Anda di halaman 1dari 4

Pandawa (1) Puntadewa / Samiaji /

Yudhistira / Dharmaputra

Raden Puntadewa adalah putra sulung dari Prabu


Pandudewanata dan Dewi Kuntinalibrata. Sesungguhnya Puntadewa merupakan putra kedua
dari Dewi Kuntinalibrata. Akibat Ajian Adityaredhaya ajaran Resi Druwasa, Kunti sempat hamil,
sesaat sebelum terjadinya sayembara pilih. Lalu putranya yang di keluarkan dari telingga yang
dinamai Karna dibuang dan kemudian diasuh oleh seorang sais kereta bernama Adirata.

Secara resmi memang Puntadewa adalah putra Prabu Pandu dan Dewi Kunti namun
sesungguhnya ia adalah putra Dewi Kunti dan Batara Darma, dewa keadilan. Hal tersebut
diakibatkan oleh kutukan yang diucapkan oleh Resi Kimindama yang dibunuh Pandu saat
bercinta dalam wujud kijang. Tapi akibat dari ajian Adityaredhaya, Dewi Kunti dan Prabu Pandu
masih dapat memiliki keturunan untuk menghasilkan penerus takhta kerajaan. Puntadewa
bersaudarakan empat orang, dua saudara seibu dan 2 saudara berlainan ibu. Mereka adalah
Bima atau Werkudara, Arjuna atau Janaka, Nakula atau Pinten, dan Sadewa atau Tangsen.
Puntadewa memiliki dasanama (nama-nama lain) yaitu Raden Dwijakangka sebagai nama
samaran saat menjadi buangan selama 13 tahung di kerajaan Wirata, Raden Darmaputra
karena merupakan putra dari Batara Darma, Darmakusuma, Darmawangsa, Darmaraja,
Gunatalikrama, Sang Ajatasatru, Kantakapura, Yudistira, dan Sami Aji, julukan dari Prabu
Kresna.

Raden Puntadewa memiliki watak sadu (suci, ambeg brahmana), suka mengalah, tenang, sabar,
cinta perdamaian, tidak suka marah meskipun hargadirinya diinjak-injak dan disakiti hatinya.
Oleh para dalang ia digolongkan dalam tokoh berdarah putih dalam pewayangan bersama
Begawan Bagaspati, Antasena dan Resi Subali sebagai perlambang kesucian hati dan dapat
membunuh nafsu-nafsu buruknya.
Konon, Puntadewa dilahirkan melelui ubun-ubun Dewi Kunti. Sejak kecil para putra putra Pandu
selalu ada dalam kesulitan. Mereka selalu bermusuhan dengan saudara sepupu mereka,
Kurawa, yang didalangi oleh paman dari para Kurawa yang juga merupakan patih dari Kerajaan
Astinapura, Patih Harya Sengkuni. Meskipun Pandawa memiliki hak atas kerajaan Astinapura,
namun karena saat Prabu Pandu meninggal usia pandawa masih sangat muda maka kerajaan
dititipkan pada kakaknya, Adipati Destarastra dengan disaksikan oleh tetua-tetua kerajaan
seperti, Dang Hyang Dorna, Patih Sengkuni, Resi Bisma, Begawan Abiyasa, dan Yamawidura
dengan perjanjian tertulis agar kerajaan Astina diserahkan kepada Pandawa setelah dewasa,
dan Destarastra mendapatkan separuh dari wilayah Astina. Namun atas hasutan Patih Sengkuni
maka kemudian Kurawalah yang menduduki takhta kerajaan. Segala cara dihalalkan untuk
menyingkirkan pandawa, dimulai dengan Pandawa Timbang (lih. Bima), Bale Sigala-gala,
Pandawa Dadu sampai pada perang besar Baratayuda Jayabinangun. Meskipun Puntadewa
adalah manusia berbudi luhur namun ia memiliki kebiasaan buruk yaitu suka berjudi.

Kelak kebiasaan buruk dari Puntadewa ini menyebabkan para Pandawa berada dalam kesulitan
besar. Hal tersebut dikisahkan sebagai berikut: Saat terjadi konflik antara Pandawa dan Kurawa
tentang perebutan kekuasaan Kerajaan Astinapura, Kurawa yang didalangi oleh Sengkuni
menantang Pandawa untuk main judi dadu. Pada permainan tersebut, para Pandawa mulanya
hanya bertaruh uang, namun lama kelamaan, Puntadewa mempertaruhkan kerajaan, istri, dan
pada akhirnya pandawa sendiri sudah menjadi hak milik kurawa (Sebelumnya Puntadewa
bersama adik-adiknya berhasil mendirikan kerajaan yang berasal dari Hutan Mertani, sebuah
hutan angker yang ditempati oleh raja jin yang bernama Prabu Yudistira dan adik-adiknya).
Saat Pandawa beranjak dewasa, mereka selalu dimusuhi oleh para Kurawa, akibatnya para
tetua Astinapura turun tangan dan memberi solusi dengan menghadiahi Pandawa sebuah hutan
angker bernama Wanamarta untuk mengindari perang saudara memperebutkan takhta
Astinapura. Setelah itu, hutan yang tadinya terkenal angker, berubah menjadi kerajaan yang
megah, dan Prabu Yudistira serta putrinya, Dewi Ratri atau para dalang juga sering
menyebutnya Dewi Kuntulwilanten menyatu di dalam tubuh Puntadewa yang berdarah putih.
Sejak saat itu pulalah Puntadewa bernama Yudistira.
Sebelumnya, setelah Pandawa berhasil lolos dari peristiwa Bale Sigala-gala, dimana mereka
dijebak disuatu purocana (semacam istana dari kayu) dengan alasan Kurawa akan
menyerahkan setengah dari Astina, namun ternyata hal tersebut hanyalah tipu muslihat kurawa
yang membuat para Pandawa mabuk dan tertidur, sehingga pada malamnya mereka dapat
leluasa membakar pesanggrahan Pandawa. Bima yang menyadari hal itu dengan cepat
membawa saudara-saudara dan ibunya lari menuju terowngan yang diiringi oleh garangan putih
sampai pada Kayangan Saptapertala, tempat Sang Hyang Antaboga, dari sana Pandawa lalu
melanjutkan perjalanan ke Pancala, dimana sedang diadakan sayembara adu jago
memperebutkan Dewi Drupadi.

Barang siapa berhasil mengalahkan Gandamana, akan berhak atas Dewi Drupadi, dan yang
berhasil dalam sayembara tersebut adalah Bima. Bima lalu menyerahkan Dewi Drupadi untuk
diperisri kakaknya. Sumber yang lain menyebutkan bahwa setelah mengalahkan Gandamana
Pandawa masih harus membunuh naga yang tinggal di bawah pohon beringin. Kemudian
Arjunalah yang dengan panahnya berhasil membunuh naga tersebut. Dari Dewi Drupadi
Puntadewa memilki seorang putra yang diberi nama Pancawala.

Dalam masa buangan tersebut ada sebuah kisah yang menggambarkan kebijaksanaan dari
Raden Puntadewa. Pada suatu hari Puntadewa memerintahkan Sadewa untuk mengambil air di
sungai. Setelah menunggu lama, Sadewa tidak kunjung datang, lalu diutuslah Nakula, hal yang
sama kembali terjadi, Nakula pun tak kembali. Lalu Arjuna dan akhirnya Bima. Semuanya tak
ada yang kembali. Akhirnya menyusulah Puntadewa. Sesampainya di telaga ia melihat ada
raksasa besar dan juga adik-adiknya yang mati di tepi telaga. Sang Raksasa kemudian berkata
pada Puntadewa bahwa barang siapa mau meminum air dari telaga tersebut harus sanggup
menjawab teka-tekinya. Pertanyaannya adalah apakah yang saat kecil berkaki empat dewasa
berkaki dua dan setelah tua berkaki tiga? Punta dewa menjawab, itu adalah manusia, saat kecil
manusia belum sanggup berjalan, maka merangkaklah manusia (bayi), setelah dewasa manusia
sanggup berjalan dengan kedua kakinya dan setelah tua manusia yang mulai
bungkuk membutuhkan tongkat untuk penyangga tubuhnya. Sang raksasa lalu menanyakan
pada Puntadewa, jika ia dapat menghidupkan satu dari keempat saudaranya yang manakah
yang akan di minta untuk dihidupkan? Puntadewa menjawab, Nakula lah yang ia minta untuk
dihidupkan karena jika keempatnya meninggal maka yang tersisa adalah seorang putra dari
Dewi Kunti, maka sebagai putra sulung dari Dewi Kunti ia meminta Nakula, putra sulung dari
Dewi Madrim. Dengan demikian keturuanan Pandu dari Dewi Madrim dan Dewi Kunti tetap ada.
Sang Raksasa sangat puas dengan jawaban tersebut lalu menghidupkan keempat pandawa dan
lalu berubah menjadi Batara Darma. Puntadewa bisa saja meminta Arjuna atau Bima untuk
dihidupkan sebagai saudara kandung namun secara bijaksana ia memilih Nakula. Suatu ajaran
yang baik diterapkan dalam kehidupan yaitu keadilan dan tidak pilih kasih.

Akibat kalah bermain dadu, Pandawa harus menerima hukuman menjadi buangan selama 13
tahun. Dan sebelumnya Drupadi pun sempat dilecehkan oleh Dursasana yang berusaha
menelanjanginya sampai sampai terucaplah sumpah Dewi Drupadi yang tidak akan
mengeramas rambutnya sebelum dicuci oleh darah Dursasana, untunglah Batara Darma
menolong Drupadi sehingga ia tidak dapat ditelanjangi. Pada tahun terakhir sebagai buangan,
Pandawa menyamar sebagai rakyat biasa di suatu kerajaan bernama Wirata. Disana Puntadewa
lalu menjadi ahli politik dan bekerja sebagai penasehat tak resmi raja yang bernama Lurah
Dwijakangka.
Puntadewa memiliki jimat peninggalan dari Prabu Pandu berupa Payung Kyai Tunggulnaga dan
Tombak Kyai Karawelang, Keris Kyai Kopek, dari Prabu Yudistira berupa Sumping prabangayun,
dan Sangsangan robyong yang berupa kalung. Jika
puntadewa marah dan tangannya menyentuh kalung ini makan seketika itu pulalah, ia dapat
berubah menjadi raksasa bernama Brahala atau Dewa Mambang sebesar gunung anakan dan
yang dapat meredakannya hanyalah titisan Batara Wisnu yang juga dapat merubah diri menjadi
Dewa Amral. Selain itu Puntadewa juga memiliki pusaka bernama Serat Jamus Kalimasada.
Kemudian atas bantuan dari Werkudara, adiknya, akhirnya Puntadewa menjadi raja besar
setelah mengadakan Sesaji Raja Suya yang dihadiri oleh 100 raja dari mancanegara. Dengan
demikian Puntadewa menjadi seorang raja besar yang akan menjadi anutan bagi raja-raja di
dunia.

Pada Perang besar Baratayuda Jayabinangun, Puntadewa menjadi senapati perang pihak
pandawa menghadapi raja dari kerajaan Mandraka, Prabu Salya. Puntadewa pun akhirnya
behasil membunuh Salya meskipun sebenaranya ia maju kemedan perang dengan berat hati.
Saat perang Baratayuda terjadi pun, Puntadewa pernah melakukan tindakan tercela yang
mengakibatkan senapati perang Kurawa yang juga gurunya, Dang Hyang Dorna terbunuh.
Dikisahkan sebagai berikut, saat para pandawa berhasil membunuh gajah Estitama, seekor
gajah milik Astina. Drona yang samar-samar mendengar “….tama mati!” menjadi bigung,
mungkin saja Aswatama, putranya telah mati, dan lari menuju pesanggrahan Pandawa, Drona
tahu benar siapa yang harus ditanyai, Puntadewa, seorang raja yang selama hidupnya tak
pernah berbohong. Saat itu Puntadewa atas anjuran Kresna menyebutkan bahwa Hesti (dengan
nada lemah) dan tama (dikeraskan) memang telah mati, Drona yang mendengar hal itu menjadi
tambah panik karena menurut pendengarannya yang telah kabur, putra tunggalnya telah tewas.
Drona pun kemudian tewas oleh Drestajumena yang mamanggal lehernya saat Drona dalam
keaadaan ling-lung. Dalam hal ini dapat di petik sebuah pelajaran bahwa dalam hidup ini sebuah
kejujuran pun tidak dapat dilakukan secara setengah-setengah, memang Puntadewa tidak
pernah berbohong, namun sikap setengah-setengah tersebut pulalah yang mangakibatkan
kematian guru besar Astina tersebut.
Setelah selesai Baratayuda, Puntadewa menjadi raja di Astina sebentar dengan gelar Prabu
Kalimataya. Lalu di gantikan oleh cucu dari Arjuna yang bernama Parikesit dengan gelar Prabu
Kresnadwipayana. Setelah tua, Puntadewa lalu memimpin adik-adiknya untuk naik ke Puncak
Himalaya untuk mencapai nirwana. Disana satu persatu istri dan adik-adiknya meninggal, lalu
hanya ia dan anjingnya lah yang sampai di pintu nirwana, di sana Batara Indra menolak
membawa masuk anjing tersebut, namun puntadewa bersikeras membawanya masuk. Lalu
setelah perdebatan panjang anjing tersebut berubah menjadi Batara Darma dan ikut ke nirwana
bersama Puntadewa.

Anda mungkin juga menyukai