memutuskan untuk mengangkat Suman sebagai patih baru. Tiba-tiba Gandamana yang
ternyata masih hidup muncul dan menyeret Suman. Suman dihajar habis-habisan
sehingga wujudnya yang tampan berubah menjadi jelek.
Sejak saat itu, Suman pun terkenal dengan sebutan Sangkuni, berasal dari kata saka dan
uni, yang bermakna dari ucapan. Artinya, ia menderita cacad buruk rupa adalah
karena hasil ucapannya sendiri.
Peristiwa Minyak Tala
Versi pewayangan selanjutnya mengisahkan, setelah Pandu meninggal dunia, pusakanya
yang bernama Minyak Tala dititipkan kepada Dretarastra supaya kelak diserahkan
kepada para Pandawa jika kelak mereka dewasa. Minyak Tala sendiri merupakan
pusaka pemberian dewata sebagai hadiah karena Pandu pernah menumpas musuh
kahyangan bernama Nagapaya.
Beberapa tahun kemudian, terjadi perebutan antara para Pandawa melawan para
Korawa yang ternyata juga menginginkan Minyak Tala. Dretarastra memutuskan untuk
melemparkan minyak tersebut beserta wadahnya yang berupa cupu sejauh-jauhnya.
Pandawa dan Korawa segera berpencar untuk bersiap menangkapnya.
Namun, Sangkuni dengan licik lebih dahulu menyenggol tangan Dretarastra ketika
hendak melemparkan benda tersebut. Akibatnya, sebagian Minyak Tala pun tumpah.
Sangkuni segera membuka semua pakaian dan bergulingan di lantai untuk membasahi
seluruh kulitnya dengan minyak tersebut.
Sementara itu, cupu beserta sisa Minyak Tala jatuh tercebur ke dalam sebuah sumur tua.
Para Pandawa dan Korawa tidak mampu mengambilnya. Tiba-tiba muncul seorang
pendeta dekil bernama Drona yang berhasil mengambil cupu tersebut dengan mudah.
Tertarik melihat kesaktiannya, para korawa dan Pandawa pun berguru kepada pendeta
tersebut.
Sangkuni yang telah bermandikan Minyak Tala sejak saat itu mendapati seluruh kulitnya
kebal terhadap segala jenis senjata. Meskipun ilmu bela dirinya rendah, namun tidak
ada satu pun senjata yang mampu menembus kulitnya.
Usaha-Usaha untuk Menyingkirkan Pandawa
Baik dalam versi Mahabharata maupun versi pewayanagan, Sangkuni merupakan
penasihat utama Duryodana, pemimpin para Korawa. Berbagai jenis tipu muslihat dan
kelicikan ia jalankan demi untuk menyingkirkan para Pandawa.
Dalam Mahabharata bagian pertama atau Adiparwa, Sangkuni menciptakan kebakaran
di Gedung Jatugreha, tempat para Pandawa bermalam di dekat Hutan Waranawata.
Namun para Pandawa dan ibu mereka, yaitu Kunti berhasil meloloskan diri dari
kematian. Dalam pewayangan, peristiwa ini terkenal dengan nama Balai Sigala-Gala.
Usaha Sangkuni yang paling sukses adalah merebut Kerajaan Indraprastha dari tangan
para Pandawa melalui permainan dadu melawan pihak Korawa. Kisah ini terdapat
dalam Mahabharata bagian kedua, atau Sabhaparwa.
Peristiwa tersebut disebabkan oleh rasa iri hati Duryodana atas keberhasilan para
Pandawa membangun Indraprastha yang jauh lebih indah daripada Hastinapura. Atas
saran Sangkuni, ia pun mengundang para Pandawa untuk bermain dadu di Hastinapura.
Dalam permainan itu Sangkuni bertindak sebagai pelempar dadu Korawa. Dengan
menggunakan ilmu sihirnya, ia berhasil mengalahkan para Pandawa. Sedikit demi
sedikit harta benda, istana Indraprastha, bahkan kemerdekaan para Pandawa dan istri
mereka, Dropadi jatuh ke tangan Duryodana.
Mendengar Dropadi dipermalukan di depan umum, Gandari ibu para Korawa muncul
membatalkan semuanya. Para Pandawa pun pulang dan mendapatkan kemerdekaan
mereka kembali. Karena kecewa, Duryodana mendesak ayahnya, Dretarastra, supaya
mengizinkannya untuk menantang Pandawa sekali lagi. Dretarastra yang lemah tidak
kuasa menolak keinginan anak yang sangat dimanjakannya itu.
Maka, permainan dadu yang kedua pun terjadi kembali. Untuk kedua kalinya, pihak
Pandawa kalah di tangan Sangkuni. Sebagai hukuman, mereka harus menjalani hidup
selama 12 tahun di dalam hutan, dan dilanjutkan dengan menyamar selama setahun di
suatu negeri. Jika penyamaran mereka sampai terbongkar, mereka harus mengulangi
kembali selama 12 tahun hidup di dalam hutan dan begitulah seterusnya.
Kematian di Kurukshetra
Setelah masa hukuman selama 13 tahun berakhir, para Pandawa kembali untuk
mengambil kembali negeri mereka dari tangan Korawa. Namun pihak Korawa menolak
mengembalikan Kerajaan Indraprastha dengan alasan penyamaran para Pandawa di
Kerajaan Wirata telah terbongkar. Berbagai usaha damai diperjuangkan pihak Pandawa
namun semuanya mengalami kegagalan. Perang pun menjadi pilihan selanjutnya.
Pertempuran besar di Kurukshetra antara pihak Pandawa melawan Korawa dengan
sekutu masing-masing akhirnya meletus. Perang yang juga terkenal dengan sebutan
Baratayuda ini berlangsung selama 18 hari, di mana Sangkuni tewas pada hari terakhir.
Menurut versi Mahabharata bagian kedelapan atau Salyaparwa, Sangkuni tewas di
tangan Sahadewa, yaitu Pandawa nomor lima. Pertempuran habis-habisan antara
keduanya terjadi pada hari ke-18. Sangkuni mengerahkan ilmu sihirnya sehingga
tercipta banjir besar yang menyapu daratan Kurukshetra, tempat perang berlangsung.
Dengan penuh perjuangan, Sahadewa akhirnya berhasil memenggal kepala Sangkuni.
Riwayat tokoh licik itu pun berakhir.
Kisah versi asli di atas sedikit berbeda dengan Kakawin Bharatayuddha yang ditulis
pada zaman Kerajaan Kadiri tahun 1157. Menurut naskah berbahasa Jawa Kuna ini,