistensi test untuk mengetahui
etiologi pasti bakteri dan kepentingan terapi.
7. Terapi pasien ini menggunakan rencana terapi A, karena penderita adalah
pasien diare tanpa dehidrasi.
- Rencana terapi A
1. Memberikan anak lebih banyak cairan dari biasanya untuk mencegah
dehidrasi
2. Memberikan makanan yang cukup untuk mencegah kurang gizi
Saat diare, makanan diberikan setiap 3-4 jam (enam kali sehari).
Pemberian makanan sedikit-dikit dan sering lebih dapat diterima daripada
diberikan dalam jumlah besar tapi jarang. Setelah diare berhenti, berikan
makanan paling tidak satu kali lebih banyak dari biasanya setiap hari
selama 2 minggu.
3. Pemberian oralit 100-200 ml setiap habis BAB
Pemberian oralit ini berdasarkan kriteria pemberian oralit untuk untuk
anak usia 1-4 tahun.
8. Penggunaan antibiotik diberikan atas indikasi. Dari literatur didapatkan
indikasi pemberian antibiotik adalah : diare berdarah, kolera, dan
amuba/giardia. Antibiotik yang diberikan sebagai obat pilihan pertama untuk
diare berdarah adalah kotrimoksasol dengan dosis 50 mg/kgbb/hari dibagi 2
dosis selama 5 hari.

Dosis pada pasien ini 50 x 8,4kg = 420 mg/hari. 1 tablet kotrimosazole @ 120
mg, jadi sekitar 3,5 tablet/hari. Bisa diberikan dalam bentuk pulvus, dibagi
dalam 2 dosis/hari.
9. Pemberian diet pada pasien ini sekitar 840 kkal/hari. Hasil ini diperoleh dari
rumus Holiday Segar : BB 10 kg pertama = 100kkal/kgBB/hari. Jadi, 100 X
8,4 = 840 kkal. Terdiri dari KH (50-60% total kalori), Protein (1,5-2
gr/kgBB/hari), Lemak (1-3 kgBB/hari).
10. Penyuluhan Pencegahan diare :
- Pemberian ASI pada umur 0-6 bulan pertama (ASI eksklusif) dan
meneruskan pemberian ASI sampai usia 2 tahun
- Mulai memberikan makanan pendamping pada usia 6 bulan, dan
makanan yang baik harus dimasak terlebih dahulu
- Pastikan seluruh keluarga menggunakan jamban, mencuci tangan dengan
sabun dan air yang mengalir setelah buang air besar dan makan.
- Membuang tinja anak dalam jamban dan pembuangan tinja yang baik.
- Imunisasi campak
Penanggulangan KEP I diberikan penyuluhan gizi pemberian makanan bergizi
cukup di rumah dan peningkatan status gizi.
11. Prognosis pasien ini, quo ad vitam ad bonam karena tanda vital penderita
dalam batas normal serta tidak mengancam jiwa. Prognosis quo ad functionam
ad bonam karena tidak didapatkan komplikasi yang berat akibat diare.

Anda mungkin juga menyukai